• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antar parameter kesegaran fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Penelitian Utama

4.2.5 Hubungan antar parameter kesegaran fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Mutu fillet ikan lele dumbo dapat diketahui dengan melakukan uji subjektif (organoleptik) dan uji objektif (TPC, TVB dan pH). Parameter-parameter tersebut memiliki keterkaitan selama proses kemunduran mutu fillet ikan lele dumbo berlangsung. Berbagai proses perubahan fisik, kimia dan organoleptik berlangsung dengan lambat selama penyimpanan pada suhu chilling.

Penggunaan suhu chilling memperngaruhi nilai TPC, TVB dan pH dari

fillet ikan lele dumbo. Nilai organoleptik dari fillet ikan lele dumbo untuk kedua

perlakuan semakin menurun seiring dengan makin lamanya penyimpanan. Fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera maupun dimatikan setelah 12 jam tanpa media air memiliki pola perubahan kemunduran mutu yang sama. Hasil uji subjektif dan objektif menghasilkan kesimpulan yang berbeda secara statistik. Perbedaan antara uji subjektif dan objektif ini karena titik-titik pengamatan yang berbeda antara uji subjektif dan objektif.

4.2.5.1 Hubungan nilai organoleptik dengan log TPC

Ikan yang baru ditangkap memiliki kekebalan yang mampu menjadi

barrier (ketahanan tubuh) dan mencegah pertumbuhan bakteri pada daging ikan.

Setelah ikan dimatikan dan memasuki fase post mortem, sistem kekebalan tersebut menjadi tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang dengan cepat selama penyimpanan (FAO 1995).

Berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 15 dan 16 diketahui bahwa peningkatan jumlah bakteri pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera sebesar 1 log TPC akan menurunkan nilai organoleptiknya sebesar 2,887 satuan, sedangkan pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air sebesar peningkatan jumlah bakteri sebesar 1 log TPC akan menurunkan nilai organoleptiknya sebesar 3,267 satuan.

Koefisien determinasi (R2) pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera sebesar 0,966 dan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air sebesar 0,984. Hal ini berarti bahwa model observasi dapat menjelaskan model dugaan sebesar 96,6 % (dimatikan segera) dan 98,4 % (dimatikan setelah 12 jam tanpa media air). Nilai organoleptik memiliki hubungan sangat erat dengan penambahan log bakteri dengan nilai r (koefisien korelasi) sebesar 0,9828 (dimatikan segera) dan 0,9917 (dimatikan setelah 12 jam tanpa media air).

Kerusakan yang terjadi pada daging ikan karena serangan bakteri lebih parah daripada kerusakan yang disebabkan oleh enzim. Penguraian oleh bakteri berlangsung secara intensif setelah fase rigor mortis berakhir, yaitu setelah daging

Gambar 16. Korelasi nilai rata-rata organoleptik dengan log TPC dimatikan setelah 12 jam tanpa media air Gambar 15. Korelasi nilai rata-rata

organoleptik dengan log TPC dimatikan segera

mengendur menjadi lunak dan celah-celah serat-seratnya terisi cairan (Afianto dan Liviawaty 1989). Peningkatan jumlah bakteri berhubungan dengan proses autolisis. Hal ini terjadi karena semua hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya.

4.2.5.2 Hubungan nilai organoleptik dengan TVB

Peningkatan nilai TVB selama penyimpanan merupakan akumulasi berbagai komponen seperti basa volatil pada daging sesaat setelah mati. Akumulasi ini terjadi akibat reaksi biokimia post mortem dan aktivitas mikroba pada daging ikan (Kristoffersen et al 2006).

Berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 17 dan 18 diketahui bahwa peningkatan nilai TVB pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera sebesar 1 mg N/100 g akan menurunkan nilai organoleptiknya sebesar 0,172 satuan, sedangkan pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air peningkatan nilai TVB sebesar 1 mg N/100 g akan menurunkan nilai organoleptiknya sebesar 0,177 satuan.

Koefisien determinasi (R2) pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera sebesar 0,845 dan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air sebesar 0,930. Hal ini berarti bahwa model observasi dapat menjelaskan model dugaan sebesar 84,5 % (dimatikan segera) dan 93 % (dimatikan setelah 12 jam tanpa media air). Nilai organoleptik

memiliki hubungan sangat erat dengan penambahan nilai TVB dengan Gambar 17. Korelasi nilai rata-rata

organoleptik dengan TVB dimatikan segera

Gambar 18. Korelasi nilai rata-rata organoleptik dengan TVB dimatikan setelah 12 jam tanpa media air

nilai r (koefisien korelasi) sebesar 0,9192 (dimatikan segera) dan 0,9643 (dimatikan setelah 12 jam tanpa media air).

Semakin lama waktu penyimpanan akan meningkatkan nilai TVB yang disebabkan oleh proses autolisis, yaitu aktivitas enzim proteolitik dalam menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino dan amoniak (FAO 1995). Senyawa-senyawa ini yang menimbulkan bau busuk yang akan mempengaruhi penurunan organoleptik.

4.2.5.3 Hubungan log TPC dengan TVB

Kondisi post rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh bakteri. Proses autolisis adalah terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari aktivitas enzim dalam daging ikan. Sedangkan pembusukan oleh bakteri adalah terjadinya penguraian daging ikan akibat dari aktivitas bakteri dalam daging ikan (FAO 1995).

Berdasarkan persamaan regresi pada Gambar 19 dan 20 diketahui bahwa peningkatan jumlah bakteri pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera sebesar 1 log TPC akan meningkatkan nilai TVB sebesar 15,44 satuan, sedangkan pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air sebesar peningkatan jumlah bakteri sebesar 1 log TPC akan meningkatkan nilai TVB sebesar 16,42 satuan.

Koefisien determinasi (R2) pada fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan segera sebesar 0,936 dan fillet ikan lele dumbo dengan perlakuan dimatikan setelah 12 jam tanpa media air sebesar 0,874. Hal ini berarti bahwa

Gambar 19. Korelasi nilai TVB dengan log TPC dimatikan segera

Gambar 20. Korelasi nilai TVB dengan log TPC dimatikan setelah 12 jam tanpa media air

model observasi dapat menjelaskan model dugaan sebesar 96,6 % (dimatikan segera) dan 87,4 % (dimatikan setelah 12 jam tanpa media air). Nilai TPC memiliki hubungan sangat erat dengan penambahan nilai TVB dengan nilai r (koefisien korelasi) sebesar 0,9674 (dimatikan segera) dan 0,9348 (dimatikan setelah 12 jam tanpa media air).

Penguraian oleh bakteri berlangsung secara intensif setelah fase rigor

mortis berakhir, yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah serat-seratnya

terisi cairan (Afianto dan Liviawaty 1989). Peningkatan jumlah bakteri berhubungan dengan proses autolisis. Selama proses autolisis berlangsung terjadi proses hidrolisis yang menghasilkan peptida, asam-asam amino dan senyawa-senyawa nitrogen non protein (TMAO, urea, histidin). Senyawa-senyawa-senyawa tersebut merupakan substrat yang menyediakan nutrient bagi perkembangbiakan bakteri (Kristoffersen et al 2006)

Aktivitas bakteri dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan asam-asam amino, seperti asam glutamat, asam aspartat, lisin, histidin, dan arginin. Asam-asam amino tersebut dapat bertindak sebagai pemicu timbulnya senyawa biogenic amin seperti kadaverin, histamine dan putresin (Hallier et al 2007). Senyawa-senyawa asam amino, glukosa, lipida, trimetilamin oksida dan urea dapat diubah oleh bakteri menjadi produk yang dapat digunakan sebagai indikator pembusukan (Kwaadsteniet et al 2008).

Dokumen terkait