• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Hubungan Antar Variabel

2.7.1 Pengaruh tingkat pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan

Pertumbuhan penduduk merupakan pertambahan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian) dan migrasi (Subri, 2003). Angka kelahiran yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan penduduk di suatu wilayah. Selanjutnya, anak yang baru lahir ini akan menjadi konsumen baru yang dapat menambah beban konsumsi pangan dimasa depan, walaupun disaat bersamaan juga anak yang baru lahir ini akan menjadi tenaga kerja yang dapat menambah produksi barang dan jasa.

Tingginya angka kematian cenderung mempengaruhi jumlah penduduk.

Namun, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan telah memberikan sumbangan besar untuk menghambat laju angka kematian. Hal ini akan mempengaruhi jumlah penduduk.

Migrasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan pertambahan jumlah penduduk. Migrasi dapat didefinisikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Migrasi yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan menumpuknya penduduk di satu wilayah, yang berakibat pada munculnya masalah sosial dan ekonomi seperti kemiskinan, kriminal, dan pengangguran. Migrasi sering diartikan sebagai perpindahan secara permanen, yaitu orang yang berpindah (migran) menetap di suatu wilayah dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya, jumlah penduduk di wilayah tersebut bertambah secara cepat.

Banyak teori yang menjelaskan hubungan erat antara perutumbuhan penduduk dengan kemiskinan. Salah satu teori yang menjelaskan efek buruk dari pertumbuhan penduduk adalah teori Malthus. Teori Malthus mengungkapkan bahwa pertumbuhan penduduk dapat menjadi bencana dalam jangka panjang bagi suatu negara. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa laju pertumbuhan penduduk selalu lebih cepat dari laju pertumbuhan pangan. Akibatnya, dalam jangka panjang akan terjadi kelangkaan pangan yang berujung pada meningkatnya angka kemiskinan. Selain itu, kelangkaan pangan akan menimbulkan munculnya wabah penyakit, kekurangan gizi, kelaparan dan penderitaan-penderitaan lainnya.

Di wilayah yang padat penduduk, peluang untuk memperbaiki kualitas hidup bagi keluarga miskin akan sangat kecil. Orang-orang yang lahir dari keluarga miskin akan selalu kalah bersaing dengan mereka yang lahir di keluarga kaya. Orang-orang ini akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan, karena mereka tidak mempunyai sumber daya untuk memperbaiki hidup. Maier dalam Kuncoro (1997) menyatakan bahwa jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan masalah mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menghambat tercapainya tujuan pembangunan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

2.7.2 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan

Terdapat korelasi negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan.

Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan penduduk, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan dasar. Ranis (2004) mengungkapkan bahwa distribusi peningkatan pendapatan dari pertumbuhan ekonomi berdampak kuat pada pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang manfaatnya diarahkan lebih ke masyarakat miskin akan memiliki dampak lebih besar pada pembangunan manusia.

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil (Sukirno, 2000). Peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDRB) menandakan adanya peningkatan produksi barang dan jasa yang tentu saja dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat yang

terlibat didalamnya. Namun hal ini harus disertai dengan distribusi pendapatan yang merata agar setiap penduduk, termasuk penduduk miskin dapat merasakan manfaat pertumbuhan ekonomi tersebut.

2.7.3 Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemiskinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan sumber daya manusia di suatu wilayah. IPM mencakup aspek pemenuhan kebutuhan akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa memenuhi standar hidup (Napitupulu, 2007). Beberapa aspek ini bermuara pada satu tujuan, yaitu hidup sejahtera.

Pembangunan manusia menargetkan agar setiap penduduk dapat mengakses pendidikan, sehingga dapat menjamin masa depan yang lebih baik. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan kualitas diri seseorang dan menjadikan mereka menjadi manusia yang produktif. Pendidikan yang baik juga membuat seseorang memiliki peluang besar untuk lepas dari kemiskinan, karena memiliki kualifikasi untuk menjadi bagian dari pembangunan ekonomi. Begitu pula dengan kesehatan.

Pembangunan manusia memiliki tujuan untuk memastikan setiap penduduk mendapatkan akses terhadap kesehatan. Seseorang yang dikatakan sehat tentunya bebas dari wabah penyakit, kurang gizi, dan kelaparan. Hal ini menjadikan seseorang lebih produktif.

Pembangunan manusia yang baik ditandai oleh angka IPM yang tinggi.

Pembangunan manusia dikatakan baik apabila ketiga aspek dalam pembangunan manusia, yaitu kesehatan, pendidikan dan akses terhadap sumberdaya sudah membaik. Ketiga aspek ini merupakan standar hidup sejahtera, dimana bila seseorang telah memiliki ketiga aspek ini maka hidupnya dapat dikatakan bebas dari kemiskinan. Atau dengan kata lain, keberhasilan pembangunan manusia dapat menurunkan angka kemiskinan.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pembangunan manusia yang direfleksikan oleh IPM memiliki hubungan erat dengan kemiskinan. Hal ini sejalan dengan Lanjouw et. al. (2001) yang mengungkapkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia identik dengan pengurangan kemiskinan.

2.7.4 Pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan Distribusi pendapatan menunjukkan merata tidaknya pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya (Basri dalam Sasana, 2009).

Pembagian hasil pembangunan ekonomi seharusnya dinikmati oleh seluruh kalangan penduduk suatu negara secara merata. Akan tetapi, ketimpangan distribusi pendapatan menghambat kelompok-kelompok tertentu untuk ikut menikmati hasil pembangunan. Masalah ketimpangan distribusi pendapatan merupakan salah satu inti masalah pembangunan, terutama bagi negara yang sedang berkembang. Ketimpangan distribusi pandapatan menyebabkan tingkat kemiskinan tetap tinggi meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat. Hal ini terjadi karena manfaat distribusi pendapatan hanya dikuasai oleh kelompok

tertentu saja. Penduduk miskin tidak mendapatkan penambahan pendapatan dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi, sehingga mereka tetap berada dalam lingkaran kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus disertai dengan distribusi pendapatan yang merata. Hal ini untuk menjamin agar pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan angka kemiskinan. Distribusi pendapatan yang merata dapat memberikan efek positif untuk peningkatan pendapatan penduduk miskin.

Penambahan pendapatan yang diterima dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup, terutama untuk memenuhi kebutuhan minimal mereka. World Bank (1990) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dalam

memenuhi standar hidup minimal. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang tidak dapat memenuhi kebutuhan minimalnya. Pemerataan distribusi pendapatan dapat menurunkan angka kemiskinan. Namun sebaliknya, ketimpangan distribusi pendapatan dapat mengakibatkan gap antara penduduk miskin dengan penduduk kaya semakin lebar. Penduduk miskin akan semakin miskin, sedangkan penduduk kaya akan semakin kaya. Penduduk kaya akan menguasai seluruh manfaat pembangunan ekonomi, sedangkan penduduk miskin semakin tidak punya kesempatan untuk ikut terlibat dalam pembangunan ekonomi. Untuk itu, dalam hal pemberantasan kemiskinan distribusi pendapatan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan.

2.7.5 Pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan

Pengangguran memiliki hubungan yang sangat erat terhadap tingginya angka kemiskinan. Menurut Sukirno (2004) efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangni tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya tingkat kesejahteraan mengakibatkan seseorang jatuh dalam kemiskinan, sebab tidak memiliki pendapatan karena menganggur.

Sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan atau hanya bekerja paruh waktu selalu berada diantara kelompok masyarakat yang miskin (Arsyad, 1999). Memiliki pekerjaan merupakan salah satu jalan agar seseorang dapat memiliki pendapatan. Pendapatan yang diterima kemudian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, dengan pendapatan yang dia terima, seseorang dapat mengakses pendidikan atau menyekolahkan anaknya, sehingga mereka menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang kelak akan diterima dalam suatu pekerjaan.

Bagi seorang pengangguran, kesempatan untuk mengakses pendidikan atau menyekolahkan anaknya cenderung sangat kecil. Hal ini terjadi karena seorang pengagguran tidak memiliki pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan tersebut. Tanpa pendidikan, seorang anak yang hidup dalam keluarga pengangguran akan selalu tersisih dalam persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, terutama pekerjaan yang mengutamakan skill. Dalam jangka panjang seorang pengangguran akan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki

kesejahteraannya. Sehingga pada akhirnya keluarga ini akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pengangguran dengan kemiskinan. Artinya, apabila tingkat pengangguran naik, maka tingkat kemiskinan juga ikut naik.

Dokumen terkait