• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI SE-INDONESIA

T E S I S

Oleh:

DAVID TOGAR HUTAGAOL 167018002/MIE

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINGKAT PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI SE-INDONESIA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Sumatera Utara

Oleh:

DAVID TOGAR HUTAGAOL 167018002/MIE

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

Ilmu Ekonomi

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. H.B. Tarmizi, SU

Anggota

: Dr. Murni Daulay, SE, M.Si

: Dr. Prawidiya Hariani R.S. SE, M.Si : Dr. M. Akbar Siregar, M.Si

: Dr. Rujiman, MA

(5)
(6)

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kemiskinan ... 9

2.1.1 Pengertian kemiskinan ... 9

2.1.2 Jenis-jenis kemiskinan ... 11

2.1.3 Faktor penyebab kemiskinan ... 12

2.1.4 Ukuran kemiskinan ... 16

2.2 Pertumbuhan Penduduk ... 18

2.2.1 Pengertian jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk ... 18

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Penduduk ... 19

2.3 Pertumbuhan Ekonomi ... 20

2.3.1 Pengertian pertumbuhan ekonomi ... 20

2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto ... 21

2.3.3 Faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi ... 22

2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 26

2.4.1 Cara menghitung IPM ... 27

2.4.1.1 Indeks kesehatan ... 29

2.4.1.2 Indeks pendidikan ... 30

2.4.1.3 Dimensi Pengeluaran ... 31

2.5 Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 32

2.5.1 Pengertian ketimpangan distribusi pendapatan ... 32

2.5.2 Faktor-faktor penyebab ketimpangan distribusi pendapatan ... 33

2.5.3 Korva Lorenz ... 34

2.5.4 Indeks atau Rasio Gini ... 35

2.6 Pengangguran ... 36

2.7 Hubungan Antar Variabel ... 38 2.7.1 Pengaruh tingkat pertumbuhan penduduk terhadap

(7)

kemiskinan ... 42

2.7.5 Pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan ... 44

2.8 Penelitian Terdahulu ... 45

2.9 Kerangka Konseptual ... 47

2.10 Pengembangan Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Jenis Penelitian ... 49

3.2 Populasi Penelitian ... 49

3.3 Data dan Sumber Data ... 49

3.4 Defenisi Operasional ... 50

3.5 Metode Analisis Data ... 51

3.5.1 Statistik deskriptif ... 51

3.5.2 Analisis regresi linier berganda ... 51

3.5.3 Uji asumsi klasik ... 52

3.5.3.1 Uji normalitas ... 52

3.5.3.2 Uji heterokedastisitas ... 53

3.5.3.3 Uji autokorelasi ... 54

3.5.3.4 Uji multikolinearitas ... 54

3.6 Pengujian Hipotesis ... 55

3.6.1 Uji signifikansi simultan (Uji F) ... 55

3.6.2 Pengujian koefisien determinasi (Adjusted R2) ... 55

3.6.3 Uji signifikansi parsial (Uji t) ... 56

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1 Gambaran umum penelitian ... 57

4.1.1 Perkembangan tingkat kemiskinan Indonesia ... 59

4.1.2 Persentase dan jumlah penduduk miskin menurut pulau ... 60

4.1.3 Indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan .. 61

4.2 Statistik Deskriptif ... 63

4.3 Uji asumsi klasik ... 63

4.3.1 Uji Normalitas ... 64

4.3.2 Uji Heterokedastisitas ... 66

4.3.3 Uji Autokorelasi ... 67

4.3.4 Uji Multikolinearitas ... 68

4.4 Analisis Regresi Linear Berganda ... 68

4.5 Pengujian Hipotesis ... 71

4.5.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 71

4.5.2 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 71

4.5.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ... 72

4.6 Pembahasan ... 73

(8)

terhadap kemiskinan ... 76

4.6.4 Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan terhadap kemiskinan ... 77

4.6.5 Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap kemiskinan ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

5.1 Kesimpulan ... 80

5.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(9)

Tahun 2015-2017 ... 2

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel, Indikator dan Pengukurannya ... 50

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2016-September 2017 ... 60

Tabel 4.2 Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Pulau September 2016-September 2017 ... 61

Tabel 4.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Indonesia Menurut Daerah September 2016-September 2017 ... 61

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif ... 63

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ... 65

Tabel 4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 66

Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi ... 67

Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas ... 68

Tabel 4.9 Hasil Uji Regresi ... 69

Tabel 4.10 Hasil Uji F ... 71

Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji t ... 72

(10)

Gambar 2.2 Kurva Lorenz ... 35 Gambar 2.3 Kerangka Konseptual ... 47

(11)

Lampiran 1 Data Penelitian ... 89 Lampiran 2 Uji Asumsi Klasik ... 90 Lampiran 3 Uji Hipotesis ... 92

(12)

Puji syukur saya hanturkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas anugerah dan pertolongan-Nya yang luar biasa, yang memampukan saya untuk menyelesaikan tesis ini. Proses penyusunan tesis ini sungguh mengajari saya banyak hal. Selain manambah ilmu pengetahuan, penyusunan tesis ini juga melatih mental, menguji kesabaran, dan sekaligus mengajarkan saya bagaimana berusaha dan bekerja keras. Tapi, yang paling penting dari semua itu adalah pelajaran yang sayadapat, bahwa butuh perjuangan dan pengorbanan untuk meraih sesuatu yang berharga.

Banyak pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.

Untuk itu, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua saya, Mian Hutagaol, Mayesti Purba, Murbanto Sinaga, dan Anita Purba yang selalu mendoakan yang terbaik buat saya. Terimakasih atas doa, dukungan, dan didikan yang telah kalian berikan selama ini.

2. Adik saya Sarah Hutagaol, Corry Sinaga, Carolyn Sinaga, Andrew Sinaga, Putri Anju Sinaga dan Rika Zalukhu yang selalu ada dan selalu memenuhi setiap permintaan saya.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. DR. H.B Tarmizi , SU dan Ibu Dr. Murni Daulay , SE, M.Si, selaku pembimbing saya. Terimakasih atas waktu, kesabaran, dan kebaikan

(13)

6. Ibu Dr. Prawidya Hariani , SE, M.Si , Bapak Dr. Akbar Siregar , M.Si dan Bapak Dr. Rujiman, MA, selaku Anggota Komisi Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan dalam penelitian tesis ini.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu yang telah ikut membantu hingga selesainya tesis ini.

Saya sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Harapan saya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 6 Februari 2019 Penulis

David Togar Hutagaol

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.

Saat ini pemerintah telah banyak melakukan upaya pengentasan kemiskinan.

Salah satunya dengan mengarahkan berbagai kegiatan pembangunan ke daerah- daerah, khususnya pembangunan pada daerah yang relatif memiliki penduduk dengan tingkat kesejahteraan rendah. Pembangunan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan irigasi gencar dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi khususnya masyarakat di perdesaan. Dengan dibukanya akses jalan di daerah-daerah terpencil, diharapkan daerah tersebut tidak lagi terisolasi. Distribusi hasil produksi dapat dilakukan secara cepat dengan biaya yang lebih murah, sehingga biaya hidup menjadi lebih rendah.

(16)

Pembangunan ekonomi memiliki dampak yang besar terhadap pengentasan kemiskinan. Sebagaimana diungkapkan Kakwani dan Son (2003) bahwa tujuan pembangunan adalah pengurangan tingkat kemiskinan yang dicapai lewat pertumbuhan ekonomi dan atau distribusi pendapatan. Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan di Indonesia sebagian besar hidup di perdesaan. Agar dapat lepas dari jerat kemiskinan, mereka perlu diberdayakan. Untuk itu, diperlukan campur tangan pemerintah untuk ikut memberikan bantuan yang dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat di perdesaan. Salah satu upaya nyata yang saat ini telah dilakukan oleh pemerintah adalah pemberian bantuan kepada tiap desa di Indonesia, yang dikenal dengan istilah dana desa.

Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia dalam APBN telah menganggarkan dana desa dalam jumlah yang cukup besar. Jumlah dana desa ini nilainya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia.

Akan tetapi, pada kenyataannya peningkatan jumlah dana desa dari tahun 2015 hingga 2017 yang signifikan tidak diikuti oleh penurunan angka kemiskinan yang signifikan pula. Hal ini seperti terlihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Jumlah Dana Desa dan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun 2015-2017 Tahun Jumlah Dana Desa

(Triliun Rupiah)

Tingkat Kemiskinan (Persen)

2015 20,76 14,09

2016 46,9 13,96

2017 60 13,47

Sumber : BPS

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, diketahui bahwa pada tahun 2015, jumlah dana desa yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp. 20,76 triliun. Berikutnya di tahun

(17)

2016, alokasi dana desa meningkat dua kali lipat yang jumlahnya mencapai Rp.

46,9 triliun. Selanjutnya di tahun 2017, alokasi dana desa naik lagi menjadi Rp. 60 triliun. Dari tahun 2015 hingga tahun 2017 dana desa mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 2,89 kali atau 289 persen.

Disisi lain, selama periode 2015 hingga 2017 tingkat kemiskinan di Indonesia terutama di perdesaan masih sangat tinggi. Selama periode ini, penurunan angka kemiskinan berjalan sangat lambat, berbanding terbalik dengan peningkatan jumlah dana desa yang sangat signifikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, angka kemiskinan di perdesaan di tahun 2015 sebesar 14,09 %, disusul tahun 2016 sebesar 13,96%, dan tahun 2017 sebesar 13,47%. Dalam kurun waktu 2015 hingga 2017, penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia khususnya di perdesaan hanya sebesar 0,62%. Hal ini sangat mengecewakan bila dibandingkan dengan peningkatan jumlah alokasi dana desa yang mencapai 289%. Fakta ini mendorong peneliti untuk meneliti apa sesungguhnya yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia?

Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia, salah satu diantaranya adalah jumlah penduduk. Malthus dalam teorinya mengibaratkan laju pertumbuhan penduduk sebagai deret ukur, dan laju pertumbuhan pangan sebagai deret hitung, yang berarti bahwa laju pertumbuhan penduduk lebih cepat dari laju pertumbuhan pangan. Sehingga, untuk jangka panjang hal ini akan mendatangkan malapetaka, yaitu krisis sumber daya alam yang pada akhirnya mendorong tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kuncoro (2000) mengungkapkan bahwa jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan

(18)

permasalahan mendasar. Hal ini menjadi persoalan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkendali dapat menghambat pembangunan ekonomi, yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

Pertumbuhan ekonomi juga memiliki kaitan erat dengan kemiskinan.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi disinyalir berdampak pada penurunan angka kemiskinan itu sendiri. Menurut Ranis (2004), distribusi peningkatan pendapatan dari pertumbuhan ekonomi berdampak kuat pada pembangunan manusia. Dengan adanya peningkatan pendapatan, penduduk miskin memiliki modal untuk memperbaiki kualitas hidup, baik kesehatan, maupun pendidikan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penurunan angka kemiskinan. Selain itu, manfaat dari pertumbuhan ekonomi juga dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, sehingga iklim ekonomi dapat bertumbuh dengan baik.

Penduduk miskin pada hakikatnya terjebak dalam jerat kemiskinan yang berkepanjangan. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup. Oleh karena itu, peningkatan pembangunan modal manusia (human capital) sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk mempercepat pembangunan manusia yang berujung pada peningkatan tingkat kesejahteraan. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia ditunjukkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Semakin tinggi nilai IPM suatu daerah, maka tingkat pembangunan sumber daya manusia di daerah tersebut semakin membaik. Menurut Napitupulu (2007), indeks pembangunan manusia memuat tiga dimensi penting dalam pembangunan, yaitu terkait dengan aspek pemenuhan

(19)

kebutuhan akan hidup panjang umur (Longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa memenuhi standar hidup. Artinya, tiga dimensi penting dalam pembangunan manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap kemiskinan.

Untuk memaksimalkan peran pembangunan ekonomi dalam menurunkan tingkat kemiskinan, syarat utama yang harus dipenuhi adalah disribusi pendapatan yang merata. Distribusi pendapatan memiliki peran penting dalam memastikan manfaat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dapat dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Bila distribusi pendapatan suatu negara atau daerah terjadi secara merata, maka setiap penduduk negara atau daerah tersebut dapat menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan pendapatan.

Penambahan pendapatan dari manfaat pertumbuhan ekonomi dapat memberikan kemudahan bagi penduduk miskin untuk memenuhi kebutuhan hidup layak mereka. Selain itu, penduduk miskin ini juga memiliki peluang untuk memperbaiki kualitas hidup, karena mereka memiliki akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Distribusi pendapatan yang tidak merata menyebabkan gap antara penduduk miskin dan penduduk kaya semakin lebar. Hal ini cenderung berdampak pada makin tingginya angka kemiskinan, karena manfaat pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh kelompok-kelompok tertentu saja.

Tingginya tingkat pengangguran dapat berakibat pada makin buruknya masalah kemiskinan. Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Setiap orang yang menganggur

(20)

akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena tidak memiliki pendapatan. Keadaan ini akan meningkatkan kecenderungan mereka untuk terjebak dalam kemiskinan. Arsyad (1997) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar masyarakat, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya part- time selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat miskin. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran, maka tingkat kemiskinan juga akan semakin tinggi. Dari penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, IPM, Distribusi Pendapatan dan Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan di provinsi se-Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang penelitian di atas dapat ditarik beberapa rumusan penelitian, sebagai berikut:

1. Apakah tingkat pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia?

2. Apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruhterhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia?

3. Apakah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruhterhadap kemiskinan di provinsise-Indonesia?

4. Apakah ketimpangan distribusi pendapatan berpengaruh terhadap kemiskinan di provinsise-Indonesia?

(21)

5. Apakah tingkat pengangguran berpengaruh terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan di provinsi se- Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia

4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia.

5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat pengangguran terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk memberikan pemahaman tentang kemiskinan di Indonesia, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia.

2. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman dalam pembuatan kebijakan terutama dalam hal pengentasan kemiskinan di Indonesia.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi objek aplikasi ilmu yang telah didapat agar semakin menambah wawasan dalam melakukan penelitian ilmiah, dan juga menambah pengetahuan mengenai masalah kemiskinan di Indonesia.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Pengertian kemiskinan

Kemiskinan memiliki arti yang sangat luas, tidak hanya mencakup masalah ekonomi yang berkaitan dengan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan minimal, tetapi juga menyangkut dimensi lain, seperti dimensi sosial, kesehatan, dimensi politik, dan dimensi pendidikan. Kemiskinan telah menjadi masalah yang sangat mendasar dan kompleks bagi setiap negara.

Secara umum, kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimumnya seperti sandang, pangan, dan papan. Namun, beberapa definisi kemiskinan dari berbagai sudut pandang berikut menunjukkan arti kemiskinan dalam cakupan yang lebih luas.

1. Menurut Word Bank

”The denial of choice and opportunities most basic for human development to lead a long healthy, creative life and enjoy a decent standard of living freedom, self esteem and the respect of other”.

Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri, dan rasa dihormati seperti orang lain.

(24)

2. Menurut Direktorat Kependudukan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam perekonomian yang dihadapi oleh setiap Negara, baik Negara maju maupun Negara sedang berkembang. Masalah kemiskinan juga terkait dengan masalah kekurangan pangan, gizi, rendahnya tingkat pendidikan, rawannya kriminalitas, tingginya tingkat penangguran, dan masalah-masalah lain yang bersumber dari rendahnya tingkat pendapatan penduduk.

3. Menurut Bappenas

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

4. Menurut Chambers (1999)

Kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki 5 dimensi yaitu:

1. Kemiskinan (Proper), 2. Ketidakberdayaan (powerless), 3. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4. Ketergantungan (dependence), dan 5. Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.

Dari beberapa definisi di atas, diketahui bahwa kemiskinan tidak hanya kondisi dimana seseorang atau suatu negara tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, akan tetapi kemiskinan juga dapat mengacu pada kondisi dimana seseorang atau negara kehilangan kebebasannya, kehilangan harga diri dan rasa dihormati seperti orang atau negara lainnya.

(25)

2.1.2 Jenis-jenis Kemiskinan

Todaro (2008: 203) mengungkapkan bahwa kemiskinan dapat dibedakan menurut sifatnya yang terdiri atas:

1. Kemiskinan absolut

Kemiskinan absolut diukur berdasarkan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan minimum. Seseorang dikatakan masuk dalam golongan miskin absolut apabila pendapatan orang tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimumnya. Kebutuhan minimum seseorang terdiri atas sandang, pangan dan papan. Akan tetapi, ukuran kebutuhan minimum ini kadang kala berbeda-beda antar kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh adat, iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi lainnya. Hal inilah yang menyebabkan konsep kemiskinan absolut menjadi sulit, terutama dalam menentukan komposisi dan tingkat kebutuhan minimum.

2. Kemiskinan relatif

Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang timbul akibat terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan antara individu yang satu dengan individu yang lain, meskipun jumlah pendapatan telah dapat memenuhi kebutuhan minimum untuk hidup layak. Menurut Milner dalam Arsyad (2004), walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat disekitarnya, maka seseorang tersebut masih berada dalam keadaan miskin.

(26)

Menurut konsep kemiskinan relatif, kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat mengalami perubahan, sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Konsep kemiskinan relatif menjadikan ketimpangan distribusi pendapatan sebagai ukuran dalam menentukan kemiskinan. Semakin timpang pendapatan masyarakat dalam suatu daerah, maka angka kemiskinan di daerah tersebut akan semakin besar.

2.1.3 Faktor penyebab kemiskinan

Nasikun (2001) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah population growth. Hal ini dadasarkan pada teori Malthus yang menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat mendatangkan malapetaka dalam jangka panjang. Teori Malthus mengibaratkan laju pertumbuhan penduduk sebagai deret ukur, dan laju pertumbuhan pangan sebagai deret hitung. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah penduduk cenderung meningkat lebih cepat dibanding bahan pangan. Akibatnya, dalam jangka panjang bahan pangan akan menjadi langka yang menimbulkan terjadinya kemiskinan dan perebutan sumber daya.

Pendapat lain mengenai penyebab terjadinya kemiskinan dikemukakan oleh Parwadi (2013). Menurut Parwadi, terdapat tiga faktor penyebab terjadinya kemiskinan bila ditinjau dari sisi ekonomi, yaitu:

1. Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin memiliki sumberdaya yang terbatas dan kualitasnya rendah.

(27)

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia.

Kulitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.

3. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal.

Ketiga faktor penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Lingkaran kemiskinan merupakan suatu rangkaian yang saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa, sehingga menimbulkan suatu negara akan tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik.

Teori lingkaran kemiskinan pertama kali dikemukakan oleh Ragnar Nurkse (dalam Kuncoro, 2000) yang mengatakan: “a poor country is poor because it is poor (negara miskin itu miskin karena dia miskin)”.

Lingkaran kemiskinan terdiri atas ketidaksempurnaan pasar, keterbelakangan, ketertinggalan, kekurangan modal, produktivitas rendah, pendapatan rendah, tabungan rendah, dan investasi rendah. Faktor-faktor ini saling berhubungan dan membentuk hubungan sebab-akibat, sehingga tercipta sebuah lingkaran yang disebut lingkaran kemiskinan. Adanya keterbelakangan, ketertinggalan, dan kekurangan modal menyebabkan produktivitas rendah.

Produktivitas yang rendah menyebabkan pendapatan menjadi rendah. Selanjutnya, pendapatan yang rendah berakibat pada tabungan rendah, sehingga investasi yang dilakukan pun menjadi rendah. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan begitu seterusnya.

(28)

Sumber : Hudiyanto (2014)

Gambar 2.1 Lingkaran Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)

Ravi Kanbur dan Lyn Squire (1999) menjelaskan bahwa kemiskinan terjadi karena dampak dari kebijakan pemerintah. Pemerintah yang pro kemiskinan akan melakukan perbaikan di bidang kesehatan sehingga kesehatan akan meningkat, dan anak-anak sekolah akan bisa bersekolah dan menerima pelajaran dengan baik.

Tingkat pendidikan membuat pekerja mempunyai skill yang selanjutnya membuat produktivitasnya meningkat dan pendapatannya meningkat. Produktivitas yang meningkat menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut meningkat dan angka kemiskinan akan berkurang. Namun apabila pemerintah tidak pro kemiskinan, maka kesejahteraaan rakyat miskin tidak akan dipedulikan. Fasilitas kesehatan dan pendidikan hanya dapat dinikmati oleh pejabat tinggi dan orang-

Kemiskinan

Pendapatan rendah

Permintaan barang rendah

Kekurangan modal Investasi

rendah Produktivitas

rendah

(29)

orang yang mempunyai uang. Di beberapa negara, pemerintah membuat kebijakan tanpa peduli dengan suara dan kepentingan masyarakat miskin. Mereka hanya memikirkan bagaimana memperkaya diri mereka sendiri.

Kemiskinan sebagian besar tumbuh subur di negara yang masih berkembang. Menurut Todaro dan smith (2008), kemiskinan di negara berkembang akibat dari interaksi antara 6 karakteristik berikut :

1. Tingkat pendapatan nasional negara-negara berkembang terbilang rendah, dan laju pertumbuhan ekonominya cenderung lambat.

2. Pendapatan perkapita negara-negara Dunia Ketiga juga masih rendah dan pertumbuhannya amat sangat lambat, bahkan ada beberapa yang mengalami stagnasi.

3. Distribusi pendapatan amat sangat timpang atau sangat tidak merata

4. Mayoritas penduduk di negara-negara Dunia Ketiga harus hidup dibawah tekanan kemiskinan absolut.

5. Fasilitas dan pelayanan kesehatan buruk dan sangat terbatas, kekurangan gizi dan banyaknya wabah penyakit sehingga tingkat kematian bayi dinegara- negara Dunia Ketiga sepuluh kali lebih tinggi dibanding dengan yang ada di negara maju.

6. Fasilitas pendidikan dikebanyakan negara-negara berkembang maupun isi kurikulumnya relatif masih kurang relevan maupun kurang memadai.

Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu:

(30)

1. Rendahnya Taraf Pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya Derajat Kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya piker dan prakarsa.

3. Terbatasnya Lapangan Kerja

Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.

4. Kondisi Keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

2.1.4 Ukuran Kemiskinan

Setiap negara menetapkan garis kemiskinan yang berbeda dengan negara lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup di tiap negara. Garis kemiskinan merupakan suatu ukuran yang menyatakan

(31)

besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan makanan, minuman, dan kebutuhan non makanan, atau standar yang mengklasifikasikan seseorang miskin bila ditinjau dari sudut konsumsi. Tidak ada standar yang berlaku secara umum mengenai garis kemiskinan ini. Di Indonesia ukuran yang sering digunakan untuk menentukan garis kemiskinan adalah garis kemiskinan menurut BPS (Badan Pusat Statistik) dan World Bank.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS (2010) menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dihitung dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (head count index), yaitu jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Rumus yang digunakan BPS untuk menghitung garis kemiskinan adalah:

GK = GKM + GKBM Keterangan:

GK = Garis kemiskinan

GKM = Garis kemiskinan makanan GKBM = Garis kemiskinan bukan makanan

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,

(32)

pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

2.2 Pertumbuhan Penduduk

2.2.1 Pengertian jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Penduduk memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi, karena penduduklah yang menjadi pelaku pembangunan ekonomi itu sendiri. Penduduk dapat didefinisikan sebagai salah satu unsur dalam pembangunan ekonomi yang menggerakkan kegiatan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan. Penduduk menjalankan bermacam- macam peran, antara lain sebagai tenaga kerja, tenaga ahli, dan tenaga usahawan. Penduduk juga merupakan penikmat dari hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai.

Sebagai penikmat dan pelaku pembangunan ekonomi, penduduk harus dikendalikan dalam hal jumlah dan pertumbuhannya. Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah penduduk (Subri, 2003). Jumlah penduduk adalah populasi penduduk yang tinggal di suatu wilayah tertentu.

Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk harus berjalan seimbang dengan tingkat produktivitas penduduk itu sendiri. Jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang besar memiliki dua sisi yang saling berlawanan. Di satu sisi, pertambahan jumlah penduduk dapat mendatangkan dampak yang positif bagi perekonomian, yaitu bertambahnya potensi masyarakat

(33)

untuk meningkatkan produksi dan juga bertambah luasnya pasar karena sumber permintaan meningkat. Sedangkan dilain sisi, pertumbuhan penduduk dapat mendatangkan malapetaka sebagaimana dikemukakan dalam teori Malthus, bahwa laju pertumbuhan penduduk selalu lebih cepat dari laju pertumbuhan pangan yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan pangan dan berimbas pada meningkatnya angka kemiskinan.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk

Menurut Subri (2003), pertumbuhan penduduk suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu fertilitas, mortalitas, dan migrasi.

1. Fertilitas (kelahiran), merupakan kemampuan seorang perempuan atau sekelompok perempuan secara rill untuk melahirkan atau hasil reproduksi nyata dari seorang perempuan serta sebuah tindakan reproduksi yang menghasilkan kelahiran hidup. Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa konsekuensi pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut, termasuk pemenuhan gizi, kecukupan kalori dan perawatan kesehatan. Pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang menuntut pendidikan.

2. Mortalitas (kematian), merupakan salah satu diantara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Ukuran kematian menunjukkan suatu angka yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan tinggi rendahnya kematian suatu penduduk dalam suatu negara.

(34)

3. Migrasi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota. Migrasi dari desa ke kota akan membawa dampak yang positif maupun yang negatif dampak positif akan mengakibatkan adanya migrasi dari desa ke kota akan memberi dampak pada modernisasi serta memperbaiki kehidupan para migran. Migrasi dapat mengubah pandangan dan perilaku orang, menambah keterampilan dan membuat seseorang lebih mempunyai inovasi sedangkan dampak negatifnya adalah apabila pertumbuhan proporsi penduduk kota lebih tinggi dari laju pertumbuhan industrilisasi dan pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan kesempatan kerja.

2.3 Pertumbuhan Ekonomi

2.3.1 Pengertian pertumbuhan ekonomi

Menurut Untoro (2010), pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa peningkatan kegiatan dalam perekonomian berimplikasi pada peningkatan barang dan jasa.

Sukirno (2011) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal. Sedangkan menurut Todaro (2003), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu

(35)

perekonomian meningkat sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah pertambahan produksi barang maupun jasa yang terjadi dalam jangka panjang dengan memanfaatkan dukungan teknologi, sehingga meningkatkan pendapatan penduduk di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi suatu negara diukur menurut pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) negar tersebut. Sementara untuk tingkat Provinsi, pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

2.3.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Besaran PDRB di suatu wilayah berbeda dengan wilayah lainnya. Ada banyak faktor yang menyebabkan perbedaan ini, antara lain sumber daya alam, faktor produksi dan penguasaan teknologi.

PDRB dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan pendapatan.

1. Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor

(36)

atau lapangan usaha yaitu; pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, jasa-jasa.

2. Menurut pendekatan pengeluaran,

PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir yaitu:

a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung.

b) Konsumsi pemerintah.

c) Pembentukan modal tetap domestik bruto.

d) Perubahan stok.

e) Ekspor netto.

3. Menurut pendekatan pendapatan

PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya.

2.3.3 Faktor-faktor yang Menentukan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sukirno (2011), beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut:

(37)

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya

Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja

Penduduk yang bertambah akan mendorong jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Di samping itu sebagai akibat pendidikan, latihan dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu bertambah tinggi. Hal tersebut menyebabkan produktivitas bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi

Pada masa kini pertumbuhan ekonomi dunia telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu jauh lebih modern daripada kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang. Barang-barang modal yang sangat banyak jumlahnya, dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi.

Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan, kemajuan yang akan dicapai adalah jauh lebih rendah daripada yang dicapai pada masa kini. Tanpa adanya

(38)

perkembangan teknologi, produktivitas barang-barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.

4. Sistem sosial dan sikap masyarakat

Di dalam menganalisis mengenai masalah-masalah pembangunan di negara- negara berkembang ahli-ahli ekonomi telah menunjukkan bahwa sistem sosial dan sikap masyarakat dapat menjadi penghambat yang serius kepada pembangunan. Sikap masyarakat juga dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Apabila di dalam masyarakat terdapat beberapa keadaan dalam sistem sosial dan sikap masyarakat yang sangat menghambat pertumbuhan ekonomi, pemerintah haruslah berusaha untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut.

Katersediaan faktor produksi menjadi faktor utama yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Menurut Adisasmita (2013), terdapat beberapa faktor produksi yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi adalah:

1. Sumber daya alam

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam (utamanya tanah). Sumber daya tanah memiliki beberapa aspek, misalnya kesuburan tanah, letaknya, iklim, sumber air, kekayaan hutan, mineral dan lainnya. Tersedianya kekayaan sumber daya alam yang potensial akan menjamin berlangsungnya pertumbuhan secara lancar, sumber daya alam yang tersedia harus dimanfaatkan dan diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan selebihnya dipasarkan keluar wilayah.

(39)

Semakin banyak dan semakin luas pasar yang dilayani untuk berbagai komoditas yang dihasilkan adalah semakin baik dan menguntungkan.

2. Akumulasi modal

Akumulasi modal atau pembentukan modal adalah peningkatan stok modal dalam jangka waktu tertentu. Pembentukan modal memiliki makna yang penting, yaitu masyarakat tidak melakukan kegiatannya pada saat ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak, tetapi juga untuk membuat barang modal, alat-alat perlengkapan, mesin, pabrik, sarana angkutan dan lainnya. Pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk barang modal yang dapat digunakan untuk meningkatkan output riil. Pertumbuhan modal merupakan kunci utama pertumbuhan ekonomi. Di satu pihak merupakan permintaan yang efektif dan di lain pihak menciptakan efisiensi produktif bagi produksi di masa depan.

Investasi di bidang modal akan mengarahkan kepada kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi akan mendorong kepada spesialisasi dan penghematan biaya dalam produksi skala besar.

3. Organisasi

Organisasi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi.

Organisasi bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan produktivitasnya. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, para wirausahawan tampil sebagai organisator dan mengambil resiko dalam menghadapi ketidakpastian. Menurut Schumpeter, seorang wirausahawan

(40)

tidak perlu seorang kapitalis, fungsi utamanya adalah melakukan pembaharuan (inovasi).

4. Kemajuan teknologi

Perubahan teknologi dianggap faktor paling penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan pada teknologi telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal dan faktor produksi lain. Terdapat lima pola penting pertumbuhan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi modern, yaitu penemuan ilmiah atau penyempurnaan pengetahuan teknik, invensi, inovasi, penyempurnaan dan penyebarluasan penemuan yang biasanya diikuti dengan penyempurnaan (Kuznet, 1995).

5. Pembagian kerja dan skala produksi

Spesialisasi dan pembagian kerja menciptakan peningkatan produktivitas.

Keduanya membawa ke arah ekonomi produksi skala besar, yang selanjutnya membantu perkembangan industri. Adam Smith menekankan pentingnya arti pembagian kerja (division of labor) bagi perkembangan ekonomi, pembagian kerja menciptakan perbaikan kemampuan produksi ekonomi, pembagian kerja menciptakan perbaikan kemampuan produksi buruh. Setiap buruh menjadi lebih terampil dari pada sebelumnya, akan menghemat waktu, akan mampu menemukan mesin baru dan berbagai proses baru dalam berproduksi.

2.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan manusia merupakan salah satu inti dari pembangunan ekonomi. Pembangunan manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas

(41)

keterampilan dan kemampuan kerja manusia, sehingga dapat menikmati hasil yang lebih baik. Pembangunan manusia mencakup aspek kondisi fisik (kesehatan dan kesejahteraan) dan kondisi non fisik (intelektualitas) manusia.

Pembangunan sumber daya manusia adalah hal yang sangat mendasar.

Untuk itu, pembangunan manusia dimulai dari elemen masyarakat yang sangat kecil, yaitu keluarga. Keberhasilan pembangunan manusia digambarkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator strategis yang mencerminkan kinerja pembangunan manusia di suatu wilayah. Dengan demikian, peningkatan angka IPM suatu daerah menunjukkan adanya kemajuan pembangunan manusia di daerah tersebut.

IPM pertama kali diperkenalkan oleh UNDP melalui Human Development Report pada tahun 1996. UNDP dalam publikasinya mengungkapkan bahwa

pembangunan manusia merupakan ‘a process of enlarging people’s choices’ atau proses yang meningkatkan kehidupan bermasyarakat. Definisi ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia mencakup perbaikan kehidupan sosial manusia agar lebih baik. Untuk itu pembangunan manusia harus dilakukan secara berkelanjutan dan merata agar tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Sebagaimana diuraikan UNDP dalam Bhakti (2013) bahwa elemen utama dari pembangunan manusia adalah produktivitas (productivity), pemerataan (equity), keberlanjutan (sustainability), dan pemberdayaan (empowerment).

Subri (2014) mengungkapkan terdapat beberapa kebijakan pokok dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia secara lintas sektoral, yaitu:

(42)

1. Peningkatan kualitas fisik manusia (individual fisycal quality) yang meliputi jasmani, rohani, dan motivasi, serta kualitas kecukupan kebutuhan dasar seperti terpenuhinya gizi, sandang, perumahan dan pemukiman yang sehat.

2. Peningkatan kualitas ketrampilan (skills) sumber daya manusia yang produktif dan upaya pemerataan penyebarannya.

3. Peningkatan kualitas kualitas sumber daya manusia di bidang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan.

4. Peningkatan pranata dan penerapan hukum yang meliputi kelembagaan, perangkat, dan aparat, serta kepastian hukum. Sedangkan secara sektoral, operasionalnya dilaksanakan melalui berbagai sektor pembangunan, antara laim sektor pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, kependudukan, tenaga kerja, dan sektor-sektor pembangunan lainnya.

2.4.1 Cara menghitung IPM

IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari Indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran :

IPM = 3

X1 x X2 x X3 x 100

Dimana:

X1 = Indeks Kesehatan X2 = Indeks Pendidikan X3 = Indeks Pengeluaran

Perhitungan indeks IPM didasarkan pada tiga indeks yang menggambarkan kemampuan dasar yang harus dimiliki manusia, yaitu: indeks kesehatan, indeks

(43)

pendidikan, dan indeks pengeluaran. Masing-masing indeks ini dihitung terlebih dahulu, sehingga menghasilkan nilai minimum dan nilai maksimum. Setiap komponen IPM distandarisasi dengan nilai minimum dan maksimum sebelum digunakan untuk menghitung IPM.

2.4.1.1Indeks Kesehatan

Indeks kesehatan diukur dengan angka harapan hidup (AHH) saat kelahiran.Angka harapan hidup saat kelahiran didefenisikan sebagai rata- rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir.

AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH dihitung dari hasil proyeksi SP2010 (kegiatan statistic berskala nasional yang mencakup berbagai data kependudukan) Adapun rumus yang digunakan untuk mengukurnya adalah sebagai berikut :

 Dimensi Kesehatan

Ikesehatan = 𝐴𝐻𝐻−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛 𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛

Dimana:

I = Indeks komponen

AHH = Angka Harapan Hidup

AHHmin = Angka Harapan Hidup Terendah AHHmaks = Angka Harapan Hidup Tertinggi

(44)

2.4.1.2Indeks pendidikan

Penghitungan Indeks Pendidikan (IP) mencakup dua indikator yaitu harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Rata-rata lama sekolah (RLS) didefenisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun.

Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun keatas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir. Harapan lama sekolah (HLS) didefenisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang. HLS dihitung pada usia 7 tahun keatas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Untuk mengukur dimensi pendidikan digunakan gabungan indikator IHLS dan IRLS. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur dimensi pendidikan adalah sebagai berikut :

 Dimensi Pendidikan IHLS = 𝐻𝐿𝑆−𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛

𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠−𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛

Dimana:

I = Indeks Komponen

HLS = Harapan Lama sekolah

HLSmin = Harapan Lama Sekolah Terendah HLSmaks = Harapan Lama Sekolah Tertinggi

(45)

IRLS = 𝑅𝐿𝑆−𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛

Dimana:

I = Indeks komponen

RLS = Rata-rata Lama Sekolah

RLSmin = Rata-rata Lama Sekolah Terendah RLSmaks = Rata-rata Lama Sekolah Tertinggi

2.4.1.3Dimensi Pengeluaran

Pengukuran indeks pengeluaran menggunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita disesuaikan.Rata-rata pengeluaran perkapita setahun diperoleh dari SUSENAS (survey social ekonomi nasional), dihitung hingga level provinsi.Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung indeks pengeluaran adalah sebagai berikut :

 Dimensi Pengeluaran

Ipengeluaran = 𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛)−𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛) 𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑎𝑘𝑠)−𝐼𝑛 (𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛)

Dimana :

I = Indeks komponen

In = Indeks komponen

Pengeluaranmin = pengeluaran terendah Pengeluaranmaks = pengeluaran tertinggi

(46)

2.5 Ketimpangan distribusi Pendapatan

2.5.1 Pengertian ketimpangan distribusi pendapatan

Menurut Dumairy (1999), distribusi pendapatan adalah cerminan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Sedangkan Todaro (2003) mendefinisikan ketimpangan pendapatan sebagai perbedaan pendapatan yang dihasilkan masyarakat sehingga terjadi perbedaan pendapatan yang mencolok dalam masyarakat. Ketimpangan distribusi pendapatan menunjukkan adanya gap pendapatan antara individu yang satu dengan individu yang lain atau kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Bukan hanya dalam hal pendapatan, distribusi pendapatan juga menunjukkan ketimpangan kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2000).

Terdapat dua ukuran utama distribusi pendapatan menurut para ahli ekonomi, baik ditinjau dari tujuan analisis maupun kauntitatif, yaitu:

1. Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income).

Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu atau perorangan termasuk pula rumah tangga. Dalam konsep ini, yang diperhatikan adalah seberapa banyak pendapatan yang diterima oleh seseorang tidak dipersoalkan cara yang dilakukan oleh individu atau rumah tangga yang mencari penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau sumber lainnya

seperti bunga, hadiah, keuntungan maupun warisan. Demikian pula tempat dan sektor sumber pendapatanpun turut diabaikan.

(47)

2. Distribusi pendapatan fungsional

Distribusi pendapatan fungsional mencoba menerangkan bagian dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi. Faktor produksi tersebut terdiri dari tanah atau sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal. Pendapatan didistribusikan sesuai dengan fungsinya seperti buruh menerima upah, pemilik tanah memerima sewa dan pemilik modal memerima bunga serta laba. Jadi setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan kontribusinya pada produksi nasional, tidak lebih dan tidak kurang.

2.5.2 Faktor-faktor penyebab ketimpangan distribusi pendapatan

Ketimpangan distribusi pendapatan umumnya terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Menurut Adelma dan Morris dalam Arsyad (2010), terdapat delapan faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan pada negara yang sedang berkembang, yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

(48)

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi Negara Sedang Berkembang dalam perdagangan dengan Negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan Negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor Negara Sedang Berkembang.

8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Distribusi pendapatan dapat diukur dengan menggunakan Koefisien Gini dan kurva Lorenz.

2.5.3 Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.

Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang

(49)

semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata.

(Arsyad,1997).

Sumber : Todaro dan Smith (2008) Gambar 2.2 Kurva Lorenz

2.5.4 Indeks atau Rasio Gini

Koefisien Gini didasarkan pada asumsi bahwa terdapat hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Keofisien Gini memiliki rentang antara 0 sampai dengan 1. Ratio gini yang mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila rasio Gini mendekati satu menunjukkan adanya ketimpangan yang tinggi.

(50)

𝐆 = 𝟏 − ∑𝐏𝐢(𝐐𝐢+ 𝐐𝐢−𝟏) 𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎

𝐤

𝐭−𝟏

Dimana:

G = Rasio Gini

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendaparan sampai dengan kelas i Qi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i k = Banyaknya kelas pendapatan

2.6 Pengangguran

Masalah pengangguran merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh tiap negara, terutama negara yang sedang berkembang. Menurut Sukirno (2004) pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan, tetapi belum memperolehnya. Adanya pengangguran menyebabkan sebagian masyarakat tidak memiliki penghasilan, akibatnya mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kemiskinan tumbuh subur umumnya di wilayah dimana angka pengangguran sangat tinggi. Di wilayah ini juga biasanya angka kriminalitas sangat tinggi.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya pengangguran, mulai dari tidak tersedianya lapangan kerja, hingga rendahnya kualifikasi dan kemampuan yang dimiliki oleh orang yang mencari pekerjaan. Jadi, penyebab terjadinya pengangguran tidak hanya karena terbatasnya lapangan pekerjaan, tetapi juga karena sumber daya manusia yang tidak berkualitas. Kedepannya,

(51)

masalah pengangguran akan menjadi masalah ekonomi yang akan selalu ada, terutama di era globalisasi ini persaingan tenaga kerja akan sangat ketat. Mereka yang tidak mampu bersaing akan tersisih dan menjadi pengangguran.

Menurut Sukirno (2008), terdapat empat jenis pengangguran menurut keadaan yang menyebabkannya, yaitu:

1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran normal yang terjadi jika ada 2- 3% maka dianggap sudah mencapai kesempatan kerja penuh. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh kerja tetapi karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik;

2. Pengangguran siklikal, yaitu pengangguran yang terjadi karena merosotnya harga komoditas dari naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah dari pada penawaran tenaga kerja;

3. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran karena kemerosotan beberapa faktor produksi sehingga kegiatan produksi menurun dan pekerja diberhentikan;

4. Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang terjadi karena tenaga manusia digantikan oleh mesin industri.

Sedangkan bentuk-bentuk pengangguran berdasarkan cirinya dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pengangguran Musiman, adalah keadaan seseorang menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek. Sebagai contoh, petani yang menanti musim tanam, tukang jualan durian yang menanti musim durian, dan sebagainya;

(52)

2. Pengangguran Terbuka, pengangguran yang terjadi karena pertambahan lapangan kerja lebih rendah daripada pertambahan pencari kerja;

3. Pengangguran Tersembunyi, pengangguran yang terjadi karena jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih besar dari yang sebenarnya diperlukan agar dapat melakukan kegiatannya dengan efisien;

4. Setengah Menganggur, yang termasuk golongan ini adalah pekerja yang jam kerjanya dibawah jam kerja normal (hanya 1-4 jam sehari). Disebut Underemployment.

Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai oleh seseorang. Pengangguran menyebabkan kualitas hidup seseorang menurun dan membuka peluang besar

2.7 Hubungan Antar Variabel

2.7.1 Pengaruh tingkat pertumbuhan penduduk terhadap kemiskinan

Pertumbuhan penduduk merupakan pertambahan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian) dan migrasi (Subri, 2003). Angka kelahiran yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan penduduk di suatu wilayah. Selanjutnya, anak yang baru lahir ini akan menjadi konsumen baru yang dapat menambah beban konsumsi pangan dimasa depan, walaupun disaat bersamaan juga anak yang baru lahir ini akan menjadi tenaga kerja yang dapat menambah produksi barang dan jasa.

(53)

Tingginya angka kematian cenderung mempengaruhi jumlah penduduk.

Namun, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan telah memberikan sumbangan besar untuk menghambat laju angka kematian. Hal ini akan mempengaruhi jumlah penduduk.

Migrasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan pertambahan jumlah penduduk. Migrasi dapat didefinisikan sebagai perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Migrasi yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan menumpuknya penduduk di satu wilayah, yang berakibat pada munculnya masalah sosial dan ekonomi seperti kemiskinan, kriminal, dan pengangguran. Migrasi sering diartikan sebagai perpindahan secara permanen, yaitu orang yang berpindah (migran) menetap di suatu wilayah dalam jangka waktu yang lama. Akibatnya, jumlah penduduk di wilayah tersebut bertambah secara cepat.

Banyak teori yang menjelaskan hubungan erat antara perutumbuhan penduduk dengan kemiskinan. Salah satu teori yang menjelaskan efek buruk dari pertumbuhan penduduk adalah teori Malthus. Teori Malthus mengungkapkan bahwa pertumbuhan penduduk dapat menjadi bencana dalam jangka panjang bagi suatu negara. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa laju pertumbuhan penduduk selalu lebih cepat dari laju pertumbuhan pangan. Akibatnya, dalam jangka panjang akan terjadi kelangkaan pangan yang berujung pada meningkatnya angka kemiskinan. Selain itu, kelangkaan pangan akan menimbulkan munculnya wabah penyakit, kekurangan gizi, kelaparan dan penderitaan-penderitaan lainnya.

(54)

Di wilayah yang padat penduduk, peluang untuk memperbaiki kualitas hidup bagi keluarga miskin akan sangat kecil. Orang-orang yang lahir dari keluarga miskin akan selalu kalah bersaing dengan mereka yang lahir di keluarga kaya. Orang-orang ini akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan, karena mereka tidak mempunyai sumber daya untuk memperbaiki hidup. Maier dalam Kuncoro (1997) menyatakan bahwa jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan masalah mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menghambat tercapainya tujuan pembangunan ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.

2.7.2 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan

Terdapat korelasi negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan.

Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan pendapatan penduduk, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan dasar. Ranis (2004) mengungkapkan bahwa distribusi peningkatan pendapatan dari pertumbuhan ekonomi berdampak kuat pada pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang manfaatnya diarahkan lebih ke masyarakat miskin akan memiliki dampak lebih besar pada pembangunan manusia.

Laju pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil (Sukirno, 2000). Peningkatan pertumbuhan ekonomi (PDRB) menandakan adanya peningkatan produksi barang dan jasa yang tentu saja dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat yang

(55)

terlibat didalamnya. Namun hal ini harus disertai dengan distribusi pendapatan yang merata agar setiap penduduk, termasuk penduduk miskin dapat merasakan manfaat pertumbuhan ekonomi tersebut.

2.7.3 Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap kemiskinan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan sumber daya manusia di suatu wilayah. IPM mencakup aspek pemenuhan kebutuhan akan hidup panjang umur (longevity) dan hidup sehat (healthy life), untuk mendapatkan pengetahuan (the knowledge) dan mempunyai akses kepada sumberdaya yang bisa memenuhi standar hidup (Napitupulu, 2007). Beberapa aspek ini bermuara pada satu tujuan, yaitu hidup sejahtera.

Pembangunan manusia menargetkan agar setiap penduduk dapat mengakses pendidikan, sehingga dapat menjamin masa depan yang lebih baik. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan kualitas diri seseorang dan menjadikan mereka menjadi manusia yang produktif. Pendidikan yang baik juga membuat seseorang memiliki peluang besar untuk lepas dari kemiskinan, karena memiliki kualifikasi untuk menjadi bagian dari pembangunan ekonomi. Begitu pula dengan kesehatan.

Pembangunan manusia memiliki tujuan untuk memastikan setiap penduduk mendapatkan akses terhadap kesehatan. Seseorang yang dikatakan sehat tentunya bebas dari wabah penyakit, kurang gizi, dan kelaparan. Hal ini menjadikan seseorang lebih produktif.

(56)

Pembangunan manusia yang baik ditandai oleh angka IPM yang tinggi.

Pembangunan manusia dikatakan baik apabila ketiga aspek dalam pembangunan manusia, yaitu kesehatan, pendidikan dan akses terhadap sumberdaya sudah membaik. Ketiga aspek ini merupakan standar hidup sejahtera, dimana bila seseorang telah memiliki ketiga aspek ini maka hidupnya dapat dikatakan bebas dari kemiskinan. Atau dengan kata lain, keberhasilan pembangunan manusia dapat menurunkan angka kemiskinan.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pembangunan manusia yang direfleksikan oleh IPM memiliki hubungan erat dengan kemiskinan. Hal ini sejalan dengan Lanjouw et. al. (2001) yang mengungkapkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia identik dengan pengurangan kemiskinan.

2.7.4 Pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan Distribusi pendapatan menunjukkan merata tidaknya pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya (Basri dalam Sasana, 2009).

Pembagian hasil pembangunan ekonomi seharusnya dinikmati oleh seluruh kalangan penduduk suatu negara secara merata. Akan tetapi, ketimpangan distribusi pendapatan menghambat kelompok-kelompok tertentu untuk ikut menikmati hasil pembangunan. Masalah ketimpangan distribusi pendapatan merupakan salah satu inti masalah pembangunan, terutama bagi negara yang sedang berkembang. Ketimpangan distribusi pandapatan menyebabkan tingkat kemiskinan tetap tinggi meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat. Hal ini terjadi karena manfaat distribusi pendapatan hanya dikuasai oleh kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Selain berkembang karena terjadi perubahan situasi politik atau juga karena adanya pergantian kepemimpinan nasional, kurikulum juga mengalami revisi seiring dengan

Hasil Rekomendasi Promosi Brand Asssociation Favorability Strenght Uniqueness of Brand.. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

Perkembangan Processor yang sangat pesat merupakan salah satu faktor utama mengapa kita bisa hidup di jaman yang penuh dengan teknologi canggih ini karena, teknologi apapun

Kesehatan gigi dan mulut penting untuk anak usia sekolah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah gigi dan mulut diantaranya upaya

As receitas (impostos, doações e outras formas de receitas não recíprocas) são reconhecidas no período em que são depositadas na conta bancária relevante, mas as despesas

Flowchart sistem ini menggambarkan hubungan antara sistem aplikasi dan sensor curah hujan, dimana sistem akan mengambil informasi data pada curah hujan

Kereta Api Indonesia (persero) divisi regional Sumatera Utara & NAD, dengan pedoman kepada peraturan, ketentuan perusahaan, anggaran pendapatan dan anggaran biaya serta

Gambar Spesimen sebelum pengujian, Spesimen berupa komposit yang terdiri dari dua unsur yaitu bahan penguat dan bahan pengikat, bahan penguat berupa serat dan bahan