BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.10 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan latarbelakang penelitian dan jastifikasi hubungan antar variabel, maka hipotesis penelitian dapat dikembangkan sebagai berikut:
Tingkat pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan ekonomi
IPM Kemiskinan
Ketimpangan distribusi pendapatan
Tingkat pengangguran
1. Tingkat pertumbuhan penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia
2. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia
4. Ketimpangan distribusi pendapatan berpengaruh positif terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia
5. Tingkat pengangguran berpengaruh positif terhadap kemiskinan di provinsi se-Indonesia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2014), penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang menganalisis data-data secara kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut untuk memperoleh kesimpulan. Dengan penelitian ini, maka akan dibangun sebuah teori untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol sebuah fenomena.
3.2 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan kerakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi penelitian ini adalah seluruh pemerintah provinsi di Indonesia tahun 2017 yang berjumlah 34 provinsi. Penelitian ini merupakan penelitian sensus, sehingga seluruh anggota populasi ikut menjadi bagian dalam pengujian.
3.3 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang sudah tersedia yang bersumber dari instansi pemerintah yang telah dipublikasikan. Data diakses dari laman Badan Pusat Statistik (BPS)
https://www.bps.go.id/. BPS merupakan salah satu instansi pemerintah yang diakui dan mempunyai legalitas untuk menerbitkan data statistik di Indonesia.
Adapun data sekunder yang digunakan adalah data tingkat pertumbuhan penduduk, data pertumbuhan ekonomi, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), data distribusi pendapatan yang diproksikan oleh Gini Rasio, dan data tingkat pengangguran seluruh provinsi di Indonesia tahun 2017. Data ini berupa data cross section.
3.4 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel, Indikator dan Pengukurannya No Variabel Defenisi Operasional Indikator Pengukuran
1. Kemiskinan (Y)
Perbandingan jumlah penduduk miskin dengan jumlah total penduduk di Indonesia pada tahun 2017. penduduk yang terjadi di Indonesia pada tahun produksi di indonesia (persen) manusia manusia dari masing-masing
provinsi di indonesia ( persen)
Persentase IPM Rasio
5. Ketimpanga
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan menyajikan ringkasan informasi dan sebagian besar data (Sularso, 2003). Melalui statistik deskriptif, data mentah dapat diolah menjadi suatu informasi yang dapat dipahami dan digunakan untuk keperluan tertentu. Penyajian statistik deskriptif dapat berupa bentuk-bentuk distribusi, tabel, dan grafik.
Statistik deskriptif tidak digunakan untuk menjawab hipotesis, melainkan hanya untuk menyajikan informasi-informasi tertentu.Statistik Deskriptif ini terdiri dari rata-rata, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, kurtosis dan skewness (Ghozali, 2006).
3.5.2 Analisis regresi linier berganda
Data penelitian dianalisis dengan metode analisis regresi linier berganda menggunakan bantuan softwareIBM SPSS Statistic19. Model penelitian yang dianalisis adalah:
Y= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 +e Keterangan:
Y = Kemiskinan
X1 = Tingkat pertumbuhan penduduk X2 = Pertumbuhan ekonomi
X3 = IPM
X4 = Ketimpangan distribusi pendapatan X5 = Tingkat pengangguran
α = Konstanta
β1-β5 = Koefisien Regresi e = Standarterror
3.5.3 Uji asumsi klasik
Uji asumsi klasik bertujuan untuk menganalisis apakah model yang digunakan dalam regresi adalah model yang terbaik (Juliandi et al. 2014). Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinearitas.
3.5.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi masing-masing data variabel normal atau tidak. Normalitas suatu variabel diperlukan dalam analisis untuk memudahkan peneliti melakukan pengujian statistik. Hal tersebut
disebabkan karena normal atau tidak normalnya suatu variabel dapat menentukan hasil sebuah uji statistik akan menjadi lebih baik atau akan terdegradasi.
Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov Smirnov test.Untuk pengujian dengan Kolmogorov Smirnov test, penelitian ini
menggunakan tingkat signifikansi α = 5% atau 0.05. Data dikatakan berdistribusi normal apabila probabilitas asymp.sig (2-tailed) > 0.05, sedangkan apabila probabilitas asymp.sig (2-tailed) < 0.05, data dinyatakan mengalami masalah normalitas atau tidak berdistribusi normal.
3.5.3.2 Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji adanya ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Varian yang tetap pada suatu pengamatan ke pengamatan lain disebut homoskedastisistas, sedangkan yang berubah disebut heteroskedastisitas. Model regresi dikatakan baik apabila varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap atau homoskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Model dinyatakan bebas masalah heteroskedastisitas apabila probabilitas signifikansi masing-masing variabel pada hasil regresi> 0.05. Sedangkan apabila probabilitas signifikansi masing-masing variable< 0.05, maka model mengalami masalah heteroskedastisitas.
3.5.3.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah antara data dalam variable pengamatan terdapat korelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu. Berkaitan satu sama lainnya dan sering terjadi pada sampel dengan data bersifat time series. Model disebut baik apabila model independen dari autokorelasi (Nawari, 2010)
Penelitian ini memdeteksi masalah auto korelasi dengan menggunakan Run Test. Suatu model dikatakan bebas dari masalah autokorelasi apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05.
3.5.3.4 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas digunakan untuk menguji korelasi antar variabel independen. Tidak adanya korelasi antar variabel independen adalah bentuk model regresi yang baik. Masalah multikolinearitas mengakibatkan kesalahan standar yang besar dalam model penelitian, sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan yang tinggi. Masalah multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat Tolerance value dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Nilai yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance
< 0,10 dan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2006). Penelitian ini mendeteksi multikolinearitas dengan menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF).
3.6 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda. Penelitian ini menggunakan uji kesesuaian (goodness of fit test) untuk menguji ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual. Goodness of fit diukur menggunakan uji signifikansi simultan (uji F), uji signifikansi parsial (uji t) dan uji koefisiensi determinasi (R2).
3.6.1 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji statistik F digunakan untuk menunjukkan apakah variabel-variabel independen yang telah dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Apabila probability value dalam pengujian kurang dari 5% maka model regresi yang digunakan telah
layak. Apabila probability value dalam pengujian lebih dari 5% maka model regresi yang digunakan tidak layak.
3.6.2 Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Ghozali (2006) menjelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Semakin besar nilai R2 atau semakin mendekati nilai 1 maka variabel independen semakin dapat menjelaskan variabel dependennya.
3.6.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Menurut Ghozali (2006), Uji t bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Uji t dalam penelitian ini menggunakan signifikansi 5%.
Hipotesis penelitian dinyatakan diterima apabila probability value kurang dari 5%
yang menyatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis penelitian dinyatakan ditolak apabila probability value lebih dari 5% yang berarti bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Penelitian
Republik Indonesia (RI) atau Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), atau lebih umum disebut Indonesia adalah negara diAsia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dengan populasi hampir 270.054.853 juta jiwa pada tahun 2017. Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, walaupun secara resmi bukanlah negara islam.
Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan Indonesia adalah republic dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih secara langsung. Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta. Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di pulau Kalimantan, dengan papua nugini di pulau papua dan dengan timor leste di pulau timor.
Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Sistem ekonomi Indonesia pada awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada tanggal 30 oktober 1946 yang menjadi mata uang pertama republic Indonesia yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah.
Pada masa pemerintahan orde lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi
sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.
Pemerintahan orde baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan inflasi, menstabilkan mata uang, penjadwalan ulang hutang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing.
Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an akibat krisis ekonomi yang melanda sebagian besar asia pada saat itu. Setelah itu perekonomian Indonesia perlahan mengalami proses pemulihan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2004 sampai 2007 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut. Pada tahun 2005 bangsa Indonesia dihadapkan pada persoalan kenaikan harga minyak dunia yang memaksa pemerintah untuk mengambil keputusan yang amat berat dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 2 kali. Akibatnya pertumbuhan ekonomi melambat sampai dengan paruh pertama tahun 2006. Namun, kerja keras pemerintah dan Bank Indonesia melalui serangkaian kebijakan fiscal, moneter maupun paket-paket perbaikan iklim investasi telah berhasil mengembalikan stabilitas perekonomian dan memacu pertumbuhan ekonomi menjadi 6,3% pada tahun 2007.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menurunnya angka pengangguran juga membawa dampak kepada perbaikan kesejahteraan, seperti yang terlihat dari berkurangnya penduduk miskin sebesar 1,43 juta jiwa dari 28,01 juta jiwa atau sebesar 10,86% dari total jumlah penduduk Indonesia pada maret 2016 menjadi
26,58 juta jiwa atau sebesar 10,12% dari total jumlah penduduk Indonesia pada September 2017. Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada maret 2017 sebesar 7,72% turun menjadi 7,26% pada September 2017. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada maret 2017 sebesar 13,93%
turun menjadi 13,47% pada sepetember 2017. Selama periode maret 2017 – September 2017, jumlah penduduk miskin didaerah perkotaan turun sebanyak 401,28 ribu jiwa (dari 10,67 juta jiwa pada maret 2017 menjadi 10,27 juta jiwa pada September 2017), sementara didaerah perdesaan turun sebanyak 786,95 ribu jiwa (dari 17,10 juta jiwa pada maret 2017 menjadi 16,31 juta orang pada September 2017).
Deskripsi perkembangan variabel adalah sebagai berikut : 4.1.1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Indonesia
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada september 2017 mencapai 26,58 juta jiwa. Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 1,19 juta jiwa dibandingkan maret 2017. Sementara jika dibandingkan dengan September tahun sebelumnya, jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 1,18 juta jiwa.
Berdasarkan daerah tempat tinggal pada periode maret 2017 – September 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebesar 786,95 ribu jiwa.
Persentase kemiskinan di perkotaan menurun dari 7,72% menjadi 7,26%.
Sementara itu, diperdesaan turun dari 13,93% menjadi 13,47%.
Tabel 4.1
Jumlah dan persentase penduduk miskin menurut daerah, September 2016 – September 2017
Daerah / Tahun Jumlah penduduk miskin (juta orang)
September 2016 17,28 13,96
Maret 2017 17,10 13,93
September 2017 16,31 13,47
Total
September 2016 27,76 10,70
Maret 2017 27,77 10,64
September 2017 26,58 10,12
Sumber : diolah dari data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), September 2016, maret 2017 dan September 2017
4.1.2. Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin menurut pulau
Tabel 4.2 menunjukkan persentase dan jumlah penduduk miskin menurut pulau pada September 2017. Pada tabel tersebut terlihat bahwa persentase penduduk miskin terbesar berada di wilayah pulau maluku dan papua, yaitu sebesar 21,23%, sementara persentase penduduk miskin terendah berada dipulau Kalimantan, yaitu sebesar 6,18%. Dari sisi jumlah, sebagian penduduk miskin masih berada di pulau jawa (13,94 juta jiwa), sedangkan jumlah penduduk miskin terendah berada di pulau Kalimantan (0,98 juta jiwa).
Tabel 4.2
Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin menurut pulau, September 2017
Pulau Persentase penduduk miskin Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total
Sumatera 8,66 11,71 10,44 2,05 3,92 5,97
Jawa 7,13 13,38 9,38 6,77 7,17 13,94
Bali dan Nusa Tenggara
9,38 17,75 14,17 0,58 1,48 2,06
Kalimantan 4,48 7,58 6,18 0,32 0,66 0,98
Sulawesi 5,95 13,88 10,93 0,43 1,68 2,11
Maluku dan Papua 5,15 29,07 21,23 0,12 1,40 1,52
Indonesia 7,26 13,47 10,12 10,27 16,31 26,58
Sumber : diolah dari data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) September 2017
4.1.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cendrung menjauhi garis kemiskinan. Indeks keparahan mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Pada periode maret 2017 – September 2017, indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan pada maret 2017 adalah 1,83 dan pada sepetember 2017 mengalami penurunan menjadi 1,79. Demikian juga dengan indeks keparahan kemiskinan, pada periode yang sama mengalami penurunan dari 0,48 menjadi 0,46 (Tabel 4.3).
sementara untuk periode September 2016 – September 2017, indeks kedalaman
kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan(P2) cendrung mengalami kenaikan.
Tabel 4.3
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di Indonesia menurut daerah, September 2016 – September 2017
Tahun Perkotaan Perdesaan Total
Indeks kedalaman kemiskinan (P1)
September 2016 1,21 2,32 1,74
Maret 2017 1,24 2,49 1,83
September 2017 1,24 2,43 1,79
Indeks keparahan kemiskinan (P2)
September 2016 0,29 0,59 0,44
Maret 2017 0,31 0,67 0,48
September 2017 0,30 0,65 0,46
Sumber : diolah dari data SUSENAS September 2016, maret 2017 dan September 2017
Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, nilai indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Pada September 2017, nilai indeks kedalaman kemiskinan (P1) untuk daerah perkotaan sebesar 1,24, sedangkan didaerah perdesaan jauh lebih tinggi, yaitu mencapai 2,43. Sementara itu, nilai indeks keparahan kemiskinan (P2) untuk perkotaan adalah 0,30, sedangkan di perdesaan mencapai sebesar 0,65.
4.2 Statistik Deskriptif
Penyajian statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran data penelitian berupa mean, median, dan standar deviasi. Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel. Ringkasan informasi data penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif
Variabel Maksimum Minimum Std.
Deviasi
Mean
(rata-rata)
Kemiskinan 27,62 3,77 6,00 11,32
Tingkat Pertumbuhan penduduk 2,75 0,03 0,69 1,25
Pertumbuhan ekonomi 6,20 -1,09 1,45 3,57
IPM 80,06 59,09 4,07 69,75
Ketimpangan distribusi pendapatan 0,44 0,28 0,04 0,36
Tingkat pengangguran 9,29 1,14 1,94 4,96
Banyak observasi 34
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui nilai rata-rata kemiskinan sebesar 11,32%, angka maksimum sebesar 27,62% dan minimum sebesar 3,77%. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk miskin di Indonesia secara rata-rata berada diangka 11,32%.
Nilai rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,25%, nilai maksimum sebesar 2,75%, dan nilai minimum sebesar 0,03%. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk di provinsi se- Indonesia sebesar 1,25%.
Nilai rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 3,57%, nilai maksimum sebesar 6,20%, dan pertumbuhan terendah berada di angka -1,09%.
Secara rata-rata, pertumbuhan ekonomi provinsi se- Indonesia berada diangka 3,57%.
Nilai rata-rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 69,75, nilai tertinggi sebesar 80,06, dan terendah sebesar 59,09. Secara rata-rata IPM provinsi se- Indonesia sebesar 69,75.
Nilai tertinggi ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 0,44, terendah sebesar 0,28, dan nilai rata-rata sebesar 0,36. Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata nilai ketimpangan distribusi pendapatan di provinsi se- Indonesia sebesar 0,36. Penelitian ini mengukur ketimpangan distribusi pendapatan dengan menggunakan Gini Rasio.
Secara rata-rata, tingkat pengangguran di provinsi se- Indonesia sebesar 4,96%. Angka pengangguran tertinggi sebesar 9,29%, dan terendah sebesar 1,14%.
4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji normalitas
Normalitas data diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov test. Data dikatakan berdistribusi normal apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed)>0.05. Hasil uji normalitas disajikan dalam Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
N 34
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 2,13109614 Most Extreme
Differences
Absolute ,103
Positive ,075
Negative -,103
Kolmogorov-Smirnov Z ,600
Asymp. Sig. (2-tailed) ,865
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Tabel 4.5 menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,865. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut lebih besar dari 0,05 (0,865 > 0,05). Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa data seluruh variabel dalam model penelitian berdistribusi normal.
4.3.2 Uji heterokedastisitas
Penelitian ini menggunakan uji Glejser untuk mendeteksi masalah heterokedastisitas dalam model penelitian. Model dikatakan bebas dari masalah heteroskedastisitas apabila probabilitas signifikansi masing-masing variabelnya >
0.05. Hasil pengujian disajikan dalam tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.6 Hasil Uji Heterokedastisitas
Variabel Sig Keterangan
Tingkat Pertumbuhan
penduduk 0.133 Tidak terdapat masalah heterokedastisitas Pertumbuhan ekonomi 0.448 Tidak terdapat masalah heterokedastisitas
IPM 0.832 Tidak terdapat masalah heterokedastisitas
Ketimpangan distribusi
pendapatan 0.597 Tidak terdapat masalah heterokedastisitas Tingkat pengangguran 0.977 Tidak terdapat masalah heterokedastisitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui nilai probabilitas signifikansi seluruh variabel penelitian lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari masalah heterokedastisitas.
4.3.3 Uji Autokorelasi
Penelitian ini menggunakan Run Test untuk menguji masalah autokorelasi.
Suatu model penelitian dikatakan bebas dari masalah autokorelasi apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05. Ringkasan hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.7 dibawah ini:
Tabel 4.7 Hasil Uji autokorelasi
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea .12941
Cases < Test Value 17
Cases >= Test Value 17
Total Cases 34
Number of Runs 17
Z -.174
Asymp. Sig. (2-tailed) .862
a. Median
Tabel 4.7 menunjukkan nilai Asymph. Sig > 0,05. Hal ini berarti bahwa penelitian ini bebas dari masalah auotokorelasi.
4.3.4 Uji multikolinearitas
Penelitian ini menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor) untuk mendeteksi masalah multikolinearitas. Suatu model penelitian dikatakan bebas dari masalah multikolinearitas apabila nilai VIF masing-masing variabel < 10.
Ringkasan hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.8 di bawah ini:
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel VIF Keterangan
Tingkat Pertumbuhan penduduk 2,168 Tidak terdapat multikolinearitas Pertumbuhan ekonomi 1,353 Tidak terdapat multikolinearitas
IPM 1,955 Tidak terdapat multikolinearitas
Ketimpangan distribusi pendapatan 1,403 Tidak terdapat multikolinearitas Tingkat pengangguran 1,529 Tidak terdapat multikolinearitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 4.8, diketahui seluruh variabel penelitian memiliki nilai VIF < 10. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian bebas dari masalah multikolinearitas.
4.4 Analisis Regresi Linier Berganda
Dari hasil pengujian menggunakan SPSS, diperoleh hasil regresi yang disajikan dalam Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Regresi
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat tuliskan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = 11,749 +2,203X1 – 1,390X2 – 0,306X3 + 46,487X4 + 1,293X5
Persamaan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai konstanta 11,749 menunjukkan bahwa apabila tingkat pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, IPM, ketimpangan distribusi pendapatan, dan tingkat pengangguran nilainya konstan, maka angka kemiskinan sebesar 11,749%.
2. Nilai koefisien pertumbuhan penduduk sebesar 2,203 menunjukkan bahwa jika variabel independen lain tetap dan tingkat pertumbuhan penduduk naik satu persen, maka angka kemiskinan akan naik sebesar 2,203%. Koefisien bernilai positif, artinya tingkat pertumbuhan penduduk berhubungan positif dengan kemiskinan, sehingga apabila tingkat pertumbuhan penduduk naik maka angka kemiskinan akan naik, demikian pula sebaliknya.
3. Nilai koefisien pertumbuhan ekonomi sebesar -1,390 menunjukkan bahwa jika variabel independen lain tetap dan pertumbuhan ekonomi naik satu
persen, maka kemiskinan akan turun sebesar 1,390%. Koefisien yang bernilai negatif memperlihatkan terjadinya hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan, sehingga apabila pertumbuhan ekonomi naik maka kemiskinan akan turun, demikian pula sebaliknya.
4. Nilai koefisien IPM sebesar -0,306 menunjukkan bahwa jika variabel independen lain tetap dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) naik satu persen, maka kemiskinan akan turun sebesar 0,306%. Koefisien yang bernilai negatif menunjukkan hubungan negatif antara IPM dengan kemiskinan.
Dengan demikian, apabila IPM naik maka kemiskinan akan turun, begitu pula sebaliknya.
5. Nilai koefisien ketimpangan distribusi pendapatan sebesar 46,487 menunjukkan bahwa jika variabel independen lain tetap dan ketimpangan distribusi pendapatan naik satu persen, maka kemiskinan akan naik sebesar 46,487%. Koefisien yang bernilai positif menunjukkan hubungan positif antara ketimpangan distribusi pendapatan dengan kemiskinan. Dengan demikian, apabila ketimpangan distribusi pendapatan naik, maka kemiskinan juga akan ikut naik.
6. Nilai koefisien tingkat pengangguran sebesar 1,293 menunjukkan bahwa jika variabel independen lain tetap dan tingkat pengangguran naik satu persen, maka kemiskinan akan naik sebesar 1,293%. Koefisien bernilai positif, artinya tingkat pengangguran berhubungan positif dengan kemiskinan, sehingga apabila tingkat pengangguran naik, maka angka kemiskinan juga akan ikut naik.
4.5 Pengujian Hipotesis
4.5.1 Uji signifikansi simultan (Uji F)
Uji F bertujuan menguji pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan. Ringkasan hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.10 berikut:
a. Predictors: (Constant), Tingkat Pengangguran, Ketimpangan Distribusi Pendapatan, Pertumbuhan Ekonomi, IPM, Pertumbuhan Penduduk
b. Dependent Variable: Kemiskinan
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Tabel 4.10 menunjukkan nilai probabilitas signifikansi uji F < 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk berpengaruh terhadap kemiskinan secara simultan.
4.5.2 Uji koefisien determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi dapat menunjukkan seberapa besar variasi variabel dependen dijelaskan oleh variabel independen. Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.11 berikut:
Tabel 4.11 Hasil Uji Koefisien Determinasi kemiskinan mampu dijelaskan oleh variabel tingkat pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan penduduk sebesar 87,4%, sedangkan sisanya 12,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model.
4.5.3 Uji signifikansi parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk menguji seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian dilakukan pada tingkat alpha sebesar 5% (0,05). Hasil pengujian disajikan dalam Tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12 Hasil Uji t
1. Tingkat Pertumbuhan penduduk
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai probabilitas signifikansi pertumbuhan penduduk sebesar 0,015. Nilai probabilitas signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05 (0,015 < 0,05). Oleh karena itu, hipotesis pertama diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.
2. Pertumbuhan ekonomi
Hasil analisis menunjukkan nilai probabilitas signifikansi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,000. Nilai probabilitas signifikansi tersebut lebih kecil dari nilai alpha (0,000 < 0,05). Oleh karena itu, hipotesis kedua juga diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di Indonesia.
3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Hasil analisis menunjukkan nilai probabilitas signifikansi IPM sebesar 0,035.
Nilai probabilitas signifikansi tersebut lebih kecil dari nilai alpha (0,035 <
0,05). Oleh karena itu hipotesis ketiga diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh signifikan terhadap
0,05). Oleh karena itu hipotesis ketiga diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berpengaruh signifikan terhadap