• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PENGATURAN PEMBERIAN KUASA DIREKSI DALAM

C. Hubungan Antara Direksi Dengan Perseroan Terbatas

Direksi sebagai pengurus (beheerder, administrator or manager) perseroan adalah “Pejabat” Perseroan. Jabatannya adalah anggota Direksi atau Direktur Perseroan (a director is an officer of the company). Anggota direksi atau direktur bukan pegawai atau karyawan (he is not an employee). Oleh karena itu, dia tidak

86Munir Fuady II,Op.Cit., hal. 108-109. 87Ibid.,hal. 110-111.

berhak mendapat pembayaran preferensial (preferential payment) apabila Perseroan di likuidasi.88

Hubungan antara direksi dengan perseroan dapat dilihat dari dua sudut pandang yakni pertama, direksi merupakan organ perseroan dan tidak dapat dianggap sebagai pegawai perseroan, dan dari sudut pandang yang kedua, direksi dapat dianggap sebagai pegawai perseroan jika dia menerima gaji dari perseroan.

Direksi mempunyai hubungan ganda dengan perseroan. Direksi sebagai organ merupakan bagian esensial dari perseroan, selain dari direksi mempunyai hubungan kontraktual dengan perseroan selaku badan hukum mandiri. Hubungan kontraktual direksi dengan perseroan tidak melahirkan hubungan kerja dan direksi bukan karyawan perseroan.89

Secara tradisional direksi tidak digaji perusahaannya karena secara tradisional direksi sendiri merupakan pemegang saham yang juga memiliki kepentingan dalam perusahaan tersebut. Dalam hal ini para direksi yang demikian tidaklah berstatus “pegawai” dari perusahaan tersebut. Meskipun masih banyak perusahaan dimana direksinya merupakan pemegang saham, tetapi ada juga perkembangan sekarang menempatkan direksi pada posisi sebagai pegawai perusahaan dan dibayar gaji.90

Konsekuensi yuridis dari direksi sebagai pekerja perusahaan (jika dia digaji) adalah bahwa direksi tersebut berstatus sebagai “pegawai” terhadap perusahaan

88

Yahya Harahap,Op.Cit., hal. 346.

89 Ratnawati W. Prasodjo, Organisasi Perusahaan. Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan 6. Jakarta, 31 Juli 2008, hal. 30.

tersebut sehingga berlakulah hukum tentang ketenagakerjaan (hukum perburuhan) terhadap direksi yang bersangkutan secara mutatis mutandis.91

Hubungan kerja antara direksi dengan perseroan yang memberikan pekerjaan adalah hubungan berdasarkan kepercayaan yang menimbulkanfiduciary duty.92

Hubungan kerja antara direktur dan perseroan yang memberikan pekerjaan adalah hubungan yang berdasarkan kepercayaan (fiduciary duty). Direktur dalam melakukan tugasnya harus menggunakan wewenang yang dimilikinya untuk tujuan yang patut. Direktur tidak dapat atau tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya pribadi.93Oleh karena itu, berdasarkan prinsip kepercayaan ini, maka direktur harus berbuatbonafideuntuk kepentingan perseroan secara keseluruhan.94

Sebagai pengurus perseroan, direksi adalah agen dari perseroan, dan karenanya tidak dapat bertindak sesuka hati.95 Hal ini dikarenakan adanya hubungan

fiduciarydalam hubungan hukum antara direksi dengan perseroan.

Hubungan fiduciary sebagai konsekuensi logis dari eksistensi teori fiduciary duty terdapat bukan hanya dalam hubungan trustee dengan beneficiary, melainkan juga dalam berbagai hubungan hukum lainnya, termasuk hubungan hukum antara

91Ibid., hal. 55.

92Veronica Tampubolon,Op.Cit., hal. 109.

93 Chatmarrasjid Ais, Pengaruh Doktrin Piercing The Corporate Veil Dalam Hukum

Perseroan Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22 Nomor 6 Tahun 2003, Hal. 12.

94Rudhi Prasetya,Kedudukan Mandiri Dan Pertanggungjawaban Terbatas Dari Perseroan

Terbatas, Airlangga University Press, Surabaya, 1983, hal. 9. 95Gunawan Widjaja II,Op.Cit., hal. 77.

direksi dengan perseroannya atau hubungan hukum antara agen dengan prinsipalnya.96

Direksi sebagai pengurus perseroan mempunyai tugas fiduciary duty. Seseorang mempunyai tugas fiduciary (fiduciary duty) manakala dia mempunyai kapasitas fiduciary (fiduciary capacity). Seseorang dikatakan memiliki fiduciary capacity jika bisnis yang ditransaksikannya atau uang/property yang dihandel bukan miliknya atau bukan untuk kepentingannya, melainkan milik orang lain dan untuk kepentingan orang lain tersebut, dimana orang tersebut mempunyai kepercayaan yang besar kepadanya. Sementara itu, dilain pihak dia wajib mempunyai itikad baik yang tinggi (high degree of good faith) dalam menjalankan tugasnya.97

Hubungan fidusia lebih luas dari sekedar pertanggungjawaban hukum berdasarkan undang-undang dan anggaran dasar karena juga berasal dari kepercayaan para pemegang saham yang meliputi prinsip kehati-hatian, moralitas professional dan itikad baik. Oleh karena itu, direksi sebagai perwakilan perseroan dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus senantiasa bertindak dengan itikad baik (in good faith) dan penuh tanggung jawab (full responsibility) dengan tingkat kecermatan yang wajar dan tidak memperluas maupun mempersempit ruang lingkup geraknya sendiri.98

Fiduciary duty merupakan wujud dari konsep kepercayaan dari perseroan kepada direksi, dimana kewenangan pengurusan perseroan diserahkan ditangan direksi. Konsekuensi dari konsep kepercayaan tersebut maka setiap anggota direksi “wajib dipercaya” dalam melaksanakan tanggung jawab pengurusan perseroan.99

Prinsipfiduciary duty berlaku bagi direksi dalam menjalankan tugasnya, baik dalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun representasi dari perseroan.

96Munir Fuady,Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam

Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 57. 97Ibid.

, hal. 33.

98Veronica Tampubolon,Loc.Cit., hal. 109. 99Yahya Harahap,Op.Cit., hal. 374.

Sepanjang sejarah penerapan teori fiduciary duty ini, muncul beberapa “pedoman dasar” bagi direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut:100

1. Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan.

2. Dalam menjalankan tugasnya, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsur itikad baik, tetapi juga harus memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose).

3. Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, hanya perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugasfiduciarytersebut.

4. Dalam menjalankan fungsinya, direksi juga harus memperhatikan kepentingan

stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.

5. Direksi bebas dalam memberikan suara atau pendapat sesuai dengan keyakinan dan kepentingannya sebagai seorang direktur dalam setiap rapat yang dihadirinya.

6. Direksi bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya.

7. Dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya. Pedoman dasar tersebut juga terdapat dalam UUPT yang terlihat dari isi beberapa pasalnya, yakni:

1. Pasal 92 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa “Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas-batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.” Hal ini berarti direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan bebas dalam membuat kebijakan sesuai dengan pertimbangan bisnis dan“sense of business” yang dimilikinya. Selain itu juga direksi dalam menjalankan tugas kepengurusannya harus:

a. Memperhatikan kepentingan perseroan, 100Munir Fuady I,Op.Cit., hal. 61-62.

b. Sesuai dengan maksud dan tujuan PT (intra vires act),

c. Memperhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan dalam undang-undang dan anggaran dasar.

2. Pasal 97 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa “Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.” Yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah direksi wajib memperhatikan perseroan dengan seksama dan tekun.

3. Pasal 99 ayat (1) UUPT yang membatasi kewenangan anggota direksi dalam mewakili perseroan dalam hal terjadi perkara di pengadilan antara perseroan dengan anggota direksi yang bersangkutan, atau anggota direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan.

Perseroan terbatas sebagai abstraksi hukum memerlukan pengurus perseroan untuk menjalankan operasionalnya. Pengurus perseroan tersebut dalam ketentuan UUPT disebut direksi. Oleh karena itu, keberhasilan atau kegagalan operasional suatu perseroan terbatas sangat tergantung pada kepengurusan direksi.101

Tanggung jawab direksi bersumber dari ketergantungan PT pada direksi sebagai salah satu organ PT. ketergantungan PT terhadap direksi tersebut diwujudkan dalam bentuk pendelegasian PT kepada direksi untuk dikelola atas dasar kepercayaan tanggung jawab (fiduciary duty). Oleh karena itu, keberadaan PT dengan direksi adalah saling mendukung, dalam arti adanya PT adalah sebab keberadaan direksi dan

keberadaan direksi adalah sebab adanya PT, karena mustahil ada PT tanpa ada direksi. Disinilah letak hubungan antara PT dan direksi bersifat hubungan

fiduciary.102

Hubungan fiduciary antara PT dengan direksi menimbulkan fiduciary duty

bagi direksi yakni bahwa direksi haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap perusahaannya dengan derajat yang tinggi (high degree).

Karena kedudukannya yang bersifat fiduciary, maka tanggung jawab direksi menjadi sangat tinggi. Direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja (dishonesty), tetapi dia bertanggung jawab juga secara hukum terhadap tindakanmismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan sesuatu yang penting bagi perusahaan.103

Tanggung jawab direksi dinyatakan secara tegas dalam Pasal 97 UUPT. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan dan pengurusan mana wajib dilaksanakan oleh setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dalam hal terjadi kerugian perseroan yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian direksi dalam menjalankan tugasnya maka setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi dan tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi. Hal ini berarti bila terbukti bahwa kerugian perseroan merupakan akibat dari kesalahan atau

102Ibid., hal. 103.

kelalaian direksi maka direksi akan dikenakan pertanggungjawaban yang meliputi harta pribadinya.

Anggota direksi tidak akan turut dikenakan pertanggungjawaban atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT, yakni bahwa:

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya,

2. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan,

3. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian, dan

4. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

Dokumen terkait