TESIS
OLEH
HENNY SURYANI
097011038/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
T E S I S
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HENNY SURYANI
097011038/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
Nama Mahasiswa : Henny Suryani
Nomor Pokok : 097011038
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
2. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn
3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
Nama : HENNY SURYANI
Nim : 097011038
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS MENGENAI PEMBERIAN KUASA
DIREKSI PERSEROAN TERBATAS KEPADA
KOMISARIS DALAM MEMINJAM KREDIT PADA PT. BANK MESTIKA DHARMA MEDAN
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
terbatas dapat melakukan tindakan hukum. Untuk melakukan tindakan hukum dalam lalu lintas hukum, perseroan terbatas mempunyai organ yang akan merealisasikan kehendak daripada perseroan. Adapun organ dalam perseroan terbatas terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Masing-masing organ mempunyai fungsi dan kewenangannya Masing-masing-Masing-masing sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar. Dari ketiga organ tersebut, yang berhak untuk menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan terbatas baik di dalam maupun diluar pengadilan adalah Direksi. Dalam hal Direksi berhalangan untuk mewakili perseroan, direksi dapat memberi kuasa kepada karyawan atau orang lain untuk mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Namun demikian dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada menyatakan bahwa direksi dapat memberikan kuasa kepada komisaris. Lalu bagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai pemberian kuasa direksi kepada komisaris dalam meminjam kredit pada bank, bagaimana akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa tersebut, dan mengapa pihak bank menerima penggunaan surat kuasa tersebut dalam meminjam kredit.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan secara normatif dengan melihat kepada prinsip-prinsip perseroan terbatas yang tertuang dalam undang-undang perseroan terbatas. Sumber data penelitian ini berupa bahan-bahan kepustakaan dan wawancara yang sifatnya untuk mendukung data-data kepustakaan yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik library research, yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.
legal act. In order to do legal act in the legal operation, a corporation has organs which will realize its intention. The organs in an incorporated firm consist of General Shareholders’ Meeting, Director, and Board of Commissioners. Each organ has its own function and authority as it is stipulated in legal provisions and in statutes. Of all the organs, the Director is the person who has the right to manage and to represent the firm both inside and outside the Court. If the Director cannot represent the corporation, he can authorize someone else to represent the firm in doing some legal acts. However, in Law No.40/2007 on incorporated firm, there is no article which states that a director can authorize the commissioner. But how about Law No.40/2007 on incorporated firm regulates the giving of authority by the director to the commissioner in borrowing an amount of money from the bank, how about the legal consequence concerning the giving of authority, and why the Bank accepts the proxy letter in getting the loan.
This research is a legal normative method which used normative approach by considering the principles of a corporation which are stipulated in legal provisions on incorporated firm. The data were obtained from the literature materials and interviews in order to support the data which were collected by using library research technique and analyzed by using qualitative analysis.
rahmat-Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Adapun tesis ini berjudul "ANALISIS YURIDIS PEMBERIAN KUASA
DIREKSI PERSEROAN TERBATAS KEPADA KOMISARIS DALAM
MEMINJAM KREDIT PADA PT. BANK MESTIKA DHARMA MEDAN".
Judul tersebut dipilih karena Penulis tertarik untuk mendalami tentang Perseroan
Terbatas, terutama berkaitan dengan pemberian kuasa direksi. Tesis ini ditulis dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 2 (S-2)
Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, arahan, masukan, bantuan, dan
dorongan semangat dari berbagai pihak, tesis ini tidak dapat diselesaikan dengan
baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
dengan tulus ikhlas kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi
Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi Magister
Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N. selaku Ketua Komisi
Pembimbing, ditengah aktivitas yang padat, beliau berkenan membimbing dan
Pembimbing, yang telah membantu dan memberikan arahan, bimbingan, saran,
dan masukan dalam perbaikan tesis ini hingga selesai.
6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. dan Ibu Notaris Rosniaty Siregar,
S.H., M.Kn. selaku dosen penguji tesis ini, yang telah memberikan kritik dan
saran dalam penulisan tesis ini.
7. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen pengajar serta para staf pada Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
pengajaran dan bantuan selama saya menuntut ilmu di Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan
8. Seluruh teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, yang telah
mendukung dan juga memberikan masukan serta bantuan dalam penyelesaian
studi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tidak terhingga, penulis sampaikan kepada seluruh anggota
keluarga yang telah mendukung dan terus memacu semangat penulis dalam
menyelesaikan pendidikan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Akhir kata, penulis berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat bagi banyak
pihak.
Medan, Oktober 2011
Penulis,
Tempat/Tanggal lahir : Medan, 16 Oktober 1986
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Buddha
Alamat : Jl. T. Imam Bonjol No. 242/16 Binjai
II. Keluarga
Nama Ayah : Ong Ting
Nama Ibu : Gek Ho
III. Pendidikan
1. Sekolah Dasar Wiyata Dharma, Medan (1992-1998)
2. SLTP Tunas Harapan, Bogor (1998-2001)
3. SMU Perguruan Kristen Methodist Indonesia (PKMI), Binjai (2001-2004)
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan (2004-2008)
5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (MKn)Fakultas HukumUniversitas
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian... 10
D. Manfaat Penelitian... 11
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Konsepsi ... 33
G. Metode Penelitian ... 34
BAB II : PENGATURAN PEMBERIAN KUASA DIREKSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ... 38
A. Wewenang Direksi Dalam Perseroan Terbatas ... 38
B. Wewenang Komisaris Dalam Perseroan Terbatas ... 40
C. Hubungan Antara Direksi Dengan Perseroan Terbatas... 43
D. Hubungan Antara Komisaris Dengan Perseroan Terbatas... 50
E. Pemberian Kuasa ... 53
F. Akibat Hukum Pemberian Kuasa Pada Umumnya ... 55
G. Pemberian Kuasa Direksi Dalam UUPT ... 68
BAB IV : PERTIMBANGAN BANK DALAM MEMBERIKAN KREDIT PADA PERSEROAN TERBATAS YANG MENGGUNAKAN
SURAT KUASA DIREKSI KEPADA KOMISARIS ... 82
A. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit ... 82
B. Prosedur Pemberian Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma. 88 C. Pertimbangan Pihak Bank Dalam Memberikan Kredit Kepada Perseroan Yang Menggunakan Surat Kuasa Direksi Kepada Komisaris ... 92
BAB V : PENUTUP... 104
A. Kesimpulan... 104
B. Saran ... 105
terbatas dapat melakukan tindakan hukum. Untuk melakukan tindakan hukum dalam lalu lintas hukum, perseroan terbatas mempunyai organ yang akan merealisasikan kehendak daripada perseroan. Adapun organ dalam perseroan terbatas terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Masing-masing organ mempunyai fungsi dan kewenangannya Masing-masing-Masing-masing sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar. Dari ketiga organ tersebut, yang berhak untuk menjalankan pengurusan dan mewakili perseroan terbatas baik di dalam maupun diluar pengadilan adalah Direksi. Dalam hal Direksi berhalangan untuk mewakili perseroan, direksi dapat memberi kuasa kepada karyawan atau orang lain untuk mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Namun demikian dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak ada menyatakan bahwa direksi dapat memberikan kuasa kepada komisaris. Lalu bagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur mengenai pemberian kuasa direksi kepada komisaris dalam meminjam kredit pada bank, bagaimana akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa tersebut, dan mengapa pihak bank menerima penggunaan surat kuasa tersebut dalam meminjam kredit.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan secara normatif dengan melihat kepada prinsip-prinsip perseroan terbatas yang tertuang dalam undang-undang perseroan terbatas. Sumber data penelitian ini berupa bahan-bahan kepustakaan dan wawancara yang sifatnya untuk mendukung data-data kepustakaan yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik library research, yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.
legal act. In order to do legal act in the legal operation, a corporation has organs which will realize its intention. The organs in an incorporated firm consist of General Shareholders’ Meeting, Director, and Board of Commissioners. Each organ has its own function and authority as it is stipulated in legal provisions and in statutes. Of all the organs, the Director is the person who has the right to manage and to represent the firm both inside and outside the Court. If the Director cannot represent the corporation, he can authorize someone else to represent the firm in doing some legal acts. However, in Law No.40/2007 on incorporated firm, there is no article which states that a director can authorize the commissioner. But how about Law No.40/2007 on incorporated firm regulates the giving of authority by the director to the commissioner in borrowing an amount of money from the bank, how about the legal consequence concerning the giving of authority, and why the Bank accepts the proxy letter in getting the loan.
This research is a legal normative method which used normative approach by considering the principles of a corporation which are stipulated in legal provisions on incorporated firm. The data were obtained from the literature materials and interviews in order to support the data which were collected by using library research technique and analyzed by using qualitative analysis.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu hukum perdata, subjek hukum terdiri atas dua macam, yaitu orang
pribadi (natural person atau naturlijk persoon) dan badan hukum (artificial person
ataurecht persoon).
Dalam pergaulan hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Disamping manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang kita namakan badan hukum (rechtspersoon) untuk membedakan dengan manusia (natuurlijk persoon). Jadi ada suatu bentuk hukum (rechtsfiguur) yaitu badan hukum yang dapat mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban hukum dan dapat mengadakan hubungan hukum.1
Suatu badan dapat disebut sebagai suatu badan hukum apabila telah dipenuhi beberapa syarat:2
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan kekayaan pribadi antara anggota atau sekutu atau pemegang saham. Tegasnya adanya pemisahan kekayaan antara kekayaan badan dengan kekayaan pribadi para anggota atau sekutu atau pemegang sahamnya.
2. Adanya kepentingan yang menjadi tujuan badan yang bersangkutan.
3. Adanya beberapa orang yang menjadi pengurus badan tersebut.
Ketiga syarat di atas merupakan syarat materiil bagi suatu badan hukum.
Terpenuhinya syarat–syarat materiil tersebut belum dapat menjadikan lembaga
tersebut badan hukum, ia juga harus memenuhi syarat–syarat formal badan hukum
1
Ali Rido, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hal. 1.
yakni syarat formal tersebut adalah adanya pengakuan dari Negara atau Undang–
Undang yang menyatakan bahwa lembaga itu adalah badan hukum.
Badan hukum sebagai subjek hukum mencakup unsur–unsur sebagai berikut:3
1. Dapat memenuhi keputusan
2. Memiliki harta kekayaan sendiri
3. Dapat melakukan transaksi
4. Dapat mempunyai utang–piutang
5. Dapat menuntut dan dituntut sebagaimana layaknya manusia
6. Mempunyai hak dan kewajiban
Salah satu bentuk badan hukum adalah perseroan terbatas. Perseroan terbatas
merupakan badan hukum yang tercipta karena sistem konsesi dari Menteri
berdasarkan undang-undang yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), dimana dalam
pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan
usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Dari definisi yang diberikan oleh UUPT tersebut jelas dinyatakan bahwa suatu
perseroan terbatas yang pendiriannya telah sesuai dengan ketentuan UUPT pasti
berbentuk badan hukum.
Adapun ciri dari suatu perseroan terbatas yang telah memenuhi persyaratan
untuk memperoleh status badan hukum sebagaimana yang telah diatur dalam UUPT,
adalah:
1. Memiliki pengurus dan organisasi teratur.
2. Dapat melakukan perbuatan hukum (recht handeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechts betrekking), termasuk dalam hal ini dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.
3. Mempunyai harta kekayaan sendiri.
4. Mempunyai hak dan kewajiban.
5. Memiliki tujuan sendiri.4
Perseroan di Indonesia, seperti juga di Belanda dan Jerman, memiliki dua
badan (the dual board structure), yaitu direksi dan komisaris. Tentu selain kedua badan tersebut ada pemegang saham yang dapat mengambil keputusan melalui Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan atau Rapat Umum Luar Biasa Pemegang
Saham (RULBPS).5
Dalam pasal 1 angka 2 UUPT disebutkan bahwa organ dalam perseroan terdiri
dari :
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
2. Direksi, dan
3. Dewan Komisaris.
Setiap organ mempunyai tugas dan kewenangannya masing-masing yang
wajib dijalankan dengan sebaik-baiknya. Masing-masing organ dalam menjalankan
fungsi dan tanggung jawabnya mempunyai kedudukan yang mandiri yakni bahwa
masing-masing organ dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tanpa adanya
intervensi dari organ lainnya sepanjang yang dilakukan itu adalah untuk kepentingan
4Mulhadi,Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 83.
5
perseroan semata-mata dan masih dalam batas-batas yang ditentukan dalam
undang-undang dan anggaran dasar.
Hubungan antara Direksi, Dewan Komisaris, dan RUPS adalah sederajat. Masing-masing organ mempunyai tugas wewenangnya sendiri-sendiri menurut undang-undang dan anggaran dasar, yang tidak boleh dicampuri oleh organ yang satu terhadap yang lain. Sekalipun Direksi dan Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS, namun pengangkatan disini bersifat sepihak, sebab pengangkatan adalah perintah untuk melakukan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang diatur dalam ketentuan anggaran dasarnya. Oleh sebab itu, kewenangan yang dimiliki Direksi tidak diperoleh dari RUPS melainkan bersumber dari UUPT.6
Pada masa Undang-Undang nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
RUPS merupakan organ perseroan terbatas yang kedudukannya sebagai organ yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas. Dengan kata lain RUPS
adalah pemegang dan pelaksana kedaulatan tertinggi dalam perseroan terbatas.
Putusan-putusan yang dibuat oleh RUPS wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh
Direksi dan atau Komisaris perseroan terbatas.7
Namun dengan diberlakukannya UUPT nomor 40 Tahun 2007, RUPS bukan
lagi organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan terbatas,
melainkan hanya sebagai organ yang memegang wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan
anggaran dasar.
6 Veronica Tampubolon, Pertanggungjawaban Perbuatan Hukum Perseroan Yang Dimuat
Dalam Akta Notaris (Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, hal. 90.
RUPS mempunyai lingkup wewenang yang sangat besar dimana untuk hal-hal
yang tidak diatur dalam anggaran dasar maka RUPS dapat mengambil keputusan dan
keputusan mana wajib dilaksanakan oleh organ perseroan lainnya. Selain itu juga
organ perseroan lainnya wajib memberikan pertanggungjawaban akan pengelolaan
perseroan kepada Rapat Umum Pemegang Saham.
RUPS merupakan lembaga atau wadah berkumpulnya para pemegang saham
untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Keputusan
RUPS yang dihasilkan ibarat undang-undang, karena mengikat organ perseroan
lainnya (Direksi dan Komisaris) yang wajib dihormati dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya.8
Dalam pasal 1 angka 6 UUPT dinyatakan bahwa Dewan Komisaris adalah
Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dari
definisi yang diberikan oleh UUPT tersebut terlihat bahwa fungsi utama komisaris
adalah fungsi pengawasan.
Hal tersebut juga terlihat dalam pasal 108 ayat (1) UUPT yang menyebutkan
bahwa Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha
Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
8 Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Gugatan Perdata di
Pada mulanya konsep dewan komisaris muncul adalah untuk melindungi
kepentingan para pemegang saham (shareholders) yang merupakan pemilik dari perseroan terbatas. Hal ini merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi manajemen
dengan pemilik, diperlukan suatu perangkat dimana pemilik perlu mendapat jaminan
sampai seberapa jauh penyertaannya dapat memberikan hasil yang diharapkan,
karena para pemilik tidak mungkin dapat langsung turut serta dalam pengelolaan
perusahaan.
Dewasa ini dewan komisaris (raad van commissarissen) merupakan lembaga pengawasan semata-mata untuk kepentingan perseroan, dia tidak lagi bertindak atas
nama pemegang saham tetapi harus mempertahankan kepentingan dari perseroan
terhadap siapa saja, termasuk pemegang saham. Dewan ini mempunyai tugas sendiri
yang merupakan organ perseroan tetapi bukan merupakan wakil dari pemegang
saham atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.9
Dalam menjalankan tugasnya dewan komisaris tidak boleh dipengaruhi oleh
siapapun, oleh karena dalam menjalankan tugasnya, komisaris dituntut untuk
bertindak dengan itikad baik dan penuh kehati-hatian.
Tugas pengawasan inilah yang harus dilaksanakan dengan itikad baik dan
penuh kehati-hatian. Inilah yang merupakanfiduciary dutydewan komisaris terhadap perseroan.10
9
Moenaf H. Regar, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal. 40.
Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris tersebut harus
dilaksanakan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan, sesuai dengan tugas pengurusan dari direksi yang pelaksanaan tugas
pengurusannya diawasi oleh dewan komisaris.11
Direksi merupakan salah satu organ perseroan yang tugas dan fungsinya
adalah menjalankan kepengurusan perseroan terbatas dan mewakili perseroan dalam
bertindak dalam lalu lintas hukum. Dalam pasal 1 angka 5 UUPT dinyatakan bahwa
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Lebih lanjut dalam pasal 92 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa Direksi
berwenang menjalankan pengurusan Perseroan sesuai dengan kebijakan yang
dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan/atau anggaran dasar.
Adapun yang dimaksud dengan kebijakan yang dipandang tepat sebagaimana yang
dijelaskan dalam penjelasan UUPT adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada
keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis.
Direksi merupakan salah satu organ perseroan terbatas yang tugas dan fungsinya melakukan kepengurusan sehari-hari dari perseroan terbatas serta mewakili badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka hubungan hukum tertentu. Badan hukum perseroan terbatas mewakilkan kepengurusan sehari-hari perseroan terbatas kepada Direksi selaku salah satu organ perseroan terbatas. Pada hakikatnya, hanya Direksilah yang diberi
kekuasaan untuk mengurusi dan mewakili perseroan terbatas baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam mengurusi dan mewakili perseroan terbatas, hendaknya Direksi memperhatikan kepentingan dan tujuan perseroan terbatas.12
Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa hanya direksilah yang berhak
mewakili perseroan dalam melakukan suatu perbuatan hukum untuk dan atas nama
serta kepentingan perseroan semata-mata.
Setiap perusahaan pasti terlibat suatu transaksi. Tiada perusahaan yang tanpa
transaksi. Karena hal tersebut sejalan dengan kegiatan perusahaan yang harus
dilakukan secara terus menerus dan tanpa putus serta sifatnya terbuka, maka
perusahaan dalam berhubungan dengan pihak ketiga mengadakan suatu transaksi.
Transaksi dilakukan karena transaksi itu sebagai tempat untuk menampung
bertemunya suatu kesepakatan yang disebut perjanjian.13
Dalam menjalankan kepengurusan perseroan, tidak jarang suatu perseroan
memerlukan bantuan modal dalam bentuk pinjaman kredit pada bank guna
berlangsungnya usaha perseroan. Perseroan hanya dapat meminjam kredit pada bank
dengan diwakili oleh organ perseroan yang berhak mewakilinya yakni Direksi. Jadi
dapat dikatakan bahwa perbuatan hukum meminjam kredit pada bank adalah
merupakan salah satu tindakan pengurusan oleh direksi.
Namun kadang kala direksi perseroan tidak dapat menghadiri sendiri dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu seperti misalnya dalam penandatanganan akad
kredit dengan pihak bank, dan pasal 103 UUPT telah memberikan jalan keluar bagi
persoalan tersebut dimana dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Direksi dapat
memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau
kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum
tertentu sebagaimana diuraikan dalam surat kuasa.
Surat Kuasa Khusus hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih;
oleh karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas
perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa.14
Hal ini berarti bahwa dalam melakukan tindakan hukum tertentu direksi dapat
menguasakan sebagian tugas dan tanggung jawabnya kepada karyawan perseroan
ataupun orang lain untuk mewakili perseroan. Namun demikian, dalam pasal tersebut
tidak ada dinyatakan bahwa direksi dapat memberikan kuasa kepada seseorang yang
juga menjabat sebagai komisaris dalam perseroan yang sama.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu perseroan terbatas, masing-masing
organ perseroan mempunyai wewenang dan tanggung jawabnya yang sifatnya saling
terikat namun tidak boleh disatukan atau berada pada satu tangan. Hal inilah yang
membuat peneliti bertanya-tanya apakah tindakan seperti demikian bertentangan
dengan UUPT. Apa akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian
kuasa tersebut bila tidak bertentangan dengan UUPT dan bagaimana bila pemberian
kuasa tersebut bertentangan dengan UUPT.
14Djaja S. Meliala,Penuntun Praktis Perjanjian Pemberian Kuasa Menurut Kitab
Secara teoritis dapat dibedakan antara tugas komisaris dengan direksi dalam
suatu PT, akan tetapi praktiknya dalam membedakan tugas dan wewenang kedua
organ tersebut sering kali tumpang tindih. Akibatnya jika dalam hal ada masalah yang
menyangkut tentang PT, seringkali diantara kedua organ tersebut saling lempar
tanggung jawab.15
Oleh karena itu peneliti merasa penelitian mengenai “Analisis Yuridis
Mengenai Pemberian Kuasa Dari Direksi Perseroan Terbatas Kepada Komisaris
Dalam Meminjam Kredit Pada PT. Bank Mestika Dharma Medan” sangat menarik
untuk dibahas dan dikaji.
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini antara lain mengenai:
1. Bagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas mengatur mengenai pemberian kuasa direksi?
2. Bagaimana akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian
kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris untuk melakukan
perbuatan hukum meminjam kredit pada Bank?
3. Mengapa pihak Bank menerima penggunaan surat kuasa tersebut dalam
meminjam kredit?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pemberian kuasa dari direksi kepada
anggota dewan komisaris dalam meminjam kredit yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
2. Untuk mengetahui akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan
pemberian kuasa dari direksi kepada anggota dewan komisaris untuk
melakukan perbuatan hukum meminjam kredit pada Bank.
3. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan pihak Bank
terhadap pihak perseroan terbatas yang ingin meminjam kredit dengan
menggunakan surat kuasa tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis
yaitu:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan
dan penambah wawasan ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai hak
seorang komisaris dalam bertindak mewakili perseroan khususnya dalam hal
meminjam kredit pada bank.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan
pemikiran bagi masyarakat khususnya para pengurus perseroan dan pihak lain
yang akan mengadakan hubungan hukum dengan perseroan seperti misalnya
pihak Bank, yang ingin mengetahui lebih jelas apakah tindakan pemberian
serta akibat hukum yang dapat timbul sehubungan dengan pemberian kuasa
dari direksi kepada anggota dewan komisaris perseroan terbatas.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas
Sumatera Utara (USU) Medan, penelitian mengenai “Analisis Yuridis Mengenai
Pemberian Kuasa Dari Direksi Kepada Komisaris Dalam Meminjam Kredit Pada PT.
Bank Mestika Dharma Medan” belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya,
meskipun ada beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan judul
penelitian ini. Adapun penelitian terdahulu yang pernah dilakukan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Unsur Itikad Baik Dalam Pengelolaan Perseroan Oleh Direksi – Chandra
Lubis (087005117/MHum), dengan permasalahan:
a. Bagaimanakah tanggung jawab direksi atas kerugian perseroan dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas?
b. Bagaimanakah standar itikad baik dalam pengelolaan perseroan oleh
Direksi?
c. Bagaimanakah doktrin Business Judgment Rule untuk pembelaan Direksi dan kaitannya dengan itikad baik dalam Undang-Undang Perseroan
2. Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Dalam Tindakan Ultra Vires –
Erlina (027011015/MKn), dengan permasalahan:
a. Bagaimanakah pengaturan tanggung jawab Direksi perseroan?
b. Bagaimanakah pengaturan Ultra Vires di dalam melindungi perusahaan dan pihak ketiga?
c. Bagaimanakah gerak pelaksanaan tanggung jawab Direksi dalam tindakan
Ultra Vires?
Pada dasarnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para peneliti tersebut
di atas tidak sama dengan penelitian ini baik dari segi judul maupun pokok
permasalahan yang dibahas. Oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah kerangka intelektual yang diciptakan untuk bisa menangkap dan
menjelaskan objek yang dipelajari secara seksama. Suatu hal yang semula tampak
bagaikan cerita cerai berai tanpa makna sama sekali, melalui pemahaman secara teori
bisa dilihat sebagai sesuatu yang lain, sesuatu yang mempunyai wujud yang baru dan
bermakna tertentu.16
Penelitian ini menggunakan teori organ (organ theory) yang memberikan status perseroan terbatas tersebut sama seperti organ manusia dimana yang
melakukan pengurusan adalah organ perseroan. Hal ini merupakan salah satu prinsip
dari sebuah perseroan terbatas.
Teori organ menganggap badan hukum tidak sebagai suatu fiksi atau
perumpamaan melainkan sebagai suatu kenyataan belaka (realitas). Para penganut
teori ini menggambarkan badan hukum sebagai sesuatu yang tidak berbeda dari
seorang manusia.17
Kalau seorang manusia bertindak dengan alat-alatnya (organ) berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak, dan lain sebagainya, maka badan hukum juga bertindak dengan alat-alatnya berupa rapat anggota atau ketuanya dari badan hukum. Oleh karena alat-alat ini berupa orang-orang manusia juga, maka apabila ada syarat-syarat dalam peraturan hukum yang melekat pada tubuh manusia syarat-syarat-syarat-syarat ini dapat juga dipenuhi oleh badan hukum.18
Teori organ atau teori peralatan atau kenyataan (Otto von Gierke), menurut teori ini badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di dalam pergaulan yang mewujudkan kehendaknya dengan perantaraan alat-alatnya (organ) yang ada padanya (pengurusnya), jadi bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis.19
Menurut teori organ, badan hukum merupakan een bestaan, dat hun realiteit
dari konstruksi yuridis seolah-olah sebagai manusia, yang sesungguhnya dalam lalu lintas hukum juga mempunyai kehendak sendiri yang dibentuk melalui alat-alat kelengkapannya, yaitu pengurus dan anggotanya dan sebagainya. Putusan yang dibuat oleh pengurus adalah kemauan badan hukum.20
Prinsip pengurusan oleh suatu organ dalam suatu perseroan terbatas timbul
sebagai akibat dari sifat perseroan terbatas yang merupakan asosiasi modal dan
mempunyai sifat mobilitas atas penyertaan. Sifat asosiasi modal dalam perseroan
17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkumpulan Perseroan dan Koperasi Di Indonesia, Penerbit Dian Rakjat, 1969, Jakarta, hal. 10.
18
Ibid.
19
R. Soeroso,Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 153.
terbatas adalah bahwa perseroan itu merupakan wadah penghimpun modal yang
dibagi dalam saham. Sifat mobilitas atas penyertaan artinya bahwa pemegang saham
yang telah menyertakan modalnya dalam perseroan dapat memperoleh kembali
modalnya dengan cara menjual bagian saham yang dimilikinya sehingga modal
dalam perseroan tidak terpecah.
Maksud dari PT sebagai wadah penghimpun modal adalah sedemikian rupa
agar sekali modal telah terkumpul harus benar-benar dijaga jangan sampai tercerai
berai kembali.21
Oleh karena itu, dalam suatu perseroan terbatas tidak mungkin diadakan suatu
pengurusan oleh semua pemegang saham. Dalam hubungan itu, menurut ajaran,
pengurusan pada PT harus dilakukan oleh suatu organ. Apa artinya oleh suatu
“organ’, maksudnya tidak oleh para pemegang saham, melainkan oleh suatu lembaga
tersendiri, yang terpisah kedudukannya sebagai pemegang saham.22
Dalam UUPT diatur bahwa organ perseroan terbatas adalah RUPS, Direksi
dan komisaris.
Menurut undang-undang, RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas
yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.23Direksi adalah
Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
21
Rudhi Prasetya,Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 14.
22Ibid., hal. 16
Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.24Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasihat kepada Direksi.25
RUPS merupakan wadah tempat para pemegang saham dapat menyatakan
pendapatnya mengenai pengurusan yang dilakukan oleh direksi dan komisaris.
Melalui RUPS, para pemegang saham memberikan persetujuan ataupun menolak
terhadap suatu bentuk rencana usaha yang mempunyai risiko besar terhadap
perseroan seperti misalnya menjaminkan atau mengalihkan asset perseroan,
pembubaran, penggabungan perusahaan (merger), dan pengalihan perseroan. Hal-hal demikianlah yang disebut sebagai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi
dan komisaris.
Pelaksanaan pengurusan sehari-hari dijalankan oleh suatu organ yang
dinamakan direksi. Direksi dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang.
Pejabatnya dinamakan direktur.
Melalui lembaga Direksi, yang menurut visi pengundang-undang kemungkinan PT akan terdiri dari sejumlah orang yang amat banyak, dapatlah dihindarkan seluruh pemegang saham menjalankan pengurusan sehari-hari. Menurut ajaran, PT itu suatu asosiasi modal. Dengan demikian merupakan perusahaan besar. Dalam hal demikian mereka yang menjalankan perusahaan itu harus seorang profesional.26
24Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas
.
Keberadaan direksi dalam suatu perseroan adalah sangat penting oleh karena
direksi dalam suatu perseroan mempunyai peran yang sangat penting dalam
menjalankan operasional perseroan sehingga perseroan dapat mencapai maksud dan
tujuannya.
Keberadaan direksi dalam perseroan terbatas ibarat nyawa bagi perseroan.
Tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Sebaliknya, tidak mungkin ada
direksi tanpa adanya perseroan. Oleh karena itu, keberadaan direksi bagi perseroan
terbatas sangat penting.27
Pada prinsipnya ada 2 (dua) fungsi utama dari direksi suatu prseroan, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin perusahaan.
2. Fungsi representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan. Prinsip mewakili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan sebagai badan hukum akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontrak yang dibuat oleh direksi atas nama dan untuk kepentingan perseroan.28
Keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan dengan itikat baik dan penuh tanggung jawab.29
Direksi sebagai pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang
melakukan semua kegiatan perseroan. Pimpinan perseroan berikut usaha-usahanya
berada di tangan Direksi. Kewenangan pengurusan meliputi semua perbuatan hukum
yang tercakup dalam maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan sebagaimana
27Try Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas, Penerbit Ghalia Indonesia. Bogor, 2008, hal. 40.
28
Munir Fuady,Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 32.
itu dimuat dalam anggran dasarnya. Dengan demikian direksi adalah organ melalui
mana perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum sesuai dengan maksud
dan tujuannya. Ini pula yang menjadi sumber kewenangan Direksi untuk dan atas
nama perseroan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga.
Direksi merupakan organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh dalam pengurusan perseroan sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan.
Adapun yang dimaksud dengan mewakili perseroan di luar pengadilan adalah
dalam hal melakukan tindakan hukum dengan pihak ketiga yang sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan sebagaimana yang ditentukan dalam anggaran dasar
perseroan dengan tetap memperhatikan batas-batas yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
Keberadaan direksi diperlukan oleh perseroan sebagai salah satu pilar utama
dalam mengurus perseroan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi dapat
diibaratkan sebagai nahkoda perseroan.30
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu perseroan bergantung
pada pengurusan dari direksinya. Adapun kemajuan suatu perseroan dapat diukur dari
berkembangnya perseroan dan tercapainya maksud dan tujuan perseroan.
Dalam menjalankan tugasnya, direksi mempunyai tanggung jawab hukum
yakni :31
1. Tanggung jawab karena melanggar perundang-undangan yang berlaku
2. Tanggung jawab karena melanggar anggaran dasar perseroan
3. Tanggung jawab karena melanggar putusan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS)
4. Tanggung jawab karena kegagalan manajemen (management failure). Sehubungan dengan tanggung jawab hukum direksi maka direksi dalam
menjalankan tugasnya haruslah memperhatikan keempat hal tersebut diatas yakni
peraturan perundang-undangan, anggaran dasar perseroan, Keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham, dan manajemen perseroan.
Dalam menjalankan tugas perwakilan, bagi direksi yang anggotanya lebih dari
satu orang, maka UUPT memberikan kewenangan yang sama bagi tiap-tiap anggota
direksi dalam mewakili perseroan, kecuali ditentukan lain dalam UUPT dan atau
anggaran dasar. Hal ini dikarenakan UUPT menganut sistem perwakilan kolegial,
yang berarti tiap-tiap anggota direksi berwenang mewakili perseroan.32
Sistem kolegial ini juga terlihat dari pertanggungjawaban direksi dalam
menjalankan pengurusan perseroan dimana direksi bertanggung jawab secara
bersama-sama apabila salah seorang anggota direksi bersalah atau lalai dalam
menjalankan tugasnya.33 Untuk tanggung jawab direksi ini, UUPT menganut prinsip
presumsi bersalah (presumption of guilt) bagi semua anggota direksi. Artinya, hukum
31
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003, hal 53-54.
menganggap semua anggota direksi bertanggung jawab renteng (personally and/or jointly), yaitu secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama atas seluruh kerugian pihak lain, tanggung jawab mana berlaku atas segala perbuatan yang dilakukan oleh
direksi untuk dan atas nama perseroan, meskipun anggota direksi tersebut tidak ikut
melakukan bahkan tidak mengetahui adanya tindakan tersebut.34
Direksi sebagai organ yang menjalankan kepengurusan perseroan mempunyai
tugas fiduciary duties. Fiduciary duties dari direksi adalah tugas yang terbit secara hukum (by the operation of law) dari suatu hubunganfiduciaryantara direksi dengan perseroan yang dipimpinnya, dimana seorang direksi haruslah mempunyai kepedulian
dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap perseroan dengan derajat yang tinggi (high degree).
Dalam melaksanakan tugas fiduciary duties, seorang direksi harus melakukan
tugasnya sebagai berikut:35
1. Dilakukan secara itikad baik (Bona Fides).
2. Dilakukan denganProper Purpose.
3. Dilakukan tidak dengan kebebasan yang tidak bertanggung jawab
(Unfettered Discretion).
4. Tidak memiliki benturan tugas dan kepentingan (Conflict of Duty and Interest).
Dikatakan bahwa direksi sudah menjalankan tugasnya dengan itikad baik
(Bona Fides) jika direksi tersebut telah menjalankan tugas dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh kepentingan-kepentingan dari perusahaan, pemegang saham,
pekerja, danstakeholderlainnya.36
Direksi dikatakan telah menjalankan tugasnya dengan tujuan yang benar
(proper purpose) jika dia menjalankan tugasnya secara:37
1. Tidak melanggar hukum (illegal).
2. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
3. Tidak bertentangan dengan anggaran dasar.
Anthony Collins dalam The Duties and Responsibilities of Directors
mengemukakan adanya tujuh jenisfiduciary duty, yaitu:38
1. Duty to act in good faith;
2. Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill and care;
3. Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms;
4. Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose;
5. Duty to act personally;
6. Duty not to take personal benefit/profit;
7. Duty to secure the proper and effective use of property.
Dalam pandangan Collins, yang dimaksud dengan duty to act in good faith
adalah:
1. Act in the best interest of the company;
2. Not to put yourself in a position where your personal interest or a duty you owe to another conflicts with the duties you owe to the company;
3. Only use company property for the benefit of the company and not for your own benefit.
Jadi dalam duty to act in good faith ini terkandung kewajiban bagi direksi untuk hanya mengutamakan kepentingan perseroan semata-mata, serta tidak
36Ibid., hal. 82-83. 37Ibid.
untuk memanfaatkan kedudukannya sebagai direksi untuk memperoleh manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari perseroan secara tidak adil.39
Dalam Duty to manage the company’s affairs with the proper degree of skill and care direksi wajib untuk bertindak dengan penuh kehati-hatian. Yang dimaksud dengan penuh kehati-hatian ini adalah bahwa jika direksi tidak tahu dengan persis atau tepat mengenai suatu perbuatan hukum yang harus diambil olehnya, maka ia wajib untuk memperoleh pendapat ahli dalam bidangnya mengenai hal berkenaan, walau demikian ia tetap memiliki kebebasan dan kewenangan untuk memutuskan jadi tidaknya perbuatan hukum tersebut dilaksanakan.40
Duty to act strictly within the provisions of the constitution and to satisfy yourself of its terms adalah bahwa direksi dalam bertindak untuk dan atas nama perseroan, haruslah memenuhi semua aturan main yang ada dalam undang-undang
dan anggaran dasar perseroan.41
Duty to act within the scope of any given authority for proper purpose
menunjuk pada berlakunya asas intra vires, bahwa direksi hanya akan bertindak sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya, termasuk
pembatasan-pembatasan kewenangan direksi (jika ada).42
Duty not to take personal benefit/profit mensyaratkan agar direksi tidak mengambil keuntungan pribadi atas setiap transaksi yang dilakukannya untuk dan atas nama perseroan terbatas. Pada pokoknya hal ini terkait dengan masalah benturan kepentingan, yaitu adanya pertentangan kepentingan antara kepentingan dan kewajiban anggota direksi pribadi dengan kepentingan perseroan atau kewajiban anggota direksi tersebut terhadap perseroan.44
Duty to secure the proper and effective use of property, bahwa direksi wajib untuk:45
1. Company property is only used for company business;
2. All the company’s property is under the control of the Board and kept in good condition;
3. Activities and property are properly and adequately insured;
4. Funds are properly invested and reviewed regularly to ensure that they remain suitable for the company’s need;and
5. Proper procedures are in pleace to control finance.
Kelima hal tersebut di atas pada dasarnya merupakan pelaksanaan atau
refleksi kegiatan direksi sehari-hari.
Doktrin fiduciary duty berkaitan erat dengan doktrin business judgment rule, dimana dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan, direksi perseroan senantiasa
dilindungi olehbusiness judgment rule.
DalamBlack’s Law Dictionary, business judgment ruleadalahrule immunizes management from liability in corporate transaction undertaken within power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made due care and in good faith.46
44
Ibid.
45Ibid.
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa business judgment rule melindungi direksi atas setiap keputusan bisnis yang merupakan transaksi perseroan selama hal
tersebut dilakukan dalam batas-batas kewenangan dan dengan penuh kehati-hatian.
Business judgment ruleadalaha presumption that in making business decision directors acted on an informed basis, in good faith and in the honest believe that the action was taken in the best interest of the corporation.47
Dengan adanya business judgment rule maka setiap keputusan bisnis yang dibuat oleh direksi dianggap adalah merupakan keputusan yang telah diambil dengan
penuh kehati-hatian, dengan itikad baik dan kepercayaan bahwa keputusan tersebut
diambil demi kepentingan perseroan semata-mata. Setiap pihak yang menyatakan
bahwa direksi telah melanggar kewajibannya (fiduciary duty) harus membuktikannya. Untuk dapat menilai apakah telah terjadi pelanggaran terhadap business judgment rule, maka harus adastandard of reviewyang menjadi dasar bagi penilaian apakah tindakan direksi adalah tindakan yang memang sudah sewajarnya dan
seharusnya dilakukan. Dalam hukum perseroan, yang dipergunakan sebagaistandard of review adalah good faith, prudence, negligence, gross negligence, waste and fairness.48Fairness berkaitan dengan ada tidaknya benturan kepentingan dalam suatu transaksi yang melibatkan kepentingan direksi dengan kepentingan perseroan yang
diwakilinya.
Dalam menjalankan tugasnya, bagi direksi tidaklah boleh terdapat benturan
kepentingan (conflict of interest). Sebab, jika terdapat benturan kepentingan, maka disangsikan direksi akan dapat bertindak objektif dan dapat memikirkan kepentingan
perseroan semata-mata. Oleh karena itu, jika direksi melakukan transaksi perseroan
yang mengandung benturan kepentingan maka dapat dikatakan direksi telah
melanggar prinsipfiduciary duty.
Seorang direktur perseroan dikatakan telah mempunyai benturan kepentingan
jika terjadi hal-hal sebagai berikut:49
1. Berperkara di pengadilan mewakili perseroan, tetapi pihak lawan ada
hubungannya dengan direktur tersebut.
2. Berlakunya doktrin Oportunitas Perseroan (Corporate Opportunity).
3. Berlakunya Transaksi untuk pribadi (Self Dealing).
Doktrin Oportunitas Perseroan (Corporate Opportunity) adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa direksi, komisaris, pemegang saham ataupun pegawai
perseroan tidak diperkenankan untuk mengambil kesempatan untuk mencari
keuntungan pribadi manakala tindakan yang dilakukannya itu sebenarnya merupakan
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh perseroan dalam menjalankan bisnisnya.50
Doktrin Transaksi untuk Pribadi (Self Dealing) adalah suatu transaksi yang dilakukan oleh direksi secara pribadi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
perseroan yang dipimpinnya sebagai pihak lawan transaksi.51
Perlindungan business judgment rule tidak berlaku bagi anggota direksi perseroan, jika dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh direksi, diketahui bahwa
direksi tersebut telah berupaya mengendapkan kepentingan pribadinya, atau telah
terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya demi
kepentingan pribadinya52
Secara umum dapat dikatakan bahwa pertimbangan dan keputusan (judgment) seorang anggota direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila judgment
tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau lahir dari tidak adanya keterbukaan mengenai keberadaan benturan kepentingan (conflict of interest), atau terjadi sebagai akibat atau merupakan kesalahan atau perbuatan yang melanggar hukum (illegality), dan telah menerbitkan kerugian sebagai akibat kelalaian berat (gross negligence).53
Semua hal yang dikatakan sebagai pelanggaran yang menyebabkan tidak
berlakunya business judgement rule adalah pelanggaran terhadap fiduciary duty
direksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa direksi yang melanggar fiduciary dutytidak dilindungi olehbusiness judgment rule.
Dalam menjalankan pengurusan perseroan, direksi mempunyai wewenang
yang cukup luas dalam mengelola usaha perseroan mulai dari bidang keuangan,
pemasaran, manajemen dan lainnya yang menyangkut operasional perusahaan. Oleh
karena itu, untuk mengawasi setiap kebijakan direksi dalam menjalankan pengurusan
51Ibid.
perseroan agar sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran
dasar perseroan, maka undang-undang memasukkan dewan komisaris sebagai salah
satu organ perseroan.
Dalam teori manajemen pengelolaan perseroan terbatas dikenal suatu konsep yang disebut agency theory. Pengelola perusahaan atau direksi adalah suatu pihak (agent) yang diberikan kepercayaan oleh pemilik modal untuk melaksanakan tugas untuk kepentingan mereka berdasarkan suatu kesepakatan, dan untuk itu agent mendapat imbalan. Untuk melaksanakan tugas ini tidak cukup bila diserahkan begitu saja, karena bukan mustahil bahwa pihak pengelola akan lebih banyak melihat kepentingannya daripada kepentingan pemilik modal, maka diperlukan berbagai perangkat untuk mengawasi pengelola serta memberikan imbalan yang memadai yang tentunya merupakan tambahan bagi pelaksanaannya.54
Undang-undang menetapkan satu organ yang tugasnya adalah mengawasi
setiap tindakan pengurus perseroan yakni Direksi, agar setiap keputusan yang diambil
oleh direksi tetap berada pada koridor maksud dan tujuan serta demi kepentingan
perseroan semata-mata, dan organ dimaksud dinamakan dewan komisaris.
Dewan komisaris selain berfungsi sebagai pengawas juga berkewajiban
dalam memberikan nasihat dan masukkan kepada direksi dalam pengelolaan
perusahaan, bahkan dalam hal tertentu dewan komisaris diperkenankan untuk
memberikan bantuan kepada direksi apabila hal tersebut diatur dalam anggaran dasar.
Komisaris bertugas mengawasi pekerjaan direksi, memberi nasehat kepada
direksi, dan bilamana perlu memberhentikan sementara direksi yang dianggap
menyimpang dari tujuan perseroan. Rincian lebih lengkap mengenai lingkup hak dan
54Moenaf H. Regar, Pembahasan Kritis Aspek Manajemen dan Akuntansi Undang-Undang
kewenangan Komisaris diatur dalam akta perseroan, sehingga kita melihat bahwa
pengawasan terhadap direksi itu sesungguhnya dapat dilakukan.55
Namun dalam prakteknya fungsi dewan komisaris sering juga menyangkut masalah yang menentukan kebijakan serta mengambil keputusan yang penting yang tidak dapat dilakukan oleh dewan direksi, seperti keputusan melakukan investasi dan melakukan penyertaan pada perusahaan dalam jumlah yang besar. Melakukan fungsi pengawasan oleh dewan komisaris tidak dapat diartikan bahwa direksi harus tunduk kepada dewan komisaris, walaupun dikatakan dewan komisaris dapat memberhentikan sementara dewan direksi.56
Dalam menjalankan pengurusan, tidak jarang direksi mengalami beberapa hal
yang menghalanginya untuk bertindak sendiri dalam mewakili perseroan untuk
mengadakan hubungan hukum dengan pihak lain. Oleh karena itu, undang-undang
telah memberikan solusinya yakni dengan cara direksi dapat memberikan kuasa
kepada karyawan perseroan ataupun pihak lain untuk dapat mewakili direksi dalam
melakukan hubungan hukum dengan pihak lain.
Adapun hubungan hukum yang sering dilakukan oleh direksi dalam mengurus
perseroan adalah mengadakan perjanjian dengan pihak lain.
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.57
Menurut undang-undang, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat)
syarat yakni :58
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
55
Todung Mulya Lubis,Loc.Cit.
56Moenaf H. Regar,Op.Cit., hal. 14-15
2. Cakap untuk melakukan suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif, karena kedua syarat
tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut dengan
syarat objektif karena mengenai objek perjanjian.
Dengan diperlukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti
bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak
mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perujudan
kehendak tersebut.59
Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap
orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika oleh undang-undang
tidak dinyatakan tidak cakap.
Sehubungan dengan kecakapan bertindak, maka bagi suatu perseroan terbatas
untuk dapat bertindak haruslah diwakili oleh wakilnya yang sah menurut hukum, dan
dalam hal ini adalah direksi.
Salah satu bentuk hubungan hukum yang sering dilakukan oleh suatu
perseroan yang ingin berkembang adalah memperoleh bantuan modal dalam bentuk
kredit pada bank. Dalam memperoleh dana dalam bentuk pinjaman dari pihak bank
ini maka yang berhak untuk mewakili perseroan adalah Direksi.
Dalam memperoleh pinjaman kredit dari pihak bank, maka perseroan wajib
mengadakan hubungan hukum dengan pihak bank dengan cara menandatangani
perjanjian dengan pihak bank yang sering disebut juga dengan perjanjian kredit.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, istilah “kredit” yang digunakan dalam
perjanjian pinjam meminjam uang dengan bank memiliki hal-hal terselubung yang
perlu diselami artinya.60
Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi “credere” artinya percaya, (Belanda:vertrouwen, Inggris:believe,trust or confidence).
Secara umum kredit diartikan sebagai “the ability to borrow on the opinion conceived by the lender that he will be repaid”.61
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, kredit adalah penyediaan uang untuk
dipinjamkan kepada penerima kredit. Lebih lanjut Mariam Darus Badrulzaman
menyatakan bahwa dalam pengertian kredit terkandung “kewajiban untuk
mengembalikan pinjaman”.
Dari kewajiban ini dapat ternyata bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada
mereka yang “dipercaya mampu” mengembalikan kredit itu dibelakang hari.62
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan rumusan mengenai
pengertian kredit. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
60 Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank
Dengan Jaminan Hypotheek Serta Hambatan-Hambatannya Dalam Praktek Di Medan, Penerbit Alumni, Bandung, 1978, hal. 20.
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan.63
Dari pengertian kredit tersebut maka elemen-elemen kredit adalah:64
1. Kredit mempunyai arti khusus yaitu meminjamkan uang.
2. Penyedia/pemberi pinjaman uang khusus terjadi di dunia perbankan.
3. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam sebagai acuan dari perjanjian kredit.
4. Dalam jangka waktu tertentu.
5. Adanya prestasi dari pihak peminjam untuk mengembalikan utang disertai dengan jumlah bunga atau imbalan. Bagi Bank Syariah atau Bank Muamalat pengembalian utang disertai imbalan atau adanya pembagian keuntungan tetapi bukan bunga.
Dalam menandatangani perjanjian kredit dengan pihak Bank, maka yang
berhak untuk mewakili perseroan dan bertindak untuk dan atas nama serta
kepentingan perseroan hanya direksi, baik hanya oleh salah seorang anggota direksi
ataupun segenap direksi sesuai dengan yang ditentukan dalam anggaran dasar
perseroan.
Undang-undang memberikan hak kepada direksi untuk memberikan kuasa
kepada pihak lain untuk mewakili perseroan dalam melakukan perbuatan hukum
tertentu. Perbuatan hukum tertentu yang dimaksud adalah perbuatan hukum yang
tercantum dalam surat kuasa.
63Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998.
Surat kuasa dalam hukum Indonesia diatur dalam KUHPerdata alias
Burgerlijk Wetboek (BW). Sayangnya, walaupun disebut dalam banyak pasal BW, Pasal 1792 s/d 1819, tak satupun mencantumkan definisi surat kuasa.65
Pasal 1792 sebagai pembuka hanya berbunyi Pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain,
yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka,
mendefinisikan surat kuasa adalah surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada
seseorang untuk mengurus sesuatu. Sementara, dalam gramatikal bahasa Inggris,
definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang
lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else).66 Dalam Kamus Hukum Belanda-Indonesia (Marjanne Termorshuizen) dikatakan bahwalastberarti beban, kewajiban, atau tanggungan. Ini berarti suatu
lastgeving, sesungguhnya tidak hanya terbatas pada suatu perbuatan hukum untuk memberikan kewenangan melakukan suatu pengurusan atas suatu hal atau kepentingan tertentu dari lastgever, melainkan juga membebani lasthebber
dengan kewajiban, dan tanggungan untuk menyelesaikan tugas atau perintah yang diberikan tersebut hingga selesai.67
Dalam suatu perjanjian pemberian kuasa (lastgeving) tidak selalu diberikan kuasa atau diperjanjikan adanya kewenangan mewakili. Jika di dalam lastgeving
sekaligus juga diberikan kuasa, penerima tugas/beban (lastnemer) berhak mewakili 65Surat Kuasa, Konsep Amanah Yang (Sering) Salah Kaprah, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19198/surat-kuasa-konsep-amanah-yang-sering-salah-kaprah, terakhir diakses tanggal 23 Februari 2011.
66Ibid .
67Gunawan Widjaja,Aspek Hukum Dalam Bisnis : Pemilikan, Pengurusan, Perwakilan, dan
pemberi tugas/beban (lastgever), yakni berdasarkan perjanjian (contractuele vertegenwoordiging).68
Lebih lanjut diatur dalam undang-undang bahwa seorang penerima kuasa
wajib untuk menyelesaikan perbuatan hukum yang dimaksud dalam suatu pemberian
kuasa dan apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka penerima kuasa dapat
dimintakan ganti kerugian bila terjadi kerugian sebagai akibat dari tidak
dilaksanakannya perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pemberian
kuasa.69
2. Konsepsi
Definisi operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini
adalah sebagai berikut:
a. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan pemberian
kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu
atas nama orang yang memberikan kuasa.70 Pemberian kuasa yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pemberian kuasa dari direksi kepada anggota
dewan komisaris perseroan terbatas.
b. Direksi adalah organ Perseroan Terbatas yang melaksanakan pengurusan
perseroan dan mewakili perseroan dalam mengadakan hubungan hukum
dengan pihak lain.
68
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung, 2010, hal. 57.
c. Dewan Komisaris adalah organ Perseroan Terbatas yang yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap kinerja direksi secara umum dan/atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi.
d. Komisaris adalah anggota dari Dewan Komisaris Perseroan Terbatas.
e. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.71
f. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.72
G. Metode Penelitian
Metode yang diterapkan di dalam suatu penelitian adalah kunci utama untuk
menilai baik buruknya suatu penelitian. Metode ilmiah itulah yang menetapkan alur
71
Pasal 1 angka 11 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentangPerbankan
kegiatannya, mulai dari pemburuan data sampai ke penyimpulan suatu kebenaran
yang diperoleh dalam penelitian itu.73
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan secara normatif dengan melihat
kepada prinsip-prinsip dalam suatu perseroan terbatas yang tertuang dalam
Undang-Undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sehubungan dengan
pemberian kuasa dari Direksi kepada Komisaris dalam meminjam kredit pada bank.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan pemberian kuasa dari direksi
kepada komisaris dalam suatu perseroan terbatas yang kemudian dilakukan
pendalaman dengan penelitian yang deskriptif dimana kajiannya dibahas dan
digambarkan sebagaimana apa adanya.
3. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah berupa data-data yang
diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan seperti buku, peraturan
perundang-undangan, serta artikel-artikel ilmiah yang pernah dipublikasikan, dan juga dari hasil
wawancara dengan pejabat bank terkait yang fungsinya untuk mendukung data-data
yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
penelitian bahan-bahan hukum kepustakaan (library research) untuk mendapat konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian
pendahuluan yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat berupa
peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.
Data dibedakan berdasarkan sumbernya menjadi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan disatukan secara langsung dari obyek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain.74
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi kepustakaan yang diperoleh dari buku-buku, peraturan
perundang-undangan yang terkait, dan hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,
serta hasil-hasil seminar yang relevan dengan penelitian ini.
b. Wawancara dengan informan dalam hal ini adalah pihak pejabat Bank terkait
guna mendukung hasil penelitian tesis ini.
5. Metode Analisis Data
Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara
kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong, analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.75Kemudian setelah
data-data diperoleh dan dianalisis secara normatif maka dari hasil analisis data-data tersebut
akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode penarikan kesimpulan secara
deduktif. Dari kesimpulan yang diperoleh diharapkan dapat menjawab permasalahan
yang ditetapkan.
Adapun fokus analisis kualitatif ini adalah description analysis
(penggambaran) mengenai pemberian kuasa dari direksi kepada komisaris dalam
suatu perseroan terbatas yang dipaparkan secara holistik sehingga teranglah keadaan
itu sebagaimana apa adanya dan terungkap secara baik dan benar.
BAB II
PENGATURAN PEMBERIAN KUASA DIREKSI DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Wewenang Direksi Dalam Perseroan Terbatas
Tugas atau fungsi utama Direksi adalah menjalankan dan melaksanakan
“pengurusan” (beheer, administration or management) perseroan. Jadi perseroan diurus, dikelola atau di-manageoleh Direksi.
Pengurusan Direksi dalam perseroan terbatas, meliputi tugas atau fungsi
melaksanakan kekuasaan pengadministrasian dan pemeliharaan harta kekayaan
perseroan. Dengan kata lain, Direksi melaksanakan pengelolaan atau menangani
bisnis perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan perseroan dalam
batas-batas kekuasaan atau kapasitas yang diberikan oleh undang-undang dan
anggaran dasar kepadanya.
Implikasi dari pelaksanaan fungsi pengurusan, dengan sendirinya menurut
hukum memberi wewenang (macht, authority or power) kepada direksi “menjalankan” pengurusan.76
Undang-undang memperingatkan batas-batas kewenangan direksi dalam
menjalankan pengurusan, yakni:77
76M. Yahya Harahap,Hukum Perseroan Terbatas, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 346.