• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.3 Hubungan antara Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita

5.3.5 Hubungan antara Kebersihan Bahan Makanan dengan Kejadian Diare

Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan chi square diperoleh nilai p = 0,668 lebih besar dari nilai ( = 0,05), artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebersihan bahan makanan dengan kejadian penyakit diare.

Berdasarkan hasil penelitian seluruh responden mempunyai kebiasaan yang baik untuk mencuci bahan makanan dengan menggunakan air bersih sebelum diolah dan dikonsumsi dan bahan makanan yang sudah bersih disimpan di tempat yang tertutup, seperti di dalam lemari pendingin.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurfadhila (2014) tentang Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Personal Hiegene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas 23 Ilir Kota Palembang Tahun 2014 yang menunjukkan terdapat tidak hubungan yang bermakna secara statistik antara kebiasaan mencuci bahan makanan dengan kejadian diare pada balita (p = 0,263 dengan OR = 2,23).

Buah dan sayur serta bahan makanan lain yang dikonsumsi oleh balita dapat terkontaminasi oleh salmonella typhi karena kemungkinan dipupuk oleh kotoran manusia. Sebelum diolah bahan makanan seperti daging, ikan, sayur dan buah harus dicuci terlebih dahulu.Lebih-lebih pada makanan yang langsung dikonsumsi atau mentah. Bahan-bahan hewani seringkali mengandung kuman pathogen sedangkan buah dan sayur seringkali mengandung pestisida atau pupuk (James, 2006).

1. Balita yang mengalami kejadian diare dalam satu bulan terakhir di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga tahun 2016 sebanyak 71,4%.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara sarana air bersih (p = 0,016), jamban keluarga (p = 0,004), sarana pembuangan sampah (p = 0,018), sarana pembuangan air limbah (p = 0,009) dan kebersihan tangan (p = 0,017) dengan kejadian diare karena pada balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016.

3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebersihan kuku (p = 0,357), kebersihan botol susu (p = 0,068), kebersihan peralatan makanan (p =0,915), kebersihan bahan makanan (p = 0,668) dengan kejadian diare karena pada balita di Lingkungan Pintu Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga Tahun 2016.

4. Responden yang rumahnya memiliki kepadatan lalat kategori rendah sebanyak 91,44%, kategori sedang sebanyak 5,7%, dan kategori tinggi sebanyak 2,9%.

6.2 Saran

a. Disarankan agar masyarakat memiliki kesadaran dan kepedulian akan pentingnya membersihkan lantai dan dinding kamar mandi minimal 1x seminggu agar tidak timbul bercak-bercak kotoran atau lumut yang dapat menjadi sarang mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan diare pada balita.

b. Disarankan agar masyarakat menutup jamban jika menggunakan jamban cemplung agar tidak berbau dan tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus yang dapat membawa mikroorganisme patogen penyebab diare.

c. Disarankan agar lebih meningkatkan sanitasi lingkungan terutama dalam hal pembuangan sampah dimana sebaiknya masyarakat memiliki tempat sampah yang tertutup dan kuat untuk mencegah penularan diare pada balita melalui vektor penyakit.

b. Disarankan agar lebih memperhatikan dan meningkatkan personal hygiene khususnya dalam hal mencuci tangan dengan sabun serta menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku ketika sedang mencuci tangan untuk mengurangi jumlah bakteri di tangan yang dapat menularkan bakteri penyebab diare pada balita.

2. Instansi Kesehatan

Instansi kesehatan diharapkan dapat melakukan peningkatan terhadap program penyehatan lingkungan pemukiman dan melakukan sosialisasi tentang cara mencegah penyakit diare pada balita melalui penyuluhan dalam kegiatan posyandu ataupun kegiatan kemasyarakatan

yang berbasis kesehatan lainnya, seperti mengadakan penyuluhan akan pentingnya mencuci tangan dengan air bersih dan sabun dan langkah-langkah yang benar dalam mencuci tangan.

3. Pemerintah

Kepada pemerintah diharapkan untuk untuk mengupayakan program penyehatan lingkungan dan membuat kebijakan untuk peningkatan kondisi sanitasi lingkungan. Diharapkan juga agar pemerintah, khususnya Dinas Kebersihan untuk dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembuangan sampah agar masyarakat tidak membuang sampah mereka lagi ke laut, tetapi membuangnya langsung ke TPA sampah atau dapat mengikuti program pengutipan sampah yang diselenggarakan oleh Dinas Kebersihan.

2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Diare adalah gangguan buang air besar/BAB ditandai dengan BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah dan atau lendir (Riskesdas, 2013).

Dalam buku ajar Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita (2013), dituliskan pengertian diare sebagai pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefenisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar.

Ketika diare, pada feses balita dapat dijumpai darah, lendir atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, mulas, nyeri abdominal, demam dan tanda-tanda dehidrasi (Zein, 2011).

2.1.2 Penyebab Diare

Beberapa jenis diare sering disebabkan oleh organisme renik seperti bakteri dan virus. Bakteri patogen seperti E.coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak. Kolera merupakan salah satu contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan dengan penyebabkan kematian utama pada

anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada orang dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar.

Diare cair pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi rotavirus , V. cholera dan E.coli. Diare berdarah paling sering disebabkan oleh Shigella (WHO, 2009). Sedangkan diare cair akut pada anak di bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi rotavirus.

Selain itu, diare juga dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan, dan psikologi (Dewi, 2013).

1. Infeksi

a. Eteral, yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi eteral meliputi:

- Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

- Infeksi Virus : enterovirus, seperti virus ECHO, coxsackie, poliomyelitis, adenovirus, rotavirus, astrovirus, dan sebagainya.

- Infeksi Parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, dan Strongylodies), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida albicans).

b. Parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, misalnya otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya.

2. Malabsorbsi

a. Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa.

b. Lemak. c. Protein.

3. Makanan, misalnya makanan basi, beracun, dan alergi. 4. Psikologis, misalnya rasa takut atau cemas.

Selain itu, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan diare, yaitu defisiensi imunitas, measles, malnutrisi, dan pemberian ASI eksklusif yang singkat serta tidak memadainya penyedian air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik (Subagyo, 2012).

Menurut Suharyono (2008) faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya diare, yaitu:

1. Faktor gizi

Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami.

2. Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih.

Penggunaan botol susu pada anak-anak usia 6-24 bulan juga dapat menyebabkan penyakit diare. Meneruskan pemberian ASI, menghindari pemberian susu botol, perhatian penuh terhadap hygiene makanan anak dapat

mencegah serangan diare pada anak. Serangan diare pada usia ini berpengaruh sangat buruk pada pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan malnutrisi, walaupun demikian anak-anak yang minum ASI juga dapat terserang diare. Hal ini dapat disebabkan oleh karena puting susu ibu yang tidak bersih, untuk itu ibu yang masih menyusui perlu menjaga kebersihan puting susu.

3. Faktor sosial ekonomi

Hal ini mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak menguntungkan. Karena itu, faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare.

4. Faktor lingkungan

Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap terjadinya diare. Interaksi antara agent (penyakit), tuan rumah (manusia) dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu diperhatikan dalam penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan (air, makanan, lalat dan serangga lain), enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia secara klasik telah dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai penyebab penyakit diare.

2.1.3 Pembagian Diare

Penyakit diare menurut Suharyono (2008), berdasarkan jenisnya dibagi menjadi empat, yaitu:

a. Diare Akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri

Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare Persisten

Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

d. Diare Dengan Masalah Lain

Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, ganguan gizi atau penyakit lainnya. 2.1.4 Gejala Diare

Tabel 2.1 Klasifikasi Diare Berdasarkan Gejala Dehidrasi

Klasifikasi Gejala

Diare Dehidrasi Ringan - Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang Diare Dehidrasi

Ringan/sedang

- Gelisah, rewel /mudah marah - Mata cekung

- Haus, minum dengan lahap

- Cubitan kulit perut kembali lambat Diare Dehidrasi Berat - Letargis atau tidak sadar

- Mata cekung

- Tidak bisa minum atau malas minum - Cubitan kulit perut kembali sangat lambat Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Tabel 2.2 Klasifikasi Diare Jika Diare Terjadi Selama 14 Hari atau Lebih

Klasifikasi Gejala

Diare Persisten Tanpa dehidrasi Diare Persisten Berat Ada dehidrasi Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Tabel 2.3 Klasifikasi Diare Jika Ada Darah Dalam Tinja

Klasifikasi Gejala

Disentri Darah dalam tinja/bercampur darah Sumber : Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008

Menurut Dewi (2013), tanda dan gejala pada anak yang mengalami diare adalah:

1. Cengeng, rewel. 2. Gelisah.

3. Suhu meningkat. 4. Nafsu makan menurun.

5. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan ada darah. Kelamaan feses ini akan berwarna hijau dan asam.

7. Dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran, dan diakhiri dengan syok.

8. Berat badan menurun. 9. Turgor kulit menurun.

10. Mata dan ubun-ubun cekung.

11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.

Gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh muntah-muntah yang diikuti 4-8 hari diare hebat yang dapat menyebabkan dehidrasi berat dan berujung pada kematian (Kemenkes RI, 2011)

Sebuah studi yang dilakukan oleh Sungkapalee et al. (2006) pada 103 anak positif rotavirus menunjukkan bahwa gejala klinis dari infeksi rotavirus meliputi diare cair akut (79,6%), demam (81,5%), mual atau muntah (80,6%). Nguyen et al. (2004) menunjukkan bahwa gejala klinis dari infeksi rotavirus adalah gabungan antara demam, muntah dan dehidrasi (42%), muntah-dehidrasi (20%) dan demam-dehidrasi (14%). Studi yang dilakukan oleh Soenarto et al. (2009) menunjukkan hal yang hampir sama bahwa anak dengan infeksi rotavirus mengalami dehidrasi dan muntah yang lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan anak diare yang tidak ditemukan rotavirus pada tinjanya.

2.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi Diare 2.1.5.1 Patogenesis Diare

Patogenesis sangat bervariasi sesuai dengan penyebabnya, misalnya diare yang disebabkan oleh bakteri, patogenesisnya adalah sebagai berikut (Maryunani,2010) :

- Bakteri masuk ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam saluran cerna dan mengeluarkan toksin.

- Toksin merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar. Bila kemampuan penyerapan kolon (usus besar) berkurang atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.

Dari patogenesis tersebut, maka pada prinsipnya terdapat mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah sebagai berikut (Dewi, 2013).

1. Gangguan Osmotik.

Akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isinya sehingga timbul diare.

2. Gangguan Sekresi.

Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yang berlebihan ke dalam rongga usus, sehingga akan terjadi peningkatan isi dari rongga usus yang akan merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan akhirnya terjadi diare.

3. Gangguan Motilitas Usus.

Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare. Akan tetapi, apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu penurunan dari peristaltik usus maka akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga. Selain itu, juga terdapat patogenesis diare akut, yaitu:

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.

2. Jasad renik tersebut akan berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

3. Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik).

4. Toksin diaregenik akan menyebabkan hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

2.1.5.2 Patofisiologi Diare

Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui berbagai mekanisme yang berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik pada vilus.

Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare (Ramig, 2004).

2.1.6 Cara Penularan Diare

Berbagai agen penyakit umumya menumpang pada media udara, air, pangan, serangga ataupun manusia melalui kontak langsung. Berbagai agen penyakit beserta medianya disebut sebagai komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2011). Komponen lingkungan yang mempunyai potensi dapat menimbulkan berbagai macam penyakit diantaranya adalah air, pangan, serangga, udara dan manusia. Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, dengan rantai penularannya melalui media air, makanan, serangga, dan manusia (Gambar 2.1).

Sumber : Achmadi, 2011

Gambar 2.1 Perjalanan Penyakit

Sumber penyakit penyebab diare biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui :

a. Makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja penderita diare. b. Tangan yang terkontaminasi agen penyebab diare.

c. Air yang terkontaminasi agen penyebab diare.

Penyakit diare terutama ditransmisikan melalui kotoran manusia yang terinfeksi melalui rute transmisi faecal-oral.

Tinja yang dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan (tanah, air), jika dibuang ke tempat terbuka tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap pada makanan/minuman dengan membawa penyakit yang melekat pada anggota tubuhnya, makanan/minuman yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh manusia,

Sumber agent penyakit Manajemen Penyakit Komunitas (perilaku, umur, gender, ras)

lingkungan strategis/politik, iklim, topografi, suhu, dll 1. Udara 2. Air 3. Pangan 4. Vektor 5. Manusia Agent Penyakit Sakit Sehat

sehingga penyakitnya masuk melalui mulut manusia. Tangan/ kuku yang tidak bersih setelah berhubungan dengan tinja merupakan sumber penyakit masuk melalui mulut manusia melalui makanan/minuman (Slamet, 2009). Tinja akan mencemari air baku, kemudian air baku diminum manusia tanpa dimasak, atau mencemari sayuran yang dicuci dengan air yang sudah tercemar tinja (Gambar 2.2).

Sumber : Suyono dan Budiman, 2010

Gambar 2.2 Skema Penularan Penyakit dari Tinja 2.1.7 Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare

2.1.7.1 Penatalaksanaan Diare

Berdasarkan Buku Bagan MTBS, Depkes RI, 2008 penatalaksanaan diare berdasarkan gejala,yaitu: Tinja Lalat Tangan n Tanah Sayuran Makanan Minuman Mati Host Sakit Air

Tabel 2.4 Penatalaksanaan Diare Berdasarkan Derajat Dehidrasi

Gejala Klasifikasi Tindakan/Pengobatan - Tidak cukup tanda-tanda untuk

diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi berat atau ringan/sedang

Diare Tanpa Dehidrasi

- Beri cairan & makanan sesuai Rencana Terapi A dan Tablet Zinc. - Nasihati kapan kembali

segera.

- Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut;

- Gelisah, rewel /mudah marah - Mata cekung

- Haus, minum dengan lahap - Cubitan kulit perut kembali

lambat Diare.

Dehidrasi Ringan/sedang

- Beri cairan & makanan sesuai Rencana Terapi B dan Tablet Zinc. - Jika anak juga

mempunyai klasifikasi berat lain:

a. RUJUK SEGERA. b.Jika masih bisa

minum, berikan ASI dan larutan oralit selama perjalanan. - Nasihati kapan kembali

segera.

- Kunjungan ulang 5 hari jika tidak ada perbaikan.

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut;

- Letargis atau tidak sadar - Mata cekung

- Tidak bisa minum atau malas minum

- Cubitan kulit perut kembali sangat lambat

Diare Dehidrasi Berat

- Jika tidak ada klasifikasi berat lain:

a. Beri cairan untuk dehidrasi berat (Rencana Terapi C), dan tablet zinc. -Jika anak juga

mempunyai klasifikasi berat lain:

a.RUJUK SEGERA. b.Jika masih bisa

minum, berikan ASI dan larutan oralit selama perjalanan. - Jika ada kolera di daerah

tersebut, beri antibiotik untuk kolera

Tabel 2.5 Penatalaksanaan Diare Jika Diare Terjadi Selama 14 Hari atau Lebih Gejala Klasifikasi Tindakan/Peng`obatan Tanpa dehidrasi Diare Persisten - Nasihati pemberian

makan untuk Diare Persisten.

- Kunjungan ulang 5 hari

Ada dehidrasi Diare Persisten

Berat

- Atasi dehidrasi sebelum dirujuk, kecuali ada klasifikasi berat lain. - RUJUK.

Tabel 2.6 Penatalaksanaan Diare Jika Ada Darah Dalam Tinja

Gejala Klasifikasi Tindakan/Pengobatan Darah dalam tinja/bercampur

darah

Diare - Beri antibiotik yang sesuai.

- Nasihati kapan kembali segera.

- Kunjungan ulang 2 hari.

Prinsip tatalaksana penderita diare yang dilakukan pemerintah salah satunya adalah melalui LINTAS Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang terdiri atas (Kemenkes RI, 2011) :

1. Berikan Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.

Dosis pemberian oralit berdasarkan derajat dehidrasi, yaitu: a) Diare tanpa dehidrasi

Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih : - Keadaan Umum : baik

- Mata : Normal

- Rasa haus : Normal, minum biasa - Turgor kulit : kembali cepat

Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb : Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang

Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

- Keadaan Umum : Gelisah, rewel - Mata : Cekung

- Rasa haus : Haus, ingin minum banyak - Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.

c) Diare dehidrasi berat

Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih: - Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar

- Mata : Cekung

- Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum

- Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus.

2. Berikan Obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Soenarto, 2009). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari - Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.

Cara pemberian tablet zinc :

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih

Dokumen terkait