• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUANPUSTAKA

C. Hubungan antara Kepribadian Big Five dengan

Perkawinan tidak lepas dari konflik antara suami dan istri. Hal ini biasanya disebabkan salah satu pihak dan/atau keduanya tidak memiliki rasa tanggung jawab, kondisi ekonomi yang buruk, dan gangguan pihak ketiga. Konflik ini bisa saja terselesaikan dengan baik, namun juga bisa tidak terselesaikan bahkan berlarut-larut menjadi kompleks dan pada akhirnya relasi yang terjalin semakin menimbulkan rasa saling tersakiti sampai akhirnya menimbulkan kepahitan. Salah satu kemungkinan yang mendorong gagalnya pasangan suami istri yang berada dalam situasi kritis adalah “gagalnya” pasangan suami istri ini melakukan pemaafan, karena pihak yang terluka atau tersakiti selalu teringat dengan kesalahan pasangan serta memiliki kemarahan dan kebencian yang besar. Kondisi inilah yang membuat relasi yang sudah buruk semakin buruk.

Pemaafan merupakan sesuatu yang penting, karena pada dasarnya tidak ada keluarga (perkawinan) yang sempurna. Munculnya luka hati di dalam anggota keluarga merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi karena interaksi antar individu tidak bebas dari gesekan (Pramudya, 2008, h.1). Oleh karena itu, Pramudya mengemukakan mengenai pentingnya mengembangkan keluarga dimana meminta maaf dan memberikan pemaafan adalah dasar untuk mencabut akar kepahitan. Hal ini senada dengan pernyataan Nouwen (dikutip Pramudya, 2008, h.1) bahwa pemaafan tidak hanya membebaskan orang lain, namun juga diri sendiri. Pemaafan adalah jalan menunju kebebasan.

Pemaafan merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku dan tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku; dan sebaliknya, adanya keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap pelaku, walaupun pelaku telah melakukan perilaku yang menyakitkan (McCullogh dikutip Sari, 2010, h.53). Pemaafan dibentuk dari dimensi avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations.

Salah satu faktor yang memengaruhi pengampunan adalah kepribadian (McCollough, dkk dikutip Sari, 2012, h.55-56). Secara teoritis ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu kepribadian, salah satunya pendekatan trait. Menurut pendekatan ini, trait mempunyai unit yang fundamental dari kepribadian. Adapun gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh big five. Menurut McCrae & John (1991, h.175) big five merupakan trait

dimensi itu adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness.

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, mereka juga merubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup, dibandingkan dengan seseorang yang memiliki neuroticism yang tinggi. Selain itu juga memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah, kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Hasil penelitian Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan.

Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, juga ramah terhadap orang lain. Extraversion yang tinggi digambarkan memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Dengan kata lain, karakteristik

extraversion ini mendorong individu untuk lebih mudah memaafkan karena pada dasarnya individu sangat menekankan kepada kebutuhan untuk berelasi dan berintimasi dengan orang lain. Hasil penelitian Arthasari (2010), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149)

mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan.

Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas menyerap informasi, menjadi sangat fokus, dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki imajinasi dan kehidupan yang indah. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan dan keamanan bersama, juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreativitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi. Juga memiliki rasa ingin tahu, kreatif, terbuka terhadap pengalaman, lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Dengan demikian, individu dengan karakter openness to experience akan lebih mudah memaafkan karena memiliki toleransi yang tinggi. Hasil penelitian Arthasari (2010), Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Rahmawati (2015) mengungkapkan bahwa keterbukaan diri berpengaruh positif terhadap perilaku memaafkan.

Dimensi Agreeableness dapat disebut juga social adaptability

yang mengidentifikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Individu yang berada pada skor

agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang suka membantu, mudah memaafkan, dan penyayang. Dengan kata lain, individu yang memiliki karakter agreeableness akan lebih mudah memaafkan karena kemampuannya yang baik dalam beradaptasi secara sosial membuat individu lebih mudah melihat segala sesuatu (termasuk sesuatu yang memicu konflik) dengan lebih luas dan menerima perbedaan yang ada.

Dimensi Conscientiousness disebut juga impulsive control yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Individu yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi, yang biasanya digambarkan sebagai orang yang tepat waktu dan ambisius. Hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki karakter conscientiousness lebih mudah memaafkan.

Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis merumuskan bahwa kepribadian big five berhubungan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Dimensi extraversion,

agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience

berhubungan positif dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

Dokumen terkait