• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN - Unika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN - Unika Repository"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Oleh:

IKA NURANI

11.40.0103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

IKA NURANI

11.40.0103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(3)
(4)

iv

(5)

v

Kemudian

datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan,

sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat

dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali? Yesus berkata kepadanya:

“Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan

sampai tujuh puluh kali tujuh kali. (Matius 18:21-22)

Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di

(6)

vi

sehingga skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN

BIG FIVE DENGAN PEMAAFAN PADA ISTRI YANG MENGALAMI PROBLEMATIKA PERKAWINAN” dapat terselesaikan.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. M. Sih Setija Utami, MKes, selaku Dekan dan Dosen Wali Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

2. Drs. M. Suharsono, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan kesabaran dalam memberikan pengarahan dan bimbingan penulisan skripsi ini menjadi baik dan benar.

3. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

4. Seluruh subjek penelitian atas bantuan dan kerjasamanya. Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberi kekuatan, kesabaran, dan kemampuan untuk mengatasi seluruh badai dalam keluarga, dan akhirnya menjadi keluarga pemenang.

(7)
(8)

viii

NIM 11.40.0103

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepribadian big five dengan pemaafan istri yang mengalami problematika perkawinan. Hipotesis penelitian terdiri dari hipotesis mayor dan minor, yaitu ada hubungan antara neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Subjek penelitian adalah istri yang memiliki masalah psikologis berkaitan dengan problematika perkawinan, yang diperoleh secara

quota sampling. Metode pengumpulan data adalah TRIM-18 dan NEO-PI-R versi Indonesia, yang kemudian dianalisis menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian adalah ada hubungan antara kepribadian Big Five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness berhubungan positif sangat signifikan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan; sedangkan neuroticism berhubungan negatif sangat signifikan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5%.

(9)

ix

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemaafan ... 10

3. Dimensi Pemaafan ... 15

B.Kepribadian Big Five ... 19

1. Pengertian Kepribadian Big Five ... 19

2. Dimensi Kepribadian Big Five ... 23

C.Hubungan antara Kepribadian Big Five dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan ... 28

D.Hipotesis ... 33

BAB III : METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 34

B.Variabel Penelitian ... 34

C.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35

D.Populasi dan Sampel ... 36

E.Metode Pengumpulan Data ... 37

F.Validitas dan Reliabilitas ... 39

G.Metode Analisis Data ... 41

BAB IV : PELAKSANAAN PENELITIAN A.Orientasi Kancah ... 42

B.Persiapan Penelitian ... 45

1. Perijinan ... 45

2. Penyusunan Alat Ukur ... 45

(10)

x

B.Hasil Uji Hipotesis ... 56

1. Uji Hipotesis Mayor ... 56

2. Uji Hipotesis Minor ... 56

3. Koefisien Determinasi ... 59

C.Pembahasan ... 59

BAB VI: PENUTUP A.Kesimpulan ... 66

B.Saran ... 66

(11)

xi

Tabel 2 Blue Print TRIM-18 ... 38

Tabel 3 Blue Print NEO-PI-R ... 39

Tabel 4 Sebaran Nomor ItemTRIM-18 ... 46

(12)

xii

B.Data Penelitian... 76

A-1 TRIM-18... 77

A-2 NEO-PI-R... 79

C.Validitas dan Reliabilitas ... 98

D.Gambaran Responden ... 100

E.Uji Asumsi... 103

E-1 Uji Normalitas ... 104

E-2 Uji Linieritas ... 107

F.Uji Hipotesis... 112

F-1 Analisis Regresi Linier Berganda... 113

F-2 Analisis Product Moment ... 115

(13)

1 A.Latar Belakang Masalah

Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun sosial. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Memiliki perkawinan yang bahagia merupakan impian setiap pasangan suami istri dan hal ini dapat terwujud apabila antar pasangan terjalin keintiman, afeksi, saling mendukung, saling menghargai, dan saling menyayangi (Bee & Mitchael dikutip Sari, 2012, h.51).

(14)

atau lama, bersifat temporer atau berulang-ulang yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa sakit hati. Rasa sakit hati ini adalah cerminan terjadinya sakit hati pribadi, tidak adil, dan mendalam (biasa disebut juga luka-luka batin atau kepahitan) (Smedes, 1995, h.7).

Tingginya “kegagalan” pasangan suami istri dalam mewujudkan

perkawinan yang bahagia dan harmonis tampak dari tingginya angka perceraian. Data Kementerian Agama RI yang disampaikan oleh Kepala Subdit Kepenghuluan Anwar Saadi di Republika Online tanggal 14 September 2014 sebagai berikut:

Tabel 1

Perceraian di Indonesia Tahun 2009-2013

No. Tahun Jumlah Perkawinan Jumlah Perceraian % Perceraian

1 2009 2.162.268 216.286 10,00 %

(15)

menunjukkan bahwa kasus perceraian setiap bulannya fluktuatif dan cenderung meningkat dan paling banyak dilakukan oleh wanita (istri). (Pengadilan Agama Semarang, 2015).

Perceraian pada dasarnya merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak direncanakan dan dikehendaki oleh pasangan suami istri yang sama-sama terikat dalam perkawinan. Perceraian merupakan kulminasi dari penyesuaian perkawinan yang buruk dan terjadi ketika antara suami istri “sudah tidak terjadi lagi kesepakatan untuk bersama” dan mengalami rasa tersakiti yang “sudah” tidak dapat diatasi lagi. Adapun

faktor penyebab perceraian dari yang paling dominan adalah tidak ada keharmonisan, tidak ada tanggung jawab, ekonomi, dan gangguan pihak ketiga (Pengadilan Agama Semarang, 2015)

(16)

“gagalnya” pasangan suami istri ini melakukan pemaafan (forgiveness), karena pihak yang terluka atau tersakiti selalu teringat dengan kesalahan pasangan serta memiliki kemarahan dan kebencian yang besar. Kondisi inilah yang membuat relasi yang sudah buruk semakin buruk.

Pemaafan merupakan sesuatu yang penting, karena pada dasarnya tidak ada keluarga (perkawinan) yang sempurna. Munculnya luka hati di dalam anggota keluarga merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi karena interaksi antar individu tidak bebas dari gesekan (Pramudya, 2008, h.1). Meski demikian, Pramudya menjelaskan bahwa bukan menghindari agar luka tidak terjadi di dalam keluarga, namun bagaimana mengembangkan tindakan yang adaptif supaya ketika terjadi gesekan yang memungkinkan terjadinya luka, maka luka tersebut tidak menjadi (akar) kepahitan. Oleh karena itu, Pramudya mengemukakan mengenai pentingnya mengembangkan keluarga dimana meminta maaf dan memberikan pemaafan adalah dasar untuk mencabut akar kepahitan. Hal ini senada dengan pernyataan Nouwen (dikutip Pramudya, 2008, h.1) bahwa pemaafan tidak hanya membebaskan orang lain, namun juga diri sendiri. Pemaafan adalah jalan menunju kebebasan.

(17)

jauh lebih adaptif dalam relasi interpersonal dan sosial daripada menghindar dan balas dendam (Soesilo, 2013, h.3). Tindakan pemaafan dapat memperbaiki kesehatan korban karena memberikan efek untuk mereduksi hostilitas, mempengaruhi sistem imun pada level selular, mempengaruhi sistem imum pada level endokrin, mempengaruhi sistem imum melalui pelepasan antibodi, dan mempengaruhi proses sistem saraf pusat (Worthington dan Scherer dikutip Soesilo, 2013, h.11-13).

Hasil penelitian Witvliet, Ludwig & Laan (2001) mengungkapkan bahwa tanggapan korban atas pengalaman menyakitkan yang dialaminya memiliki konsekuensi terhadap kondisi emosi, fisiologis dan kesehatan mereka. Korban yang berorientasi terhadap dendam memiliki lebih banyak emosi negatif dan respon stres fisiologis yang lebih tinggi dibandingkan korban yang berorientasi terhadap pengampunan. Oleh karena itu, tindakan pemaafan direkomendasikan oleh para peneliti tersebut supaya korban tetap memiliki kondisi kesehatan fisik dan psikologis yang baik.

(18)

McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55-56) menjelaskan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kepribadian. Secara teoritis ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu kepribadian, salah satunya pendekatan trait. Menurut pendekatan ini, trait mempunyai unit yang fundamental dari kepribadian. Adapun gambaran yang paling baik mengenai struktur trait

dimiliki oleh big five. Menurut McCrae & John (1991, h.175) big five

merupakan trait kepribadian yang digambarkan dalam lima dimensi dasar. Kelima dimensi itu adalah extraversion, agreeableness, conscientiouness, neuroticism, dan openness to experience.

Hasil penelitian McCullough, Bellah, Kilpatrick & Johnson (2001, h.601) menjelaskan bahwa dendam berhubungan negatif

agreeableness dan berhubungan positif dengan conscientiouness. Arthasari (2010) mengungkapkan bahwa extraversion, agreeableness, openess berhubungan positif dengan pemaafan; sementara neuroticsm

dan conscientiousness tidak berhubungan dengan pemaafan. Hafnidar (2013, h.167) menjelaskan bahwa emotional stability, agreeableness, extraversion dan conscientiouness berhubungan positif dengan pemaafan. Abid, Shafiq, Naz & Riaz (2015, h.149) menjelaskan bahwa

extraversion, agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience berhubungan positif dengan pemaafan; sedangkan

neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan.

(19)

kepada suami yang dianggap telah menyakitinya secara berulang-ulang. Walaupun mereka sudah memaafkan namun seringkali rasa marah dan benci kepada suami seringkali muncul ketika ada faktor pemicu, bahkan dua dari tiga istri tersebut berpikir untuk bercerai. Namun seringkali pula keputusan untuk bercerai tidak diambil, karena berpikiran bahwa situasi bisa berubah. Kondisi yang fluktuasi ini akhirnya membuat para istri ini mengalami depresi dari tingkat ringan sampai tinggi (Hasil wawancara dengan konselor LPP X, tanggal 20 September 2015). Penelitian ini juga difokuskan kepada istri mengingat tingginya kasus gugat cerai, dan setiap tahunnya terus meningkat. Salah satu alasan istri melakukan gugat cerai karena rasa sakit hati yang mendalam, sehingga dengan memutuskan untuk bercerai diharapkan bisa mengakhiri penderitaan yang dialaminya (Hasil wawancara dengan A, selaku pelaku gugat cerai tanggal 12 Februari 2016).

Masih terbatasnya kajian mengenai pemaafan dan tingginya kualitas perkawinan yang buruk sehingga memicu perceraian menjadi motivasi peneliti untuk meneliti “Apakah ada hubungan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan?”

B.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepribadian

(20)

C.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa kontribusi sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan memberikan bukti empiris mengenai hubungan kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sehingga Psikologi Keluarga dan Psikoterapi semakin berkembang.

2. Manfaat Praktis

(21)

9 A.Pemaafan

1. Pengertian Pemaafan

(22)

Berdasarkan penjabaran di atas maka yang dimaksud dengan pemaafan adalah rangkaian dari proses yang kompleks yang berhubungan dengan emosi, pikiran dan tingkah laku sehingga dampak dan penghakiman yang negatif terhadap orang yang menyakiti dapat dikurangi.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemaafan

Soesilo (2006, h.122-125) mengutip beberapa hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pemaafan, yaitu:

a. Agama

Agama yang lebih menekankan pemaafan menghasilkan para pengikut yang lebih mudah memaafkan. Kalau dalam agama itu kurang ditekankan pemaafan, pengikutnya lebih sulit untuk memaafkan.

b. Jenis kelamin

Wanita lebih mudah memaafkan dibandingkan laki-laki tanpa pandang pola persoalan mereka, meskipun wanita dan laki-laki sama-sama memiliki rasa ingin membalas dendam. Hal ini dikarenakan wanita lebih menghargai proses pemaafan dan lebih percaya bahwa dalam proses penyembuhan mereka harus memaafkan, tetapi laki-laki pada umumnya tidak berpikir demikian. Bagi laki-laki, umur, rasa malu dan harga diri sangat mempengaruhi keputusan untuk memaafkan. Laki-laki yang makin berumur, semakin menjaga “harga diri” sehingga semakin sulit

(23)

suka bersosialisasi maka laki-laki tersebut akan lebih mudah memaafkan.

c. Pola asuh orangtua

Orangtua yang menanamkan pola marah dan malu yang tidak sehat pada anak-anaknya menghasilkan anak-anak yang bertingkah laku sama dan sulit memaafkan. Anak-anak yang memiliki temperamen yang sulit dan perasaan negatif terhadap cara disiplin orangtua mereka juga sulit memaafkan.

d. Teman sebaya

Pada remaja, tekanan dari teman sebaya lebih mempengaruhi mereka untuk memaafkan daripada agama.

Wardhati & Faturochman (2014, h. 5-7) menjelaskan bahwa pemaafan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Empati

(24)

b. Atribusi terhadap pelaku dan kesalahannya

Penilaian akan mempengaruhi setiap perilaku individu. Artinya, bahwa setiap perilaku itu ada penyebabnya dan penilaian dapat mengubah perilaku individu (termasuk pemaafan) di masa mendatang. Dibandingkan dengan orang yang tidak memaafkan pelaku, maka orang yang memaafkan cenderung menilai pihak yang bersalah lebih baik dan penjelasan akan kesalahan yang diperbuatnya cukup kuat dan jujur. Pemaaf pada umumnya akan menyimpulkan bahwa pelaku telah merasa bersalah dan tidak bermaksud menyakiti sehingga ia mencari penyebab lain dari persitiwa yang menyakitkan itu. Perubahan penilaian terhadap peristiwa yang menyakitkan ini memberikan reaksi emosi positif yang kemudian akan meminculkan pemberian pemaafan terhadap pelaku.

c. Tingkat kelukaan

(25)

bersifat sementara. Hal ini seringkali menimbulkan kesedihan yang mendalam. Ketika hal ini terjadi maka pemaafan menjadi sulit diwujudkan.

d. Karakteristik kepribadian

Karakteristik kepribadian berpengaruh terhadap pemaafan. Karakteristik kepribadian yang mendukung dalam pemberian pemaafan adalah ekstravert yang memiliki karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi dan asertif. Karakter yang lain antara lain hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan bersahabat.

McCollough, dkk (dikutip Sari, 2012, h.55-56) mengungkapkan bahwa kepribadian sebagai salah satu faktor yang memengaruhi pemaafan. Hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601) menjelaskan bahwa dendam berhubungan negatif dengan

agreeableness dan berhubungan positif dengan conscientiouness. Hafnidar (2013, h.167) menjelaskan bahwa emotional stability, agreeableness, extraversion dan conscientiouness berhubungan positif dengan pemaafan. Abid, dkk (2015, h.149) menjelaskan bahwa extraversion, agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience berhubungan positif dengan pemaafan; sedangkan

(26)

e. Kualitas hubungan

Seseorang yang mengampuni kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap pemaafan dalam hubungan interpersonal, yaitu (1) pasangan yang mau mengampuni pada dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan; (2) dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menjalin hubungan di antara mereka; (3) dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasangan menyatu; dan (4) kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektifitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka.

(27)

mengungkapkan bahwa kualitas hubungan berpengaruh timbal balik dengan pemaafan dalam perkawinan.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pemaafan terdiri dari Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari jenis kelamin, agama, empati, atribusi terhadap pelaku dan kesalahan, tingkat kelukaan, karakteristik kepribadian, dan kualitas hubungan. Faktor eksternal terdiri dari pola asuh orangtua dan teman sebaya.

3. Dimensi Pemaafan

Menurut McCullough & Witvliet (no year, h.447-448) pemaafan merupakan proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap transgressor. Tiga dorongan tersebut adalah

avoidance motivations, revenge motivations dan benevolence motivations. Avoidance motivations ditandai dengan individu yang menarik diri (withdraw) dari transgressor. Revenge motivations

ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan dan berkeinginan untuk membalas dendam terhadap transgressor. Ketika individu dilukai oleh transgressor maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan dorongan untuk menghindar dan membalas dendam. Dengan demikian, individu tersebut tidak melakukan pengampunan terhadap sang transgressor.

(28)

karena itu, individu yang melakukan pemaafan akan memiliki

benevolence motivations yang tinggi, namun di sisi lain memiliki

avoidance motivations dan revenge motivations rendah.

Menurut Baumeister, dkk (dikutip Sari, 2012, h.53-54) menjelaskan bahwa dimensi pemaafan dapat saling berinteraksi dan menghasilkan beberapa kombinasi pemaafan, yaitu:

a. Hollow forgiveness

Kombinasi ini terjadi saat orang yang disakiti dapat mengekspresikan pemaafan secara konkret melalui perilaku, namun orang yang disakiti belum dapat merasakan dan menghayati adanya pemaafan didalam dirinya. Orang yang disakiti masih menyimpan rasa dendam dan kebencian meskipun ia telah mengatakan kepada pelaku “saya memafkan kamu”. Proses intrapsikis dari pemaafan

ditandai dengan adanya komitmen dalam diri orang yang disakiti untuk memafkan. Saat komitmen telah dimiliki, orang yang disakiti dapat mengekpresikannya dengan baik kepada pelaku.

b. Silent forgiveness

Kombinasi ini kebalikan dari kombinasi pertama. Dalam kombinasi ini intrapsychic forgiveness dirasakan, namun tidak diekspresikannya melalui perbuatan dalam hubungan interpersonal,

(29)

c. Total forgiveness

Dalam kombinasi ini orang yang disakiti menghilangkan perasaan kecewa, benci atau marah terhadap pelaku tentang pelanggaran yang terjadi. Kemudian, hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku kembali secara total seperti keadaan sebelumnya pelanggaran atau peristiwa yang menyakitkan orang yang disakiti terjadi.

d. No forgiveness

Dalam kombinasi ini, Intrapsychic dan Interpersonal Forgiveness

tidak terjadi pada orang yang disakiti, yang disebabkan:

1)Claims on Reward and Benefit

Pemaafan yang tidak diberikan kepada pelaku memberikan keuntungan praktis dan material bagi orang yang disakiti. Pelaku memiliki “hutang‟ kepada orang yang disakiti akibat dari perbuatan menyakitkan yang dilakukannya. Pemaafan sering diberikan pada saat pelaku menampilkan tindakan yang memberikan keuntungan bagi orang yang disakiti. Reward yang diperoleh tidak hanya material tetapi juga non material. Contoh

reward non material adalah perasaan yang dialami orang yang disakiti bahwa dirinya lebih superior dalam hal moral. Perasaan superior ini dipengaruhi oleh kondisi pengampunan yang dialami oleh orang yang disakiti. Intrapsychic forgiveness melepaskan orang yang disakiti dari perasaan superior tersebut, sedangkan

(30)

disakiti untuk menyatakan bahwa dirinya lebih superior dalam hal moral

2)To Prevent Reccurence

Pemaafan dianggap dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pelanggaran atau peristiwa menyakitkan yang dialami orang yang disakiti di masa mendatang. Dengan tidak diberikannya pemaafan kepada pelaku, orang yang disakiti dapat terus mengingatkan pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya 3)Continued Suffering

Penghalang dalam pemaafan adalah terus berlanjutnya perasaan menderita dari peristiwa menyakitkan yang dialami oleh orang yang disakiti. Saat konsekuensi dari pengalaman menyakitkan yang dialami oleh orang yang disakiti di masa lalu mempengaruhi hubungannya dengan pelaku di masa depan, maka pemaafan merupakan sesuatu yang sulit dilakukan.

4)Pride and Revenge

Apabila pemaafan intrapsychic dan interpersonal diberikan kepada pelaku, orang yang disakiti merasa bahwa perbuatan tersebut akan mempermalukan dirinya bahkan menunjukkan rendahnya harga diri orang yang disakiti. Selain itu, apabila orang yang disakiti cepat mampu memberikan pemaafan, ia akan dipersepsikan sebagai orang yang bodoh

5)Principal Refusal

(31)

hukum yang telah ada. Pemaafan diindentikkan dengan memberi pemaafan hukum terhadap pelaku yang dinyatakan bersalah melalui sistem peradilan yang ada. Oleh karena itu, pemaafan dilihat sebagai perbuatan yang keliru

Berdasarkan penjabaran di atas, maka yang dimaksud dimensi pemaafan dalam penelitian ini adalah avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations. Sehingga penelitian ini menggunakan TRIM-18 yang dikembangkan oleh McCullough karena alat ukur tersebut disusun berdasarkan ketiga dimensi tersebut.

B.Kepribadian Big Five

1. Pengertian Kepribadian Big Five

Kepribadian menurut Allport (dikutip Feist & Feist, 2008, h.327-328) adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana sistem psikofisiknya menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya. Definisi ini menjelaskan bahwa manusia adalah produk sekaligus proses, memiliki sejumlah struktur yang terorganisasikan, sementara di waktu yang sama memiliki kemampuan untuk berubah. Pola hadir berdampingan dengan pertumbuhan, dan tatanan dengan pengembangan. Dengan kata lain, kepribadian bersifat fisik sekaligus psikologis, mencakup perilaku yang tampak dan pikiran yang terungkap. Kepribadian adalah substansi sekaligus perubahan, produk sekaligus proses, struktur sekaligus pertumbuhan.

(32)

model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, sehingga membedakan individu dengan individu yang lain (Fieldman dikutip Mastuti, 2005, h.267). Salah satu teori kepribadian yang didasarkan pada pendekatan trait adalah Big Five.

Awalnya Big Five adalah taksonomi kepribadian yang disusun berdasarkan pendekatan leksikal, yaitu pengelompokkan kata-kata atau bahasa yang digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, untuk menggambarkan ciri-ciri individu yang membedakannya dengan individu lain. Allport & Odbert (dikutip Ramdhani, 2012, h.189-190) berhasil mengumpulkan 18.000 istilah yang digunakan untuk membedakan perilaku seseorang dengan lainnya. Daftar ini menginspirasi Cattell menyusun model multidemensional dari kepribadian. Dari 18.000 ciri sifat ini, Cattel mengelompokkannya ke dalam 4.500 ciri sifat, kemudian melakukan analisis faktor sehingga diperoleh 12 faktor.

(33)

hanya ada lima melainkan pengelompokkan dari ribuan ciri ke dalam lima himpunan besar yang berikutnya disebut dimensi kepribadian.

Tahun 1990-an, McCrae & Costa (dikutip Feist & Feist, 2008, h.365) menjelaskan bahwa Big Five bukan lagi sebuah taksonomi namun telah menjadi teori Big Five. Teori ini dibentuk dari lima dimensi yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness (Costa & McCrea, 1987, h.81-90)

Menurut teori Big Five, perilaku diprediksi dengan memahami tiga komponen sentral atau inti dan tiga komponen periferal. Ketiga komponen sentral meliputi kecenderungan-kecenderungan dasar, adaptasi-adaptasi karakter, dan konsep diri; sedangkan ketiga komponen periferal meliputi dasar-dasar biologis, biografi objektif, dan pengaruh-pengaruh eksternal. Penjelasan dari komponen-komponen ini adalah (Feist & Feist, 2008, h.365-368):

a. Komponen sentral

(34)

2)adalah pendasarannya dalam biologi dan stabilitas mereka di sepanjang waktu dan situasi.

3)Adaptasi-adaptasi karakter adalah struktur kepribadian yang dibutuhkan ketika manusia beradaptasi dengan lingkungannya. Perbedaan utama kecenderungan dasar dan adaptasi karakter adalah fleksibilitasnya. Jika kecenderungan dasar cukup stabil, maka tidak demikian dengan adaptasi karakter, mereka lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti kemampuan, kebiasaan, sikap dan hubungan yang dibutuhkan sebagai hasil dari interaksi individual mereka dengan lingkungan.

4)Konsep diri adalah sebuah adaptasi karakter namun, dia memiliki kontaknya sendiri karena dia adaptasi yang penting. Konsep diri terdiri atas pengetahuan, pendapat dan evaluasi tentang diri dari fakta-fakta sejarah pribadi yang beragam sampai identitas yang menjadikan tujuan dan koherensi hidup masuk akal.

b. Komponen periferal

1)Dasar-dasar biologis yang terdiri dari gen, hormon dan struktur otak.

(35)

3)Pengaruh-pengaruh eksternal. Manusia akan selalu menemukan dirinya berada dalam situasi fisik atau sosial tertentu yang memiliki sejumlah pengaruh terhadap sistem kepribadian. Cara merespon peluang dan tuntutan konteks termasuk dalam bagian pengaruh-pengaruh eksternal ini. Respons-respons ini adalah fungsi dari adaptasi karakter dan interaksi mereka dengan pengaruh-pengaruh eksternal. Dengan kata lain, McCrae & Costa (dikutip Feist & Feist, 2008, h.367) berasumsi bahwa perilaku adalah fungsi dari interaksi antara adaptasi karakter dan pengaruh-pengaruh eksternal.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka yang dimaksud dengan kepribadian Big Five adalah pengorganisasian dinamis dalam diri individu dimana sistem psikofisiknya menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya yang didasarkan oleh lima faktor.

2. Dimensi Kepribadian Big Five

Kelima dimensi kepribadian Big Five menurut Golberg (1992) adalah:

a. Extraversion

(36)

bersikap. Bila tak setuju, mereka akan menyatakan tidak sehingga mereka mampu menjadi pimpinan sebuah organisasi.

b. Agreeableness

Agreeableness mempunyai ciri-ciri ketulusan dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal-hal positif pada orang lain. Di dalam kehidupan sehari-hari mereka tampil sebagai individu yang baik hati, dapat bekerjasama, dan dapat dipercaya.

c. Conscientiouness

Conscientiousness dengan kata lain sungguh-sungguh dalam melakukan tugas, bertanggung jawab, dapat diandal-kan, dan menyukai keteraturan dan kedisiplinan. Di dalam kehidupan sehari-hari mereka tampil sebagai seorang yang hadir tepat waktu, berprestasi, teliti, dan suka melakukan pekerjaan hingga tuntas.

d. Neuroticism

Neuroticism sebagai lawan dari Emotional stability. Neuroticism

(37)

e. Openness to experience

Dimensi ini erat kaitannya dengan keterbukaan wawasan dan orisinalitas ide. Mereka yang terbuka siap menerima berbagai stimulus yang ada dengan sudut pandang yang terbuka karena wawasan mereka tidak hanya luas namun juga mendalam. Mereka senang dengan berbagai informasi baru, suka belajar sesuatu yang baru, dan pandai menciptakan aktivitas yang di luar kebiasaan.

Kelima dimensi Big Five menurut Costa & McCrae (1987, h.81-90) adalah:

a. Neuroticism

Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptif. Dimensi ini menampung kemampuanseseorang untuk menahan stres. Orang dengan kemantapan emosional positif cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Sementara mereka yang skor negatifnya tinggi cenderung tertekan, gelisah dan tidak aman. Facet dari dimensi

neuroticism adalah kecemasan (anxiety), kemarahan (anger), depresi (depression), kesadaran diri (self-consciousness), kurangnya kontrol diri (immoderation), kerapuhan (vulnerability).

b. Extraversion

(38)

seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert (ekstraversinya tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum introvert cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian. Facet dari dimensi extraversion adalah minat berteman (friendliness), minat berkelompok (gregariousness), kemampuan asertif (assertiveness), tingkat aktifitas (activity level), mencari kesenangan (excitement seeking), dan kebahagiaan (cheerfulness).

c. Openness to experience

(39)

d. Agreeableness

Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang sangat mampu bersepakat jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain. Facet dari dimensi

agreeableness adalah kepercayaan (trust), moralitas (morality), berperilaku menolong (altruism), kemampuan bekerjasama (cooperation), kerendahan hati (modesty), dan simpatik (sympathy).

e. Conscientiousness

(40)

kecukupuan diri (self efficacy), keteraturan (orderliness), rasa tanggung jawab (dutifulness), keinginan untuk berprestasi (achievement striving), disiplin diri (self dicipline) dan kehati-hatian (caustiosness).

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dimensi kepribadian Big Five adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Hal ini karena penelitian ini menggunakan NEO-PI-R inventory untuk mengukur kepribadian Big Five dimana inventory ini disusun dikembangkan oleh McCrae dan Costa berdasarkan kelima dimensi tersebut.

C.Hubungan antara Kepribadian Big Five dengan Pemaafan pada

Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan

Perkawinan tidak lepas dari konflik antara suami dan istri. Hal ini biasanya disebabkan salah satu pihak dan/atau keduanya tidak memiliki rasa tanggung jawab, kondisi ekonomi yang buruk, dan gangguan pihak ketiga. Konflik ini bisa saja terselesaikan dengan baik, namun juga bisa tidak terselesaikan bahkan berlarut-larut menjadi kompleks dan pada akhirnya relasi yang terjalin semakin menimbulkan rasa saling tersakiti sampai akhirnya menimbulkan kepahitan. Salah satu kemungkinan yang mendorong gagalnya pasangan suami istri yang berada dalam situasi kritis adalah “gagalnya” pasangan suami istri ini melakukan pemaafan,

(41)

Pemaafan merupakan sesuatu yang penting, karena pada dasarnya tidak ada keluarga (perkawinan) yang sempurna. Munculnya luka hati di dalam anggota keluarga merupakan sesuatu yang sangat mungkin terjadi karena interaksi antar individu tidak bebas dari gesekan (Pramudya, 2008, h.1). Oleh karena itu, Pramudya mengemukakan mengenai pentingnya mengembangkan keluarga dimana meminta maaf dan memberikan pemaafan adalah dasar untuk mencabut akar kepahitan. Hal ini senada dengan pernyataan Nouwen (dikutip Pramudya, 2008, h.1) bahwa pemaafan tidak hanya membebaskan orang lain, namun juga diri sendiri. Pemaafan adalah jalan menunju kebebasan.

Pemaafan merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap pelaku dan tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku; dan sebaliknya, adanya keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap pelaku, walaupun pelaku telah melakukan perilaku yang menyakitkan (McCullogh dikutip Sari, 2010, h.53). Pemaafan dibentuk dari dimensi avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations.

Salah satu faktor yang memengaruhi pengampunan adalah kepribadian (McCollough, dkk dikutip Sari, 2012, h.55-56). Secara teoritis ada berbagai pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan suatu kepribadian, salah satunya pendekatan trait. Menurut pendekatan ini, trait mempunyai unit yang fundamental dari kepribadian. Adapun gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh big five. Menurut McCrae & John (1991, h.175) big five merupakan trait

(42)

dimensi itu adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness.

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, mereka juga merubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup, dibandingkan dengan seseorang yang memiliki neuroticism yang tinggi. Selain itu juga memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah, kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Hasil penelitian Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan.

Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, juga ramah terhadap orang lain. Extraversion yang tinggi digambarkan memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Dengan kata lain, karakteristik

(43)

mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan.

Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas menyerap informasi, menjadi sangat fokus, dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki imajinasi dan kehidupan yang indah. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan dan keamanan bersama, juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreativitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi. Juga memiliki rasa ingin tahu, kreatif, terbuka terhadap pengalaman, lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Dengan demikian, individu dengan karakter openness to experience akan lebih mudah memaafkan karena memiliki toleransi yang tinggi. Hasil penelitian Arthasari (2010), Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan. Rahmawati (2015) mengungkapkan bahwa keterbukaan diri berpengaruh positif terhadap perilaku memaafkan.

Dimensi Agreeableness dapat disebut juga social adaptability

(44)

agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang suka membantu, mudah memaafkan, dan penyayang. Dengan kata lain, individu yang memiliki karakter agreeableness akan lebih mudah memaafkan karena kemampuannya yang baik dalam beradaptasi secara sosial membuat individu lebih mudah melihat segala sesuatu (termasuk sesuatu yang memicu konflik) dengan lebih luas dan menerima perbedaan yang ada.

Dimensi Conscientiousness disebut juga impulsive control yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Individu yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi, yang biasanya digambarkan sebagai orang yang tepat waktu dan ambisius. Hasil penelitian McCullough, dkk (2001, h.601), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki karakter conscientiousness lebih mudah memaafkan.

Berdasarkan penjabaran di atas maka penulis merumuskan bahwa kepribadian big five berhubungan dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Dimensi extraversion,

agreeableness, conscientiouness, dan openness to experience

(45)

D.Hipotesis

1. Hipotesis mayor

Ada hubungan antara kepribadian Big Five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

2. Hipotesis minor

a. Ada hubungan negatif antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

b. Ada hubungan positif antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

c. Ada hubungan positif antara openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

d. Ada hubungan positif antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan.

(46)

34 A.Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data angka yang diolah dengan metode statistika tertentu (Azwar, 1998, h.5). Selanjutnya analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek variabel bebas terhadap variabel tergantung (Azwar, 1998, h.9). Penelitian yang akan dilakukan juga termasuk jenis penelitian inferensial, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis (Azwar, 1998, h.6)

B.Variabel Penelitian

Azwar (1998, h.59) menjelaskan bahwa variabel merupakan konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subyek penelitian dan merupakan fokus dari kegiatan penelitian. Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel yaitu satu variabel tergantung (dependent dan diberi simbol Y) dan satu variabel bebas (independent

dan diberi simbol X). Identifikasi variabel dalam penelitian ini adalah: Variabel tergantung : Pemaafan

Variabel bebas : Kepribadian big five (extraversion, agreeableness, conscientiouness, neuroticism,

(47)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah penentuan konstruk sehingga dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalkan konstruk, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstruk yang lebih baik (Indriantoro & Supomo, 2012, h.69). Definisi operasional dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian adalah:

1. Pemaafan

Pemaafan adalah fenomena yang kompleks yang berhubungan dengan emosi, pikiran dan tingkah laku sehingga dampak dan penghakiman yang negatif terhadap orang yang menyakiti dapat dikurangi. Variabel ini diukur menggunakan TRIM-18 yang dikembangkan oleh McCullough berdasarkan dimensi

avoidance motivations; revenge motivations; dan benevolence motivations. Semakin tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi pemaafan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin rendah pemaafan.

2. Kepribadian Big Five

(48)

dikembangkan oleh McCrae dan Costa versi Indonesia berdasarkan dimensi neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Skor individu akan digolongkan ke dalam trait dominan berdasarkan skor trait

yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada trait

lainnya.

D.Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 1998, h.77). Oleh karena itu, kelompok subyek ini harus memiliki karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subyek yang lain. Populasi penelitian ini adalah istri yang memiliki permasalahan psikologis yang berkaitan dengan problematika perkawinan.

2. Sampel

(49)

E.Metode Pengumpulan Data

1. Transgression-Related Interpersonal Motivations 18 (TRIM-18)

Inventory

Pada penelitian ini variabel pengampunan diukur menggunakan

Transgression-Related Interpersonal Motivations (TRIM) Inventory. Alat ukur ini pertama kali dikembangkan oleh McCullough sekitar tahun 1997 dengan nama TRIM-12. Skala ini pada awalnya merupakan hasil penyederhanaan dari alat ukur Wade Forgiveness Scale (WFS) yang berjumlah 83 item (Wade, 1989 dikutip McCullough, dkk., 1998). Skala ini memiliki 12 item yang menggambarkan dimensi motivation to avoid a transgressor

(dorongan untuk menghindari hubungan dengan transgressor) dan dimensi motivation to seek revenge (dorongan untuk melakukan balas dendam terhadap transgressor).

Sekitar tahun 2006, dilakukan revisi pada TRIM-12 berupa penambahan 6 item baru untuk dimensi benevolence motivations, sehingga jumlah item menjadi 18 dan alat ukur ini dikenal dengan nama TRIM-18 yang digunakan sampai saat ini. Dengan demikian, TRIM-18 menggambarkan dimensi (a) avoidance motivations; (b)

(50)

Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4 dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5. Blue Print TRIM-18 sebagai berikut:

Tabel 2

Blue Print TRIM-18

No. Komponen Nomor Sebaran Item Jumlah

Favourable Unfavourable

Pada penelitian ini kepribadian Big Five diukur menggunakan NEO-PI-R yang dikembangkan oleh McCrae dan Costa, berdasarkan dimensi extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,

(51)

Tabel 3

2 Extraversion Gregariousness 8 48

Activity 8

4 Agreeableness Straightforwardness 8 48

Trust 8

Altruism 8

Modesty 8

Tendermindedness 8

Compliance 8

5 Conscientiousness Self-discipline 8 48

(52)

F.Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu alat ukur. Suatu alat ukur dikatakan valid jika pertanyaan pada alat ukur mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh alat ukur tersebut. Dengan demikian, validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam alat ukur betul-betul dapat mengukur apa yang hendak diukur (Ghozali, 2012, h.52).

(53)

2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah alat untuk mengukur apakah suatu alat ukur merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu alat ukur dinyatakan reliabel atau handal jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2012, h.47).Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Alpha Cronbach. Kriteria untuk menetapkan suatu alat ukur reliabel adalah nilai Alpha Cronbach> 0,700 (Nunnally dikutip Ghozali, 2012, h.48).

G.Metode Analisis Data

(54)

42 A.Orientasi Kancah

Penelitian ini dilaksanakan di kota Semarang, yang terletak antara garis 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan garis 109º35’ -110º50’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian kota Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai.

Dengan luas wilayah sebesar 373,67 km2, dan merupakan 1,15% dari total luas daratan Provinsi Jawa Tengah. Kota Semarang terbagi dalam 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada, kecamatan Mijen (57,55 km2) dan Kecamatan Gunungpati (54,11 km2), dimana sebagian besar wilayahnya berupa persawahan dan perkebunan. Sedangkan kecamatan dengan luas terkecil adalah Semarang Selatan (5,93 km2) dan kecamatan Semarang Tengah (6,14 km2), sebagian besar wilayahnya berupa pusat perekonomian dan bisnis kota Semarang, seperti bangunan toko/mall, pasar, perkantoran dan sebagainya.

(55)

773.764 jiwa penduduk laki-laki dan 801.304 jiwa penduduk perempuan. Penduduk tersebut menyebar tidak merata.

Secara geografis wilayah kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu daerah dataran rendah (kota bawah) dan daerah perbukitan (kota atas). Kota Bawah merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan dan industri, sedangkan kota atas lebih banyak dimanfaatkan untuk perkebunan, persawahan, dan hutan. Sedangkan ciri masyarakat kota Semarang terbagi dua yaitu masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan karakteristik pedesaan.

Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan belum terlalu padat. Pada tahun 2013 kepadatan penduduknya sebesar 4.207 jiwa/km2 sedikit mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun 2012. Bila dilihat menurut kecamatan terdapat tiga kecamatan yang mempunyai kepadatan di bawah angka rata-rata Semarang, yaitu kecamatan Tugu (984 jiwa/km2, kecamatan Mijen (1.006 jiwa/km2), kecamatan Gunungpati (1.402 jiwa/km2). Dari ketiga kecamatan tersebut, dua diantaranya merupakan daerah pertanian dan perkebunan, sedangkan satu kecamatan lainnya merupakan daerah pengembangan industri.

(56)

dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di kota Semarang memiliki empat anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh kecamatan yang ada.

(57)

depresi dari tingkat ringan sampai tinggi (Hasil wawancara dengan konselor LPP X, tanggal 20 September 2015).

B.Persiapan Penelitian

Beberapa persiapan dalam penelitian ini meliputi perijinan, penyusunan alat ukur, dan uji alat ukur. Penjelasan mengenai hal ini adalah:

1. Perijinan

Proses perijinan dimulai dengan melakukan permohonan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang mengajukan surat permohonan ijin secara tertulis. Permohonan ini ditanggapi dengan dikeluarkannya surat permohonan ijin penelitian dengan No. Surat 3472/B.7.3/FP/VIII/2015 tanggal 24 Agustus 2015 yang ditujukan kepada calon responden. Selanjutnya ketika bertemu dengan responden, selain surat ini juga dilampirkan informed consent dimana kemudian menjadi bukti penelitian (Lampiran 5)

2. Penyusunan Alat Ukur

(58)

demikian jumlah item total TRIM-18 sebanyak 18 item. Sebaran nomor item untuk TRIM-18 sebagai berikut:

Tabel 4

Sebaran Nomor ItemTRIM-18

No. Komponen Nomor Sebaran Item Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Avoidance motivations

- 2,5,7,10,11,15,18 7 2 Revenge

motivations

- 1,4,9,13,17 5

3 Benevolence motivations

3,6,8,12,14,16 - 6

Jumlah 6 12 18

NEO-PI-R digunakan untuk mengukur kepribadian big five

(neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness,

(59)

Tabel 5

Sebaran Nomor Item NEO-PI-R

No. Faktor/Facet Nomor Item Jumlah

Item

Fantasy. 3,33,63,93,123,153,183,213 48

(60)

3. Uji Alat Ukur

Kualitas alat ukur diketahui dari validitas dan reliabilitas alat ukur. Hasil uji validitas dan reliabilitas dari masing-masing alat ukur sebagai berikut:

a. TRIM-18

Untuk mengukur pemaafan pada responden digunakan TRIM-18 yang dikembangkan oleh McCullough, Root & Cohen (2006), dimana alat ukur tersebut masih dalam bentuk asli (versi Bahasa Inggris), sehingga dilakukan terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan 30 orang responden.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi yang dikoreksi atau dilihat dari corrected item-total correlation. Suatu item dinyatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel. Pada penelitian nilai r tabel (df = 30; α = 0,05; 1-tailed) sebesar 0,306. Dengan demikian, suatu item dinyatakan valid apabila memiliki nilai r hitung > 0,306.Hasil uji validitas untuk TRIM-18 diperoleh nilai r hitung antara 0,377 sampai 0,822, dimana nilai tersebut > 0,306. Hal ini berarti masing-masing item yang menyusun TRIM-18 adalah valid atau benar-benar mengukur pemaafan.

(61)

benar-benar konsisten dalam menjalankan fungsi ukurnya. Responden yang sama apabila mengerjakan alat ukur ini pada waktu yang berbeda akan memberikan hasil yang relatif sama (konsisten).

b. NEO-PI-R

NEO-PI-R yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang telah diadaptasikan ke bahasa Indonesia. Pada uji validitas dan reliabilitas NEO-PI-R yang dilakukan oleh Halim, et al dalam Husnaini (2013, h.43) dengan menggunakan 341 orang mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya dan 106 orang penderita kanker payudara dan uji validitas yang dilakukan menggunakan uji congruence diperoleh koefisien congruence

antara 0,91-0,96 untuk masing-masing domain. Sedangkan untuk uji reliabilitas dengan menggunakan uji alpha cronbach diperoleh koefisien alpha cronbach antara 0,75-0,90 untuk masing-masing domain.

Winarti (2015) melakukan uji validitas konstruk NEO-PI-R versi bahasa Indonesia dengan menggunakan 215 orang Kpopers yang berusia 16-22 tahun dan telah membeli tiket konsep Kpop sebanyak 3-6 kali. Uji Validitas menggunakan analisis

(62)

openness to experience, agreeableness, dan

conscientiouness). Selain itu, dari lima subskala dalam NEO-PI-R yang diuji validitas konstruknya mencapai model fit hanya memerlukan modifikasi singkat, walaupun ada satu subskala yang memiliki empat item yang tidak signifikan ketika diuji.

Hutapea (2011) melakukan uji validitas dan reliabilitas pada NEO-PI-R dengan menggunakan 50 orang mahasiswa PTS di Jakarta Pusat. Uji validitas menggunakan korelasi product moment Pearson dan uji reliabilitas menggunakan konsistensi internal alpha cronbach. Hasil uji validitas adalah NEO-PI-R memiliki koefisien korelasi antara 0,306-0,738 (p<0,05), sedangkan alpha cronbach sebesar 0,7503. Dengan demikian hasil ini mengungkapkan bahwa NEO-PI-R memiliki validitas dan reliabilitas yang baik.

Berdasarkan beberapa hasil uji validitas dan reliabilitas NEO-PI-R versi bahasa Indonesia di atas, tampak bahwa alat ukur tersebut memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Dengan demikian alat ukur ini memiliki kualitas alat ukur yang memadai.

C.Pelaksanaan Penelitian

(63)

Pelaksanaan penelitian diawali dengan peneliti mengunjungi beberapa tempat lembaga pelayanan psikologis di kota Semarang, konselor, atau tokoh-tokoh agama (pendeta, ibu pendeta, dan pekerja gereja) untuk mendapatkan rekomendasi calon subjek. Dari pertemuan itu, peneliti mendapatkan rekomendasi calon subjek dan mendapatkan sedikit deskripsi dari mereka untuk memastikan calon subjek yang direkomendasikan sudah sesuai dengan karakteristik penelitian.

Selanjutnya peneliti mengunjungi calon responden dan memberikan penjelasan mengenai tujuan peneliti. Peneliti juga memberikan deskripsi singkat tentang penelitian, serta melakukan report. Ketika calon subjek bersedia untuk menjadi subjek penelitian maka diminta untuk mengisi informed consent. Selanjutnya diberikan TRIM-18 dan setelah selesai diminta untuk mengerjakan NEO-PI-R. Waktu pengerjaan subjek penelitian sekitar 30-60 menit. Selesai mengerjakan alat ukur, subjek penelitian diminta untuk memeriksa kembali supaya tidak ada yang terlewati.

Subjek penelitian diperoleh dari beberapa tempat, yaitu daerah sekitar Ngaliyan, daerah Kesatrian, daerah Tembalang dan daerah Pudak Payung. Subjek penelitian selain diperoleh dari rekomendasi lembaga pelayanan psikologis, konselor, dan tokoh agama, juga diperoleh dari rekomendasi subjek penelitian. Total dari subjek penelitian yang diperoleh sebanyak 30 orang.

(64)
(65)

53 A.Hasil Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Dasar pengambilan keputusan, nilai p>0,05 dinyatakan sebaran data normal sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Hasil uji normalitas sebagai berikut:

a. Variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki nilai Z KS = 0,080 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan berdistribusi normal. b. Variabel neuroticism memiliki nilai Z KS = 0,106 atau nilai p =

0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel

neuroticism berdistribusi normal.

c. Variabel extraversion memiliki nilai Z KS = 0,121 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel

extraversion berdistribusi normal.

d. Variabel openness to experience memiliki nilai Z KS = 0,089 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel

(66)

e. Variabel agreeableness memiliki nilai Z KS = 0,124 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel

agreeableness berdistribusi normal.

f. Variabel conscientiouness memiliki nilai Z KS = 0,106 atau nilai p = 0,200 (nilai p>0,05) yang berarti sebaran data dari variabel

conscientiouness berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil di atas, tampak bahwa masing-masing variabel penelitian memiliki distribusi normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi. (Lampiran 4).

2. Uji Linieritas

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah antara variabel independen dengan variabel dependen memiliki hubungan yang linier. Alat yang digunakan adalah uji F, dimana antara variabel independen dengan variabel dependen dinyatakan memiliki hubungan linier apabila memiliki nilai p<0,05. Hasil uji linieritas pada penelitian ini adalah:

a. Untuk varibel neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 51,918 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel

neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier.

(67)

c. extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier.

d. Untuk varibel openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 9,334 atau nilai p = 0,005 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel

openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier.

e. Untuk varibel agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 8,180 atau nilai p = 0,008 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel

agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier.

f. Untuk varibel conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai F = 15,596 atau nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) yang berarti antara variabel

conscientiouness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan memiliki hubungan yang linier.

(68)

B.Hasil Uji Hipotesis

1. Uji Hipotesis Mayor

Uji hipotesis mayor diperoleh nilai R12y = 0,874; nilai F hitung =

15,548 (nilai p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kepribadian big five dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Dengan demikian Hipotesis mayor diterima (Lampiran G-1)

2. Uji Hipotesis Minor

a. Hubungan antara Neuroticism dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan

Hasil uji korelasi antara variabel neuroticism dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = -0,806 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara neuroticism

dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi neuroticism maka semakin rendah pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor pertama yang menyatakan “ada hubungan negatif antara neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan”

diterima.

b. Hubungan antara Extraversion dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan

(69)

diperoleh nilai r = 0,690 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara extraversion

dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor kedua yang menyatakan “ada hubungan positif antara extraversiondengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan”

diterima.

c. Hubungan antara Openness to Experience dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan

Hasil uji korelasi antara variabel openness to experience dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,500 dan p = 0,002 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara

openness to experience dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi openness to experience maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor ketiga yang menyatakan “ada hubungan

(70)

d. Hubungan antara Agreeableness dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan

Hasil uji korelasi antara variabel agreeableness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,475 dan p = 0,004 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara agreeableness

dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi agreeableness maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Dengan demikian hipotesis minor keempat yang menyatakan “ada hubungan positif antara agreeableness dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan”

diterima.

e. Hubungan antara Conscientiouness dengan Pemaafan pada Istri yang Mengalami Problematika Perkawinan

Hasil uji korelasi antara variabel conscientiouness dengan variabel pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan diperoleh nilai r = 0,598 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara conscientiouness

(71)

pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan”

diterima. (Lampiran 5).

3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diketahui dengan rumus adjusted R2 x 100%. Pada penelitian ini nilai

adjusted R2 = 0,715, sehingga besarnya koefisien determinasi adalah 71,5%. Hal ini berarti bahwa neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness memberikan pengaruh terhadap pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan sebesar 71,5% dan 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti.

C.Pembahasan

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa hipotesis mayor diterima karena memiliki nilai R12y = 0,874; nilai F hitung = 15,548

(72)

Big five merupakan trait kepribadian yang digambarkan dalam lima dimensi dasar. Kelima dimensi itu adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiouness (McCrae & John, 1991, h.175). Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor pertama diterima karena memiliki nilai r = -0,806 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara

neuroticism dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi neuroticism maka semakin rendah pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya.

(73)

mengungkapkan bahwa neuroticism berhubungan negatif dengan pemaafan.

Penelitian ini mengungkapkan hipotesis minor kedua diterima karena memiliki r = 0,690 dan p = 0,000 (nilai p<0,01), yang berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara extraversion dengan pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan. Semakin tinggi extraversion maka semakin tinggi pemaafan pada istri yang mengalami problematika perkawinan, dan sebaliknya. Extraversion

dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, juga ramah terhadap orang lain. Extraversion yang tinggi digambarkan memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Costa & McCrae (1987, h.81-90) bahwa seseorang yang ekstravert cenderung ramah dan terbuka serta bersedia menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah pertemanan sehingga membuatnya mudah memaafkan karena kebutuhan untuk mempertahankan pertemanan dengan orang lain. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Arthasari (2010), Hafnidar (2013, h.167) dan Abid, dkk (2015, h.149) mengungkapkan bahwa extraversion berhubungan positif dengan pemaafan.

Gambar

Tabel 1 Perceraian di Indonesia Tahun 2009-2013 ..................
Tabel 1 Perceraian di Indonesia Tahun 2009-2013
Blue Print Tabel 2 TRIM-18
Blue PrintTabel 3  NEO-PI-R
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji T test menunjukkan bahwa pengaruh variabel inflasi, kurs, jumlah uang beredar dan kapitalisasi pasar secara parsial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap

kakekku yang selalu menyayangiku dan terus mendorongku untuk terus semangat berjuang dalam menuntut ilmu. Adikku Muhammad Bisrul Aziz Maulana dan semua saudara-sudaraku yang

It allows forest management enterprises to provide evidence that the wood they supply has been controlled to avoid wood that is illegally harvested, harvested in

responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar atas nama Bilwalidayni

Pada hari ini Selasa tanggal Dua Puluh Lima bulan September Tahun Dua Ribu Dua Belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Bina Marga

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkanhukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang

Teknik observasi yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang manajemen produk dan pengembangan produk usaha pakaian wanita dewasa pada Nazila collection dalam

Pada tahun 2017, Pusat Krisis Kesehatan telah melakukan assesment di 34 Kabupaten/Kota rawan bencana yang menjadi target