• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logo PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk

6.3. Hubungan antara masa kerja dengan kecelakaan kerja

Masa kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya masa kerja dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan

lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan ( Suma’mur 1989).

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan adanya hubungan signifikan antara variabel masa kerja dengan kecelakaan kerja di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kadarwati di PT. Luxindo Nusantara Semarang tahun 2006 terdapat hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Dari uji statistik diketahui nilai OR= 4,886, artinya pekerja yang memiliki masa kerja < 10 tahun memiliki risiko 4,886 kali lebih besar mengalami kecelakaan kerja dari pekerja yang memiliki masa kerja > 10 tahun. Menurut M.A Tulus dalam Aditya (2007) masa kerja dapat memberikan pengaruh yang baik karena semakin lama pekerja bekerja disuatu tempat tertentu maka semakin berpengalaman dalam menjalankan pekerjaannya.

Oleh karena itu, sebaiknya pihak perusahaan mengadakan pelatihan kepada pekerja yang masanya kerjanya belum lama untuk menambah pengetahuan agar terhindar dari kecelakaan kerja. Kemudian untuk melihat seberapa besar pelatihan itu mempengaruhi

Selain itu cara lain yang dapat dilakukan perusahaan adalah penggairahan kembali dengan mengadakan penyuluhan atau pendekatan lain seperti safety campaign yaitu pemberian pesan keselamatan setiap hari untuk mengingatkan lagi kepada pekerja agar melaksanakan kerja yang aman dan menimbulkan kembali sikap kepedulian terhadap keselamatan kerja.

6.4. Hubungan antara shift kerja dengan kecelakaan kerja

Pergeseran waktu kerja pagi, siang, dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan kerja (Benny dan Achmadi, 1991). Terdapat dua masalah utama pada pekerja yang bekerja secara bergiliran, yaitu ketidak mampuan pekerja untuk beradaptasi dengan sistem shift dan ketidak mampuan pekerja untuk beradaptasi dengan kerja pada malam hari dan tidur pada siang hari (Andrauler P. dalam Arifin, 2004).

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan adanya hubungan signifikan antara variabel shift kerja dengan kecelakaan kerja di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jawawi pada pekerja bagian produksi di PT. HOK TONG Pontianak tahun 2008 terdapat hubungan antara shift kerja dengan kejadian kecelakaan kerja. Dari uji statistik diketahui nilai OR= 5,952 artinya pekerja yang bekerja pada shift 3 memiliki risiko 5,952 kali lebih besar mengalami kecelakaan kerja dari pekerja yang bekerja padashift 1 dan 2. Sesuai survey yang dilakukan Smith et. Al dalam Jawawi (2008) bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja, hal ini terjadi karena shift malam mengakibatkan efek fisiologis dan efek psikososial yang menyebabkan

Menurut data kecelakaan yang diperoleh di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dari 24 kasus kecelakaan ,15 kasus diantaranya terjadi pada shift 3 dan rata-rata masa kerjanya masih baru. Hal ini kemungkinan karena pekerja belum bisa beradaptasi untuk melakukan pekerjaan di malam hari, biasanya orang menggunakan waktu malam hari untuk tidur dan beristirahat tapi itu harus digunakan untuk bekerja ketika pekerja harus bekerja pada shift malam. Selain itu, terjadinya kecelakaan kerja pada shift 3 dimungkinkan karena masa kerjanya yang baru sehingga yang belum terbiasa dengan sistem kerja shift.

Dari hasil pengamatan lapangan proses produksi dilakukan secara terus-menerus selama 24 jam, dengan menerapkan pola shift yang terdiri dari shift A (malam) bekerja dari jam 23,00 WIB – 7.00 WIB, shift B (sore) bekerja dari jam 15.00 WIB – 23.00 WIB dan

shift C (pagi) bekerja dari jam 7.00 WIB – 15.00 WIB dengan rotasi 2–2–3, tujuh hari kerja dua hari libur setiap akhir shift , setiap shift kerja tidak diberikan waktu istirahat secara resmi, namun diberi waktu untuk makan minum dan sholat secara bergantian yang termasuk dalam jam kerja. Oleh karena itu untuk mengurangi kecelakaan pada shift kerja yaitu dengan mengatur jam kerja dengan baik serta mengatur waktu istirahat bagi pekerja.

Selain itu perusahaan juga sebaiknya melakukan safety talk sebelum pekerjaan di mulai, sesuai dengan SMK3 yang diterapkan di PT. Indocement Safety talk merupakan upaya pencegahan kecelakaan dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah K3 melalui pembicaraan singkat antara karyawan dengan pengawas, sebelum pekerjaan dimulai untuk mengingatkan lagi kepada pekerja tentang pelaksanaan kerja yang aman, karena selama ini ketika pergantian shift pekerja langsung saja bekerja tanpa adanya pengarahan.

sebelumnya sangat diperlukan agar pekerja yang bekerja di shif selanjutnya bisa mengetahui dan mewaspadai masalah tersebut, sehingga tidak terjadi miss-comunication yang dapat menyebabkan kecelakaan

6.5. Hubungan antara kebisingan dengan kecelakaan kerja

Kebisingan merupakan suara-suara yang tidak diinginkan manusia. Kebisingan ditempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena kebisingan dapat menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan, hal ini dapat berakibat terjadinya kecelakaan akibat kerja disamping itu kebisingan juga dapat menyebabkan hilangnya pendengaran sementara atau menetap (Suma’mur, 1996)

Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel kebisingan dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Romy tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian produksi di PT. Guanusa Utama Fabricans Grenyang tahun 2006 bahwa terdapat hubungan antara kebisingan dengan kejadian kecelakaan kerja. Dari uji statistik diketahui nilai OR= 1,000, artinya kebisingan bukan merupakan faktor risiko terjadinya kecelakaan kerja.

Data pengukuran kebisingan yang didapat dari perusahaan tidak sesuai dengan waktu kejadian kecelakaan dan data tersebut merupakan data kebisingan pada lingkungan bukan

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait