• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Bangunan, Tanah, Gaya Gempa dan Angin

Dalam dokumen 235899897 Menyongsong Era Bangunan Tingg (Halaman 43-48)

8. Bangunan Gedung terhadap Gempa dan Angin

8.4. Hubungan Bangunan, Tanah, Gaya Gempa dan Angin

Perilaku bangunan ketika gempa adalah permasalahan dinamik (getaran). Gerakan gempa di tanah tidak menyebabkan kerusakan seperti impak atau tumbukan, atau tekan seperti angin. Tetapi percepatan tanah menimbulkan gaya inersia dari massa bangunan. Penambahan massa bangunan menimbulkan dua hal, pertama adalah tambahan gaya inersia, kedua menimbulkan efek P-, sehingga terjadi tambahan momen akibat adanya deformasi lateral yang relatif besar. Distribusi deformasi dinamik akibat gerakan tanah saat gempa dan lama gerakannya merupakan hal penting dalam perencanaan terhadap gempa. Meskipun durasi gempa kuat adalah penting, tetapi tidak tersirat langsung dalam code yang ada (Taranath 2005).

Secara umum, respon bangunan tinggi terhadap gempa berbeda dibanding bangun- an rendah. Besarnya gaya inersia selama gerakan gempa di tanah tergantung dari : [1] massa bangunan; [2] akselerasi tanah; [3] kondisi tanah pondasi di bawah bangunan dan [3] karakteristik dinamik bangunan itu sendiri (lihat Gambar 31) .

Gambar 31. Gambaran skematik gaya gempa(Taranath 2010)

Jika bangunan dan tanah pondasi sangat kaku, bangunan mengalami akselerasi (a) sama dengan tanahnya, maka gaya inersia F, sesuai hukum Newton (F = m.a), dengan m, massa bangunan. Untuk struktur yang mengalami deformasi relatif kecil, deformasi cenderung mengurangi besarnya gaya inersia yang timbul (F < m .a). Bangunan tinggi relatif lebih fleksibel dibanding bangunan rendah sehingga akan menerima akselerasi yang lebih kecil. Tetapi bangunan fleksibel yang menerima gerakan percepatan tanah dalam waktu yang lama dapat menghasilkan gaya inersia lebih besar (F > m.a) jika periode getarnya berdekatan dengan gelombang tanah.

Jadi, besarnya gaya lateral gampa bangunan bukan sekedar fungsi dari akselerasi tanah saja, tetapi dipengaruhi olehrespons struktur itu sendiri danpondasi-nya. Hubungan perilaku bangunan dan pergerakan tanah akibat gempa juga ditentukan olehperioda getar bangunan yang dirumuskan denganrespons spektrum.

Sebelum membahas respons spektrum, ada baiknya dibahas dahulu periode getar bangunan (T). Dari rumus analisa dinamik diketahui parameter yang berpengaruh adalahmassa(m) dankekakuan(k) bangunan, sebagai berikut : T2 m/k . Jadi bangunan rendah dimana massa relatif kecil dan k relatif besar maka waktu getarnyapendek, sedangkan bangunantinggiyang sebaliknya, akanpanjang. Respons spektrum adalah pengganti parameter percepatan (a) pada rumus Newton (F = m . a). Dengannya, pengaruh gempa pada bangunan yang tergantung juga oleh perilaku pondasi, jenis dan tipe bangunan dapat dihitung memakai grafik tunggal. Dari rekaman gerakan tanah yang ditinjau dengan beberapa prosentasi nilai dam- ping kritis, maka pada suatu grafik respons spektrum akan diketahui hal-hal yang berkaitan dengan respons gempanya, seperti akselerasi, kecepatan dan deformasi untuk berbagai cakupan (spektrum) perioda getar bangunan.

Gambar 32. Illustrasi bergambar suatu Respons-spektrum(Taranath 2005)

Jadi respon spektrum (Gambar 32 dan 33) dapat dilihat sebagai suatu grafik tunggal yang menunjukkan berbagai respon dinamik sederetan kantilever pendulum yang bervariasi linier perioda getarnya terhadap rekaman pergerakan gempa tertentu. Respon maksimumnya kemudian dicatat pada grafik respons spektrum tersebut.

Gambar 33. Konsep response spektrum(Taranath 2005)

Jika respons percepatan pada respon spektrum dapat menunjukkan besarnya gaya gempa pada bangunan, maka disimpulkan juga bahwa semakin tinggi bangunannya maka gaya gempa yang terjadi adalah relatif lebih kecil. Padahal di sisi lain, angin berbeda. Semakin tinggi, kecepatan angin juga bertambah (lihat Gambar 34).

Gambar 34. Profil kecepatan angin di berbagai daerah dan ketinggian(Taranath 2005)

Jadi bisa saja pada suatu kondisi ketinggian tertentu, gaya gempa yang bekerja pada suatu bangunan tinggi tidak menjadi dominan dibanding pengaruh anginnya.

8.4.2. Pengaruh angin pada bangunan tinggi.

Angin bisa menimbulkan masalah pada bangunan tinggi, meskipun tidak terlihat oleh orang di bawahnya, tetapi akan dirasakan penghuninya. Angin menyebabkan getaran, akan timbul bunyi-bunyian mengganggu, pintu / lampu gantung berayun- ayun, dan sebagainya. Jika bangunannya sendiri berayun, penghuni akan merasakan ilusi bahwa dunia luar bergerak, menciptakan gejala vertigo dan disorientasi. Jadi meskipun tak ada yang rusak, tetapi menyebabkan bangunan tidak nyaman dihuni. Untuk perencanaan terhadap angin, bangunan tidak dapat dianggap terpisah dari sekitarnya. Pengaruh bangunan di dekatnya dan konfigurasi lahan berpengaruh. 8.4.3. Perilaku dinamik angin pada bangunan tinggi

Aliran angin melewati suatu bangunan tinggi dapat disederhanakan sebagai bidang horizontal dan bervariasi besarnya terhadap tinggi (Gambar 34). Penyederhanaan aliran angin sebagai bidang diperlihatkan pada Gambar 35 berikut.

Gambar 35. Aliran angin pada bidang horizontal(Taranath 2005)

Saat aliran angin menerjang halangan, alirannya terbelah dan bergerak menyamping sembari berpusar disebutspiral vortices(Gambar 36), yang menekan bidang tegak lurus arah angin utama. Pada kecepatan sedang,spiral vortices terjadi bersamaan di dua arahnya sehingga terjadi keseimbangan. Tetapi ketika kecepatan bertambah, juga karena sifat anginturbulen (tidak linier) maka kejadiannya secara bergantian, terjadi getaran arah tegak lurus arah angin, yang disebut fenomenavortex-shedding.

Jadi akibat angin besar pada bangunan tinggi, akan terjadi deformasi searah angin utama sekaligus deformasi arah tegak lurusnya secara berganti-ganti (vortex- shedding). Pada kecepatan angin yang menyebabkan frekuensivortex-shedding kira- kira sama dengan frekuensi alami bangunan, akan terjadi resonansi. Pada kondisi seperti itu perubahan kecepatan angin yang berubah relatif sedikit, tidak mengubah keadaan, resonansi masih terjadi, seakan-akan keadaan menjadi terkunci. Jadi kondisi vortex-shedding dikendalikan frekuensi alami. Baru setelah ada perubahan kecepatan angin yang signifikan maka proses penguncian berhenti, dan kembali frekuensi shedding dikendalikan oleh kecepatan angin. Untuk kecepatan angin baik bawah atau di atas kisaran tersebut,vortex-shedingtidak akan kritis.

Besarnya frekuensi vortex-sheeding untuk menghindari resonansi, dihitung sbb:

D S V

f   ... (2) dimana

f = frekuensi vortex shedding dalam hertz

V = kecepatan rata-rata angin pada atap bangunan

S = konstanta Strouhal yang tergantung dari bentuk bangunan D = diameter bangunan

Vortex-shedding terjadi pada banyak bentuk bangunan. Nilai S untuk bentuk yang berbeda dapat ditentukan dengan uji terowongan angin dengan mengukur frekuensi shedding pada berbagai kecepatan angin. Cukup sulit mengetahui nilai S yang akurat karena adanya fenomena penguncian tadi, yang kira-kira sekitar 10% nilai frekuensi bangunan yang tepat.

Aksi tekanan angin tidak tergantung pada lamanya angin mencapai maksimum dan kembali nol lagi saja, tetapi juga tergantung dari periode alami bangunan itu sendiri. Jika waktu yang diperlukan untuk maksimum dan nol, lebih pendek dari waktu getar alami bangunan, maka perilakunya dinamik. Jika waktu angin mencapai intensitas maksimum dan nol lagi lebih lama dari periode alami bangunan, maka sifatnya statik. Sebagai contoh, hembusan angin yang mencapai kondisi terbesar dan kembali kosong dalam dua detik menjadi beban dinamik untuk bangunan tinggi yang mempunyai periode alami kira-kira 5 - 10 detik, tetapi untuk hembusan yang sama, yaitu 2 detik adalah beban statik untuk bangunan rendah yang mempunyai perioda alami kurang dari 2 detik.

Akibat perilaku angin pada bangunan tinggi yang kompleks, sepertivortex-shedding dan perilaku dinamis, maka uji terowongan angin menjadi sesuatu yang penting.

8.5. Perilaku Khusus Sistem Struktur Tahan Gempa

Dalam dokumen 235899897 Menyongsong Era Bangunan Tingg (Halaman 43-48)

Dokumen terkait