• Tidak ada hasil yang ditemukan

235899897 Menyongsong Era Bangunan Tingg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "235899897 Menyongsong Era Bangunan Tingg"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Menyongsong Era Bangunan Tinggi dan Bentang Panjang

Bagian I : Tinggi, Super-tinggi dan Mega-tinggi

Wiryanto Dewobroto

Universitas Pelita Harapan

wiryanto.dewobroto@uph.edu

Abstrak

Pelaksanaan gedung tinggi tidak sekedar masalah menambah jumlah lantai saja. Itu terkait erat dengan kemajuan ilmu dan teknologi untuk material, komputer simulasi (gempa, angin maupun tahapan konstruksi), uji terowongan angin, sistem perancah, pompa beton kapasitas tinggi dan lainnya. Dapat dikatakan, mempelajari progress kemajuan gedung tinggi, ibarat mengenal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Saat ini gedung tinggi tidak sekedar super-tinggi, dengan selesainya Burj-Khalifa Tower (828 m, 2010) di Dubai, maka era gedung mega-tinggi sudah dimulai. Apakah itu relevan dipelajari. Jangan salah sangka, meskipun penduduk Indonesia mayoritas masih asing dengan gedung-gedung tinggi (kecuali di Jakarta), ternyata CTBUH (2012) mencantumkan nama Indonesia atas adanya rencana pembangunan gedung mega-tinggi (> 600 m) di Jakarta. Fakta tak terduga, oleh karena itu tidak salah kiranya jika para praktisi dan akademisi bidang rekayasa teknik sipil perlu mempersiapkan diri. Itulah salah satu maksud ditulisnya makalah ini, yang berisi pengenalan lebih dekat, melalui pendekatan yang komprehensif tetapi memotivasi, berdasarkan falsafah ilmu struktur untuk memahami kemajuan rekayasa teknik sipil pada gedung-gedunghigh-rise,super-tallmaupun yang trend saat ini :mega-tall.

(2)

Menyongsong Era Bangunan Tinggi dan Bentang Panjang

Bagian I : Tinggi, Super-tinggi dan Mega-tinggi

Wiryanto Dewobroto

Universitas Pelita Harapan

wiryanto.dewobroto@uph.edu

D A F T A R

I S I

1. Konstruksi dan Peradaban ...4

2. Peradaban dan Kemampuan Rekayasa ... 5

3. Pentingnya Kemampuan Komunikasi pada Kompetensi Rekayasa ... 6

4. Keuntungan Menguasai Kompetensi Rekayasa Secara Mandiri ... 9

5. Bangunan, Ahli Bangunan dan Insinyur... 10

6. Bagaimana Menjadi Insinyur dan Tidak Sekedar Ahli Bangunan ... 13

7. Karakter Bangunan Tinggi dan Bangunan Bentang Panjang ... 15

8. Bangunan Gedung terhadap Gempa dan Angin ... 17

8.1. Umum... 17

8.2. Karakteristik Penting Bangunan terhadap Gempa dan Angin... 18

8.3. Sistem Struktur Penahan Lateral... 19

8.3.1. Sistem struktur dan jumlah lantai... 19

8.3.2. Gedung tinggi dan analogi kolom kantilever ... 22

8.3.3. Sistemrigid frame... 23

8.3.4. Sistembraced-frame... 24

8.3.5. Sistem ganda, kombinasibraced / wall denganframe... 26

8.3.6. Sistemcoupled shear wall... 31

8.3.7. Sistem denganoutrigger danbelt-truss... 34

8.3.8. Sistemframed-tube... 37

8.3.9. Sistemtrussed-tube... 40

8.3.10. Sistembundled-tube. ... 41

8.4. Hubungan Bangunan, Tanah, Gaya Gempa dan Angin... 43

8.4.1. Perilaku dinamik gempa pada bangunan tinggi ... 43

8.4.2. Pengaruh angin pada bangunan tinggi... 46

8.4.3. Perilaku dinamik angin pada bangunan tinggi... 46

8.5. Perilaku Khusus Sistem Struktur Tahan Gempa ... 48

8.5.1. Sistem struktur dengan dissipasi enerji... 48

8.5.2. Sistem portal daktail :Special Moment Frames (SMF) ... 49

8.5.3. Sistem rangka diagonal khusus (SCBF)... 51

8.5.4. Sistem dinding-geser (shear-wall) ... 53

8.5.5. Sistem rangka diagonal eksentris (EBF)... 54

8.5.6. Special Truss Moment Frames (STMF) ... 55

8.5.7. Buckling-Restrained Braced Frames (BRBF)... 56

8.5.8. Special Plate Shear Walls (SPSW) ... 56

(3)

9. Bangunan Tinggi (Tall Building) ... 60

9.1. Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH)... 60

9.2. Apa itu Gedung Tinggi ?... 60

9.3. Bagaimana Gedung Tinggi Diukur ?... 62

9.4. Perbedaan Gedung dan Menara Telekomunikasi (Observasi)... 63

9.5. Sistem Struktur Bangunan Tinggi berdasarkan Jenis Material... 64

10. Struktur Komposit dan Struktur Campuran ... 65

10.1. Umum ... 65

10.2. Struktur komposit... 65

10.3. Struktur campuran ... 73

11. Era Gedung Mega-Tinggi (> 2020)... 74

12. Sekelumit Fakta dibalik Gedung Tertinggi Dunia 2012... 76

12.1. Gedung Beton Tertinggi Saat Ini ... 76

12.2. Angin dan Bentuk Bangunan... 82

12.3. Sosok Insinyur Perencana Burj Khalifa... 84

13. Partisipasi Indonesia dalam Era Mega-Tinggi... 87

14. Kesimpulan dan Penutup... 88

15. Ucapan Terima Kasih... 89

16. Daftar Pustaka ... 89

(4)

Menyongsong Era Bangunan Tinggi dan Bentang Panjang

1

Bagian I : Tinggi, Super-tinggi dan Mega-tinggi

Wiryanto Dewobroto

Universitas Pelita Harapan

wiryanto.dewobroto@uph.edu

1. KONSTRUKSI DAN PERADABAN

Tidak disangkal lagi, adanya kebanggaan dan kepercayaan diri akan kemajuan negara atau bangsa, perlu bukti fisik dengan adanya bangunan besar dan megah. Hal ini sudah terjadi sejak awal mula peradaban. Ingatlah legenda Menara Babel yang tertulis di kitab Kejadian, karya tulis manusia tertua yang masih terpelihara sampai sekarang. Juga adanya peninggalan bangunan kuno di tiap-tiap peradaban maju yang dianggap pernah ada, misal bangunan Piramid dari jaman Mesir kuno dan Maya (Meksiko kuno), ataupun Tembok Besar di China. Itu semua menjadi petunjuk, betapa tingginya tingkat kemajuan peradaban bangsa-bangsa tersebut.

Kebiasaan seperti di atas, ternyata masih berlanjut sampai sekarang. Negara-negara kaya baru, mereka juga tidak mau ketinggalan membuat bangunan besar dan megah, baik berupa gedung tinggi maupun jembatan bentang panjang. Contoh nyata, negara Uni Emirat Arab, yang dahulu hanya dikenal akan padang pasirnya, onta dan buah kormanya. Saat ini, karena hasil minyak telah menjadikannya negara maju (kaya), mereka membuat gedung pencakar langit tertinggi di Dubai, Burj Khalifa (828 m), yang baru saja diresmikan pada bulan Januari tahun 2010 lalu. Gedung itu sengaja dibangun lebih tinggi dari pencakar langit tertinggi di Taiwan, Taipei-101 (509 m), yang ketika diresmikannya (2004) adalah gedung tertinggi di dunia mengalahkan Menara Petronas (452 m) di Kuala Lumpur, Malaysia. Jadi ketika gedung Taipei-101 di Taiwan dilampaui tingginya oleh gedung Burj Khalifa di Dubai, maka otomatis gedung tersebut menjadi gedung bertingkat tertinggi di dunia saat ini.

Suatu negara berupaya membangun sesuatu yang tertinggi atau semacamnya, agar meningkat reputasinya, dianggap terkemuka. Jadi saat gedung Burj Khalifa, di Dubai, menjadi gedung pencakar langit tertinggi dunia, maka bangsa lain harus mengakui bahwa penguasa Dubai memang terkemuka, maju dan kaya. Kemajuan negara atau kekayaan peradaban dapat diukur dari bangunan besar dan megah di wilayahnya.

1 Kuliah umumCivil Engineering’s Days 2012, R. Audiovisual, Kampus Thomas Aquinas,

(5)

2. PERADABAN DAN KEMAMPUAN REKAYASA

Adanya hubungan kemajuan peradaban bangsa dan keberadaan bangunan megah, kita juga bisa berbangga diri. Indonesia mempunyai bangunan megah juga, seperti candi Borobudur dan candi Prambanan. Meskipun itu sudah kuno, tetapi adalah fakta bahwa bangsa kita dahulu telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi (kaya).

Tetapi sayang, fakta adanya bangunan megah bukanlah petunjuk bahwa bangsa di wilayah tersebut telah mempunyai kompetensi mendirikan bangunan atau rekayasa konstruksi yang maju. Sepintas ini tentu bertentangan dengan keyakinan umum, yang seakan-akan secara otomatis menganggap bahwa bangunan megah yang ada di suatu wilayah adalah hasil kemampuan membangun dari bangsa di wilayah itu sendiri. Keberadaan bangunan megah di suatu wilayah dan kemajuan kompetensi rekayasa dari penduduknya, kadang kala tidak ada hubungannya sama sekali.

Untuk mendapatkan pengertian bahwa peradaban tinggi (kaya) tidak selalu terkait dengan kompetensi bangsa akan bidang rekayasa konstruksinya, maka ada baiknya belajar dari informasi yang terkait dengan pembangunan gedung tertinggi yang baru saja dibahas. Informasi yang diulas adalah yang berkaitan dengan kepemilikan, asal negara pembuatan rencana (desain) dan pelaksanaan pembangunannya. Kesemua informasi tersebut akan disajikan dalam bentuk tabulasi (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Gedung-gedung tertinggi dunia, pemilik dan pelaksananya(Sumber Wikipedia)

No. Nama gedung (tinggi)

1 Burj Kalifa (828 m)Dubai, Uni Emirat Arab Emaar Properties(Uni Emirat Arab) Skidmore, Owings andMerrill (USA) Samsung (Korea)

2 Taipei 101 (509 m)Taipei, Taiwan Taipei Financial CenterCorp. (Taiwan) Thornton Tomasetti(USA) KTRT Joint Venture(Jepang)

3 Menara Petronas (452)Kuala Lumpur, Malaysia KLCC Holdings SdnBhd (Malaysia) Thornton Tomasetti(USA) Hazama (Jepang)Samsung (Korea)

(6)

3. PENTINGNYA KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA KOMPETENSI REKAYASA

Kemampuan bangsa manusia mendirikan bangunan besar, megah tidak diragukan lagi. Ketika ada sekelompok manusia, atau suatu bangsa meragukan bahwa sesuatu tidak akan bisa dibangun atau didirikan, ternyata di sudut dunia lain, ada manusia atau bangsa yang berhasil membuktikan bahwa itu bisa didirikan.

Dengan demikian untuk bangsa yang tadinya ada keraguan tersebut, tetapi masih berkeinginan kuat mendirikan sesuatu yang akan dibangun dan punya modal cukup, maka solusinya penyelesaiannya adalah cukup sederhana, yaitu komunikasi.

Adanya kemampuan komunikasi yang baik memungkinkan terjadinyasharing antar manusia secara menguntungkan. Seperti diketahui bersama, kemampuan manusia sangat beragam, sangat jarang yang menguasai segala-galanya. Di satu sisi ada yang punya materi berlebih tapi tanpa keahlian yang diperlukan, sedangkan di sisi lain punya keahliannya tapi juga membutuhkan materi. Komunikasi menghasilkan titik temu. Salah satu unsur penting dalam komunikasi adalah kemampuan berbahasa.

Hubungan antara kemampuan berbahasa dan membangun, ternyata sangat lekat. Bahkan jika salah satu dari itu tidak ada, bangunan tidak akan dapat berdiri.

Bagi masyarakat yang terbiasa mengenal pembagian IPA (eksakta) dan IPS (sosial) akibat sistem pendidikan di sekolah-sekolah, tentu merasa bahwa pernyataan di atas sangat berlebihan. Bagaimana tidak, kemampuan membangun atau rekayasa adalah eksak, sedangkan kemampuan berbahasa, non-eksak. Selama ini kesannya adalah dua bidang keahlian terpisah, berdiri sendiri. Jadi mengapa membangun perlu kemampuan berbahasa. Argumentasi yang dirasakan wajar bagi kita semua, yang merasa wajar juga dengan pembagian kelas IPA dan IPS. Betul khan.

Untuk menghindaristagnasi, baca dahulu alasan mengapa Menara Babel yang ada pada kitab Kejadian, tidak berhasil dibangun :

Adapun seluruh bumi,satu bahasanya dan satu logatnya. . . .

Juga kata mereka: ”Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengansebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi.” .

(7)

Demikianlah mereka diserakkan Tuhan dari situ ke seluruh bumi, danmereka berhenti mendirikan kota itu.

Kejadian[11:1, 4-8]

Ternyata risalah berumur ribuan tahun telah mengungkapkan secara tepat, betapa pentingnya kemampuan berbahasa (berkomunikasi) bagi kesuksesan kerja rekaya-sawan dalam pembangunan sebuah menara. Kebenaran isi risalah tersebut tentunya tidak perlu diragukan lagi, bahkan diyakini masih sangat relevan sampai saat ini.

Bagi calon sarjana teknik sipil, yang akan bekerja pada bidang rekayasa menghadapi era pembangunan gedung tinggi dan jembatan bentang panjang, maka jangan lupa mempersiapkan diri, berlatih meningkatkan kemampuannya dalam berkomunikasi, baik lesan maupun tertulis. Jangan terjebak berkutat saja pada pengetahuan atau ketrampilan harafiah dalam hitung berhitung. Meskipun itu penting, tapi yang lebih penting adalah dari hitungan yang dibuat, apa yang dapat diungkapkan. Jangan lupa, pada dasarnya manipulasi angka-angka yang terdapat pada hitungan, yang disebut matematika, sebenarnya mempunyai fungsi sama seperti fungsi bahasa yang kita kenal sehari-harinya (Suriasumantri 2006), yaitu mengkomunikasikan penalaran, memformulasikan fenomena-fenomena alam, dan mengungkapkan suatu kepastian.

Pada konteks komunikasi tersebut, jika dapat digunakan media tertulis akan sangat luar biasa dampaknya. Bahkan ada orang yang berani menyatakan bahwa kemajuan peradaban dan budaya suatu bangsa sangat tergantung dari produk tertulis yang dihasilkannya. Itu bisa dibenarkan, karena tulisan apapun bentuknya merupakan suatu ungkapan pikiran yang ingin disampaikan ke orang lain. Adanya tulisan, maka pikiran-pikiran orang yang banyakpun dapat dirangkumkan menjadi satu kesatuan sehingga dapat disimpan, dan dibaca di lain waktu. Dari tulisan pula maka pikiran seseorang dapat diketahui oleh orang banyak, dipahami dan bisa saja dilaksanakan sekaligus secara bersama, bahkan pada tempat berbeda sesuai keinginan penulis. Dari situlah pikiran menyebar. Bisa baik dan buruk. Pada konteks rekayasa maka dari tulisan itu pulalah, maka seseorang dapat belajar bagaimana suatu bangunan dapat dibangun. Tentu saja untuk itu, tulisan yang dimaksud harus ditulis oleh orang ahli bangunan yang dimaksud, jika tidak, maka tentu tidak akan bermakna.

(8)

benar bangsa ini telah membangun jembatan terpanjang di Indonesia yang meng-hubungkan pulau Jawa dan Madura (jembatan Suramadu). Apakah itu berarti secara otomatis para profesional jembatan di Indonesia telah mengambil manfaat. Tanpa ada pengalaman selama keterlibatan pada proyek besar tersebut yang ditulis, dan dipublikasikan secara luas, maka informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan untuk pembangunan tersebut, juga tidak diketahui oleh bangsa ini. Kecuali oleh segelintir orang yang terlibat langsung pada proyek tersebut. Jika itu terjadi, maka kemampuan (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang dikuasi tidak akan dapat melewati generasi berikutnya, kalaupun bisa itupun sangat inklusif, hanya orang-orang tertentu. Berarti tidak ada perkembangannya yang luas.

Melihat itu semua, tentunya dapat dipahami bahwa kemampuan menulis secara baik adalah sama pentingnya dengan penguasaan ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Adanya kemampuan menulis memungkinkan terjadinya penyebaran ilmu, sekaligus pematangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Maklum, untuk dapat ditulis secara baik, ilmu pengetahuan yang dipahami penulisnya, perlu ditata dan dikelola secara tepat, logis, maupun kronologi sehingga dapat dipahami orang lain secara mudah. Jika ilmu yang dituliskan itu dibaca orang lain yang kompentensi sama atau lebih tinggi, maka tentunya dapat dievaluasi dan diberikan komentar yang membangun. Jika itu yang terjadi, maka penulis ilmu tersebut akan mendapat masukan untuk perbaikan dan akhirnya mendapatkan keyakinan diri bahwa ilmu yang dipunyainya, memang benar adanya. Itulah alasan mengapa ilmuwan kelas dunia, dievaluasi dari produk tulis yang dipublikasikan di jurnal-jurnal yang bereputasi.

(9)

Seorang mendapatkan gelar Profesor karena telah dianggap dapat menjadi gurunya guru. Oleh karena itu sering disebut juga sebagai mahaguru atau gurubesar. Salah satu tanggung jawab Profesor yang diamanahkan oleh undang-undang pendidikan adalah penyebar luasan gagasan atau pikiran melalui karya tulis ilmiah. Jadi sangat aneh sekali, ketika ada permintaan agar para calon sarjana untuk mulai membuat karya tulis ilmiah yang dimuat di jurnal, mengapa ada Profesor yang tidak setuju.

Dampak dari adanya penolakan-penolakan itu, maka kewajiban menulis di jurnal ilmiah menjadi terkatung-katung. Sayang sekali sebenarnya, tapi anehnya banyak yang merasa lega. Maklum, para sarjana kita pada umumnya sudah puas dengan kemampuan tukang asalkan mendapatkan gaji besar, dianggapnya kemampuan tulis menulis adalah ketrampilan administratif saja. Sekali lagi sangat disayangkan.

4. KEUNTUNGAN MENGUASAI KOMPETENSI REKAYASA SECARA MANDIRI

Suatu bangsa yang mempunyai kompetensi tinggi di bidang rekayasa konstruksi, jelas mengindikasikan bangsa maju. Mereka akan mampu mendirikan bangunan-bangunan konstruksi yang besar atau megah sendirian, tanpa bantuan bangsa lain, sehingga kekayaan yang dipakainya akan kembali lagi kepada bangsa tersebut. Itu berarti kekayaan bangsa secara umum tidak berkurang, bahkan bisa semakin kaya karena mendapat tambahan adanya bangunan baru di wilayahnya.

Bahkan jika kompetensinya itu begitu istimewa, dibandingkan yang ada di bangsa lain, maka dimungkinkan juga untuk dibagikan, membantu bangsa lain. Jika terjadi maka itu berarti dapat menambah devisa bagi bangsa itu sendiri. Bertambah kaya, meskipun mungkin sumber daya alam yang dimiliki bangsa tersebut terbatas.

Itulah yang terjadi pada negara kaya karena kepintaran manusianya, mereka akan semakin bertambah kaya, sedangkan negara kaya karena mengandalkan sumber alamnya yang dieksploatasi, maka lama-lama akan habis juga.

Bagaimanakah kondisi di negara kita, Indonesia. Sudahkan menguasai kompetensi rekayasa secara mandiri. Ini tidak sederhana menjawabnya, jika disebut sudah tapi mengapa sampai terjadi keruntuhan jembatan seperti di Kutai Kartanagara tempo hari. Juga saat pembangunan jembatan Suramadu, jembatan terpanjang Indonesia, mengapa masih diperlukan kerja sama dengan pihak asing (China).

(10)

5. BANGUNAN, AHLI BANGUNAN DAN INSINYUR

Masyarakat awam di pedesaan (juga sebagian di kota) jika membangun rumahnya, maka mereka akan mencari tukang berpengalaman. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka, mencari sarjana teknik sipil lulusan perguruan tinggi terkenal. Jadi tukang berpengalaman itulah yang dianggapnya sebagai ahli bangunan terbaik, yang dapat membangun rumah yang kuat dan baik untuk menjadi tempat tinggalnya.

Itu tidak mengherankan. Bayangkan saja, bahkan tanpa tukang berpengalamanpun tapi jika didasari suatu motivasi kuat dan keberanian serta rasa kebersamaan yang tinggi, dapat saja dibuat suatu bangunan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Untuk itu, perhatikan Gambar 1, suatu jembatan sederhana berhasil dibangun untuk menyeberangi sungai yang lebar, foto diambil di Vietcong, Vietnam.

Gambar 1. Jembatan tradisionil bambu sederhana di Vietcong

Manusia dengan akal budi dan kemampuannya bernalar, ketika berinteraksi dengan alam sekitarnya, akhirnya dapat memperbandingkan satu hal dengan hal lainnya, untuk akhirnya dipilih mana yang lebih baik dari yang lain. Ini disebut juganaluri. Selanjutnya dengan konsep trial-and-error, dapatlah dibuat bangunan sederhana seperti di atas, memenuhi apa yang diperlukannya. Manusia pada dasarnya bisa menjadi ahli bangunan untuk kepentingannya sendiri. Baca juga nats berikut:

. . . Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.

Lukas [6:48]

(11)

Jadi, jika sampai diadakan pendidikan tinggi di bidang rekayasa teknik sipil. Apakah nanti lulusannya cukup menjadi seperti ahli bangunan di atas, yaitu menjadi ahli melalui prinsip "bisa karena biasa”. Biasa diartikan juga sebagai berpengalaman, jadi ahli yang dimaksud akan bisa melaksanakan sesuatu jika hal itu pernah dikerjakan sebelumnya. Cara berpikir seperti itulah yang mendasari konsep pendidikan yang dikenal sebagailink-and-match, belajar tentang hal-hal yang nanti banyak ditemui saat bekerja, yang umumnya berupa ketrampilan praktis. Jika seperti itu tidak heran jika nanti akan ada jargon promosi : ”siap meluluskan sarjana-sarjana siap pakai”.

Apakah seperti itu yang dimaksud dengan tujuan pendidikan sarjana teknik sipil ?

Konseplink-and-match itu sendiri, tentu saja tidak salah. Bukankah penerima kerja akan senang, jika ada pegawai baru dapat cepat beradaptasi dan berproduktivitas pada pekerjaan rutin yang ada. Apalagi memang, sebagian besar jenis pekerjaan konstruksi umumnya juga bersifat rutin. Kalaupun ada yang bersifat spesifik, dapat diambil alih sesaat oleh para seniornya.

Tetapi jika tujuan pendidikannya adalah semata-matalink-and-match saja, diajarkan yang praktis-praktis saja, maka dalam jangka panjang para sarjana tersebut pasti akan kewalahan menghadapi tuntutan masyarakat yang semakin maju (berubah). Konseplink-and-match tidak cukup untuk menghadapi jenis-jenis pekerjaan yang berubah-ubah, yang baru, yang belum ada sebelumnya. Karena jika demikian, ketika bertemu hal yang baru, maka yang bisa dikerjakan oleh ahli tersebut adalah ”coba

dulu”, yang berarti caratrial-and-error.

Cara trial-and-error untuk hal yang sederhana dan beresiko kecil, tentunya tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika diaplikasikan pada hal-hal yang kompleks, yang beresiko tinggi terhadap biaya maupun keselamatan jiwa manusianya, maka tentu tidak dapat diandalkan lagi. Untuk itu maka tidak bisa lagi, sarjana teknik sipil harus menguasai ilmu pengetahuan yang mendasari aplikasi praktis, juga teknologi yang mendukungnya. Dalam banyak hal, ilmu pengetahuan yang dimaksud kadangkala bersifat teoritis, tidak praktis jika diaplikasikan pada permasalahan sebenarnya, yang kompleks sifatnya. Tetapi itu penting diberikan pada calon sarjana teknik sipil sebagai sarana membentuk kerangka berpikir logis berkaitan dengan bidangnya.

(12)

Melalui konsep pendidikan sarjana teknik sipil tersebut, diharapkan akan lahir tidak sekedar ahli bangunan, tetapi insinyur-insinyur teknik sipil yang kompeten.

Jika ahli bangunan menekankan penyelesaian masalah mengandalkan pengalaman yang dimilikinya, baik itu berupa ketrampilan, atau ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Maka seorang insinyur teknik sipil diharapkan dapat bertindak lebih

smart lagi. Jika menghadapi permasalahan rutin, maka bisa saja memanfaatkan strategi yang digunakan ahli bangunan, jika memang terbukti itu lebih efisien. Jika tidak memungkinkan, maka seorang insinyur akan berani mencoba strategi baru yang dipilihnya berdasarkan ilmu dan pengetahuan yang dikuasainya. Bahkan untuk permasalahan yang belum ada ilmunya, dimungkinkan untuk menderifasi ilmu baru, termasuk menciptakan teknologi yang membantunya.

Konsep insinyur teknik sipil yang di atas, bukan sesuatu yang mustahil, meskipun dalam banyak hal seorang sarjana teknik sipil sudah cukup puas untuk menjadi ahli bangunan saja. Adapun yang bisa disebut insinyur pada konteks di atas dapat dilihat pada pribadi-pribadi berikut:

 John A. Roebling, dengan jembatan Brooklyn di New York.  Robert Maillart, dengan jembatan Salginatobel di Swiss.  Fritz Leonhardt, dengan tower TV Stuttgart, di Jerman.  Sedijatmo, dengan konstruksi Cakar Ayam-nya, di Indonesia.  Tjokorda Raka Sukawati , dengan teknik Sosrobahu, di Indonesia.

Nama-nama di atas dapat dicari karena ada tulisan yang membahasnya, kenyataan real bisa saja masih banyak yang lain, yang umumnya akan mengiringi kesuksesan proyek-proyek konstruksi khas yang belum pernah ada sebelumnya. Mereka tidak diketahui karena tidak dituliskan, itulah mengapa hanya sedikit yang dapat menjadi inspirasi bagi calon-calon insinyur lainnya. Jadi terbukti lagi, bahwa kemampuan menulis berkaitan langsung dengan kemajuan atau peningkatan insinyur itu sendiri.

(13)

6. BAGAIMANA MENJADI INSINYUR DAN TIDAK SEKEDAR AHLI BANGUNAN

Telah diungkapkan, bahwa kompetensi insinyur dianggap siap mengantisipasi era pembangunan yang mencakup gedung tinggi maupun jembatan bentang panjang, atau bahkan bangunan-bangunan baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Keberadaan orang dengan level insinyur juga tidak diragukan lagi berada di setiap kesuksesan proyek-proyek baru yang ada. Hanya karena tidak terpublikasi, maka tidak banyak orang yang mengetahuinya. Oleh sebab itu hanya dapat diketahui dan dipelajari jika bergaul atau mengalami sendiri proyek-proyek yang dimaksud. Bisa-bisa ternyata kita sendiri mempunyai kapasitas seperti itu, yaitu ketika proyek yang menjadi tanggung jawab kita, ternyata berhasil dengan sukses dilaksanakan.

Tetapi bagi anak-anak muda, yang sedang belajar, tentunya masih akan bertanya-tanya, apakah mereka juga mampu mencapai level insinyur tersebut. Jadi kalau bisa, sedini mungkin mereka dapat mempersiapkan diri, mempelajari apa-apa saja yang mendukung tercapainya level insinyur tersebut. Jadi apa-apa saja itu, tentu sesuatu yang ditunggu-tunggu. Ternyata, untuk mencari tahu itu ternyata tidak mudah, cara yang umum dilakukan adalah membaca biografi dari insinyur yang dianggap sukses, tapi jika dibandingkan antara satu insinyur yang sukses dengan insinyur sukses lainnya, ternyata sangat bervariasi. Jadi kesan yang didapat bersifat subyektif.

Di belahan dunia lain, khususnya di Amerika ada hal yang menarik, dan kelihatan-nya dapat menjawab pertakelihatan-nyaan di atas. Asosiasi insinyur teknik sipil Amerika atau ASCE (American Society of Civil Engineers) telah mencoba mencari jawabnya2. Itu

dimaksudkan sebagai petunjuk bagi generasi mudanya bagaimana menjadi insinyur.

Langkah awal yang diberikan, adalah menjadikan terlebih dahulu profesi tersebut suatu kebanggaan bagi yang memilihnya, seperti diungkap pada quote berikut:

It is a great profession.

There is the fascination of watching a figment of the imagination emerge through the aid of science to a plan on paper.

Then it brings jobs and homes…it elevates the standards of living and adds to the comforts of life.

That is the engineer’s high privilege.

Herbert Hoover, engineer, humanitarian, and 31stU.S. President

2 ASCE, The Vision for Civil Engineering in 2025, Based on The Summit on the Future of

(14)

Betul juga, jika ingin menjadikan yang terbaik, harus dimulai dari motivasi diri, yang menyangkut totalitas hidup yang dapat diberikan. Jadi, jika ingin jadi insinyur hanya sekedar uang atau materi yang banyak. Maka tahapan ini belum tentu diperlukan, maklum menjadi ”makelar” di jaman sekarang ini, kadang sudah memungkinkan.

Permasalahan yang dihadapi para insinyur teknik sipil diberbagai negara ternyata mirip dengan yang terjadi di Indonesia. Inilah isue yang ditangkap dalam KTT ASCE:

Buruknya kondisi infrastruktur di banyak negara, banyak terjadinya korupsi di

industri konstruksi / rekayasa secara global, minimnya keterlibatan insinyur sipil

pada kebijakan politik, issue keberlanjutan lingkungan masih kurang, terjadinya

globalisasi di bidang rekayasa, dan sulitnya menarik generasi muda yang terbaik

dan cerdas untuk berprofesi tersebut.

Padahal masalah di bidang teknik sipil yang akan dihadapi generasi mendatang bukannya berkurang, sebagaimana telah diidentifikasi oleh ASCE sebagai berikut:

Populasi global yang terus meningkat, yang terus bergeser ke daerah perkotaan

akan membutuhkan penyesuaian yang berkelanjutan. Tuntutan akan energi, air

minum, udara bersih, pembuangan limbah yang aman, dan transportasi akan

mendorong diperlukannya perlindungan lingkungan sekaligus pengembangan

infrastruktur. Masyarakat akan menghadapi ancaman meningkat dari bencana

alam, kecelakaan, dan mungkin penyebab lain seperti terorisme.

Permasalahan semakin kompleks di atas, menurut ASCE memerlukan keterlibatan berbagai disiplin ilmu, baik di bidang riset maupun aplikasinya. Pada kasus seperti ini maka kemampuan berkomunikasi menjadi satu-satunya sarana mencapai sukses.

Visi kedepan yang diharapkan dari insinyur teknik sipil menurut ASCE adalah:

Insinyur sipil harus dapat menjadi ahli bangunan, penjaga lingkungan, inovator

dan integrator, pemimpin untuk mengatasi risiko dan ketidakpastian, serta dalam

membentuk kebijakan publik.

(15)

Jika sebelumnya atribut tersebut dibahas dalam tahap kualitatif, maka yang menarik ASCE telah mendaftarkan tahap kuantitatif atribut-atribut yang dimaksud, yaitu:

a) Knowledge atau pengetahuan yang menyangkut ranah kognitif dan umumnya penguasaan teori-teori utama dan yang mendasar, seperti geometri, kalkulus, vektor, momentum, friksi, tegangan dan regangan, mekanika fluida, enerji, sifat menerus (continuity) sifat variabel (variability).

b) Skill atau ketrampilan yang mendukung dapat diselesaikannya secara baik, tugas yang diberikan atasan, contohnya mengoperasikan komputer dengan baik (menguasaispreadsheet, pengolah kata, basis data dsb), kemampuan organisasi, bahasa asing (lesan dan tulisan). Secara umum disebutkan, bahwa pendidikan formal mengusahakan peningkatan bidangknowledge, sedang skill memerlukan pendidikan formal dan non-formal. Ini berarti mahasiswa tidak cukup hanya sekedar belajar dan belajar saja, tetapi juga kegiatan intra kurikuler.

c) Attitudes atau sikap mental, merujuk pada nilai-nilai yang menjadi pegangan hidup, yang menentukan bagaimana seseorang bersikap pada kehidupan ini. Sikap mental yang mendukung mutu profesional kerja misalnya kemampuan berkomitmen, keingin-tahuan yang tinggi, kejujuran, integritas, sikap optimis, bersifat obyektif, kepekaan, ketelitian dan toleransi kerja (ketepatan).

Jika mempelajari petunjuk yang diberikan ASCE untuk membentuk insinyur di masa depan, rasanya sangat umum. Hanya 1/3 saja, yaituknowledge yang ditentukan oleh kurikulum pengajaran di level pendidikan tinggi, adapun 2/3 yang lain lebih banyak berfokus pada usaha-usaha pengembangan diri pribadi secara umum. Jika demikian dapat diambil kesimpulan bahwa untuk menjadi insinyur, selain perlu pendidikan formal yang benar, yaitu meraih gelar sarjana teknik, juga diperlukan usaha-usaha pengembangan diri yang terus menerus. Salah satu upaya yang biasa diambil adalah magang, atau nyantrik pada insinyur senior yang terkenal reputasinya.

(16)

Karena perlu membahas bangunan gedung tinggi dan jembatan bentang panjang sekaligus. Ada baiknya mengenal lebih mendalam karakter keduanya, sehingga dapat diketahui apakah untuk mengenal keduanya dapat sekaligus (paralel) atau secara sendiri-sendiri (seri). Karakter yang dimaksud, dapat dilihat di Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan karater gedung tinggi dan jembatan panjang

No Item Gedung tinggi Jembatan panjang

1 Orientasi fisik Vertikal Horizontal

2 Profesional penentu Multidisiplin, arsitek sebagai leader, dibantu insinyur sipil, M&E, dll.

Insinyur sipil, sangat jarang arsitek terlibat.

3 Tujuan pemakaian Hunian, baik sementara atau tetap Interaksi manusia banyak, faktor 4 Tampak visual luar Material penutup, bahan finishing

bangunan yang berupa non-struktur.

7 Sifat beban Beban hidup relatif terkontrol, sebab bangunan gedung sifatnya tertutup.

(17)

8. BANGUNAN GEDUNG TERHADAP GEMPA DAN ANGIN

8.1. Umum

Sebelum membahas bangunan tinggi, ada baiknya memperhatikan musibah gempa yang pernah terjadi, yaitu 26 Desember 2004 di Aceh, 9.3 Skala Richter (SR) dengan tsunami, 27 Mei 2006 di Yogyakarta, 5.9 SR, 30 September 2009 di Padang, 7.6 SR. Itu catatan kejadian di dalam negeri, adapun di luar negeri yaitu 15 Agustus 2007 di Peru, 7.9 SR, lalu 22 Februari 2011 di Christchurch, Selandia Baru, 6.5 SR, dan tidak lama kemudian 11 Maret 2011 di Jepang, 8.9 SR dengan tsunaminya yang dahyat. Adanya gempa-gempa tersebut dan lokasinya menjadi bukti bahwa yang dinamakan

ring of fire adalah fakta yang tidak dapat disepelekan, lihat Gambar 2.

Gambar 2. Ring of Fire peta resiko gempa di kawasan Asia-Pasific

Peta virtuilring of firedi atas dihasilkan dari pemikiran adanya pelat tektonik bumi yang terpisah dan saling bergerak satu dan lainnya, ada bagian yang berjauhan dan ada bagian yang saling bertemu. Pada daerah itulah yang diyakini sumber terjadinya gempa. Jadi gempa adalah dampak pergerakan itu, dan akan terus terjadi selama ada pergerakan tersebut. Resiko gempa tidak bisa diabaikan, suatu saat akan terjadi. Hanya kapan waktunya yang tepat, sampai sekarang belum ada ilmu dan teknologi yang dapat mengungkapkannya, baru pada tahap dugaan semata. Bisa ya, bisa tidak.

(18)

8.2. Karakteristik Penting Bangunan terhadap Gempa dan Angin

Angin dan gempa pada gedung tinggi, efeknya sama, sehingga perlusistem struktur

penahan lateral. Meskipun demikian, proses terjadinya beban berbeda, sehingga karakternya juga berbeda. Beban gempa terjadi akibat adanya percepatan tanah pada pondasi yang diteruskan ke struktur atas. Ini terjadi, karena secara tradisionil bangunan bersatu dengan pondasinya. Hasilnya jika disederhanakan, pada pusat massa seakan-akan ada beban lateral, sesuai hukum kedua Newton, yaitu F = m∙ a.

Gambar 3. Perilaku struktur gedung tinggi terhadap angin dan gempa

Besarnya percepatan tanah (a) tergantung lokasi (tempat), karena Indonesia berada pada daerahring of fire(Gambar 2), maka resiko terjadi gempa juga besar. Adapun parameter massa (m) tergantung jenis bangunan, yang ringan mengakibatkan beban gempa lebih yang kecil dibanding yang berat. Itulah mengapa bangunan tradisionil dari kayu relatif lebih tahan gempa (rusak sedikit) dibanding rumah batu. Bahkan dapat dijelaskan, mengapa kolom rumah joglo yang hanya duduk di atas umpak batu punya kinerja lebih baik saat ada gempa dibanding kolom yang tertanam di pondasi.

Karakter bangunan untuk menghadapi gempa berbeda dibandingkan dengan angin. Bangunan ringan dan terpisah dari pondasi adalah faktor yang menguntungkan terhadap efek gempa, tetapi sebaliknya jika dimaksudkan untuk menghadapi angin. Jika diterapkan, maka bisa-bisa bangunannya terbawa terbang oleh angin topan. Angin bekerja langsung menekan (menghisap) bangunan, jadi semakin berat dan terikat erat dengan sistem pondasinya, maka bangunan akan semakin stabil (kuat).

Jadi meskipun pengaruh angin dan gempa adalah sama-sama sebagai beban lateral pada gedung, tetapi karena karakternya berbeda maka solusinya juga bisa berbeda.

(19)

Material baja secara alami mempunyai rasio kuat berbanding berat-volume yang tinggi, sehingga dihasilkan bangunan yang relatifringan. Ini penting pada bangunan tahan gempa. Selain itu, material baja punya karakterkekuatan tinggi, relatifkaku dan sangatdaktail, yang merupakan syarat ideal mengantisipasi beban tak terduga. Karena produk pabrik, mutunya relatif seragam, tetapi karena itu pula ukuran dan bentuknya tertentu, terpisah dan baru disatukan di lapangan. Pada satu sisi hal itu kelemahan karenasulitdihasilkanstruktur monolit, perlu detail sambungan yang baik. Tetapi jika dapat diantisipasi, ternyata dapat dibuat suatu detail khusus sehingga jika terjadi kerusakan (akibat gempa) maka bagian itu saja yang diperbaiki. Itu sangat memungkinkan karena dari awalnya memang tidak monolit.

Material beton berbeda dari segi kekuatan, kekakuan atau daktilitasnya, kalah dari material baja. Bahkan beton hanya dimanfaatkan terhadap tekan. Jadi untuk dapat digunakan perlu bantuan baja, jadilah beton bertulang atau beton prategang. Sisi lain, secara alami beton punya karakter lebih awet, ketahanan lingkungan yang baik, tidak korosi, tahan panas (tidak terbakar), dan mudah untuk dibentuk. Ini yang menyebabkan konstruksi beton lebih monolit atau menerus. Sistem sambungan pada konstruksi beton bertulang bukan sesuatu yang signifikan rumit dalam desainnya, kecuali jika memakai sistem beton pracetak. Material beton punya rasio kuat dibanding berat-volume yang rendah, hasilnya sistem strukturnya relatif lebih berat, tetapi sifat seperti ini ternyatabaik jika digunakan terhadapbeban angin. Adanya karakter berbeda antara material baja dan beton, tetapi sebenarnya saling melengkapi, menyebabkan keduanya menjadi material utama pada gedung tinggi.

8.3. Sistem Struktur Penahan Lateral

8.3.1. Sistem struktur dan jumlah lantai

Jarak antar kolom (bentang balok) pada bangunan tinggi umumnya relatif pendek. Dimensi bangunan meningkat kearah vertikal., sehingga gempa dan angin akan lebih berpengaruh. Akibatnya diperlukan sistem struktur penahan lateral yang sesuai, yang mempengaruhi konfigurasi atau tata letak elemen vertikal dari segi arsitektur.

(20)

Ada berbagai macam sistem struktur penahan lateral, efektivitasnya ditentukan oleh kekakuan lateral yang dihasilkan. Untuk itu dapat dilihat pada Gambar 4 berbagai macam sistem yang dijumpai, yang dibedakan antara struktur baja dan struktur beton bertulang. Sistem yang dipilih juga ditentukan dari jumlah lantai bangunan, karena semakin banyak lantai maka diperlukan sistem yang lebih efektif.

Gambar 4. Hubungan sistem penahan lateral dan jumlah lantai(Taranath 2005)

Catatan : Daftar atas belum memperhitungkan sistem struktur Burj-Khalifa (2010), yang berbeda dan dianggap sistem baru, terbukti dapat dipakai sampai160 lantai.

(21)

Perilaku lateral gedung tinggi dapat dianalogikan sebagai kantilever, dimana untuk beban titik deformasinya Δ = PL3/(3EI), dengan P gaya lateral (gempa atau angin), L

tinggi bangunan, E modulus elastisitas material, dan I momen inersia atau konstanta lentur berdasarkan konfigurasi fisik geometrinya. Jika kekakuan adalah besarnya gaya per-unit deformasi, maka kekakuan lentur kantilever k = 3EI/L3 , berbanding

linier dengan EI tetapi berbanding terbalik pangkat tiga dengan tingginya.

Parameter E tergantung materialnya, jika struktur baja nilai Es = 200,000 MPa, tapi

untuk struktur beton bervariasi tergantung mutu beton yaitu Ec = 4700 √fc’ MPa.

Jadi dapat dipahami mengapa bangunan super tinggi, pemakaian beton mutu tinggi adalah sangat penting, tidak hanya dari segi kekuatannya, yaitu kemampuannya menahan gaya tekan yang lebih besar, tetapi juga agar kekakuan struktur meningkat untuk mengurangi deformasi lateral. Jika peningkatan mutu bahan (E) tidak bisa, atau tidak cukup ekonomis diusahakan, maka alternatif lainnya adalah peningkatan faktor I , yang dalam hal ini tentunya tidak sekedar momen inersia seperti kantilever biasa, tetapi lebih pada konstanta yang mewakili kondisi geometri atau bentuk

fisik struktur terhadap beban lateral.

Gambar 5. Macam sistem struktur penahan lateral: (a) steel rigid frame; (b) RC rigid frame; (c) braced steel frame; (d) RC frame - shear wall; (e) steel frame - shear wall; (f)

(22)

8.3.2. Gedung tinggi dan analogi kolom kantilever

Pentingnya mengetahui karakter geometri atau bentuk fisik struktur gedung tinggi berkaitan dengan perilakunya terhadap beban lateral. Ini tentu berbeda jika yang mempelajarinya arsitek, yang akan mengevaluasi dari segi keindahan atau fungsinya adapunengineertentunya melihat dari sisi kekuatan, kekakuan dan faktor daktilitas.

Selanjutnya dapat dipelajari strategi peningkatan kekakuan lateral, ditinjau sistem flat-slab kolom (yang paling sederhana). Kekakuan lateral semata-mata ditentukan oleh elemen vertikal (kolom), yang bekerja sebagai kantilever. Berdasarkan teori elastisitas dapat diketahui perilaku umumnya terhadap beban terpusat (Gambar 6).

Gambar 6. Perilaku kolom kantilever terhadap beban lateral terpusat

Deformasi lateral (total) akibat beban terpusat (P) terdiri deformasi lentur (lentur)

dan deformasi geser (geser), keseluruhannya adalah total = lentur + geser , adapun

lentur = PL3/(3EI) dangeser = 1.2PL/(GA) pada penampang persegi, G = ½E/(1+)

jadi jika = 0.2 (material beton) maka G = ½E/(1+) = 0.4167E.

Selanjutnya parameter numerik tersebut digunakan untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh deformasi terhadap perubahan ukuran kolom (b x h), dimana nilai h akan ditingkatkan sesuai arah pembebanan, sampai akhirnya disebut dinding.

Tabel 3. Pengaruh dimensi kolom terhadap perilaku deformasi

No b h h/L I A lentur geser total

(23)

Dari Tabel 3 diketahui bahwa rasio tinggi penampang (h) terhadap tinggi kolom (L), mempengaruhi perilaku struktur. Jika h/L kecil (kolom) maka deformasi lentur dominan, tetapi h/L semakin besar (dinding), sehingga kekakuan lentur bertambah maka deformasi yang terjadi sebagian disebabkan oleh adanya geser. Sehingga untuk kolom langsing, deformasi geser dapat diabaikan, tetapi sebaliknya untuk dinding maka deformasi geser yang terjadi harus diperhitungkan.

8.3.3. Sistem rigid frame

Perkembangan lanjut adalah rigid frame atau portal. Kekakuan ujung-ujung bebas kolom bebas diberdayakan, yaitu dengan menghubungkannya pada balok kaku. Kaku atau tidaknya balok ditentukan parameter EIb/Lb, yang berbanding lurus

dengan tinggi penampang balok tetapi berbanding terbalik dengan panjangnya.

Perilaku lateral rigid frame dan kolom bebas (kantilever) ternyata berbeda. Untuk itu akan diperlihatkan komponen-komponen deformasinya sebagai berikut.

Gambar 7. Deformasi rigid-frame: (a) bending momen ; (b) geser

Gambar 7a merupakan deformasi terhadap bending momen yang terjadi jikarigid

frame bekerja sebagai satu kesatuan struktur monolit, yang identik dengan Gambar 6c. Ciri-cirinya ada sisi kolom tekan (-) dan ada sisi kolom tarik (+).

Gambar 7b merupakan deformasi yang diakibatkan oleh kekakuan lentur kolom secara individu, yang bentuknya identik dengan deformasi geser jika dianggaprigid

frame dapat bekerja sebagai satu kesatuan monolit, lihat Gambar 6e. Ciri-cirinya tidak terjadi perubahan panjang dari masing-masing kolom.

(24)

Terkait bangunan tinggi, dimana rasio lebar tapak dan tingginya (h/l) relatif kecil, maka perilakunya dapat dianalogikan sebagai kolom langsing. Sistem tersebut akan efektif jika mekanisme pengalihan gaya-gaya lateral ke pondasi melalui kekakuan lentur dibanding kekakuan gesernya. Itu dijelaskan di Tabel 3, kolom dengan rasio h/l = 0.1 maka 99.8% lendutannya ditentukan dari kekakuan lentur. Ciri-cirinya, ada sisi tekan dan sisi tarik pada potongan penampangnya. Selanjutnya untuk perilaku

rigid-frame ternyata tidak seperti itu, tidak dijumpai sisi tekan atau tarik yang cukup signifikan besarnya, yang ada adalah deformasi lateral pada sistem seperti akbiat deformasi geser. Itu berarti, balok (horizotal) penghubung kolom (vertikal) dengan komponen vertial lainnya, belum efektif. Dalam praktek,rigid-frame optimal dipakai pada sistem struktur penahan lateral gedung 25 lantai ke bawah (lihat Gambar 4).

8.3.4. Sistem braced-frame

Untuk itu dibuat studi lagi, mencari sistem penghubung kolom-kolom agar efektif bekerja secara monolit. Alternatifnya adalahbrace-frame atau sistem rangka dengan batang diagonal. Konfigurasinya dapat dikategorikan sebagaiconcentric brace frame (CBF) daneccentric brace fream (EBF), sebagai berikut:

Gambar 8. Macam-macam sistem rangka dengan batang diagonal

(25)

dan sebagainya. Penggolongan CBF dan EBF perlu karena mekanisme pengalihan gaya-gaya lateralnya ke pondasi berbeda. CBF memanfaatkan kekakuan aksial elemen-elemen batang (Gambar 9a-d), sedang EBF selain seperti CBF ada bagian yang berperilaku sebagai balok lentur (Gambar 9e). Keruntuhan lentur lebih daktail dibanding aksial, hingga EBF juga lebih daktail jika direncanakan dengan baik.

Gambar 9. Aliran gaya-gaya pada rangka dengan batang diagonal

Adanya batang tekan (-) dan tarik (+) pada rangka dengan batang diagonal, menjadi petunjuk bahwa sistem brace-framelebih optimal terhadap beban lateral daripada sistemrigid-frameyang mengandalkan penghubung balok horisontal saja. Juga jika diperhatikan, bentuk deformasinya mirip dengan kantilever (lihat Gambar 10).

(26)

Brace-frame hanya populer digunakan pada konstruksi baja, untuk maksud sama pada konstruksi beton bertulang digunakan dinding struktur (semacam kolom yang diperbesar), untuk sistem struktur penahan lateral disebutshear-wall atau dinding geser. Perilaku shear-wall pada bangunan tinggi tidak ubahnya seperti kolom kantilever, dimana deformasi lentur menjadi dominan (lihat Gambar 6).

8.3.5. Sistem Ganda, kombinasi braced / wall dengan frame

Karena tidak setiap sisi bangunan dapat dipasang bracing atau dijadikan dinding struktur maka dapat dibuat sistem kombinasi antara sistemrigid-frame dan sistem

brace-frame atau dinding geser (shear wall).

Gambar 11. Sistem kombinasi braced-frame atau shear-wall dengan rigid-frame

Akibat beban lateral, rigid-frame akan berdeformasi geser (bentuk paralelogram) sedangkan dinding-geser seperti kantilever, yaitu berdeformasi lentur. Bila dua sistem disatukan dengan diaphragm lantai yang kaku, akibat kompatibilitas antara keduanya mengalami deformasi sama di setiap level lantai. Sehingga sistem ganda :

(27)

Meskipun analisis elastis tidak sepenuhnya dapat dipakai pada desain sistem ganda, tetapi minimal dapat memberi gambaran bagaimana interaksi antara kedua sistem. Untuk itu, ditinjau bangunan 12 lantai yang terdiri dari sistem rangka dan dinding geser (mewakilibrace-frame juga) yang bervariasi ukurannya, hasilnya adalah :

Gambar 12. Distribusi gaya lateral sistem ganda(Paulay and Priestly 1992)

Jika kekakuan dinding-geser diperbesar, tahanan momen bagian dasar bertambah, tetapi bagian atas tidak efektif, adapun bagian tengah relatif tidak terpengaruh. Selisih antara total momen pada setiap level dan partisipasi dinding-geser akan diambil alih oleh sistem rangka yang ada. Gambar 12b adalah distribusi gaya geser pada sistem rangka dan dinding geser. Semakin fleksibel dinding-gesernya maka partisipasi untuk menahan gaya geser semakin cepat berkurang ke arah atas.

Perilaku lentur dari dinding-geser di bagian atas dipakai sebagai kontrol lendutan sistem-ganda. Resiko untuk terjadinyasoft-stories juga menjadi berkurang, bahkan tidak akan ada karena dinding-geser bekerja sebagai pengaku pada arah lateral. Perencana dapat lebih bebas menetapkan lokasi terjadinya sendi plastis dalam rangka disipasi energi gempa. Bentuk atau penempatan lokasi sendi-plastis pada sistem-ganda yang disarankan adalah sebagai berikut:

(28)

Pada Gambar 13a, sendi plastis terbentuk pada setiap balok dan di dasar semua elemen vertikal. Pada bagian atap sendi plastis bisa terbentuk pada balok atau ujung kolom. Keuntungan sistem ini adalah segi pendetailannya, detail sendi plastis di balok adalah lebih mudah dibanding di ujung kolom. Selain itu dihindarinya sendi plastis di kolom memungkinkan sambungan lewatan tulangan ditempatkan di atas lantai, daripada memasangnya di tengah-tengah tinggi kolom.

Untuk balok bentang panjang, yang mana beban gravitasi lebih dominan dibanding lateral, maka bisa saja dibuat sendi plastis terjadi pada ujung-ujung kolom pada keseluruhan lantai (lihat Gambar 13c).

Hasil analisis elastis (Gambar 12) menunjukkan bahwa partisipasi momen pada dinding struktur berbalik pada bagian atas, meskipun demikian karena pada kondisi inelastis dan dinamik berbeda maka cara penulangannya tidak boleh didasarkan sepenuhnya hasil elastis. Paulay dan Priestly (1992) mengusulkan momen rencana dinding-struktur pada sistem-ganda adalah sebagai berikut.

Gambar 14. Momen rencana dinding sistem ganda(Paulay and Priestly 1992)

(29)

Gambar 15. Pengaruh kekakuan diaphragm sistem ganda(Paulay and Priestly 1992)

Pada kondisi tersebut maka kekakuan diaphragma perlu dianalisis secara nyata, misalnya dimodelkan sebagai elemen shell dan semacamnya. Bagaimanapun jika diaphragmanya tidak kaku, tetapi flesibel seperti diatas, maka pembagian gaya-gaya pada rangka dan dinding akan berubah.

Melihat perilaku interaksi sistem rangka dan dinding-struktur yang unik, yang mana dinding-struktur karena kaku pada bagian bawah akan mengambil porsi gaya geser yang lebih besar dibanding di bagian atas, yang kemudian diambil alih oleh rangka maka sistem-ganda hanya menguntungkan jika diterapkan pada bangunan tinggi 50 lantai ke atas atau lebih (Taranath 2010). Keuntungan sistem-ganda tergantung dari intesitas iteraksi horizontal yang ditentukan oleh kekakuan relatif dinding dan sistem rangka, juga ketinggian struktur. Semakin tinggi dan semakin kaku sistem rangka, maka iteraksi yang terjadi semakin besar.

Meskipun demikian tidak disangkal lagi, bahwa sistem-ganda (sistem rangka dan dinding-geser) merupakan satu sistem yang paling populer digunakan sebagai sistem struktur penahan lateral mulai dari bangunan bertingkat medium sampai bertingkat tinggi, mulai dari bangunan 10 lantai sampai bangunan 50 lantai. Bahkan dengan penebalan balok (haunch) dapat dipakai pada bangunan sampai 60 lantai.

Ketentuan tahan gempa menurut ASCE 7-05 terkait penggunaan sistem-ganda sebagai sistem struktur penahan lateral harus mengikuti persyaratan berikut bahwa meskipun disebut sistem-ganda tetapi dinding-struktur harus dianggap sebagai struktur utama penahan lateral, sedangkan sistem rangka hanya berfungsi sebagai

(30)

sedikit-sedikitnya 25% dari total gaya gempa yang ada, sedangkan dinding-struktur sebagai yang utama penahan lateral harus didesain penuh (100%) terhadap beban lateral. Kondisi ini tentu akan mempermudah perhitungan sekaligus menambah keamanan penggunaan sistem ganda sebagai struktur pada bangunan tahan gempa.

Mengikuti persyaratan ASCE 7-05 perlu tahapan perencanaan sebagai berikut:

 Tahap pertama : analisis sebagai sistem-ganda. Pada analisis tahap ini umumnya

memperlihatkan bahwa semua gaya lateral akan dipikul oleh dinding-struktur di bagian bawah, sedangkan porsi atas akan dipikul oleh sistem rangka kaku. Jadi ketika kolom bangunan didesain menggunakan hasil analisis dari sistem ganda maka gaya-gaya yang diterima oleh kolom di bagian bawah akan sangat kecil. Itulah diperlukannya analisis tahap kedua, yaitu untuk sistem rangka sendiri.

 Tahap kedua: analisis sistem rigid-frame saja, tak perlu perhitungan ulang gaya

geser dasar atau perioda getar sistem rangka, tetapi cukup memakai gaya gempa rencana yang digunakan pada tahap pertama (sistem ganda) yang dikalikan dengan 25%-nya. Proses desain tahap ke-2 dimaksudkan agar kolom pada sistem rangka di bagian bawah khususnya direncanakan cukup kaku dan kuat karena momen rencana kolom di bagian tersebut umumnya ditentukan oleh momen rencana yang dihasilkan oleh analisis pada tahap kedua.

Pemakaian sistem ganda untuk bangunan bertingkat medium belum tentu lebih menguntungkan dibanding sistem rigid-frame saja. Apalagi jika ternyata lendutan atau tepatnyastory-drift dari tiap lantai bangunan masih dapat diantisipasi dengan penggunaan sistem rangka-kaku (rigid-frame) tersebut, misalnya dengan membuat sistem rangka-perimeter yang berbeda.

(31)

8.3.6. Sistem coupled shear wall

Karakter sistem dinding geser yang solid dari beton bertulang tentu akan berbeda dibanding sistembrace-frame yang memang lebih mengakomodasi adanya bukaan untuk jendela, atau pintu dan sebagainya. Untuk dinding geser perlu strategi khusus mengantisipasi perlunya bukaan-bukaan dimaksud. Sistem struktur yang efisien dan mempunyai response daktail dalam mendisipasikan energi gempa, dapat dicapai jika bukaan-bukaan ditempatkan teratur. Bentuk dinding struktur yang meng-akomodasi bukaan-bukaan teratur dinamakan dinding geser berangkai (coupled

shear wall), dimana bagian dinding yang mengakomodasi bukaan yang umumnya terletak pada elevasi lanti dan terlihat seperti balok, dapat disebut balok perangkai (coupled beamatau link-beam).

Gambar 16. Sistem Dinding Geser Berangkai(Paulay and Priestly 1992)

Tentang istilah teratur, bisa saja ada bukaan yang ditempatkan teratur pada dinding tetapi menghasilkan pelemahan, beresiko terjadi keruntuhan geser.

Gambar 17. Penempatan bukaan buruk pada dinding geser(Paulay and Priestly 1992)

(32)

Jadi tujuan balok perangkai adalah agar dinding struktur dengan bukaan-bukaan teratur dapat bekerja seakan-akan sebagai suatu dinding utuh (tanpa bukaan). Karena ukuran balok perangkai yang relatif lebih kecil dibanding dinding secara keseluruhan maka bagian tersebut menjadi paling lemah. Strategi perencanaan hanya ada dua, balok perangkai dibiarkan lemah, dalam hal ini dibiarkan terjadi deformasi yang besar dengan menyediakan tulangan yang akan mengalami leleh dan akan bekerja seperti sendi. Tetapi bisa juga didesain mampu menjadi semacam

shear connector seperti balok komposit, menyatukan dua bagian dinding tersebut.

Jika balok perangkai didesain dapat berfungsi sebagaishear connectormaka secara fisik biasanya memerlukan suatu ketinggian tertentu dibanding bentang bersihnya.

Pada dinding struktur yang terpisah oleh bukaan maka kedua bagian dinding tadi akan berperilaku seperti kantilever sehingga balok perangkai turut berotasi dan leleh. Jika dapat dibuat detail yang baik, balok perangkai mampu mendisipasi enerji pada keseluruhan tinggi dinding.

Gambar 18. Mekanisme kerja dinding-berangkai(Paulay and Priestly 1992)

Mekanisme tahanan beban dinding-perangkai secara kualitatif diperlihatkan pada Gambar 18. Dapat terlihat momen guling keseluruhan, Mof atau M, pada dinding

struktur tanpa bukaan diperlihatkan pada Gambar 18a, ditahan secara keseluruhan oleh momen lentur dinding. Pada sisi lain, pada dinding berangkai akan timbul gaya aksial sekaligus momen lentur di tumpuan untuk menahan momen guling, M.

Kondisi keseimbangannya adalah :

l T M M

(33)

Besarnya gaya aksial, T , sebagai jumlah total gaya geser yang terjadi pada balok perangkai di atas level yang dievaluasi. Jika balok perangkai lemah, yang umumnya dijumpai pada bangunan apartemen karena keterbatasan tinggi balok yang dapat dipasang, maka besarnya tahanan momen guling dihasilkan dari komponen momen (M1 dan M2). Pada sisi lain jika balok perangkainya sangat kaku, maka mayoritas

tahanan momen guling dihasilkan dari momen kopel (Tl) dari gaya-gaya aksial yang bekerja pada dinding geser berangkai tersebut.

Balok perangkai yang tidak direncanakan khusus untuk berperilaku daktail dan menerima gaya geser yang besar saat gempa besar akan menyebabkan kerusakan dindingnya. Salah satu konfigurasi dengan penulangan diagonal dianggap paling efektif untuk menghindari terjadinya degradasi kekuatan yang besar (Gambar 19).

Gambar 19. Penulangan dinding-geser dan balok perangkai (Taranath 2010)

Detail-1 pada penulangan diagonal balok perangkai Gambar 19, sesuai persyaratan pengekangan menurut ACI 318-05, tetapi untuk mengapli-kasikannya di lapangan dijumpai banyak kesulitan. Untuk itu dikembangkan detail-2 yang dapat diterapkan pada hal yang sama mengikuti persyaratan ACI 318-08 yang lebih sederhana.

(34)

8.3.7. Sistem dengan outrigger dan belt-truss

Untuk ketinggian lantai tertentu (± 50 ~ 60 lantai), kombinasi antar elemen atau sistem,yaitu rigid-frame denganbraced-frame ataushear-wall cukup menghasilkan sistem struktur penahan lateral yang kaku, baik terhadap beban gempa atau angin. Tetapi pada bangunan gedung lebih tinggi, diperlukan strategi khusus agar perilaku geometri gedung secara keseluruhan dapat diberdayakan.

Seperti diketahui untuk struktur kantilever yang menerima lentur, maka hanya sisi bagian luar dari struktur tersebut yang bekerja. Bahkan dari rumus balok lenturpun dapat diketahui bahwa titik di garis netral, tegangan lenturnya nol. Itu berarti pada bangunan tinggi, kolom di tengah bangunan tidak efektif menyumbang kekakuan pada sistem penahan lateralnya. Fungsi hanya menerima beban gravitasi ke pondasi.

Untuk memberdayakan kolom atau elemen-elemen struktur vertikal di bagian tepi bangunan itu maka dibuat sistemout-trigger,belt-truss, mega-truss,perimeter tube,

modular tube, dan lain-lainnya. Sistem tubemensyaratkan struktur perlu dianalisis sebagai suatu struktur ruang (space frame) secara keseluruhan (global).

(35)

Penggunaan sistem outrigger atau belt-truss dimaksudkan untuk memberdayakan dimensi bangunan seoptimal mungkin agar berperilaku sebagai satu kesatuan seperti kolom kantilever tunggal. Ciri-cirinya akan terjadi gaya tarik dan gaya tekan di sisi perimeter luar (lihat perilaku kolom tunggal Gambar 6). Jadi outrigger dan

belt-truss berfungsi menyatukan elemen vertikal (kolom) yang berada di tepi luar. Ingat bangunan tinggi dapat dianalogikan seperti kolom langsing, sehingga perilaku lentur dominan. Oleh karena itu gaya / reaksi terbesar terjadi pada sisi luar terjauh.

Untuk mempelajari perilaku sistemoutriggerataubelt truss, akan ditinjau bangunan tinggi dengan sistem tersebut di atap, biasa disebuthat-truss sistem (Gambar 21).

Gambar 21. (a) Denah bangunan dengan belt-truss; (b) deformasi lentur braced-core; (c) Deformasi akhir system(Taranath 2005)

Penempatan belt-truss yang kaku di atas gedung menyebabkan kolom perimeter berfungsi sebagai batang tekan atau tarik (Gambar 21c), dan menghasilkan momen kopel berlawanan dengan momen luar akibat gaya lateral. Akibatnya momen luar berkurang, sehingga lendutan lateral yang terjadi juga berkurang.

Besarnya lendutan yang dapat direduksi ternyata berkaitan dengan penempatan

(36)

(a). Belt-truss di z = L

(b). Belt-truss di z = 0.75L

(c). Belt-truss di z = 0.50L

(d). Belt-truss di z = 0.25L

(37)

Dari perilaku penempatansingle-outrigger pada Gambar 22 dapat diketahui bahwa penempatanoutrigger di ujung paling atas bangunan bukanlah yang terbaik. Selain itu, jika ditempatkan di bagian paling atas, maka kolom perimeter sepanjang tinggi bangunan harus didesain terhadap gaya tarik, meskipun untuk struktur baja baik, karena tidak ada bahaya tekuk, tetapi sambungan tarik menjadi masalah pada sistem sambungannya. Selanjutnya Taranath (2005) memberi usulan tinggi elevasi optimum untuk beberapa tipeoutrigger sebagai berikut.

Gambar 23. Lokasi optimum outrigger (a) single; (b) double; (c) triple; (d) quadro (Taranath 2005)

8.3.8. Sistem framed-tube

Sistem framed-tube secara umum didefinsikan sebagai sistem struktur ruang (3D) yang memanfaatkan keseluruhan perimeter luar bangunan sebagai sistem struktur penahan lateral. Persyaratan yang diperlukan adalah perlu dibuat suatu struktur seperti dinding tiga dimensi di sekeliling luar bangunan, analoginya adalah tabung atau pipa. Untuk sistemrigid-frame dapat dilakukan dengan menempatkan kolom perimeter secara rapat dan dihubungkan dengan balok tinggi.

(38)

disebut shear-lag, yang cenderung mengubah distribusi reaksi kolom perimeter. Akibatnya kolom pojok pada perimeter akan menerima gaya reaksi yang lebih besar dibanding kolom perimeter di bagian tengah. Lihat Gambar 24c.

Gambar 24. Framed-tube (a) Denah; (b) Perimeter; (c) Reaksi kolom perimeter

Frame tubeyang mengandalkanrigid-frame untuk bekerja seperti dinding perimeter tabung, tidak efisien karena pengaruhshear lag. Oleh karena ituframe-tube dipakai pada bangunan 50 – 60 lantai, kecuali jika dapat diusahakan kolom-kolom perimeter

(39)

Gambar 25. Detail perimeter atas gedung WTC (http://911research.wtc7.net)

(40)

8.3.9. Sistem trussed-tube

Untuk mendapatkan kekakuan perimeter dengan sistem frame-tube sebagaimana halnya gedung WTC tentu tidak mudah. Perlu dukungan kuat dari arsitek, karena untuk efektivitas sistem diperlukan kolom-kolom perimeter yang sangat rapat. Pada WTC dengan jarak 3’4” dan kolom 1’2” maka jarak bersih antar kolom hanya 2’2” atau 0.66 m atau selebar jendela saja. Itu hanya bisa terjadi jika arsiteknya memang menghendaki, kalau hanya dari sisiengineer pasti tidak akan terwujud.

Untuk mengatasi permasalahan jarak kolom perimeter yang rapat, maka strategi peningkatan kekakuan sebelumnya dapat digunakan, sistem rigid-frame diubah ke

brace-frame. Hanya saja brace atau batang diagonal yang dimaksud harus dapat ditempatkan di sekeliling perimeter bangunan. Lihat Gambar 27 di bawah.

Gambar 27. (a) Tube building with multistory diagonal bracing; (b) rotated square tube with super diagonal(Taranath 2005) dan Bank of China Hongkong (kanan)

(41)

Dengan jumlah lantai dan ukuran keseluruhan yang besar, gedung beton bertulang juga dapat dibuat brace-frame. Caranya, kolom perimeter beton bertulang dibuat rapat, juga baloknya, kemudian pada lobang-lobang antara kolom-balok tersebut dapat dibuat dinding pengisi yang penempatannya diagonal (lihat Gambar 28).

(a). Wang Building, New York (b). Onterie Center, Chicago

Gambar 28. Trussed-tube beton bertulang

8.3.10. Sistem bundled-tube.

Analogi tabung langsing, tahanan momen paling efektif terhadap beban lateral jika dipikul oleh mekanisme lentur. Ciri-cirinya, sisi-sisi luar perimeter mengalami gaya tekan dan gaya tarik sekaligus, yang menghasilkan momen kopel. Padahal besarnya momen kopel ditentukan oleh jarak antara gaya-gaya kopel tadi. Itu berarti luasan dasar bangunan bertingkat menentukan efektifitas tahanan lateral.

(42)

Gambar 29. Bundled-tube: (a) denah (b)brace-tube; (b) frame-tube.(Taranath 2005)

(43)

8.4. Hubungan Bangunan, Tanah, Gaya Gempa dan Angin.

8.4.1. Perilaku dinamik gempa pada bangunan tinggi

Perilaku bangunan ketika gempa adalah permasalahan dinamik (getaran). Gerakan gempa di tanah tidak menyebabkan kerusakan seperti impak atau tumbukan, atau tekan seperti angin. Tetapi percepatan tanah menimbulkan gaya inersia dari massa bangunan. Penambahan massa bangunan menimbulkan dua hal, pertama adalah tambahan gaya inersia, kedua menimbulkan efek P-, sehingga terjadi tambahan momen akibat adanya deformasi lateral yang relatif besar. Distribusi deformasi dinamik akibat gerakan tanah saat gempa dan lama gerakannya merupakan hal penting dalam perencanaan terhadap gempa. Meskipun durasi gempa kuat adalah penting, tetapi tidak tersirat langsung dalam code yang ada (Taranath 2005).

Secara umum, respon bangunan tinggi terhadap gempa berbeda dibanding bangun-an rendah. Besarnya gaya inersia selama gerakbangun-an gempa di tbangun-anah tergbangun-antung dari : [1] massa bangunan; [2] akselerasi tanah; [3] kondisi tanah pondasi di bawah bangunan dan [3] karakteristik dinamik bangunan itu sendiri (lihat Gambar 31) .

Gambar 31. Gambaran skematik gaya gempa(Taranath 2010)

(44)

Jadi, besarnya gaya lateral gampa bangunan bukan sekedar fungsi dari akselerasi tanah saja, tetapi dipengaruhi olehrespons struktur itu sendiri danpondasi-nya. Hubungan perilaku bangunan dan pergerakan tanah akibat gempa juga ditentukan olehperioda getar bangunan yang dirumuskan denganrespons spektrum.

Sebelum membahas respons spektrum, ada baiknya dibahas dahulu periode getar bangunan (T). Dari rumus analisa dinamik diketahui parameter yang berpengaruh

adalahmassa(m) dankekakuan(k) bangunan, sebagai berikut : T2 m/k .

Jadi bangunan rendah dimana massa relatif kecil dan k relatif besar maka waktu getarnyapendek, sedangkan bangunantinggiyang sebaliknya, akanpanjang.

Respons spektrum adalah pengganti parameter percepatan (a) pada rumus Newton (F = m . a). Dengannya, pengaruh gempa pada bangunan yang tergantung juga oleh perilaku pondasi, jenis dan tipe bangunan dapat dihitung memakai grafik tunggal. Dari rekaman gerakan tanah yang ditinjau dengan beberapa prosentasi nilai dam-ping kritis, maka pada suatu grafik respons spektrum akan diketahui hal-hal yang berkaitan dengan respons gempanya, seperti akselerasi, kecepatan dan deformasi untuk berbagai cakupan (spektrum) perioda getar bangunan.

Gambar 32. Illustrasi bergambar suatu Respons-spektrum(Taranath 2005)

(45)

Gambar 33. Konsep response spektrum(Taranath 2005)

Jika respons percepatan pada respon spektrum dapat menunjukkan besarnya gaya gempa pada bangunan, maka disimpulkan juga bahwa semakin tinggi bangunannya maka gaya gempa yang terjadi adalah relatif lebih kecil. Padahal di sisi lain, angin berbeda. Semakin tinggi, kecepatan angin juga bertambah (lihat Gambar 34).

Gambar 34. Profil kecepatan angin di berbagai daerah dan ketinggian(Taranath 2005)

(46)

8.4.2. Pengaruh angin pada bangunan tinggi.

Angin bisa menimbulkan masalah pada bangunan tinggi, meskipun tidak terlihat oleh orang di bawahnya, tetapi akan dirasakan penghuninya. Angin menyebabkan getaran, akan timbul bunyi-bunyian mengganggu, pintu / lampu gantung berayun-ayun, dan sebagainya. Jika bangunannya sendiri berberayun-ayun, penghuni akan merasakan ilusi bahwa dunia luar bergerak, menciptakan gejala vertigo dan disorientasi. Jadi meskipun tak ada yang rusak, tetapi menyebabkan bangunan tidak nyaman dihuni.

Untuk perencanaan terhadap angin, bangunan tidak dapat dianggap terpisah dari sekitarnya. Pengaruh bangunan di dekatnya dan konfigurasi lahan berpengaruh.

8.4.3. Perilaku dinamik angin pada bangunan tinggi

Aliran angin melewati suatu bangunan tinggi dapat disederhanakan sebagai bidang horizontal dan bervariasi besarnya terhadap tinggi (Gambar 34). Penyederhanaan aliran angin sebagai bidang diperlihatkan pada Gambar 35 berikut.

Gambar 35. Aliran angin pada bidang horizontal(Taranath 2005)

Saat aliran angin menerjang halangan, alirannya terbelah dan bergerak menyamping sembari berpusar disebutspiral vortices(Gambar 36), yang menekan bidang tegak lurus arah angin utama. Pada kecepatan sedang,spiral vortices terjadi bersamaan di dua arahnya sehingga terjadi keseimbangan. Tetapi ketika kecepatan bertambah, juga karena sifat anginturbulen (tidak linier) maka kejadiannya secara bergantian, terjadi getaran arah tegak lurus arah angin, yang disebut fenomenavortex-shedding.

(47)

Jadi akibat angin besar pada bangunan tinggi, akan terjadi deformasi searah angin utama sekaligus deformasi arah tegak lurusnya secara berganti-ganti (

vortex-shedding). Pada kecepatan angin yang menyebabkan frekuensivortex-shedding kira-kira sama dengan frekuensi alami bangunan, akan terjadi resonansi. Pada kondisi seperti itu perubahan kecepatan angin yang berubah relatif sedikit, tidak mengubah keadaan, resonansi masih terjadi, seakan-akan keadaan menjadi terkunci. Jadi kondisi vortex-shedding dikendalikan frekuensi alami. Baru setelah ada perubahan kecepatan angin yang signifikan maka proses penguncian berhenti, dan kembali frekuensi shedding dikendalikan oleh kecepatan angin. Untuk kecepatan angin baik bawah atau di atas kisaran tersebut,vortex-shedingtidak akan kritis.

Besarnya frekuensi vortex-sheeding untuk menghindari resonansi, dihitung sbb:

D S V

f   ... (2) dimana

f = frekuensi vortex shedding dalam hertz

V = kecepatan rata-rata angin pada atap bangunan

S = konstanta Strouhal yang tergantung dari bentuk bangunan D = diameter bangunan

Vortex-shedding terjadi pada banyak bentuk bangunan. Nilai S untuk bentuk yang berbeda dapat ditentukan dengan uji terowongan angin dengan mengukur frekuensi shedding pada berbagai kecepatan angin. Cukup sulit mengetahui nilai S yang akurat karena adanya fenomena penguncian tadi, yang kira-kira sekitar 10% nilai frekuensi bangunan yang tepat.

Aksi tekanan angin tidak tergantung pada lamanya angin mencapai maksimum dan kembali nol lagi saja, tetapi juga tergantung dari periode alami bangunan itu sendiri. Jika waktu yang diperlukan untuk maksimum dan nol, lebih pendek dari waktu getar alami bangunan, maka perilakunya dinamik. Jika waktu angin mencapai intensitas maksimum dan nol lagi lebih lama dari periode alami bangunan, maka sifatnya statik. Sebagai contoh, hembusan angin yang mencapai kondisi terbesar dan kembali kosong dalam dua detik menjadi beban dinamik untuk bangunan tinggi yang mempunyai periode alami kira-kira 5 - 10 detik, tetapi untuk hembusan yang sama, yaitu 2 detik adalah beban statik untuk bangunan rendah yang mempunyai perioda alami kurang dari 2 detik.

(48)

8.5. Perilaku Khusus Sistem Struktur Tahan Gempa

8.5.1. Sistem struktur dengan dissipasi enerji

Untuk beban gravitasi (beban tetap), beban angin dan beban gempa sedang (gempa yang biasa), struktur diharapkan berperilaku elastis (beban hilang, deformasi juga hilang). Tetapi saat gempa besar, yang jarang dan tak terduga, diperbolehkan terjadi kondisi inelastis. Strategi ini untuk menjamin keselamatan terhadap gempa yang lebih besar daripada yang diperkirakan olehcode yang ada. Untuk itu perencanaan struktur tahan gempa harus didasarkan pada metodologicapacity design.

Dengan caracapacity design, struktur direncanakan sedemikian rupa sehingga bila terjadi kondisi inelastis, maka itu hanya akan terjadi pada tempat-tempat yang telah ditentukan, yang memang telah direncanakan untuk mengatisipasiknya. Kondisi inelastis yang terjadi juga terkontrol, dan ditempat itulah yang dijadikan sebagai tempatdissipasi energi. Sedangkan bagian struktur lainnya tetap berperilaku elastis. Cara kerjanya seperti sekring (fuse) pada peralatan listrik saat menerimaoverload. Jadi strateginya, kalaupun kondisi inelastis tersebut menyebabkan kerusakan, maka sifatnya lokal, terisolir sehingga dapat dengan mudah diketahui dan diperbaiki.

Adanya bagian yang terpisah-pisah, ada elemen struktur yang bekerja secara elastis dan ada elemen struktur lain yang bekerja sampai inelastis. Itu dapat dengan mudah diterapkan pada konstruksi baja yang memang dari awalnya bersifat modul atau segmen terpisah yang tidak monolit. Hal ini tentu saja berbeda dengan konstruksi beton yang alaminya bersifat monolit (betoncast-in-situ). Strategi pada konstruksi beton bertulang adalah mengandalkan detail penulangan khusus, dalam hal ini perilaku inelastis akan terjadi pada baja tulangan yang daktail. Agar beton bertulang dapat berperilaku inelastis yang optimal, maka keruntuhan yang diharapkan adalah

lentur. Karena dengan itu, pada kondisi ultimate terjadi sisi tekan (beton) dan sisi tarik (baja). Jika keruntuhan aksial tarik, maka beton tidak akan bekerja, sedangkan keruntuhan aksial tekan tidak bisa berperilaku inelastis karena tekuk akan terjadi terlebih dahulu, dan itu sifatnya non-daktail.

Selanjutnya bagian mana dari sistem struktur tahan gempa yang bekerja sepertifuse dan bagian mana yang tidak, disitulah yang menjadi variasinya. Struktur Special

Gambar

Tabel 2. Perbedaan karater gedung tinggi dan jembatan panjang
Gambar 4. Hubungan sistem penahan lateral dan jumlah lantai (Taranath 2005)
Gambar 5. Macam sistem struktur penahan lateral: (a) steel rigid frame; (b) RC rigid
Gambar 8. Macam-macam sistem rangka dengan batang diagonal
+7

Referensi

Dokumen terkait

pelat lantai, balok, kolom, yang menggunakan struktur beton bertulang dan struktur bawah menggunakan fondasi bored pile. 3) Sistem struktur berupa SRPMM (Sistem Rangka Pemikul

Dari hasil analisis struktur didapatkan elemen balok eksisting pada lantai 3 memenuhi untuk menerima beban baru, sedangkan balok eksisting pada lantai 2 dan balok ring

Aksi komposit terjadi apabila dua batang/bagian struktur pemikul beban, misalnya konstruksi lantai beton dan balok profil baja, dihubungkan secara komposit menjadi satu, sehingga

Adapun data awal gedung terdiri dari 4 lantai dengan struktur balok, kolom terbuat dari beton, sedangkan modifikasi perencanaan menjadi struktur komposit baja-beton

Evaluasielemen struktur atas yang berupa plat tangga, plat lantai, balok, kolom dan shear wall menunjukan bahwa elemen struktur Gedung Bogor Valley Apartemen dan

Shear connector penghubung antara lantai jembatan yang terbuat dari beton bertulang dengan bagian atas struktur rangka prategang mampu meningkatan daya layan struktur sebesar

Balok komposit dapat dibentuk dari profil baja yang diberi penghubung geser (shear connector) pada sayap atas profil baja atau dapat pula dari profil baja yang dibungkus dengan

Hasil Pemodelan Struktur dengan ETABS; a Struktur dengan Shear Wall; b Struktur dengan balok dan kolom pengganti Shear Wall Evaluasi Hasil Analisis Perilaku Struktur Dalam mencapai