• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Ekonomi Keluarga, Pendidikan Ibu, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan

HASIL PENELITIAN

4.11 Hubungan Ekonomi Keluarga, Pendidikan Ibu, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan

ECC P S-ECC P Ya Tidak Ya Tidak Indeks Kebersihan Rongga Mulut Jelek 10 (6,2) 10 (100) 0 (0) 0,03* 5 (50) 5 (50) 0,00* Sedang 67 (41,9) 64 (95,5) 3 (4,5) 33 (49,3) 34 (50,7) Baik 83 (51,9) 69 (83,1) 14 (16,9) 19 (22,9) 64 (77,1)

4.11 Hubungan Ekonomi Keluarga, Pendidikan Ibu, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Rerata Pengalaman ECC

Berdasarkan ekonomi keluarga, rerata pengalaman ECC anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah adalah 6,64 ± 4,32. Rerata pengalaman ECC anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi tidak rendah adalah 7,01 ± 4,84. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan rerata yang bermakna antara pengalaman ECC dengan ekonomi keluarga (p>0,05) (Tabel 20).

Tabel 20. Hubungan Ekonomi Keluarga Dengan Rerata Pengalaman ECC

Ekonomi Keluarga ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P

Mean SD

Rendah 5.99 0.56 0.09 6,64 4,32 0,73

Tidak rendah 6.26 0.55 0.2 7,01 4,84

Rerata pengalaman ECC pada anak yang ibunya tidak sekolah/tamat SD adalah 6,25 ± 4,03, tamat SMP/SMA adalah 6,94 ± 4,54, dan tamat diploma/S1/S2 adalah 6,69 ± 4,65. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara rerata pengalaman ECC dengan pendidikan ibu (p>0,05) (Tabel 21).

Tabel 21. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Rerata Pengalaman ECC

Pendidikan Ibu ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD Tidak sekolah, tamat SD 6.25 0 0 6,25 4,03 0,98 Tamat SMP/SMA 6.26 0.59 0.09 6,94 4,54

Tamat Diploma/S1/S2 5.9 0.58 0.21 6,69 4,65

Tidak terdapat anak (0%) yang berperilaku diet jelek, 15% berperilaku diet sedang dengan rerata deft 7,96 ± 4,86. Sedangkan 85% berperilaku diet baik dengan rerata deft 6,61 ± 4,47. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara rerata pengalaman ECC dengan perilaku diet (p>0,05) (Tabel 22).

Tabel 22. Hubungan Perilaku Diet dengan Rerata Pengalaman ECC

Perilaku Diet ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD

Jelek 0 0 0 0 0 0,26

Sedang 7.08 0.67 0 7,96 4,86

Baik 5.93 0.54 0.16 6,61 4,47

Berdasarkan perilaku membersihkan gigi, rerata pengalaman ECC anak yang berperilaku jelek adalah 13, berperilaku sedang 7 ± 4,04, dan berperilaku baik

6,68 ± 4,7. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan rerata yang bermakna antara pengalaman ECC dengan perilaku membersihkan gigi (p>0,05) (Tabel 23).

Tabel 23. Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Rerata Pengalaman ECC Perilaku Membersihkan Gigi ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P

Mean SD

Jelek 9 4 0 13,00 0 0,32

Sedang 6.2 0.63 0.17 7,00 4,04

Baik 6.05 0.5 0.13 6,68 4,7

Berdasarkan indeks kebersihan rongga mulut, rerata pengalaman ECC anak dengan kebersihan mulut buruk memiliki 8,3 ± 4,69, kebersihan mulut sedang 8,25 ± 4,48, dan kebersihan mulut baik 5,45 ± 4,189. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rerata pengalaman ECC dengan indeks kebersihan rongga mulut (p = 0,0) (Tabel 24).

Untuk mengetahui kelompok indeks kebersihan rongga mulut mana yang mempunyai perbedaan, dilakukan analisis Post-Hoc. Analisis Post-Hoc untuk uji

Kruskal-Wallis yaitu dengan uji Mann-Whitney, dan diperoleh hasil sebagai berikut: - Kelompok indeks kebersihan rongga mulut jelek dan sedang, nilai p = 0,89 - Kelompok indeks kebersihan rongga mulut jelek dan baik, nilai p = 0,06 - Kelompok indeks kebersihan rongga mulut baik dan sedang, nilai p = 0,00

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan indeks kebersihan rongga mulut dengan rerata pengalaman karies adalah kelompok anak dengan indeks kebersihan rongga mulut baik dan sedang. (Tabel 24).

Tabel 24. Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Rerata Pengalaman ECC

Kategori ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD

Jelek 7,4 0,9 0 8,30 4,69 0,00*

Sedang 7.19 0.84 0.22 8,25 4,48

BAB 5 PEMBAHASAN

Sampel penelitian ini adalah anak berusia 37-71 bulan bersama ibunya pada TK Amir Hamzah, TK El Patisia, dan Puskesmas Petisah di Kecamatan Medan Petisah. Sampel yang diperoleh dari TK El Patisia adalah sebanyak 70 anak dan dari TK Amir Hamzah sebanyak 32 anak, sedangkan dari Puskesmas Petisah dan Posyandu diperoleh sebanyak 58 anak. Data penelitian menunjukkan 89,38% anak menderita ECC dan 35,63% anak menderita S-ECC, dengan rerata pengalaman ECC 6,80 ± 4,54. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lawrence et al. yang mendapat hasil prevalensi ECC pada anak usia 3 tahun 90,5% dan usia 4 tahun 88,1%.26

Berdasarkan usia, prevalensi ECC secara statistik memiliki hubungan bermakna. Hasil tersebut berbeda dari hasil penelitian Peressini S et al. yang tidak mendapat hubungan yang bermakna antara usia dengan prevalensi ECC.29 Terlihat dari hasil, prevalensi ECC meningkat seiring peningkatan usia anak. Proses terjadinya karies berlangsung dari bulan hingga tahun, dan menurut Peressini S et al., anak-anak sebelum usia 3 tahun cenderung enggan dibawa ke dokter gigi sehingga terjadi peningkatan jumlah gigi yang ditambal setelah usia 3 tahun.12,29

Secara statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hallett KB et al. dan Virdi M et al,27,28 bertentangan dengan teori, yakni anak perempuan umumnya mengalami lebih banyak karies daripada anak laki-laki karena pada anak perempuan erupsi gigi terjadi lebih awal.10 Namun hasil demikian dapat terjadi karena ECC merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, terjadi tidak hanya akibat satu faktor saja akan tetapi berkaitan juga dengan faktor lain yang menyebabkan terjadinya ECC.

Secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara urutan kelahiran dengan prevalensi ECC maupun S-ECC. Hasil ini sesuai dengan Folayan MO et al.

yang pada penelitiannya menemukan bahwa urutan kelahiran tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan dmft anak, berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa anak terakhir memang dihubungkan dengan peningkatan risiko karies.30 Hasil ini mungkin terjadi karena prevalensi ECC meningkat seiring peningkatan usia anak, sehingga anak yang lebih tua cenderung memiliki prevalensi ECC yang lebih besar dibanding saudaranya yang lebih kecil.

Berdasarkan jumlah bersaudara, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Hasil berbeda didapat oleh Robert JS et al. yang mendapat hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC; dikatakan bahwa jumlah bersaudara yang banyak menimbulkan beban ekonomi terhadap keluarga, atau waktu yang lebih terbatas sehingga tidak/kurang kemampuan memenuhi kebutuhan kesehatan gigi dan mulut anaknya. Juga dikatakan karena jumlah bersaudara yang besar dapat meningkatkan risiko penularan kolonisasi S. mutans.31 Peningkatan risiko penularan S. mutans

mungkin terjadi akibat ibu yang menggunakan peralatan makan yang sama untuk anak-anaknya, dalam hal ini berbagi sendok makan dan juga botol susu. Pada keluarga yang diteliti, tidak terdapat hubungan yang bermakna, mungkin dapat terjadi karena orangtua mampu membagi waktu dalam memenuhi kebutuhan kesehatan gigi anak-anaknya, dan tidak adanya kebiasaan berbagi peralatan makan.

Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan prevalensi ECC, prevalensi S-ECC, dan pengalaman ECC. Berbeda dengan Tsai AI et al. yang pada penelitiannya di Taiwan mendapati bahwa ECC memiliki hubungan dengan tingkat ekonomi keluarga, yakni ECC lebih umum terjadi pada anak dari keluarga dengan ibu yang bekerja penuh, dibanding ibu yang tidak bekerja atau bekerja paruh waktu.32 Perbedaan hasil tersebut mungkin dapat terjadi karena orangtua dari keluarga dengan ekonomi tidak rendah cenderung sibuk bekerja, mengakibatkan kurangnya perhatian orangtua terhadap kesehatan gigi dan mulut anaknya.

Kebanyakan ibu dari sampel memiliki tingkat pendidikan tamat SMP/SMA. Secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu

dengan prevalensi ECC maupun S-ECC, begitu juga dengan rerata pengalaman ECC. Febriana SS dkk. juga memperoleh hasil yang sama dalam penelitiannya. Hal ini terjadi karena pengetahuan yang baik tentang kesehatan gigi tidak selalu diikuti dengan tindakan perawatan kesehatan gigi keluarga yang baik.3 Zafar S et al. menyatakan bahwa prevalensi dan pengalaman karies yang lebih rendah memang telah dihubungkan dengan tingkat pendidikan orangtua yang lebih tinggi. Tingginya rerata pengalaman karies pada orangtua yang diturunkan pada anak menunjukkan bahwa pengetahuan akan kesehatan gigi juga menjadi faktor risiko.33 Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna pada penelitian ini mungkin terjadi akibat pengetahuan dan kesadaran ibu mengenai kesehatan gigi yang kurang, mengakibatkan ibu kurang memperhatikan atau salah dalam merawat kesehatan gigi anak.

Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC, dan rerata pengalaman ECC. Hasil tersebut berbeda dari teori yang menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku diet dengan prevalensi ECC. Tidak adanya sampel dengan perilaku diet yang jelek mungkin mengakibatkan hasil analisis yang kurang tepat dengan teori, yakni frekuensi konsumsi gula, pola pemberian susu yang tidak tepat, menyusui yang tidak dibatasi pada malam hari, dan mengonsumsi minuman yang tinggi kalori akan meningkatkan risiko karies.12,17,19 Kebanyakan orangtua menjawab pertanyaan dengan kurang yakin karena sudah lupa, sehingga perilaku diet sampel tidak sesuai dengan keadaan kesehatan giginya.

Berdasarkan perincian item perilaku diet, ditemukan ada hubungan yang bermakna antara tindakan membersihkan gigi setelah minum susu dengan prevalensi S-ECC. Berbeda dengan hasil tersebut, Febriana SS dkk. mendapatkan hubungan yang bermakna, menunjukkan bahwa konsumsi susu botol dan kariogenik lainnya meningkatkan prevalensi dan keparahan ECC.3

Berdasarkan perilaku membersihkan gigi, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC, dan dengan rerata pengalaman ECC. Perincian item perilaku membersihkan gigi

menunjukkan secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara usia mulai menyikat gigi, pengawasan orangtua, waktu menyikat gigi, dan penggunaan pasta gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Hallett KB et al. pada penelitiannya juga mendapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawasan orangtua dengan prevalensi dan pengalaman ECC, tetapi mendapatkan hubungan yang bermakna antara usia mulai menyikat gigi dengan prevalensi dan pengalaman ECC.27 Hasil ini bertentangan dengan teori namun dapat terjadi karena ECC merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, terjadi tidak hanya satu faktor saja akan tetapi berkaitan juga dengan faktor lain yang menyebabkan terjadinya ECC.

Berdasarkan indeks kebersihan rongga mulut, terdapat hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan prevalensi S-ECC. Hasil serupa juga didapat oleh Senesombath S et al., yakni ada hubungan bermakna antara skor plak gigi posterior mandibula dengan prevalensi ECC dan pengalaman ECC.34 Hasil menunjukkan prevalensi ECC dan S-ECC berbanding lurus dengan indeks kebersihan rongga mulut, yakni semakin tinggi indeks plak, semakin tinggi prevalensi ECC, karena keberadaan plak selalu secara aktif menghasilkan asam pada kecepatan yang lebih dibandingkan kemampuan netralisasi saliva.12,13,30

BAB 6

Dokumen terkait