• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Petisah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Petisah"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

GIGI DAN INDEKS KEBERSIHAN RONGGA

MULUT DENGAN

EARLY CHILDHOOD

CARIES

PADA ANAK USIA 37-71

BULAN DI KECAMATAN

MEDAN PETISAH

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

PETRA GUINARDI NIM : 080600164

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tahun 2012 Petra Guinardi

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Petisah.

xii + 52 halaman

Early Childhood Caries (ECC) adalah keberadaan satu atau lebih gigi yang karies, hilang, atau ditambal pada anak usia kurang dari 72 bulan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat prevalensi ECC yang tinggi di Indonesia. Anak-anak dengan ECC memiliki risiko terkena karies yang meningkat seiring usia. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC.

Jenis penelitian adalah analitik observasi dengan rancangan penelitian cross

sectional. Populasi penelitian seluruh anak usia 37-71 bulan beserta ibunya masing-masing di Kecamatan Medan Petisah. Sampel diambil secara purposive sampling

sebanyak 160 sampel. Data dikumpulkan dengan mewawancarai ibu untuk mendapatkan data sosial ekonomi orangtua, perilaku diet, dan perilaku membersihkan

(3)

pengalaman ECC 6,80 ± 4,54. Hubungan yang bermakna didapat antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC, prevalensi S-ECC, serta

pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 14 November 2012

Pembimbing: Tanda Tangan

Yati Roesnawi, drg. ………...

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 22 November 2012

TIM PENGUJI

KETUA : Taqwa Dalimunte, drg., Sp. KGA ANGGOTA : 1. Siti Salmiah, drg., Sp. KGA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat-Nya sehingga skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg., selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan juga dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan serta saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

3. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM., selaku dosen dan narasumber, atas keluangan waktu dan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU di Departemen Kesehatan Gigi Anak atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

5. Ameta Primasari, drg., MDSc selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah begitu banyak membantu, membimbing, dan memberi nasihat yang berharga selama penulis menjalani masa studi di perkuliahan.

Terima kasih kepada kedua orangtua tercinta, Papa Irawan Lukito, SE dan Mama Yatsa atas segala kasih sayang dan kesabaran dalam membesarkan penulis. Saudara-saudara penulis Jesika, Yasmine, dan Christianto atas doa restu serta semangat yang diberikan kepada penulis.

(7)

Astri, Duma, Naldes, Lamser, dan Evi serta seluruh teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi di kemudian hari. Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 14 November 2012 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Untuk Masyarakat ... 5

1.5.2 Manfaat Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan ... 5

1.5.3 Manfaat Kebutuhan Klinis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies ... 6

2.1.1 Plak Dental ... 7

2.1.2 Substrat ... 7

2.1.3 Faktor Host ... 8

(9)

2.2 Diagnosa Karies ... 10

2.3 ECC ... 10

2.4 S-ECC ... 13

2.5 Faktor Predisposisi ECC ... 13

2.5.1 Kebersihan Rongga Mulut ... 13

2.5.2 Mikroorganisme ... 14

2.5.3 Pola Diet ... 15

2.5.4 Jenis Kelamin ... 16

2.5.5 Sosial Ekonomi ... 16

2.5.6 Peran Ibu ... 17

2.6 Pencegahan ... 18

2.7 Kerangka Teori ... 21

2.8 Kerangka Konsep ... 22

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.2.1 Tempat Penelitian ... 23

3.2.2 Waktu Penelitian ... 23

3.3 Populasi dan Sampel ... 23

3.3.1 Populasi ... 23

3.3.2 Sampel ... 24

3.4 Variabel Penelitian ... 25

3.4.1 Variabel Terikat/Dependen ... 25

3.4.2 Variabel Faktor Risiko ... 25

3.5 Defenisi Operasional ... 25

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 29

3.7 Cara Pengambilan Data ... 30

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 30

3.8.1 Pengolahan Data ... 30

3.8.2 Analisis Data ... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden ... 32

4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Prevalensi ECC dan S-ECC 33 4.3 Hubungan Usia dengan Prevalensi ECC dan S-ECC ... 33

(10)

S-ECC ... 35 4.6 Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prevalensi ECC dan

S-ECC ... 35 4.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prevalensi ECC dan

S-ECC ... 36 4.8 Hubungan Perilaku Diet dengan Prevalensi ECC dan S-ECC 36 4.9 Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Prevalensi

ECC dan S-ECC ... 39 4.10 Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan

Prevalensi ECC dan S-ECC ... 41 4.11 Hubungan Ekonomi Keluarga, Pendidikan Ibu, Perilaku

Diet, Perilaku Membersihkan gigi, dan Indeks Kebersihan

Rongga Mulut dengan Pengalaman ECC ... 42

BAB 5 PEMBAHASAN ... 45 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 49 6.2 Saran ... 49

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Kriteria inklusi dan eksklusi sampel ... 25

2 Definisi operasional sosial ekonomi orangtua ... 26

3 Definisi operasional perilaku diet ... 27

4 Definisi operasional perilaku membersihkan gigi ... 28

5 Alat dan bahan penelitian ... 30

6 Karakteristik responden ... 32

7 Hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 33

8 Hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 34

9 Hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC .... 34

10 Hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 35

11 Hubungan ekonomi keluarga dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 35

12 Hubungan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 36

13 Hubungan perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 36

14 Hubungan rincian item perilaku diet “frekuensi dan durasi minum susu” dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 37

15 Hubungan rincian item perilaku diet “cara mengonsumsi susu” dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 38

16 Hubungan rincian item perilaku diet “konsumsi kariogenik lain” dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 39

(12)

18 Hubungan rincian item perilaku membersihkan gigi dengan

prevalensi ECC dan S-ECC ... 40

19 Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 41

20 Hubungan ekonomi keluarga dengan rerata pengalaman ECC ... 42

21 Hubungan pendidikan ibu dengan rerata pengalaman ECC ... 42

22 Hubungan perilaku diet dengan rerata pengalaman ECC ... 42

23 Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan rerata pengalaman ECC ... 43

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Etiologi karies sebagai penyakit multifaktorial ... 6

2 Predisposisi terjadinya ECC ... 11

3 Gambaran klinis rongga mulut anak usia 4 tahun dengan ECC ... 12

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat persetujuan komisi etik tentang penelitian bidang kesehatan 2. Surat keterangan melakukan penelitian di Puskesmas Petisah 3. Surat keterangan dari TK Amir Hamzah

4. Surat keterangan dari TK El Patisia

5. Informasi kepada orang tua subjek penelitian

6. Surat pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian

7. Kuesioner orangtua hubungan sosial ekonomi orangtua, perilaku diet dan perilaku membersihkan gigi dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71

(15)

Tahun 2012 Petra Guinardi

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Petisah.

xii + 52 halaman

Early Childhood Caries (ECC) adalah keberadaan satu atau lebih gigi yang karies, hilang, atau ditambal pada anak usia kurang dari 72 bulan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat prevalensi ECC yang tinggi di Indonesia. Anak-anak dengan ECC memiliki risiko terkena karies yang meningkat seiring usia. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC.

Jenis penelitian adalah analitik observasi dengan rancangan penelitian cross

sectional. Populasi penelitian seluruh anak usia 37-71 bulan beserta ibunya masing-masing di Kecamatan Medan Petisah. Sampel diambil secara purposive sampling

sebanyak 160 sampel. Data dikumpulkan dengan mewawancarai ibu untuk mendapatkan data sosial ekonomi orangtua, perilaku diet, dan perilaku membersihkan

(16)

pengalaman ECC 6,80 ± 4,54. Hubungan yang bermakna didapat antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC, prevalensi S-ECC, serta

pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan rongga mulut adalah bagian integral dari kesehatan umum yang baik, namun hingga kini karies gigi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat.1 Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004 (SKRT), prevalensi karies mencapai 90,05%.2 Dari penelitian Febriana, dkk. diketahui bahwa prevalensi ECC pada anak usia 0-3 tahun di DKI Jakarta 52,7% dengan def-t rata-rata 2,85.3 Data hasil penelitian Situmorang N tahun 2008 menunjukkan prevalensi karies gigi pada anak sekolah di beberapa kecamatan kota Medan 74,69%.4

The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan Early Childhood Caries sebagai keberadaan satu atau lebih gigi yang karies, hilang, atau permukaan mana pun dari gigi desidui yang ditambal pada anak berusia 71 bulan atau kurang. Dilaporkan penyakit ini merupakan alasan terbesar yang menyebabkan anak mengunjungi rumah sakit baik untuk mencabut gigi karena karies ataupun untuk menambal gigi, lima kali lebih besar bila dibandingkan dengan asma dan tujuh kali lebih besar bila dibandingkan dengan demam.7

ECC sering dihubungkan dengan frekuensi pemberian susu botol dan/atau ASI yang berlebihan, sebelumnya dinamakan “Nursing Bottle Caries.” Istilah tersebut diberikan untuk menunjukkan bentuk karies yang dihubungkan dengan penggunaan botol susu. Hal tersebut terbatas hanya untuk kebiasaan pemberian makan, menyimpulkan bahwa karies dapat dihindarkan bila pemberian susu botol dihentikan segera setelah usia satu tahun. AAPD menyadari karies merupakan penyakit infeksius dan tidak hanya disebabkan oleh kesalahan cara pemberian makan, sehingga AAPD mengeluarkan istilah “Early Childhood Caries” untuk lebih menekankan etiologinya yang multifaktorial.8

(18)

pada gigi desidui adalah tanda terbaik akan terjadinya: karies pada gigi permanen, kesehatan gigi yang buruk, mempengaruhi artikulasi berbicara, pertumbuhan, dan pola makan. Pada kasus yang ekstrem, ECC juga dapat mengakibatkan infeksi, rasa sakit, abses, masalah pengunyahan, malnutrisi, kelainan gastrointestinal, dan rasa percaya diri yang rendah. Anak-anak dengan ECC juga telah menunjukkan risiko yang meningkat akan lesi baru seiring pertambahan usia, pada gigi desidui dan permanen.9

Berdasarkan penelitian Skeie MS et al. disimpulkan bahwa pengalaman karies lebih dari dua permukaan pada molar susu kedua di usia 5 tahun dapat digunakan sebagai prediksi tingkat risiko karies yang tinggi pada usia 10 tahun.9 Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan ECC pada masa gigi desidui akan meningkatkan risiko terjadinya karies pada masa gigi permanen.

Masih tingginya prevalensi ECC dan pengaruhnya terhadap risiko karies pada masa gigi permanen mendorong peneliti untuk mengetahui besarnya prevalensi ECC di kota Medan. Kecamatan yang dipilih menjadi lokasi penelitian adalah Kecamatan Medan Petisah dengan alasan peneliti tinggal di daerah ini sehingga sampel mudah dijangkau. Peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara sosial ekonomi orangtua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.2 Rumusan Masalah

(19)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orangtua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menganalisis hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

2. Menganalisis hubungan jenis kelamindengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

3. Menganalisis hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

4. Menganalisis hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

5. Menganalisis hubungan sosial ekonomi orangtua dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

6. Menganalisis hubungan perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

7. Menganalisis hubungan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

8. Menganalisis hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

9. Menganalisis hubungan sosial ekonomi orangtua dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

(20)

11. Menganalisis hubungan perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

12. Menganalisis hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.4 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menguji Hipotesis alternatif (Ha) yaitu:

1. Ada hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

2. Ada hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

3. Ada hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

4. Ada hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

5. Ada hubungan sosial ekonomi orangtua dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

6. Ada hubungan perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

7. Ada hubungan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

8. Ada hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

9. Ada hubungan sosial ekonomi orangtua dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

10. Ada hubungan perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

(21)

12. Ada hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Untuk Masyarakat

Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kesehatan gigi dan memotivasi anak dan orangtua dalam menjaga kebersihan rongga mulut. Selain itu juga menambah pengetahuan orangtua mengenai karies, sehingga menimbulkan kesadaran untuk lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut anak sejak usia dini.

1.5.2 Manfaat Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan

a. Perolehan data prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC di Kecamatan Medan Petisah

b. Sebagai penelitian pendahuluan pada bidang Kedokteran Gigi Anak, khususnya pencegahan ECC.

c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar bagi program pemerintahan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut anak untuk meningkatkan kualitas hidup anak pada usia dini.

1.5.3 Manfaat Kebutuhan Klinis

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Karies adalah penyakit jaringan kalsifikasi gigi, yang ditandai dengan kehancuran jaringan, dimulai dari permukaan gigi pada daerah predileksi (pit dan

fissure) dan daerah kontak interproksimal dan berlanjut menuju pulpa.5,6,10

Kehancuran meliputi demineralisasi bagian anorganik yang dimediasi oleh plak dan disintegrasi substansi organik.5 Demineralisasi disebabkan oleh asam berasal dari bakteri asidogenik pada materi karbohidrat, mengakibatkan pembentukan kavitas dan invasi bakteri. Tingkat pH kurang dari 5,5 akan memungkinkan terjadinya demineralisasi.6,10

2.1 Etiologi Karies

Karies terjadi sebagai akibat interaksi dari beberapa faktor. Faktor tersebut terdiri dari gigi dan saliva, bakteri pada plak, substrat, dan waktu, sehingga karies disebut penyakit multifaktorial.11

(23)

2.1.1 Plak Dental

Plak mengandung bakteri yang dapat menghasilkan asam dan dapat bertahan pada pH yang rendah. Spesies bakteri spesifik seperti S. mutans dan Lactobacilli sp.

terlibat dalam perkembangan karies.12 S. mutans diyakini merupakan bakteri terpenting dalam inisiasi dan perkembangan dari karies. Bakteri patogen ini dapat mengkolonisasi permukaan gigi dan menghasilkan asam pada kecepatan yang lebih dibandingkan kemampuan netralisasi biofilm.13 Setelah terjadi kavitasi enamel,

Lactobacilli sp. menjadi lebih berperan ketika pH plak turun di bawah batas (5,5). Asam yang dihasilkan mendemineralisasi enamel dan akan bertahan selama 20 menit atau lebih, tergantung ketersediaan substrat di dalam mulut. Perlekatan plak juga berpengaruh, di mana substrat yang bersifat melekat akan menghasilkan plak yang lebih melekat.6

2.1.2 Substrat

Saliva, substrat makanan, dan bakteri membentuk biofilm (plak) yang melekat ke permukaan gigi. Keberadaan substrat berperan sebagai sumber nutrisi bagi bakteri, dan bakteri menghasilkan asam yang dapat mengakibatkan demineralisasi gigi.12 Bakteri menggunakan karbohidrat dari substrat untuk difermentasi menjadi energi, dan ujung dari proses fermentasi pada metabolisme bakteri akan menghasilkan asam. Diet karbohidrat yang tinggi akan berkontribusi dalam ketersediaan glukosa yang mendorong metabolisme bakteri untuk menghasilkan asam laktat.6,10 Kuantitas karbohidrat relatif tidak penting, karena bahkan karbohidrat sebanyak berapa menit akan digunakan dengan segera.11

Gula pendorong karies seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa, terkandung dalam jus buah dan susu formula anak akan dengan segera dicerna oleh S. mutans dan

Lactobacilli sp. menjadi asam yang akan mendemineralisasi enamel dan dentin.6 Sukrosa telah diidentifikasi sebagai gula kariogenik utama yang dapat dicerna oleh S.

mutans untuk menghasilkan plak yang penting dalam perlekatan bakteri dan

(24)

mutans.15 Selain itu, paparan sukrosa terhadap plak yang sudah terbentuk selama 48 jam atau lebih akan mengakibatkan demineralisasi enamel yang membutuhkan waktu 4 jam agar dapat teremineralisasi kembali.1

2.1.3 Faktor Host

Gigi desidui lebih mudah untuk mengalami karies dibandingkan gigi permanen, hal tersebut terjadi karena enamel pada gigi desidui memiliki kandungan bahan organik dan air yang lebih banyak daripada gigi permanen. Sedangkan kandungan mineral gigi desidui lebih sedikit daripada gigi permanen, dan kristal-kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen.2

Karies dapat terjadi pada pit dan fissure dan permukaan koronal yang halus. Adanya pit dan fissure yang dalam tidak bisa dibersihkan oleh aksi makanan ketika mastikasi atau oleh sikat gigi, sehingga area tersebut sering terserang karies. Daerah interproksimal yang tidak dijaga kebersihannya juga merupakan subjek karies. Permukaan yang licin dan halus jarang terserang kecuali plak dibiarkan terbentuk dan tidak dibersihkan. Hal ini biasa ditemukan pada area servikal. Area yang tidak

cleansable akibat malposisi gigi juga merupakan subjek karies.10

Saliva berperan penting dalam beberapa hal pada proses karies, seperti penyingkiran substrat dan buffering asam plak, memperlambat proses karies, dan penting dalam remineralisasi.11 Dua proses selalu terjadi pada permukaan enamel, yakni pembentukan asam oleh bakteri dan netralisasi asam oleh saliva. Kapasitas

buffering saliva adalah mekanisme paling penting dalam menetralisir asam, di mana daerah yang terbersihkan dengan baik oleh saliva menjadi imun terhadap karies. Namun tidak semua daerah dapat dicapai oleh saliva, seperti pit dan fissure dan daerah interproksimal.10

(25)

Saliva memiliki fungsi self cleansing yang akan membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan.16 Saliva juga memiliki aksi bakteriostatik karena memiliki lisozim yang merupakan agen bakteriostatik. Selain lisozim, juga terdapat antibodi, bakteriofag, ammonia, dan faktor-faktor lainnya yang bertentangan dengan pertumbuhan bakteri. Keseluruhan kandungan saliva tersebut akan menghalangi produksi asam dari bakteri dan membatasi aktivitas karies.10 Kedua hal tersebut memungkinkan saliva untuk menjaga kebersihan rongga mulut.

Saliva memiliki peranan penting dalam mempertahankan integritas dari enamel gigi dengan cara mengatur proses remineralisasi dan demineralisasi. Faktor utama untuk mengontrol stabilitas enamel adalah pH saliva dan hidroksiapatit sebagai konsentrasi aktif yang dapat membebaskan kalsium, fosfat, dan fluor di dalam larutan.16

2.1.4 Waktu

Kavitasi bisa berlangsung dari bulan hingga tahun yang berarti di dalam mulut ada demineralisasi dan remineralisasi enamel yang berkesinambungan. Agar tercapai keseimbangan harus ada waktu yang cukup antara kegiatan kariogenik dengan proses remineralisasi. Peningkatan frekuensi makan akan memperlama periode reduksi pH dan demineralisasi.12 Ketika demineralisasi menjadi terlalu sering, atau terjadi ketika aliran saliva berkurang, tingkat demineralisasi dan kehancuran gigi akan meningkat.11

(26)

2.2 Diagnosa Karies

Secara konvensional, dokter gigi bergantung pada prosedur visual—taktil-radiografik dalam mendeteksi karies.6 Prosedur ini meliputi identifikasi secara visual dari area yang terdemineralisasi (umumnya white spots) atau pit dan fissure yang mencurigakan dan penggunaan explorer untuk menentukan keberadaan hilangnya kontinuitas atau kehancuran di dalam enamel dan menilai kelunakan atau kekerasan enamel. Lesi karies yang terletak pada permukaan interproksimal gigi umumnya dideteksi dengan menggunakan radiograf bitewing.1

Pemeriksaan dilakukan pada gigi yang telah bersih dan telah dikeringkan, dengan cahaya yang memadai dan mempergunakan peralatan terdiri atas udara untuk pengeringan, cermin gigi, dan probe dengan ujung tumpul atau bola. Probe yang runcing tidak digunakan karena saat memeriksa lesi demineralisasi akan merusak matriks enamel mengakibatkan remineralisasi tidak mungkin terjadi, sehingga menjadi kavitas iatrogenik, dan probe dapat memindahkan bakteri kariogenik dari satu daerah ke daerah lainnya, menginokulasi daerah bebas karies dengan bakteri kariogenik.17

Tanda karies yang terlihat pertama adalah lesi white spot, yang hanya dapat dilihat bila permukaan gigi dikeringkan. Hal tersebut karena enamel yang terdemineralisasi menjadi poreus, pori-porinya mengandung air yang bila dikeringkan akan digantikan oleh udara sehingga terlihat lebih jelas.17

2.3 ECC

Early Childhood Caries adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan karies gigi yang muncul pada gigi desidui anak-anak. The American Academy of

Pediatric Dentistry (AAPD) mengartikan Early Childhood Caries sebagai

(27)

desidui rahang bawah juga sering karies, tapi gigi depan desidui rahang bawah biasanya terhindar, baik seluruhnya bebas karies atau hanya sedikit yang terkena karies. Hal tersebut diperkirakan sebagai hasil perlindungan oleh lidah selama menyusui, di mana pada saat yang bersamaan gigi depan desidui rahang bawah tersebut juga dibasahi oleh air liur dari saluran sublingual dan submandibular.8

Banyak kasus, ECC dihubungkan dengan seringnya konsumsi minuman yang mengandung gula dari botol. Frekuensi konsumsi adalah faktor kunci akan terjadi atau tidaknya ECC. Anak yang terkena ECC sering membawa botol ke tempat tidur untuk merasa nyaman, atau menggunakan botol sebagai sumber kenyamanan selama siang hari. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang cenderung tertidur dengan botol di mulut sebagai yang paling mungkin untuk menderita ECC, dikarenakan dari penurunan aliran saliva yang terjadi selama tidur. Namun, hubungan antara kebiasaan menggunakan botol dan ECC tidaklah mutlak dan studi telah menyarankan bahwa faktor-faktor lain, seperti kerusakan enamel linear dan kekurangan gizi, mungkin memainkan peran penting sebagai etiologi kondisi ini.8

Gambar 2. Predisposisi terjadinya ECC

Diketahui adanya empat tahap perkembangan ECC, yakni:18

(28)

gigi pertama yang memeriksa mulut anak sering mengabaikannya. Lebih lanjut, gigi dapat didiagnosa setelah dikeringkan.

Tahap kedua terjadi ketika anak berusia antara 16-24 bulan. Dentin dipengaruhi oleh enamel yang rusak akibat dari lesi putih pada insisivus yang terbentuk secara cepat. Dentin yang terbuka dan kelihatan lunak juga berwarna kuning. Molar desidui rahang atas dengan lesi awal pada regio servikal, proksimal, dan oklusal. Pada tahap ini, anak mulai mengeluh terhadap rangsangan dingin.

Tahap ketiga, terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, yang dikarakteristikkan dengan lesi yang besar dan dalam pada insisivus rahang atas, serta iritasi pulpa. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah atau menggosok giginya dan sakit spontan pada malam hari. Pada keadaan ini, molar desidui rahang atas berada pada tahap 2, sementara tahap satu dapat didiagnosa pada molar desidui rahang bawah dan kaninus rahang atas.

Gambar 3. Gambaran klinis rongga mulut anak usia 4 tahun

dengan ECC.

(29)

anak-anak kecil menderita tapi tidak dapat menunjukkan keluhan sakit gigi mereka. Mereka susah tidur dan susah makan.

2.4 S-ECC

AAPD menyatakan bahwa Severe Early Childhood Caries sebagai adanya tanda karies pada permukaan gigi mana pun pada anak usia di bawah 3 tahun.1 Tampilan klinis dari gigi pada anak usia 3, 4, atau 5 tahun dengan S-ECC mengikuti pola yang pasti, yakni adanya keterlibatan awal karies pada permukaan halus gigi anterior maksila, atau jumlah total permukaan yang terlibat adalah sama atau lebih dari empat permukaan pada usia 3 tahun, lima permukaan pada usia 4 tahun, atau enam permukaan pada usia 5 tahun.1, 19

2.5 Faktor Predisposisi ECC

Beberapa faktor predisposisi diidentifikasi sebagai faktor risiko ECC, di antaranya kebersihan rongga mulut, mikroorganisme, pola diet anak, sosial ekonomi, dan peran ibu.

2.5.1 Kebersihan Rongga Mulut

Kecenderungan terjadinya karies merupakan ciri-ciri nyata anak dengan kebersihan rongga mulut yang buruk, di mana sering dijumpai penumpukan plak dan deposit-deposit lainnya pada permukaan gigi karena pada anak lebih sulit menjaga kebersihan mulut. Risiko karies akan semakin tinggi pada keadaan gigi yang berjejal dan adanya kelainan lengkung rahang.1

(30)

0 = Tidak ada plak

1 = Adanya plak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

2 = Adanya plak yang menutupi lebih dari 1/3 tapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi

3 = Adanya plak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Gambar 4. Penghitungan skor plak Green dan Vermillion13

Jumlah skor

Indeks plak = --- Jumlah gigi yang diperiksa

2.5.2 Mikroorganisme

Anak yang belum bergigi, hanya terdapat permukaan mukosa yang terpapar cairan saliva di dalam mulut. S. mutans dapat bertahan dengan membentuk perlekatan koloni pada permukaan mukosa atau hidup bebas di dalam saliva.Flora mulut rata-rata hanya dapat membelah diri sebanyak dua hingga empat kali per hari dan setiap beberapa menit anak akan menelan saliva, sehingga dapat diasumsikan bahwa bakteri tidak dapat bertahan dengan sendirinya di dalam saliva hanya dengan berproliferasi, melainkan harus melekat dengan permukaan oral.12

Gibbons dan Van Houte pada tahun 1975 menunjukkan bahwa S. mutans

(31)

gigi. Akan tetapi, Wan AK et al. pada tahun 2001 menunjukkan bahwa S. mutans

dapat berkolonisasi dalam mulut anak yang tidak bergigi, yakni pada alur-alur lidah.12 Kolonisasi dini S. mutans adalah faktor risiko yang besar bagi ECC dan juga karies di masa depan. Alaluusua dan Renkonen pada tahun 1982 melakukan pemeriksaan longitudinal untuk kolonisasi S. mutans dan karies pada anak-anak usia 2-4 tahun, anak-anak yang memiliki S. mutans dalam plak pada usia 2 tahun memiliki karies terbanyak pada usia 4 tahun.12 Pengamatan serupa dilakukan oleh Kohler et al.

pada tahun 1988 yang melaporkan bahwa 89% anak-anak dengan kolonisasi S.

mutans pada usia 2 tahun memiliki lesi karies pada usia 4 tahun. Sebagai

perbandingan, hanya 25% anak yang tidak terinfeksi S. mutans sebelum usia 2 tahun menderita karies pada usia 4 tahun.12

Sumber utama dari mana anak-anak menerima S. mutans adalah ibu mereka baik melalui udara, saliva, ataupun penggunaan peralatan makan bersama. Bukti didapat dari beberapa pembelajaran klinis oleh Berkowitz RJ dan Jordan H pada tahun 1975, di mana beberapa jenis S. mutans diisolasi dari ibu-ibu dan bayi-bayi mereka menghasilkan profil bakteriosin yang identik.12

2.5.3 Pola Diet

Risiko karies dipengaruhi oleh frekuensi konsumsi gula, bukan banyaknya jumlah gula yang dikonsumsi.12 Setiap kali seseorang mengkonsumsi makanan atau minuman mengandung gula, maka asam yang dihasilkan plak akan meningkat dengan segera dan keasaman rongga mulut akan kembali normal bila aktivitas konsumsi dihentikan.

(32)

peringatan kepada orangtua bahwa menyusui yang tidak dibatasi pada malam hari setelah gigi pertama anak erupsi, sebaiknya dihindari karena akan memberi risiko ECC.19

Anak-anak memiliki tingkat metabolisme yang tinggi dan kebutuhan kalori mereka tinggi. Kebanyakan anak-anak yang menderita ECC memiliki pola diet yang buruk. Orangtua dari anak-anak tersebut menyatakan bahwa anak mereka tidak benar-benar makan pada waktu makan, sehingga untuk mendapatkan kalori yang dibutuhkan, mereka mengonsumsi minuman yang tinggi akan kalori di antara jam makan.17 Selain itu tidak memakan sarapan secara teratur dan tidak mengonsumsi buah dan sayur setiap harinya juga meningkatkan risiko ECC.19

2.5.4 Jenis Kelamin

Anak perempuan pada semua usia umumnya mengalami lebih banyak karies daripada anak laki-laki. Hal ini dikarenakan pada anak perempuan erupsi gigi terjadi lebih awal dibanding anak laki-laki, sehingga gigi anak perempuan terpapar serangan karies untuk waktu yang lebih lama.10

Selain itu, pada anak usia 5 hingga 15 tahun ditemukan bahwa laju aliran saliva terstimulasi meningkat seiring dengan usia dan anak laki-laki memiliki tingkat laju saliva yang secara konsisten lebih tinggi daripada anak perempuan.Kurangnya saliva mengakibatkan kebersihan rongga mulut yang kurang optimal, sehingga pada anak perempuan cenderung akan lebih mudah mengalami karies.1

2.5.5 Sosial Ekonomi

Pengalaman karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi tidak rendah daripada kelompok sosial ekonomi rendah. Hal ini mungkin dipengaruhi keadaan keuangan keluarga masing-masing kelompok sosial, di mana usaha preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam kesehatan gigi cenderung mahal.1

(33)

merawat penyakit gigi.1,19 Dari data demografik dapat dipastikan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah memiliki risiko terkena karies yang tinggi. Selain itu, pada saat anak-anak dari tingkat sosial ekonomi rendah menderita penyakit gigi, durasi penyakitnya adalah 12 kali lebih lama dibanding anak dari sosial ekonomi tidak rendah.1

2.5.6 Peran Ibu

Ibu memiliki peran penting dalam membiasakan anak mereka untuk mengubah kepribadian yang dibutuhkan untuk kebersihan dan kesehatan rongga mulut yang baik.1 Ibu yang dirinya sendiri tidak mampu menjaga kesehatan gigi dan mulut tentu tidak akan mampu mengubah kepribadian anaknya. Beberapa penelitian telah memfokuskan pentingnya hubungan tingkah laku kesehatan mulut ibu dengan kondisi gigi anak mereka. Penelitian oleh Sasahara et al. pada 1998 mengenai hubungan kondisi gingiva ibu (sebagai ukuran dari tingkah laku kesehatan mulut) dengan pengalaman karies anak, menyimpulkan bahwa kondisi gingiva ibu memiliki hubungan terhadap prevalensi dan keparahan karies anaknya.21

(34)

2.6 Pencegahan

Tindakan pencegahan adalah bagian yang penting dari perawatan karies. Tindakan pencegahan terdiri atas:6,17

1. Pemberian Fluor

Fluor memiliki kemampuan meningkatkan ketahanan enamel terhadap demineralisasi serta meningkatkan remineralisasi, selain itu fluor juga menurunkan produksi asam di dalam plak. Fluor di dalam makanan memiliki pengaruh pra erupsi terhadap ketahanan gigi terhadap karies di masa depan.

Pemberian fluor dapat dilakukan sendiri dengan cara menyikat gigi menggunakan pasta gigi berfluor. Orangtua seharusnya mulai menyikat gigi anak dengan pasta gigi berfluor sejak erupsi gigi pertama kali, sekitar usia 6 bulan.17 Untuk anak-anak yang dianggap berisiko rendah terkena karies, pasta gigi yang digunakan dapat mengandung 450-600 ppm fluor, konsentrasi fluor yang lebih rendah kurang diyakini manfaatnya. Untuk anak yang diduga berisiko tinggi, tidak dipengaruhi oleh usia, pasta gigi dengan konsentrasi fluor lebih tinggi juga boleh digunakan. Bila menggunakan pasta gigi dengan fluor yang lebih tinggi, orangtua perlu diberitahu untuk menggunakan sedikit saja pasta kurang lebih sebesar kacang kecil dan untuk mengawasi kegiatan menyikat gigi, agar jangan sampai pasta gigi tertelan, dan anak-anak meludah sebisa mungkin setelah menyikat.17

Pemberian sediaan fluor baik dalam bentuk tetesan atau tablet dimaksudkan untuk anak-anak yang berisiko tinggi karies dan anak-anak yang bila terkena penyakit gigi akan mengakibatkan gangguan serius terhadap kesehatan umum. Pemberian suplemen hanya memiliki efek maksimal bila diberikan dalam jangka lama dan secara teratur. Bila di dalam kandungan air terdapat fluor lebih dari 0,7 ppm, maka tidak perlu diberikan suplemen.17

(35)

2. Pengendalian Plak

Plak sebagai etiologi karies perlu disingkirkan dari rongga mulut untuk mencegah terjadinya proses karies. Tindakan penyingkiran plak dapat dilakukan dengan menyikat gigi. Frekuensi menyikat gigi sangat mempengaruhi timbulnya karies, bahwa pada anak yang rajin menyikat gigi akan mempunyai risiko terkena karies lebih rendah dibandingkan anak yang jarang atau tidak pernah menyikat gigi.23

Pada anak usia 3-6 tahun, dental floss sudah dapat digunakan oleh anak. Jika daerah kontak interproksimal terlalu rapat maka ibu yang harus melakukannya. Daerah yang paling memerlukan penggunaan dental floss adalah daerah kontak posterior.1

3. Fisur Silen

Fisur silen digunakan pada molar desidui di mana satu atau lebih molar desidui telah terkena karies oklusal.6,17 Silen memiliki fungsi kariostatik di mana silen menghalangi pitdan fisursecara fisik. Hal ini mencegah kolonisasi baru bakteri di pit dan fisur serta mencegah penetrasi karbohidrat bagi bakteri yang tersisa di dalamnya, sehingga tidak memungkinkan bakteri memproduksi asam dalam konsentrasi kariogenik.1

4. Modifikasi Diet

Orangtua perlu dijelaskan penyebab terjadinya karies dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Hindari minuman dengan kandungan gula dan keasaman yang tinggi, contohnya minuman bersoda. Menghentikan kebiasaan minum dari botol di malam hari, mengencerkan jus atau susu di dalam botol dalam jangka waktu beberapa minggu hingga botol akhirnya hanya berisi air. Tidak ada makanan atau minuman boleh diberikan 1 jam sebelum waktu tidur, selama waktu tidur hanya boleh minum air.6,17

5. Dental Health Education

(36)

anak-anak, Breakers for Bottle. Keluarga didorong untuk membawa botol susu mereka dan menukarnya dengan yang baru untuk mengurangi bakteri yang terdapat pada botol karena cara memelihara kebersihan yang buruk. Sebuah kampanye kesehatan yang sama, Healthy Smiles adalah program pencegahan karies botol bayi yang multidisiplin dan merupakan lengan dasar dari AAPD, yang menyediakan uang hibah untuk proyek-proyek yang meningkatkan kesehatan gigi. 24

Untuk mengurangi risiko pengembangan ECC, AAPD mendorong tindakan pencegahan baik secara profesional maupun di rumah yang meliputi:8,25

a. Mengurangi tingkat S. mutans orangtua/saudara untuk mengurangi penularan bakteri kariogenik.

b. Meminimalkan tindakan berbagi peralatan makan untuk mengurangi penularan bakteri kariogenik melalui saliva.

c. Menerapkan langkah-langkah kebersihan mulut segera setelah erupsi gigi desidui pertama. Menyikat gigi harus dilakukan untuk anak-anak oleh orangtua dua kali sehari, menggunakan sikat gigi lembut yang ukurannya sesuai dengan usia. Pada anak-anak dianggap berisiko karies sedang atau tinggi di bawah usia 2 tahun, olesan pasta gigi berfluor harus digunakan. Dalam semua anak-anak usia 2 sampai 5 tahun, jumlah yang harus digunakan adalah seukuran kacang.

d. Melakukan kunjungan kesehatan mulut dalam waktu 6 bulan setelah erupsi gigi pertama dan tidak lebih dari usia 12 bulan untuk melakukan penilaian risiko karies dan menyediakan pendidikan orangtua termasuk bimbingan antisipasi untuk pencegahan penyakit mulut.

e. Menghindari konsumsi frekuensi tinggi cairan dan/atau makanan padat yang mengandung gula, secara khusus:

• Minuman yang mengandung gula (misalnya, jus, minuman ringan, teh manis, susu dengan tambahan gula) dalam botol bayi atau “sippy cup” harus dihindari. Bila memberi jus, harus menggunakan cangkir.

(37)

• Menyusui harus dihindari setelah gigi desidui pertama mulai erupsi pada usia 6 bulan dan setelah makanan karbohidrat lainnya diperkenalkan. • Orangtua harus didorong untuk mengajar anak minum dari cangkir ketika

mereka mendekati ulang tahun pertama mereka. Bayi harus disapih dari botol antara usia 12 sampai 14 bulan.

f. Bekerja dengan penyedia layanan medis untuk memastikan semua bayi dan balita memiliki akses ke pemeriksaan gigi, konseling, dan prosedur pencegahan.

2.7 Kerangka Teori

Karies

Etiologi

Plak Dental Substrat Faktor Host Waktu

Early Childhood Caries

Faktor risiko: - Perilaku diet - Perilaku

membersihkan gigi - Sosial ekonomi orang

tua Anak usia <71

bulan

Tindakan Pencegahan: o Pemberian fluor

(38)

2.8 Kerangka Konsep

Faktor Risiko Sosial Ekonomi Orangtua:

 Pendidikan ibu

 Perekonomian keluarga Perilaku Membersihkan Gigi:  Usia anak mulai menyikat gigi  Waktu sikat gigi setiap hari  Pengawasan/bantuan orang tua

ketika anak menyikat gigi  Penggunaan pasta gigi berfluor

Perilaku diet:  Jenis susu yang dikonsumsi  Lama konsumsi susu (ASI/botol)  Frekuensi konsumsi susu sehari  Durasi menghabiskan susu botol

sekali minum

 Pemberian susu botol sebagai pengantar tidur

 Membiarkan susu tetap di dalam mulut sewaktu tidur

 Frekuensi mengonsumsi susu botol pada malam hari

 Penambahan pemanis

 Tindakan pembersihan gigi setalah anak minum susu

 Frekuensi konsumsi minuman manis dalam botol

 Frekuensi konsumsi makanan manis

 Makan dengan cara ngemut

(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Petisah yaitu di Puskesmas Petisah, posyandu wilayah kerja Puskesmas Petisah, TK El Patisia, dan TK Amir Hamzah.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu sekitar 2 bulan: Mei – Juli 2012. Pengumpulan data 2 minggu, pengolahan dan analisis data 1 bulan, penyusunan laporan 2 minggu.

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

(40)

3.3.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Purposive sampling ialah pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah sampel yang paling mudah dijangkau oleh peneliti.

Jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolut:

n=

. ∗ . .

.

n=

. ∗ . ∗ .

.

n=95.76

Keterangan:

d= Presisi absolut adalah 10%

Z= Skor ditentukan derajat kepercayaan (confidence level) adalah 95 % P= Prakiraan proporsi populasi (P= 52,7% dari penelitian di Jakarta) n= Besarnya sampel

Besar sampel untuk mencari prevalensi populasi terbatas minimum dari perhitungan adalah sebesar 96 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 160 orang untuk mendapatkan jumlah yang cukup untuk analisa data.

Sampel penelitian ini diambil dari TK dan Puskesmas di Kecamatan Medan Petisah. TK yang dipilih yaitu TK El Patisia dan TK Amir Hamzah mewakili anak sosial ekonomi tidak rendah. Sedangkan untuk Puskesmas yaitu Puskesmas Petisah dan Posyandu di wilayah kerjanya yang mewakili anak sosial ekonomi rendah.

(41)

Tabel 1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel

KRITERIA INKLUSI KRITERIA EKSKLUSI

 Anak yang berusia 37-71 bulan

 Ibu kandung anak tersebut

 Keadaan umum anak baik

 Tidak ada gigi berjejal

 Anak yang tidak mendapatkan persetujuan dari orangtua

 Anak yang menolak untuk diperiksa

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel terikat/dependen - Prevalensi ECC

- Pengalaman ECC - Prevalensi S-ECC

3.4.1 Variabel faktor risiko - Sosial ekonomi orangtua - Perilaku diet

- Perilaku membersihkan gigi - Indeks kebersihan rongga mulut

3.5 Definisi Operasional

A.Prevalensi ECC adalah jumlah anak yang memiliki kriteria terdapatnya satu atau lebih kerusakan (berupa lesi kavitas maupun non kavitas), kehilangan gigi (karena kerusakan), atau adanya permukaan tambalan gigi pada gigi desidui dibagi jumlah anak yang diperiksa.

(42)

C.Pengalaman ECC adalah jumlah deft yaitu:

d : decayed = gigi yang mengalami karies/ lesi karies (non kavitas) dan indikasi tambalan.

e : extracted = gigi dengan lesi karies yang tidak dapat dirawat atau indikasi pencabutan. Gigi yang sudah dicabut sebelum diperiksa, tidak dihitung sebagai

extracted.

f : filled = gigi yang sudah ditambal karena karies. t : tooth = satuan gigi desidui.

D.Usia 37-71 bulan adalah usia sesuai penanggalan kelahiran yang berumur di antara 37-71 bulan yang dihitung sampai pengambilan data.

E.Ibu adalah orangtua yang melahirkan anak. F. Definisi Operasional Faktor Risiko

 Cara ukur yang digunakan adalah wawancara.  Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner.

Tabel 2. Definisi Operasional Sosial Ekonomi Orangtua

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skor Skala Ukur

Pendidikan orangtua

Pendidikan formal terakhir tertinggi yang ditamatkan oleh ibu responden

(43)

Tabel 3. Definisi Operasional Perilaku Diet

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skor Skala Ukur Jenis susu yang

dikonsumsi

Susu yang pernah atau sedang dikonsumsi anak

Susu botol dan ASI < 6 bulan atau susu botol saja

(1) Ordinal susu sejak pertama sampai berhenti/sekarang susu dalam satu hari

≥7 kali (1) Ordinal

Lamanya/ durasi anak rerata menghabiskan susu sekali anak minum susu sampai tertidur

Selalu (1) Ordinal

Kadang-kadang (2) Ordinal

Tidak pernah (3) Ordinal botol) tetap didalam mulut walaupun anak sudah tertidur

Selalu (1) Ordinal

Kadang-kadang (2) Ordinal

Tidak pernah (3) Ordinal susu botol/ASI pada malam hari dihitung mulai anak tidur malam sampai pagi hari

Selalu (1) Ordinal

Kadang-kadang (2) Ordinal

Tidak pernah (3) Ordinal

Penambahan bahan pemanis pada susu

Penambahan gula, madu atau pemanis lainnya pada susu

Selalu (1) Ordinal

Kadang-kadang (2) Ordinal

Tidak pernah (3) Ordinal

Tindakan orangtua setelah anak minum susu

Hal yang dilakukan orangtua setelah anaknya meminum susu seperti Memberikan anak air putih,

membersihkan rongga mulut anak dengan kasa atau kapas basah, dll.

Tidak pernah (1) Ordinal

Kadang-kadang (2) Ordinal

Selalu (3) Ordinal minuman manis seperti teh manis, jus, sirup, dll yang dibuat di dalam botol.

≥ 4 kali (1) Ordinal

1-3 kali (2) Ordinal

Kadang-kadang (tidak setiap hari)/ tidak pernah

(44)

Frekuensi manis, coklat, permen, dll diantara jam makan dalam sehari

≥ 6-7 kali (1) Ordinal

4-5 kali (2) Ordinal

1-3 kali/ kadang-kadang (tidak setiap hari)/ tidak pernah makanan di dalam rongga mulut

Ya (1) Ordinal

Tidak (2) Ordinal

Nilai Total Maksimum (35)

Kriteria perilaku diet: A. Baik : nilai 28-35 B. Sedang : nilai 19-27 C. Jelek : nilai 0-18

Tabel 4. Definisi Operasional Perilaku Membersihkan Gigi

Variabel Definisi Opersional Hasil Ukur Skor Skala Ukur

Sejak gigi pertama tumbuh sampai usia 1 tahun

(3) Ordinal

Kadang-kadang (2) Ordinal

Selalu (3) Ordinal

Waktu sikat gigi Anak ketika menyikat gigi

Tidak setiap hari/ tidak pernah (1) Ordinal Bukan waktu yang tepat tapi

setiap hari

(2) Ordinal

Setelah makan pagi dan sebelum tidur malam

Kadang-kadang (2) Ordinal

Selalu (3) Ordinal

(45)

Kriteria perilaku kebersihan rongga mulut: A. Baik : nilai 10-12

B. Sedang : nilai 7-9 C. Jelek : nilai 0-6

G) Indeks Kebersihan Rongga Mulut

Tingkat kebersihan rongga mulut diukur dengan menggunakan indeks plak Green dan Vermillion. Pengukuran dilakukan pada permukaan enam gigi indeks yaitu 55, 61, 65, 75, 81, dan 85. Jika gigi indeks hilang, maka pengukuran dapat dilakukan pada gigi sebelahnya.

Pengukuran untuk gigi 61 dan 81 dilakukan pada permukaan labial, gigi 55 dan 65 pada permukaan bukal, dan gigi 75 dan 85 pada permukaan lingual. Pengukuran dilakukan dengan menempatkan sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingiva. Plak diberi skor sebagai berikut:

Skor 0 : Tidak ada plak pada gigi.

Skor 1 : Plak menutupi 1/3 permukaan servikal gigi.

Skor 2 : Plak menutupi lebih dari 1/3 permukaan servikal gigi namun kurang dari 2/3 permukaan tengah gigi.

Skor 3 : Plak menutupi lebih dari 2/3 permukaan tengah gigi.

Hasil pengukuran dinyatakan dengan skor yaitu jumlah skor dibagi jumlah gigi yang diperiksa. Kriteria kebersihan rongga mulut:

A. Baik : nilai 0,1 - 1 B. Sedang : nilai 1 - 1,9 C. Jelek : nilai 2 - 3

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

(46)

Tabel 5. Alat dan Bahan Untuk Penelitian

ALAT PENELITIAN BAHAN PENELITIAN

 Kaca mulut

 Sonde

 Pinset

 Ekskavator

 Masker

 Sarung tangan

 Senter

 Dettol

 Alkohol

 Kapas dan tisu

3.7 Cara Pengambilan Data

Pengambilan data dimulai dengan memberikan informed consent kepada ibu, kemudian dilakukan pemeriksaan klinis dengan menggunakan sonde, kaca mulut, dan senter sebagai penerangan. Cara pemeriksaan yaitu memeriksa keadaan rongga mulut anak yang menjadi sampel apakah terdapat karies dan kebersihan rongga mulut anak dengan pemeriksaan plak. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap ibu dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data mengenai kesehatan anak, pendidikan ibu, perekonomian keluarga, perilaku diet, dan perilaku membersihkan gigi.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

3.8.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer. Pengolahan data meliputi:

1. Editing (Pengeditan Data). Editing adalah memeriksa dan meneliti kembali kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi.

2. Coding (Pengkodean Data). Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan atau pengkodean yang berdasarkan jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner.

(47)

4. Cleaning Data (Pembersihan Data). Tahap ini data yang bertanda diperiksa kembali untuk mengoreksi kemungkinan kesalahan yang ada.

3.8.2 Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji Chi-Square, t-test tidak berpasangan, dan One Way Annova untuk analisis hubungan faktor risiko dengan terjadinya ECC dengan nilai kemaknaan p<0,05.

1. Uji Chi-Square digunakan untuk analisis hubungan faktor risiko dengan

prevalensi ECC dan prevalensi S-ECC. Jika uji Chi-Square tidak terpenuhi maka dilakukan uji alternatif Kolmogorov Smirnov.

2. Uji One Way Annova untuk analisis hubungan pengalaman ECC dengan faktor

risiko yang memiliki lebih dari dua variabel yaitu pendidikan ibu, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi. Bila data tidak terdistribusi normal, uji One Way Annova diganti dengan Kruskal Wallis.

3. Uji t-test untuk analisis hubungan pengalaman ECC dengan faktor risiko yang memiliki dua variabel digunakan untuk ekonomi keluarga. Bila data tidak terdistribusi normal, t-test diganti dengan Mann-Whitney. Sebelum dilakukan penelitian, akan dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan skor Cohen Kappa

(48)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Mei s/d Juni 2012 di TK Amir Hamzah, TK El Patisia, dan di Puskesmas Kecamatan Medan Petisah. Subjek yang diperiksa sebanyak 160 anak berusia 37-71 bulan beserta ibunya.

4.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden terdiri dari usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, jumlah bersaudara, ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu.

Tabel 6. Karakteristik Responden

Karakteristik N %

Usia (bulan)

37-47 26 16,25

48-59 37 23,13

60-71 97 60,62

Jenis kelamin

Laki-laki 76 47,5

Perempuan 84 52,5

Urutan kelahiran

1 80 50

2 51 31,88

3 18 11,25

>3 11 6,87

Jumlah bersaudara

1-2 100 62,5

>2 60 37,5

Ekonomi keluarga

Rendah 91 56,88

Tidak rendah 69 43,12

Pendidikan ibu

(49)

Pada penelitian ini didapat subjek anak dengan kelompok usia 37-47 bulan 16,25%, kelompok usia 48-59 bulan 23,13%, dan kelompok usia 60-71 bulan 60,62%. Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki 47,5% dan anak perempuan 52,5%. Berdasarkan urutan kelahiran, 50% adalah anak pertama, 31,88% anak kedua, 11,25% anak ketiga, dan anak dengan urutan kelahiran lebih dari tiga 6,87%. Berdasarkan jumlah bersaudara, anak dengan saudara tidak lebih dari dua 62,5% dan anak dengan saudara lebih dari dua 37,5% (Tabel 6).

Karakteristik responden berdasarkan ekonomi keluarga, 56,88% golongan ekonomi rendah dan 43,12% memiliki golongan ekonomi tidak rendah. Berdasarkan latar belakang pendidikan ibu adalah 5% tidak sekolah atau tamat SD, 53,12% tamat SMP atau SMA, dan 41,88% tamat Diploma atau S1 atau S2 (Tabel 6).

4.2 Hubungan Usia dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan usia, kelompok usia 37-47 bulan 84,6% menderita ECC dan 26,9% menderita S-ECC. Dari kelompok usia 48-59 bulan, 78,4% menderita ECC dan 32,4% menderita S-ECC. Sedangkan dari kelompok usia 60-71 bulan 94,8% menderita ECC, dan 39,2% menderita S-ECC. Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia dengan prevalensi ECC (p=0,01), namun tidak ada hubungan yang bermakna dengan prevalensi S-ECC (p>0,05) (Tabel 7).

Tabel 7. Hubungan Usia dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(50)

4.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan jenis kelamin, 86,84% anak laki-laki menderita ECC, dan 42,1% anak laki-laki menderita S-ECC. 91,67% anak perempuan menderita ECC, tetapi hanya 29,76% yang menderita S-ECC. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC maupun S-ECC (p>0,05) (Tabel 8).

Tabel 8. Hubungan Jenis Kelamin dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

4.4 Hubungan Urutan Kelahiran dengan Prevalensi ECC dan S-ECC Anak pertama yang menderita ECC 91,2% dan S-ECC 37,5%. Anak kedua yang menderita ECC 88,2% dan S-ECC 33,3%. Anak ketiga yang menderita ECC 77,8% dan S-ECC 22,2%. Untuk urutan kelahiran lebih dari tiga, 100% menderita ECC dan S-ECC 54,5%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan ECC dan S-ECC (p>0,05) (Tabel 9).

Tabel 9. Hubungan Urutan Kelahiran dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(51)

4.5 Hubungan Jumlah Bersaudara dengan Prevalensi ECC dan S-ECC Berdasarkan jumlah saudara, 88% anak yang memiliki saudara tidak lebih dari dua menderita ECC, dan 36% menderita S-ECC. Sedangkan anak yang memiliki saudara lebih dari dua, 91,67% menderita ECC dan 35% menderita S-ECC. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah saudara dengan ECC maupun S-ECC (p>0,05) (Tabel 10).

Tabel 10. Hubungan Jumlah Bersaudara dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

4.6 Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prevalensi ECC dan S-ECC Kelompok anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah 89% anak yang menderita ECC dan 30,8% menderita S-ECC. Kelompok anak yang berasal dari keluarga ekonomi tidak rendah 89,9% anak yang menderita ECC dan 42% menderita S-ECC. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekonomi keluarga dengan ECC dan S-ECC (p>0,05) (Tabel 11).

Tabel 11. Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

(52)

Berdasarkan pendidikan ibu, anak dengan ibu yang tidak sekolah atau tamat SD 87,5% ECC dan 25% S-ECC. Anak dengan ibu yang tamat SMP/SMA 90,6% ECC dan 35,3% S-ECC. Anak dengan ibu yang tamat diploma/S1/S2 88,1% ECC dan 37,3% S-ECC. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan ECC maupun S-ECC (p>0,05) (Tabel 12).

Tabel 12. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

4.8 Hubungan Perilaku Diet dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan perilaku diet, tidak didapat anak yang memiliki perilaku diet jelek. Anak yang memiliki perilaku diet sedang 91,7% ECC dan 45,8% S-ECC. Sedangkan anak dengan perilaku diet baik 89% ECC dan 33,8% S-ECC. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan ECC maupun S-ECC (p>0,05) (Tabel 13).

Tabel 13. Hubungan Perilaku Diet dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(53)

Berdasarkan perincian item frekuensi dan durasi minum susu, tidak ada yang memiliki hubungan bermakna dengan prevalensi ECC maupun S-ECC (Tabel 14).

Tabel 14. Hubungan Rincian Item Perilaku Diet “Frekuensi dan Durasi Minum Susu” dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

(54)

Tabel 15. Hubungan Rincian Item Perilaku Diet “Cara Mengonsumsi Susu” dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

(55)

Tabel 16. Hubungan Rincian Item Perilaku Diet “Konsumsi Kariogenik Lain” dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

4.9 Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan perilaku membersihkan gigi, anak yang berperilaku jelek 100% menderita ECC dan S-ECC. Anak berperilaku sedang, 92,7% ECC dan 39% S-ECC. Anak yang berperilaku baik, 88,1% ECC dan 33,9% S-ECC. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC maupun S-ECC (p>0,05) (Tabel 17).

(56)

Tabel 17. Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

Tabel 18. Hubungan Rincian Item Perilaku Membersihkan Gigi dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(57)

4.10 Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan indeks kebersihan rongga mulut, anak dengan kebersihan rongga mulut jelek 100% menderita ECC dan 50% menderita S-ECC. Anak dengan kebersihan rongga mulut sedang 95,5% menderita ECC dan 49,3% menderita S-ECC. Anak dengan kebersihan rongga mulut baik 83,1% menderita ECC dan 22,9% menderita S-ECC. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan ECC (p=0,03) dan dengan S-ECC (p=0,00) (Tabel 19).

Tabel 19. Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (%)

4.11 Hubungan Ekonomi Keluarga, Pendidikan Ibu, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan gigi, dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Rerata Pengalaman ECC

(58)

Tabel 20. Hubungan Ekonomi Keluarga Dengan Rerata Pengalaman ECC

Ekonomi Keluarga ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P

Mean SD

Rendah 5.99 0.56 0.09 6,64 4,32 0,73

Tidak rendah 6.26 0.55 0.2 7,01 4,84

Rerata pengalaman ECC pada anak yang ibunya tidak sekolah/tamat SD adalah 6,25 ± 4,03, tamat SMP/SMA adalah 6,94 ± 4,54, dan tamat diploma/S1/S2 adalah 6,69 ± 4,65. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara rerata pengalaman ECC dengan pendidikan ibu (p>0,05) (Tabel 21).

Tabel 21. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Rerata Pengalaman ECC

Pendidikan Ibu ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD Tidak sekolah, tamat SD 6.25 0 0 6,25 4,03 0,98 Tamat SMP/SMA 6.26 0.59 0.09 6,94 4,54

Tamat Diploma/S1/S2 5.9 0.58 0.21 6,69 4,65

Tidak terdapat anak (0%) yang berperilaku diet jelek, 15% berperilaku diet sedang dengan rerata deft 7,96 ± 4,86. Sedangkan 85% berperilaku diet baik dengan rerata deft 6,61 ± 4,47. Uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara rerata pengalaman ECC dengan perilaku diet (p>0,05) (Tabel 22).

Tabel 22. Hubungan Perilaku Diet dengan Rerata Pengalaman ECC

Perilaku Diet ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD

Jelek 0 0 0 0 0 0,26

Sedang 7.08 0.67 0 7,96 4,86

Baik 5.93 0.54 0.16 6,61 4,47

(59)

6,68 ± 4,7. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan rerata yang bermakna antara pengalaman ECC dengan perilaku membersihkan gigi (p>0,05) (Tabel 23).

Tabel 23. Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Rerata Pengalaman ECC

Perilaku Membersihkan Gigi ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD

Jelek 9 4 0 13,00 0 0,32

Sedang 6.2 0.63 0.17 7,00 4,04

Baik 6.05 0.5 0.13 6,68 4,7

Berdasarkan indeks kebersihan rongga mulut, rerata pengalaman ECC anak dengan kebersihan mulut buruk memiliki 8,3 ± 4,69, kebersihan mulut sedang 8,25 ± 4,48, dan kebersihan mulut baik 5,45 ± 4,189. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rerata pengalaman ECC dengan indeks kebersihan rongga mulut (p = 0,0) (Tabel 24).

Untuk mengetahui kelompok indeks kebersihan rongga mulut mana yang mempunyai perbedaan, dilakukan analisis Post-Hoc. Analisis Post-Hoc untuk uji

Kruskal-Wallis yaitu dengan uji Mann-Whitney, dan diperoleh hasil sebagai berikut: - Kelompok indeks kebersihan rongga mulut jelek dan sedang, nilai p = 0,89 - Kelompok indeks kebersihan rongga mulut jelek dan baik, nilai p = 0,06 - Kelompok indeks kebersihan rongga mulut baik dan sedang, nilai p = 0,00

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan indeks kebersihan rongga mulut dengan rerata pengalaman karies adalah kelompok anak dengan indeks kebersihan rongga mulut baik dan sedang. (Tabel 24).

Tabel 24. Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Rerata Pengalaman ECC

Kategori ∑d ∑e ∑f Pengalaman karies P Mean SD

Jelek 7,4 0,9 0 8,30 4,69 0,00*

Sedang 7.19 0.84 0.22 8,25 4,48

(60)

BAB 5 PEMBAHASAN

Sampel penelitian ini adalah anak berusia 37-71 bulan bersama ibunya pada TK Amir Hamzah, TK El Patisia, dan Puskesmas Petisah di Kecamatan Medan Petisah. Sampel yang diperoleh dari TK El Patisia adalah sebanyak 70 anak dan dari TK Amir Hamzah sebanyak 32 anak, sedangkan dari Puskesmas Petisah dan Posyandu diperoleh sebanyak 58 anak. Data penelitian menunjukkan 89,38% anak menderita ECC dan 35,63% anak menderita S-ECC, dengan rerata pengalaman ECC 6,80 ± 4,54. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lawrence et al. yang mendapat hasil prevalensi ECC pada anak usia 3 tahun 90,5% dan usia 4 tahun 88,1%.26

Berdasarkan usia, prevalensi ECC secara statistik memiliki hubungan bermakna. Hasil tersebut berbeda dari hasil penelitian Peressini S et al. yang tidak mendapat hubungan yang bermakna antara usia dengan prevalensi ECC.29 Terlihat dari hasil, prevalensi ECC meningkat seiring peningkatan usia anak. Proses terjadinya karies berlangsung dari bulan hingga tahun, dan menurut Peressini S et al., anak-anak sebelum usia 3 tahun cenderung enggan dibawa ke dokter gigi sehingga terjadi peningkatan jumlah gigi yang ditambal setelah usia 3 tahun.12,29

Secara statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hallett KB et al. dan Virdi M et al,27,28 bertentangan dengan teori, yakni anak perempuan umumnya mengalami lebih banyak karies daripada anak laki-laki karena pada anak perempuan erupsi gigi terjadi lebih awal.10 Namun hasil demikian dapat terjadi karena ECC merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, terjadi tidak hanya akibat satu faktor saja akan tetapi berkaitan juga dengan faktor lain yang menyebabkan terjadinya ECC.

(61)

yang pada penelitiannya menemukan bahwa urutan kelahiran tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan dmft anak, berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa anak terakhir memang dihubungkan dengan peningkatan risiko karies.30 Hasil ini mungkin terjadi karena prevalensi ECC meningkat seiring peningkatan usia anak, sehingga anak yang lebih tua cenderung memiliki prevalensi ECC yang lebih besar dibanding saudaranya yang lebih kecil.

Berdasarkan jumlah bersaudara, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Hasil berbeda didapat oleh Robert JS et al. yang mendapat hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC; dikatakan bahwa jumlah bersaudara yang banyak menimbulkan beban ekonomi terhadap keluarga, atau waktu yang lebih terbatas sehingga tidak/kurang kemampuan memenuhi kebutuhan kesehatan gigi dan mulut anaknya. Juga dikatakan karena jumlah bersaudara yang besar dapat meningkatkan risiko penularan kolonisasi S. mutans.31 Peningkatan risiko penularan S. mutans

mungkin terjadi akibat ibu yang menggunakan peralatan makan yang sama untuk anak-anaknya, dalam hal ini berbagi sendok makan dan juga botol susu. Pada keluarga yang diteliti, tidak terdapat hubungan yang bermakna, mungkin dapat terjadi karena orangtua mampu membagi waktu dalam memenuhi kebutuhan kesehatan gigi anak-anaknya, dan tidak adanya kebiasaan berbagi peralatan makan.

Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan prevalensi ECC, prevalensi S-ECC, dan pengalaman ECC. Berbeda dengan Tsai AI et al. yang pada penelitiannya di Taiwan mendapati bahwa ECC memiliki hubungan dengan tingkat ekonomi keluarga, yakni ECC lebih umum terjadi pada anak dari keluarga dengan ibu yang bekerja penuh, dibanding ibu yang tidak bekerja atau bekerja paruh waktu.32 Perbedaan hasil tersebut mungkin dapat terjadi karena orangtua dari keluarga dengan ekonomi tidak rendah cenderung sibuk bekerja, mengakibatkan kurangnya perhatian orangtua terhadap kesehatan gigi dan mulut anaknya.

(62)

dengan prevalensi ECC maupun S-ECC, begitu juga dengan rerata pengalaman ECC. Febriana SS dkk. juga memperoleh hasil yang sama dalam penelitiannya. Hal ini terjadi karena pengetahuan yang baik tentang kesehatan gigi tidak selalu diikuti dengan tindakan perawatan kesehatan gigi keluarga yang baik.3 Zafar S et al. menyatakan bahwa prevalensi dan pengalaman karies yang lebih rendah memang telah dihubungkan dengan tingkat pendidikan orangtua yang lebih tinggi. Tingginya rerata pengalaman karies pada orangtua yang diturunkan pada anak menunjukkan bahwa pengetahuan akan kesehatan gigi juga menjadi faktor risiko.33 Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna pada penelitian ini mungkin terjadi akibat pengetahuan dan kesadaran ibu mengenai kesehatan gigi yang kurang, mengakibatkan ibu kurang memperhatikan atau salah dalam merawat kesehatan gigi anak.

Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC, dan rerata pengalaman ECC. Hasil tersebut berbeda dari teori yang menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku diet dengan prevalensi ECC. Tidak adanya sampel dengan perilaku diet yang jelek mungkin mengakibatkan hasil analisis yang kurang tepat dengan teori, yakni frekuensi konsumsi gula, pola pemberian susu yang tidak tepat, menyusui yang tidak dibatasi pada malam hari, dan mengonsumsi minuman yang tinggi kalori akan meningkatkan risiko karies.12,17,19 Kebanyakan orangtua menjawab pertanyaan dengan kurang yakin karena sudah lupa, sehingga perilaku diet sampel tidak sesuai dengan keadaan kesehatan giginya.

Berdasarkan perincian item perilaku diet, ditemukan ada hubungan yang bermakna antara tindakan membersihkan gigi setelah minum susu dengan prevalensi S-ECC. Berbeda dengan hasil tersebut, Febriana SS dkk. mendapatkan hubungan yang bermakna, menunjukkan bahwa konsumsi susu botol dan kariogenik lainnya meningkatkan prevalensi dan keparahan ECC.3

(63)

menunjukkan secara statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara usia mulai menyikat gigi, pengawasan orangtua, waktu menyikat gigi, dan penggunaan pasta gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Hallett KB et al. pada penelitiannya juga mendapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengawasan orangtua dengan prevalensi dan pengalaman ECC, tetapi mendapatkan hubungan yang bermakna antara usia mulai menyikat gigi dengan prevalensi dan pengalaman ECC.27 Hasil ini bertentangan dengan teori namun dapat terjadi karena ECC merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial, terjadi tidak hanya satu faktor saja akan tetapi berkaitan juga dengan faktor lain yang menyebabkan terjadinya ECC.

Gambar

Tabel
Gambar 1. Etiologi karies sebagai penyakit multifaktorial
Gambar 2. Predisposisi terjadinya ECC
Gambar 3.   Gambaran klinis rongga mulut anak usia 4 tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan pengalaman ECC (p = 0,000), pola makan selingan dengan pengalaman ECC (p

Lily Sharon Tampubolon : Penanggulangan Perilaku Penderita Autisme Pada Perawatan Gigi Dan Rongga Mulut, 2005... Lily Sharon Tampubolon : Penanggulangan Perilaku Penderita Autisme

Pemeriksaan gigi hilang dilakukan dengan bantuan kaca mulut, dilihat apakah terdapat gigi yang hilang pada rongga mulut pasien. Ada perbedaan penilaian dari komponen

Hasil penelitian kebersihan rongga mulut dengan menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) pada gigi berjejal kedua rahang menunjukkan bahwa sebagian besar 66,67%

Gambaran Sikap dan Perilaku Responden Mengenai Kesehatan Gigi dan Rongga Mulut Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Kristen Maranatha Berdasarkan Gender

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan kebersihan rongga mulut pada

Hasil analisis data hubungan pengetahuan ibu tentang kebersihan gigi dan mulut dengan perilaku ibu menjaga kebersihan gigi dan mulut anak usia prasekolah di TK Kuncup

iii HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ORANGTUA DENGAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ANAK TUNAGRAHITA DI SLB NEGERI CINEAM KABUPATEN TASIKMALAYA Romi