• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sosial Ekonomi Orang Tua, Perilaku Diet, Perilaku Membersihkan Gigi Dan Indeks Kebersihan Rongga Mulut Dengan Early Childhood Caries Pada Anak Usia 37-71 Bulan Di Kecamatan Medan Barat"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI ORANG TUA,

PERILAKU DIET, PERILAKU MEMBERSIHKAN GIGI

DAN INDEKS KEBERSIHAN RONGGA MULUT

DENGAN

EARLY CHILDHOOD CARIES

PADA ANAK

USIA 37-71 BULAN DI KECAMATAN MEDAN BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ASTRI SEPTIARINI NIM: 080600090

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2012

Astri Septiarini

Hubungan perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan sosial ekonomi orang tua dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat. ECC adalah karies dengan pola yang khas dan seringkali terlihat pada anak-anak di bawah usia 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum Air Susu Ibu (ASI), susu botol atau cairan manis sampai tertidur atau diisap terus-menerus sepanjang hari.

xii + 49 halaman

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan sosial ekonomi orang tua dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

(3)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat 91,3% dan prevalensi S-ECC adalah 60% dengan rerata pengalaman ECC 7,56 ± 5,01. Ada hubungan bermakna antara perilaku diet dan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi S-ECC dan pengalaman ECC. Ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi orang tua dan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC di Kecamatan Medan Barat.

Dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan prevalensi S-ECC serta pengalaman ECC pada anak dengan perilaku diet dan perilaku membersihkan gigi yang buruk. Ada peningkatan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC dengan sosial ekonomi orang tua, namun secara statistik tidak bermakna.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 14 September 2012

Pembimbing Tanda tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 14 September 2012

TIM PENGUJI KETUA : Siti Salmiah, drg., Sp. KGA ANGGOTA : 1. Essie Octiara, drg., Sp. KGA

(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. H .Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg, selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak dan dosen pembimbing atas segala keluangan waktu, saran, bantuan, dukungan dan motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM selaku dosen dan narasumber, atas keluangan waktu dan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Amrin Thahir, drg, selaku penasehat akademik, yang telah banyak memberikan motivasi, nasihat dan arahan selama penulis menjalani masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada orang tua penulis, ayah Suhardiono SKM M.kes dan ibu Sarra Newari (alm), kakak penulis Rizka Agustina S. Hut dan abang penulis Alfi Roniadi atas segala kasih sayang, doa, bimbingan serta dukungan baik moril maupun materil yang selama ini diberikan kepada penulis.

(7)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 14 September 2012 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries ... 5

2.2 Prevalensi ... 5

2.3 Tahapan perkembangan ECC ... 6

2.4 Etiologi ... 9

2.4.1 Host ... 9

2.4.2 Bakteri dan plak ... 10

2.4.3 Gula dan diet ... 11

2.4.4 Waktu ... 11

(9)

2.5.1 Perilaku diet ... 12

2.5.2 Status sosial dan ekonomi ... 12

2.5.3 Kebersihan rongga mulut ... 13

2.6 Perawatan ... 14

2.7 Pencegahan ... 15

2.8 Kerangka teori ... 17

2.9 Kerangka konsep ... 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 19

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

3.3 Populasi dan Sampel ... 19

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 20

3.4.1 Variabel Penelitian ... 20

3.4.2 Defenisi Operasional ... 20

3.5 Cara Pengambilan Data ... 24

3.6 Pengolahan dan Analisa Data... 25

3.6.1 Pengolahan Data... 25

3.6.2 Analisa Data ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden Anak ... 26

4.2 Karakteristik Responden Ibu ... 27

4.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Prevalensi ECC dan S-ECC ... 28

4.4 Hubungan Usia dengan Prevalensi ECC dan S-ECC ... 28

4.5 Hubungan Urutan Kelahiran dengan Prevalensi ECC dan S-ECC 29 4.6 Hubungan Jumlah Bersaudara dengan Prevalensi ECC dan S-ECC 30 4.7 Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prevalensi ECC dan S-ECC 30 4.8 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prevalensi ECC dan S-ECC .... 31

4.9 Hubungan Perilaku Diet dengan Prevalensi ECC dan S-ECC ... 32

4.10 Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Prevalensi ECC dan S-ECC ... 35

4.11 Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Prevalensi ECC dan S-ECC ... 38

4.12 Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Pengalaman ECC ... 39

4.13 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pengalaman ECC ... 39

(10)

4.15 Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Pengalaman ECC 40 4.16 Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Pengalaman

ECC ... 40

BAB 5 PEMBAHASAN ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 45 6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(11)

DAFTARTABEL

Tabel Halaman

1 Defenisi operasional faktor risiko sosial ekonomi orang tua ... 21

2 Defenisi operasional faktor risiko perilaku diet ... 22

3 Defenisi operasional faktor risiko perilaku membersihkan gigi ... 23

4 Karakteristik responden anak ... 27

5 Karakteristik responden ibu ... 27

6 Hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 28

7 Hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 29

8 Hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 29

9 Hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 30

10 Hubungan ekonomi keluarga dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 31

11 Hubungan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 31

12 Hubungan perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 32

13 Hubungan rincian item perilaku diet frekuensi dan durasi minum susu . dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 33

14 Hubungan rincian item perilaku diet cara mengonsumsi susu dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 34

15 Hubungan rincian item perilaku diet mengonsumsi makanan kariogenik lain dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 35

16 Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 36

(12)

ECC dan S-ECC ... 37

18 Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC ... 38

19 Hubungan rerata ekonomi keluarga dengan pengalaman ECC... 39

20 Hubungan rerata pendidikan ibu dengan pengalaman ECC ... 39

21 Hubungan rerata perilaku diet dengan pengalaman ECC ... 40

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gambaran tahap inisial ECC ... 6

2 Gambaran tahap kedua ECC ... 7

3 Gambaran tahap ketiga ECC ... 8

4 Gambaran tahap keempat ECC ... 8

5 Gambaran skema terjadinya karies gigi ... 9

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat persetujuan komisi etik tentang penelitian bidang kesehatan

2. Surat keterangan melakukan penelitian di TK Swasta Pertiwi

3. Surat keterangan melakukan penelitian di TK Aisyiah Bustanul Atfal

4. Surat keterangan melakukan penelitian di TK Laksamana Martadinata

5. Informasi kepada orang tua/ wali subjek penelitian

6. Surat pernyataan kesediaan menjadi subjek penelitian

7. Kuesioner orang tua hubungan sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

8. Lembar pemeriksaan gigi

9. Data sampel penelitian

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidak bisa dipungkiri bahwa karies merupakan masalah gigi yang memiliki prevalensi paling tinggi diantara masalah gigi lainnya. Proses karies terjadi sejak gigi mulai erupsi di dalam rongga mulut, karies merupakan penyakit jaringan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa, karies yang terjadi pada anak-anak disebut dengan Early Childhood Caries (ECC). Nama ini kombinasi dari beberapa istilah baby bottle, nursing bottle, dan night bottle.1, 2, 8

ECC adalah karies dengan pola yang khas dan sering terlihat pada anak-anak di bawah usia 6 tahun yang mempunyai kebiasaan minum Air Susu Ibu (ASI), susu botol atau cairan manis sampai tertidur atau dihisap terus-menerus sepanjang hari. ECC terjadi oleh karena orang tua terus-menerus memberikan ASI, susu botol ataupun cairan bergula yang berlangsung 2-4 kali sehari selama beberapa jam sampai tertidur dan kadang-kadang sepanjang malam.3

Apabila ECC dibiarkan proses karies ini dapat cepat meluas mengenai seluruh gigi sehingga keadaan menjadi lebih parah dengan akibat lanjut yaitu pulpa nekrosis dan terjadi kelainan jaringan periapikal serta kerusakan pada gigi permanen. Pada saat itu penderita akan kesulitan makan dan akan mempengaruhi kesehatan umum. Pada bayi yang menderita ECC cenderung mengalami pertumbuhan yang lambat dan mempunyai berat badan yang rendah dibandingkan dengan bayi yang bebas dari ECC.3, 5

(16)

sekitarnya pada anak-anak usia 3-5 tahun mencapai angka 85,17%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 180 anak (56,78%) dari 317 anak mengalami ECC.2,3,6

Penelitian ini dilakukan untuk melihat tingginya angka ECC dan S-ECC di Kecamatan Medan Barat dan melihat apakah ada hubungan terjadi ECC dan S-ECC dengan perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan sosial ekonomi orang tua. Pemilihan lokasi di daerah Medan Barat karena dekat dengan tempat tinggal, sehingga memudahkan penelitian dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan sosial ekonomi orang tua, perilaku diet dan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum untuk menganalisis hubungan antara sosial ekonomi orang tua, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC.

Tujuan Khusus :

1. Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

2. Menganalisis hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

3. Menganalisis hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

4. Menganalisis hubungan jumlah saudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

(17)

6. Menganalisis hubungan perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

7. Menganalisis hubungan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

8. Menganalisis hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

9. Menganalisis hubungan sosial ekonomi orang tua dengan pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

10. Menganalisis hubungan perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

11. Menganalisis hubungan perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

12. Menganalisis hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

1.4 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menguji Hipotesis alternatif (Ha) yaitu:

1. Ada hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

2. Ada hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

3. Ada hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

4. Ada hubungan jumlah saudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

5. Ada hubungan sosial ekonomi orang tua dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

(18)

7. Ada hubungan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

8. Ada hubungan antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

9. Ada hubungan sosial ekonomi orang tua dengan pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

10. Ada hubungan perilaku diet dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

11. Ada hubungan perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

12. Ada hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi sasaran penelitian untuk menambah pengetahuan mengenai karies pada anak dan sebagai motivasi untuk menjaga kebersihan rongga mulut anaknya sejak dini.

2. Bagi peneliti, untuk menambah dan memperdalam pengetahuan mengenai karies ECC pada anak dan menambah pengalaman dalam penulisan karya ilmiah serta pengalaman melakukan penelitian di lapangan.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Karies pada anak–anak merupakan penyakit paling umum terjadi. Tingginya angka ECC ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Perhatian orang tua terhadap kebersihan rongga mulut anak, sosial ekonomi keluarga maupun diet atau makanan yang diberikan juga dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak. Kunjungan berkala ke dokter gigi diharapkan mampu mengurangi tingginya prevalensi ECC.

2.1 Early Childhood Caries

Sejak awal dipublikasikan mengenai kavitas pada gigi desidui anak-anak, istilahnya telah berubah dari bootle rot ke istilah yang lebih umum yaitu ECC. Nama ini kombinasi dari beberapa kata-kata, misalnya: baby bottle, nursing bottle, dan night bottle. Penggabungan istilah itu dilakukan untuk satu tujuan yaitu mengambil sebuah definisi dari Early Childhood Caries.1

Early Childhood Caries (ECC) yaitu proses karies yang ditandai dengan adanya kavitas pada gigi, gigi yang dicabut atau ditambal akibat karies. ECC adalah penyakit infeksius yang melibatkan satu atau lebih gigi desidui. Streptococcus mutans diduga sebagai penyebab utama terjadinya ECC pada anak-anak ini.7, 12

2.2 Prevalensi

(20)

mempunyai pengalaman karies dan sepertiga dari anak-anak ini (73,4%) tidak melakukan perawatan pada giginya. Survey ini melibatkan kurang lebih 4,5 juta anak-anak, dan tiga juta dari anak-anak tersebut membutuhkan perawatan pada giginya.1,28

Di Indonesia khususnya Jakarta pada tahun 2001 prevalensi ECC pada anak usia 3-5 tahun sebanyak 81,2%. Selanjutnya sebuah penelitian pada 1099 anak-anak usia prasekolah di Jakarta menunjukkan bahwa 85,17% anak menderita ECC.2

2.3 Tahapan Perkembangan Early Childhood Caries

ECC ini merupakan penyakit serius yang menimbulkan rasa sakit pada anak-anak jika tidak dilakukan perawatan yang tepat. Karies ini berkembang dengan cepat dan prosesnya segera terjadi setelah gigi desidui mulai erupsi dalam rongga mulut.5

Terdapat empat tahapan perkembangan ECC pada gigi:5,7,9 a) Tahapan inisial

Disini terjadi demineralisasi pada gigi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya white spot pada permukaan gigi pada gigi insisivus atas ketika anak berusia 10-20 bulan atau terkadang lebih muda. Terlihat garis berwarna keputihan yang jelas pada bagian servikal di permukaan palatal atau labial gigi insisivus atas. Tahap ini sangat penting untuk segera dikenali, karena pada tahap ini tindakan preventif masih mempunyai arti yang sangat besar.

(21)

Pada tahap ini lesi masih reversible artinya bisa kembali seperti semula, Dengan merubah kebiasaan, maka lesi pada tahap ini dapat dikembalikan ke bentuk enamel yang utuh. Namun orang tua sering tidak mengetahuinya karena lesi ini hanya dapat didiagnosa jika gigi dilihat secara seksama dengan mengeringkan gigi menggunakan semprotan udara. Jika pada tahap ini lesi dibiarkan begitu saja akan mungkin untuk terjadinya kerusakan lebih lanjut dan akan terjadi penghancuran korona oleh karies.

b) Tahapan kedua

Biasanya tahap kedua ini terjadi pada anak berusia antara 16-24 bulan. Pada tahapan ini kerusakan telah melibatkan dentin karena enamel telah hancur. Disini terlihat telah melibatkan dentin karena enamel telah hancur. Untuk gigi molar pertama lesi inisial terlihat pada bagian servikal, oklusal dan proksimal.

Gambar 2. Tahap kedua ECC18

Pada tahap ini, biasanya anak mulai mengeluh giginya ngilu ketika memakan makanan yang dingin, dan orang tua juga biasanya sudah memberikan perhatiannya karena telah melihat perubahan warna pada gigi anaknya.

c) Tahapan ketiga

(22)

malam hari. Pada tahap ini, gigi molar atas berada pada tahapan kedua dan gigi molar bawah dan kaninus atas masuk ke tahapan inisial.

Gambar 3. Tahap ketiga ECC17

d) Tahapan keempat

Terjadi pada anak-anak dengan rentang usia 30-48 bulan. Dikarakteristikkan dengan fraktur korona insisivus atas. Pada tahap ini biasanya insisivus telah mengalami nekrosis, dan molar atas berada pada tahapan ketiga. Molar kedua atas, kaninus atas dan molar pertama bawah berada pada tahapan kedua. Beberapa anak akan mengeluh tentang sakit yang dialaminya. Mereka akan susah tidur pada malam hari dan menolak untuk makan.

(23)

Diagnosa dapat dilakukan dengan anamnesa orang tua, melihat faktor risiko dan gambaran klinis intra oral. Selain itu diagnosa juga dapat ditegakkan dengan foto ronsen.7

2.4 Etiologi

Karies dapat terjadi di rongga mulut sebab adanya interaksi antara karbohidrat, mikroorganisme dan air ludah, serta permukaan dan bentuk gigi. Begitu juga dengan ECC yang diakibatkan dari interaksi bakteri, karbohidrat dan faktor host. Selain itu laju, kapasitas, kadar asam basa, serta viskositas saliva juga akan mempengaruhi faktor terjadinya kerusakan lebih lanjut. Seperti terlihat pada skema terjadinya karies gigi berikut ini.7,8

Gambar 5. Skema terjadinya karies gigi8

Diet yang buruk juga dapat merusak gigi. Anak yang diet karbohidrat cenderung mempunyai lebih banyak karies. Jenis karbohidrat yang merusak gigi yaitu sukrosa atau gula karena manguntungkan bagi bakteri kariogenik. Oleh mikroorganisme gula diubah menjadi asam yang berperan terjadinya karies.13

2.4.1 Host

(24)

baru erupsi belum terkalisifikasi secara sempurna dan membutuhkan waktu selama 2 tahun agar proses kalsifikasi menjadi sempurna. Pada saat itu gigi akan rentan mengalami karies. Rendahnya kadar mineral dan tingginya bahan organik dan air yang dikandung gigi desidui diduga menyebabkan tingginya prevalensi karies pada anak-anak.7,8,10,20

Saliva telah diidentifikasi sebagai etiologi dan merupakan bagian dari komponen host dalam awal mula terjadinya proses karies, peran saliva secara keseluruhan terhadap proses karies masih menjadi bahan diskusi lebih lanjut. Sebuah penelitian membenarkan mengenai pengaruh saliva yang dapat menghambat proses terjadinya karies. Beberapa pasien dengan desifiensi saliva mempunyai risiko tinggi terhadap terjadinya karies.7, 10

2.4.2 Bakteri dan Plak

Menurut Mayhall (cit: Clark. J), plak gigi adalah masa lunak yang melekat pada permukaan gigi dan mengandung koloni kuman. Bakteri yang selalu berkaitan dengan ECC adalah Streptococcus mutans. Pada anak yang mengalami ECC, jumlah S. mutans selalu melebihi 30% dari flora plak dibanding > 1% pada anak yang tidak mengalami ECC.22 Pada waktu dilahirkan, bayi belum terinfeksi oleh S. mutans. Diduga terpaparnya anak dengan bakteri S. mutans adalah melalui ibunya sendiri. Ibu-ibu dengan saliva yang banyak mengandung S. mutans akibat oral higiene yang buruk dapat menginfeksi bayinya. Apalagi jika oral higiene si anak yang buruk dan seringnya pemberian makanan manis, akan mudah memicu terjadinya ECC. Sebuah laporan juga mengatakan bahwa ayah dan hubungan kekerabatan lain juga dapat menginfeksi si anak.5,21

(25)

2.4.3 Gula atau Diet

Peranan diet dalam pembentukan karies merupakan hal yang penting untuk diketahui. Selain jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi makan dalam sehari juga harus diperhatikan. Kontak karbohidrat yang sering dan lama pada permukaan gigi meningkatkan risiko karies. S. mutans akan memetabolisme semua jenis karbohidrat, tetapi yang paling bersifat asam yaitu sukrosa. Gula akan melekat pada permukaan gigi dan merupakan sumber nutrisi bagi bakteri untuk memproduksi asam. Sukrosa, glukosa dan fruktosa dijumpai pada kebanyakan makanan termasuk jus buah dan susu formula. Laktosa juga dijumpai pada susu sapi dan susu formula. Setelah gula dimetabolisme menjadi asam, 20 – 40 menit diperlukan untuk menetralkan asam melalui saliva sehingga konsumsi gula yang sering meningkatkan potensi demineralisasi.22

Proses awal ECC sama seperti proses terjadinya karies. Apabila seorang anak tidur dengan botol susu didalam mulut, cairan yang masuk tidak ditelan dan akan tergenang di dalam mulut mengelilingi permukaan gigi dan proses demineralisasi dapat terjadi. Gigi anterior mandibula tidak terkena karena dilindungi lidah dan aksi buffer dari saliva yang berasal dari kelenjar saliva sublingual dan submandibular.23

2.4.4 Waktu

Jangka waktu terpaparnya S. mutans dengan terjadinya lesi karies adalah antara 13-16 bulan. Risiko tinggi terutama pada bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah yang mengalami hipomineral pada gigi. Selain itu kurangnya asupan nutrisi saat hamil dapat juga menyebabkan hipoplasia pada anak sehingga menyebabkan tingginya risiko karies.5

2.5 Faktor Risiko

(26)

yang merupakan indikator risiko karies yaitu penggunaan fluor, riwayat sosial, dan kebiasaan makan.24

2.5.1 Perilaku diet

Susu sapi tidak lepas sebagai salah satu penyebab ECC. Walaupun sebuah penelitian membuktikan bahwa susu sapi tidak bersifat kariogenik karena mengandung mineral dan sedikit memiliki kandungan laktosa, hal ini dikarenakan jika seorang anak sedang tidur dengan dot masih berada dalam mulut maka produksi saliva akan berkurang. Seharusnya, anak di suruh berkumur dengan air putih setelah meminum susu botol. Selain itu menyusui lebih dari 1 tahun akan menyebabkan risiko mengalami ECC menjadi lebih tinggi. Kualitas bahan makanan yang dikonsumsi anak-anak juga mempengaruhi terjadinya ECC. Misalnya pada anak-anak yang sering mengkonsumsi minuman bersoda memiliki pengalaman karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang sering mengkonsumsi jus atau susu. Selain itu buruknya diet dan nutrisi pada anak-anak berpengaruh terhadap terjadinya karies. Misalnya pada anak-anak yang tidak sarapan di pagi hari dan tidak mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna akan lebih tinggi terjadi risiko ECC. 1,5

Gula berfungsi sebagai pemanis dan bahan pengawet, memberikan bau yang harum, hal ini akan menimbulkan daya tarik baik rasa, bau maupun bentuk makanan itu sendiri, sehingga ada kecenderungan anak akan memilih makanan yang bergula. Berhubung sifat kariogenitas maka dipikirkan dan telah dilakukan penelitian kemungkinan menggunakan bahan pemanis yang lain yang tidak bersifat kariogenik.13

2.5.2 Status sosial dan ekonomi

(27)

kelompok sosial. Keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah, tinggi risiko untuk terjadinya karies dan kehilangan gigi tetapi rendah pada tambalan. Saat dilaksanakannya suatu program, diketahui bahwa pengalaman karies lebih luas pada populasi dengan sosial ekonomi yang rendah.7, 10

Pada tahun 1993, Serwint dkk menemukan bahwa 20% dari 110 anak kelahiran Amerika Mexico (18-36 bulan) yang menjadi pasien di sebuah rumah sakit di Los Angeles mengalami ECC. Kemudian Ramos dkk melakukan survey pada suatu daerah dengan keturunan Amerika Mexico sebagai populasi dominan di pinggiran kota San Fransisco. Mereka menemukan 43% dari anak-anak berusia dibawah 5 tahun pada daerah tersebut memiliki ECC pada gigi desidui.4

Di negara maju seperti Amerika, prevalensi untuk ECC anak usia 3-5 tahun adalah 90% terutama pada pendatang baru dan anak-anak yang tinggal di populasi dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah.2

2.5.3 Kebersihan rongga mulut

Masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa gigi desidui hanya sementara dan akan diganti oleh gigi tetap sehingga mereka tidak memperhatikan mengenai kebersihan gigi desidui. Penerapan instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya telah dimulai sejak bayi masih di dalam kandungan, sehingga orang tua akan lebih siap di dalam melakukan instruksi tersebut.14

Tujuan utama dari kebersihan rongga mulut adalah untuk mencegah penumpukan plak dan mencegah lengketnya bakteri yang terbentuk pada gigi. Akumulasi plak bakteri pada gigi karena higiene mulut yang buruk adalah faktor penyebab dari masalah utama kesehatan rongga mulut, terutama gigi. Kebersihan mulut yang buruk memungkinkan akumulasi bakteri penghasil asam pada permukaan gigi.25

(28)

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari prosedur penyikatan gigi, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah frekuensi penyikatan gigi. Menurut hasil penelitian Stecksen-Blicks dan Holm (1995), anak yang melakukan penyikatan gigi secara teratur dalam sehari dengan frekuensi dua kali atau lebih dan dibantu oleh orang tua, lebih rendah terkena risiko karies.3

Selain menyikat gigi, penggunaan pasta gigi ber-fluor juga penting dalam menjaga kebersihan rongga mulut anak. Fluor termasuk golongan mikomineral yang berperan dalam proses mineralisasi dan pengerasan email gigi. Pada saat gigi dibentuk, yang pertama kali terbentuk adalah hidroksiapatit yang terdiri dari kalsium dan fosfor. Tahap berikutnya fluor akan menggantikan gugus hidroksi pada kristal tersebut dan membentuk fluorapatit yang menjadikan gigi tahan terhadap kerusakan.2 6

2.6 Perawatan

Perawatan yang dilakukan tergantung dari keparahan lesi karies, usia anak, serta persetujuan dari orang tua. Pada tahap inisial hanya dilakukan pemberian informasi pada orang tua untuk mengurangi makanan yang manis, instruksi oral hygiene dan pemberian fluor pada anak.7

a. Kontrol lesi karies yang aktif

Mula-mula buang seluruh jaringan karies. Kemudian kavitas diberikan lapisan sealer atau kalsium hidroksid dan isi dengan zinc oxide eugenol.7

b. Penggunaan fluor

Fluor sangat baik dalam mencegah terjadinya karies. Pada kasus ECC fluor yang dimaksud adalah fluor yang dilakukan oleh tindakan professional yaitu aplikasi fluor seperti white spot.7

c. Restorasi

(29)

Sedangkan pada kasus parah yang sudah melibatkan pulpa dapat dilakukan pulpotomi dan pulpektomi kemudian lakukan restorasi permanen.7

2.7 Pencegahan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teknik pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut untuk anak usia 3-6 tahun yaitu:

a. Mengajarkan cara menyikat gigi yang benar

Cara penyikatan gigi yang mudah dan dapat dilakukan sendiri oleh anak usia 3- 6 tahun adalah metoda Fons,yaitu penyikatan gigi dilakukan dengan gerakan rotasi untuk mengantisipasi kemungkinan merusak gingiva.14,20

Posisi yang mudah saat mengajarkan cara menyikat gigi yaitu orang tua berdiri saling berdampingan di depan cermin. Kepala anak disandarkan pada orang tua. Dagu anak ditarik ke bawah dengan menggunakan tangan tempat bersandarnya kepala anak. Sedangkan tangan orang tua yang satu lagi memandu tangan anak untuk melakukan penyikatan gigi.14

Gambar 6. cara menyikat gigi anak usia 3-6 tahun dengan posisi bersebelahan14

(30)

penyikatan gigi. Kerugian posisi ini adalah kurangnya pengendalian gerakan terhadap posisi anak.14

b. Pemberian pasta

Pada usia ini kemampuan refleks penelanan pada anak sudah lebih baik, sehingga anak sudah dapat diberikan pasta gigi dalam jumlah sedikit. Oleh karena pasta gigi yang beredar di pasaran memiliki rasa yang disukai maka tetap dikhawatirkan anak akan menelan pasta gigi. Jadi pasta gigi yang diberikan tidak lebih dari sebesar biji kacang.14

c. Pemberian topikal fluor dalam sediaan gel

Topikal fluor yang beredar dipasaran memiliki beberapa rasa. Pemilihan rasa dapat disesuaikan dengan selera anak.14

d. Pemberian obat kumur dalam jumlah sedikit

Beberapa persediaan obat kumur memiliki rasa yang kurang disukai anak. Oleh karena itu pemberian obat kumur hanya bagi anak yang memiliki infeksi di dalam rongga mulut dan tenggorokan.14

(31)

2.8 Kerangka teori

Etiologi

waktu Substrat

Mikroorganisme Host

Faktor risiko: Perilaku diet

Kebersihan rongga mulut ECC

Risiko meningkat

Risiko menurun

(32)

2.9 Kerangka Konsep

FAKTOR RISIKO

Prevalensi ECC

Pengalaman ECC

Sosial ekonomiorang tua

Kebersihan rongga mulut Perilaku diet

Lama konsumsi susu (ASI/botol) Penggunaan susu sebagai pengantar tidur

Frekuensi pemberian susu Tindakan orang tua setelah minum susu Penambahan pemanis

Konsumsi makanan manis diantara jam

k

Usia anak ketika sikat gigi Frekuensi sikat gigi per hari

Pengawasan/bantuan orang tua ketika anak sikat gigi

(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di TK Laksamana Martadinata, TK Swasta Pertiwi dan TK Aisyah Bustanul Athfal di Kecamatan Medan Barat. Waktu penelitian yaitu sekitar 2 bulan: April-Mei 2012. Pengumpulan data 2 minggu. Pengolahan dan analisis data 1 bulan serta penyusunan laporan 2 minggu.

3.3 Populasi dan sampel

Populasi pada penelitian adalah anak berusia 37-71 bulan yang berjumlah 4084 orang, beserta ibunya di Kecamatan Medan Barat. Jumlah sampel diperoleh dengan menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan ketelitian absolut:

n =

Keterangan:

d= Presisi absolute (10%)

Z= Skor ditentukan derajat kepercayaan (confidence level) adalah 95 % P= Prakiraan proporsi populasi ( P=52,7 % dari penelitian di Jakarta) n= Jumlah sampel

Z21-α/2 P(1-P) N

(34)

Jumlah sampel minimum adalah 96 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 160 orang untuk mendapatkan jumlah yang cukup untuk analisa data.

Sampel penelitian ini diambil dari Taman Kanak-kanak di Kecamatan Medan Barat. TK yang dipilih yaitu TK Swasta Pertiwi mewakili sosial ekonomi tinggi. Sedangkan TK Aisyiah Bustanul Athfal dan TK laksamana Martadinata mewakili sosial ekonomi rendah.

Kriteria inklusi:

- Dalam periode gigi desidui - Keadaan umum anak baik - Tidak ada gigi berjejal Kriteria eksklusi

- Anak yang tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua - Anak yang menolak untuk diperiksa

3.4 Variabel-variabel Penelitian dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a) Variabel terikat/dependen : prevalensi ECC, prevalensi S-ECC, pengalaman ECC b) Variabel faktor risiko : ekonomi keluarga, perilaku diet, dan kebersihan rongga

mulut

3.4.2 Defenisi Operasional

a) Prevalensi ECC adalah jumlah anak usia 37-71 bulan yang memiliki satu atau lebih kerusakan (berupa lesi kavitas maupun non kavitas), kehilangan gigi (karena kerusakan), atau adanya permukaan tambalan gigi pada gigi desidui dibagi jumlah anak yang diperiksa.

(35)

karies (dmfs) pada permukaan halus (labial/palatal) gigi insisivus maksila, pengalaman karies pada permukaan halus dengan skor dmfs ≥ 4 untuk anak usia 3 tahun, skor dmfs ≥ 5 untuk anak usia 4 tahun dan skor dmfs ≥ 6 untuk anak usia 5 tahun.

c) Pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan adalah jumlah deft dengan kriteria:

d : decayed = gigi yang mengalami karies (kavitas dan non kavitas) e : extracted = gigi yang indikasi pencabutan karena karies

f : filling = gigi yang sudah ditambal karena karies t : tooth = satuan gigi desidui.

w : white spot = lesi putih seperti kapur pada permukaan gigi.

Tabel 1. Defenisi operasional faktor risiko ekonomi keluarga dan pendidikan ibu.

Variabel Defenisi operasional Hasil ukur Skala ukur

Pendidikan Ibu Pendidikan formal yang tertinggi yang

ditamatkan oleh ibu responden

- Pendidikan rendah

(tidak sekolah/ tamat SD) (1)

- Pendidikan sedang

(tamat SMP/ SMA) (2)

- Pendidikan tinggi

(tamat diploma/ S1/ S2 sarjana)

(3)

Ordinal

Perekonomian

keluarga

Perbandingan total pendapatan

orang tua perbulan dalam

satuan rupiah dibagi jumlah

anggota keluarga dengan

pengeluaran

rata-rata per kapita sebulan

(BPS September 2011)

- Perekonomian rendah

< Rp 880.000

(perkapita) (1)

-Perekonomian tidak rendah

≥ Rp 880.000 (perkapita) (2)

(36)

Tabel 2. Defenisi operasional faktor risiko perilaku diet

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur

Jenis susu yang dikonsumsi

Susu yang pernah atau sedang dikonsumsi anak

- Susu botol saja dan atau ASI < sumsi susu

Lamanya anak mengonsumsi susu sejak pertama sampai berhenti / sekarang

- ≥ 3 tahun (1) susu sehari

Banyaknya anak meminum susu dalam satu hari

- ≥ 7 kali (1)

- 3 – 6 kali (2)

- 0-2 kali (3)

Ordinal

Durasi rata-rata menghabiskan susu botol sekali minum

Lamanya anak rata-rata menghabiskan susu botolnya sekali minum

- > 20 menit (1)

-10–20 menit (2)

- < 10 menit (3)

Ordinal

Penggunaan susu sebagai pengantar tidur

Memberikan anak minum susu botol sampai tertidur

- Selalu (1)

- Kadang-kadang (2)

-Jarang/ tidak pernah (3)

Ordinal

Membiarkan susu (ASI/susu botol) tetap dalam mulut sewaktu tertidur

Susu (ASI/susu botol) tetap dibiarkan di dalam mulut anak walaupun anak sudah tertidur

- Selalu (1)

-Kadang-kadang (2)

-Jarang/ tidak pernah (3)

Ordinal

Frekuensi mengonsumsi susu pada malam hari

Banyaknya anak meminum susu botol/ASI pada malam hari dihitung mulai anak tidur malam sampai pagi hari

- Selalu (1)

-Kadang-kadang (2)

-Jarang/tidak pernah (3)

Ordinal

Penambahan bahan pemanis pada susu

Penambahan gula, madu atau pemanis lainnya pada susu

- Selalu (1)

-Kadang-kadang (2)

-Tidak pernah (3)

Ordinal

Tindakan membersihkan gigi setelah minum susu

Hal yang dilakukan orang tua setelah anaknya meminum susu seperti memberikan anak air putih, membersihkan rongga mulut anak dengan kasa dll

- Tidak pernah (1)

- Kadang-kadang (2)

- Selalu (3)

(37)

Frekuensi konsumsi minuman manis perhari

Memberikan pada anak minuman manis dalam seperti the manis, jus, sirup yang dibuat dalam botol

- ≥ 4 kali (1)

- 1-3 kali (2)

- kadang-kadang/tidak pernah (3)

Ordinal

Frekuensi konsumsi makanan manis perhari

Banyaknya anak mengonsumsi makanan bergula/manis seperti biskuit, kue-kue manis, coklat, permen, dll diantara jam makan dalam sehari

Anak mengonsumsi makanan padat (nasi/bubur) dengan cara mengemut

- ≥ 6-7 kali (1)

- 4-5 kali (2)

- 1-3 kali / kadang-kadang (tidak setiap hari) / tidak pernah (3)

Ordinal

Mengonsumsi makanan padat dengan cara mengemut

-Ya (1)

-Tidak (2)

Ordinal

Nilai Total Maksimum 35

Kriteria perilaku diet :

A. baik : nilai 28-35 B. Sedang : nilai 19-27 C. Jelek : nilai ≤ 18

Tabel 3. Defenisi operasional faktor risiko perilaku membersihkan gigi

Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur

Usia anak ketika mulai menyikat gigi

Usia anak ketika pertama kali menyikat gigi

-Tidak pernah (1) - 2 - 3 tahun (2)

-Sejak gigi pertama tumbuh sampai usia 1 tahun (3)

Ordinal

Pengawasan/ bantuan orang tua

Pengawasan/ bantuan orang tua ketika anaknya sikat gigi

-Tidak pernah (1) -Kadang-kadang (2) - Selalu (3)

Ordinal

Waktu anak menyikat gigi

Kapan saja anak melakukan sikat gigi setiap harinya

-tidak setiap hari/tidak pernah (1) -bukan waktu yang tepat tapi setiap hari (2)

-Setelah makan pagi dan sebelum tidur malam (3)

Ordinal

Menyikat gigi dengan pasta gigi

Menggunakan pasta gigi setiap menyikat gigi

-Tidak pernah (1) -Kadang-kadang (2) - Selalu (3)

Ordinal

(38)

Kriteria perilaku membersihkan gigi:

A. Baik : nilai 10-12 B. Sedang : nilai 7-9 C. Jelek : nilai ≤ 6

d) Pengukuran Indeks Kebersihan Rongga Mulut

Pada anak juga akan dilakukan pemeriksaan untuk melihat tingkat kebersihan rongga mulut yang diukur dengan menggunakan indeks plak Green and Vermillion. Pengukuran dilakukan pada permukaan enam gigi indeks yaitu 55, 61, 65, 75, 81 dan 85. Jika gigi indeks tidak ada maka pengukuran dapat dilakukan pada semua gigi, atau jika gigi indeks hilang, maka pengukuran dapat dilakukan pada gigi sebelahnya. Pemeriksaan dilakukan dengan menempatkan sonde pada 1/3 insisal atau oklusal gigi dan kemudian digerakkan ke arah 1/3 gingival.

Plak diberi skor sebagai berikut:

- Skor 0 : tidak ada plak pada gigi - Skor 1 : plak menutupi 1/3 permukaan

- Skor 2 : plak menutupi lebih dari 1/3 namun kurang dari 2/3 permukaan gigi - Skor 3 : plak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

Hasil pengukuran dinyatakan dengan indeks yaitu jumlah skor dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Kriteria kebersihan rongga mulut adalah:

- Indeks plak 0,1 - 0,9 : kebersihan mulut baik - Indeks plak 1 – 1,9 : kebersihan mulut sedang - Indeks plak 2- 3 : kebersihan mulut buruk

3.5 Cara Pengambilan Data

(39)

3.6 Pengolahan dan Analisa Data 3.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan Data dilakukan dengan komputer. Pengolahan data meliputi:

1. Editing (pengeditan data): adalah memeriksa dan meneliti kembali kelengkapan kuesioner dan hasil pemeriksaan gigi.

2. Coding (pengkodean data): pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban yang telah diisikan dalam kuesioner.

3. Entry Data (pemasukan data): data yang selesai di coding selanjutnya dimasukkan dalam untuk dianalisis.

4. Cleaning Data (pembersihan data): tahap ini data yang ada ditandai diperiksa kembali untuk mengkoreksi kemungkinan suatu kesalahan data.

3.6.2 Analisa Data

(40)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Jumlah anak yang diperiksa sebanyak 160 orang. Menurut kriteria AAPD (decayed adalah lesi kavitas dan non kavitas), yang menderita ECC adalah sebanyak 91,2% dan 8,8 % bebas karies. Sama halnya dengan AAPD, menurut WHO (decayed merupakan lesi kavitas), yang menderita ECC sebanyak 91,2% dan 8,8% bebas karies. Untuk S-ECC terdapat sebanyak 60%. Rerata pengalaman karies (deft), menurut AAPD sebesar 7,56 dengan SD 5,01, sementara menurut WHO, sebesar 7,56 dengan SD 5,01.

4.1 Karakteristik Responden Anak (N=160)

(41)

Tabel 4. Karakteristik responden anak

Karakteristik Jumlah %

Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan

74 86

46,3 53,8 Umur (bulan)

- 37-47 Urutan kelahiran

- 1 Jumlah bersaudara

- ≤ 2 orang

4.2 Karakteristik Responden Ibu (N=160)

Untuk pendidikan ibu, kategori rendah sebanyak 1,9%, untuk kategori sedang sebanyak 55% dan untuk kategori tinggi adalah 43,1%. Untuk ekonomi keluarga kategori rendah sebanyak 56,9% dan untuk kategori tidak rendah sebanyak 43,1% (tabel 5).

Tabel 5. Karakteristik responden ibu

Karakteristik Jumlah %

Pendidikan ibu - Rendah Ekonomi keluarga

(42)

4.3 Hubungan Jenis Kelamin dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan jenis kelamin, persentase anak yang menderita ECC tidak jauh berbeda. Dari 160 anak yang diperiksa, anak yang menderita ECC 91,8% anak laki-laki dan anak perempuan 90,6%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan prevalensi ECC (p=0,790)(Tabel 6). Persentase anak yang menderita S-ECC juga tidak jauh berbeda. Anak laki-laki yang menderita S-ECC sebanyak 62,2% dan anak perempuan sebanyak 58,1%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan prevalensi S-ECC (p=0,605)(Tabel 6).

Tabel 6. Hubungan jenis kelamin dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Jenis kelamin N (160)

4.4 Hubungan Usia dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(43)

Tabel 7. Hubungan usia dengan prevalensi ECC dan S-ECC

48-59 Bulan

60-71 bulan

6

4.5 Hubungan Urutan Kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan urutan kelahiran, tidak ditemukan kecenderungan meningkatnya persentase ECC. Anak pertama yang menderita ECC sebanyak 88,2%, anak kedua 94,4%, anak ketiga 92,9% dan kelahiran yang lebih dari tiga 100%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan prevalensi ECC (p=0,683)(tabel 8). Untuk S-ECC juga tidak ditemukan kecenderungan meningkatnya persentase. Untuk anak pertama sebanyak 55,3%, anak kedua 55,5%, anak ketiga 75% dan kelahiran yang lebih dari tiga 72,7%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan prevalensi S-ECC (p=0,388) (Tabel 8).

Tabel 8. Hubungan urutan kelahiran dengan prevalensi ECC dan S-ECC

(44)

4.6 Hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan jumlah bersaudara, semakin banyak jumlah bersaudara, semakin rendah persentase ECC. Anak yang memiliki saudara tidak lebih dari dua prevalensi ECC sebanyak 91,4% dan anak yang bersaudara lebih dari dua orang 91%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC (p=0,938)(tabel 9). Semakin banyak jumlah bersaudara, semakin rendah juga persentase S-ECC. Anak yang memiliki saudara tidak lebih dari dua orang 60,2% dan untuk bersaudara lebih dari dua orang 59,7%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah saudara dengan prevalensi S-ECC (p=0,948) (Tabel 9).

Tabel 9. Hubungan jumlah bersaudara dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Jumlah

4.7 Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(45)

Tabel 10. Hubungan ekonomi keluarga dengan prevalensi ECC dan S-ECC.

Tidak rendah

91

4.8 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan pendidikan ibu, semakin tinggi pendidikan ibu semakin rendah persentase ECC. Anak dengan pendidikan ibu rendah sebanyak 100%, anak dengan pendidikan ibu sedang 95,5% dan anak dengan pendidikan ibu tinggi 85,5%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan Ibu dengan prevalensi ECC (p=0,171)(Tabel 11). Pada S-ECC, Tidak ditemukan kecenderungan peningkatan persentase. Anak dengan pendidikan ibu rendah sebanyak 66,7%, anak dengan pendidikan ibu sedang 68,1% dan anak dengan pendidikan ibu tinggi 49,3%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan prevalensi S-ECC (p=0,115) (Tabel 11).

Tabel 11. Hubungan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC.

(46)

4.9 Hubungan Perilaku Diet dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

Berdasarkan perilaku diet, semakin baik perilaku diet, maka semakin rendah persentase ECC. Tidak ada anak yang berperilaku diet jelek, anak berperilaku diet sedang menderita ECC sebanyak 93,4 % dan anak berperilaku diet baik sebanyak 84,6%. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara perilak diet dengan prevalensi ECC (p=0,671)(tabel12). Pada S-ECC, semakin baik perilaku diet maka semakin rendah persentase S-ECC. Tidak ada anak yang berperilaku diet jelek, anak berperilaku diet sedang menderita S-ECC sebanyak 67% dan anak berperilaku baik sebanyak 38,5%. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan prevalensi S-ECC (p=0,002) (Tabel 12).

Tabel 12. Hubungan perilaku diet dengan prevalensi ECC dan S-ECC.

Perilaku diet N (160)

(47)

Tabel 13. Hubungan rincian item perilaku diet frekuensi dan durasi minum susu dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (160) botol saja - Susu botol +ASI

Berdasarkan perincian item perilaku diet, prevalensi S-ECC terlihat lebih rendah pada anak yang selalu mebersihkan giginya setelah minum susu. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tindakan membersihkan gigi setelah minum susu dengan prevalensi S-ECC (p=0,002) (Tabel 14). Untuk anak kategori selalu sebanyak 35,9%, untuk anak kategori kadang-kadang 64,7% dan untuk kategori tidak pernah 69%. Namun untuk ECC, uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tindakan membersihkan gigi setelah minum susu dengan prevalensi ECC (p=1,000) (Tabel 14).

Frekuensi konsumsi susu perhari

(48)

Tabel 14. Hubungan rincian item perilaku diet cara mengonsumsi susu dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Tindakan membersihk an gigi setelah minum susu

- Selalu

- Kadang-kadang

- Tidak pernah

Menurut konsumsi makanan kariogenik lain, secara statistik tidak ada item yang memiliki hubungan bermakna baik dengan prevalensi ECC maupun dengan S-ECC. Frekuensi konsumsi minuman manis dalam botol per hari, frekuensi konsumsi makanan manis per hari diantara jam makan dan mengonsumsi makanan padat dengan cara mengemut tidak memiliki hubungan bermakna secara statistik baik dengan prevalensi ECC maupun S-ECC (Tabel 15).

Variabel Kategori N (160)

susu botol sebagai pengantar tidur

- Selalu

- Kadang-kadang

- Jarang/ tidak botol susu setelah anak tertidur

- Tidak pernah

- Kadang-kadang

- Selalu pada malam hari setelah anak tertidur

- Selalu

- Kadang-kadang

- Tidak pernah

- Kadang-kadang

(49)

Tabel 15. Hubungan rincian item perilaku diet mengonsumsi makanan kariogenik lain dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Variabel Kategori N (160) minuman manis dalam botol perhari

> 4 kali

1 – 3 kali

Kadang-kadang/ tidak pernah

1 makanan manis per hari diantara jam makan makanan padat dengan cara mengemut

4.10 Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(50)

Tabel 16. Hubungan perilaku membersihkan gigi dengan prevalensi ECC dan S-ECC.

Perilaku membersihkan gigi

N (160)

Berdasarkan perincian item perilaku membersihkan gigi, yang memiliki hubungan bermakna secara statistik adalah usia mulai sikat gigi dan pengawasan orang tua. Ada kecenderungan prevalensi ECC menurun pada anak yang mulai sikat gigi sejak gigi pertama erupsi sampai usia satu tahun. Tidak ada anak yang tidak pernah menyikat gigi, anak yang mulai sikat gigi pada usia 2-3 tahun menderita ECC 98% dan anak yang sikat gigi sejak erupsi gigi pertama sampai usia satu tahun menderita ECC sebanyak 80,6%. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia mulai sikat gigi dengan prevalensi ECC (p=0,001) (Tabel 17). Untuk S-ECC juga terjadi penurunan prevalensi pada anak yang mulai sikat gigi sejak pertama erupsi sampai usia satu tahun. Tidak ada anak yang tidak pernah menyikat gigi, anak yang mulai sikat gigi pada usia 2-3 tahun menderita S-ECC sebanyak 69,4% dan anak yang sikat gigi sejak erupsi gigi pertama sampai usia satu tahun menderiat S-ECC sebanyak 54,8%. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara usia mulai sikat gigi dengan prevalensi S-ECC (p=0,002) (Tabel 17).

(51)

dan kategori selalu 55,4%. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengawasan orang tua dengan prevalensi S-ECC (p=0,003)(Tabel 17).

Tabel 17. Hubungan rincian item perilaku membersihkan gigi dengan prevakensi ECC dan S-ECC Usia mulai

sikat gigi

Tidak pernah

2 – 3 tahun

Sejak pertama erupsi sampai usia satu tahun

0

Tidak pernah

Kadang-kadang

Waktu sikat gigi

Tidak setiap hari/ tidak pernah Bukan waktu yang tepat tapi

setiap hari Setelah sarapan dan sebelum tidur

1 pasta gigi

Tidak pernah

Kadang-kadang

4.11 Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Prevalensi ECC dan S-ECC

(52)

ECC sebanyak 100%, persentase anak yang memiliki indeks kebersihan rongga mulut sedang 100% dan persentase anak yang memiliki indeks kebersihan rongga mulut baik 84,4%. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC (p=0,006)(Tabel 18). Demikian juga dengan S-ECC, semakin baik indeks kebersihan rongga mulut, maka semakin rendah prevalensi. Hal ini sangat terlihat jelas pada S-ECC. Persentase anak yang memiliki indeks kebersihan rongga mulut buruk menderita S-ECC sebanyak 100%, persentase anak yang memiliki indeks kebersihan rongga mulut sedang 72,4% dan persentase anak yang memiliki indeks kebersihan rongga mulut baik 46,7%. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi S-ECC (p=0,001) (Tabel 18).

Tabel 18. Hubungan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC

Indeks kebersihan rongga mulut

N (160)

4.12 Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Pengalaman ECC

Berdasarkan segi ekonomi keluarga, semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga maka rerata pengalaman ECC semakin rendah. Anak yang berasal dari ekonomi keluarga rendah rerata pengalaman ECC 8,15 dengan SD 4,99 dan anak yang berasal dari ekonomi tidak rendah 6,41 dengan SD 5,01. Uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara ekonomi keluarga dengan pengalaman ECC (P=0,001)(Tabel 19).

(53)

Ekonomi keluarga N (%) ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman karies

p

Mean SD Rendah

Tidak rendah

91 (56,9)

4.13 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pengalaman ECC

Berdasarkan pendidikan ibu, rerata pengalaman ECC tinggi pada tingkat pendidikan ibu yang sedang. Rerata pengalaman ECC pada anak yang pendidikan ibu rendah adalah 4,67 dengan SD 2,08, anak dengan pendidikan ibu sedang 8,16 dengan SD 4,87 dan anak dengan pendidikan ibu tinggi yaitu 6,55 dengan SD 5,25. Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan pengalaman (p=0.080) (Tabel 20).

Tabel 20. Hubungan rerata pendidikan ibu dengan pengalaman ECC.

Pendidikan

4.14 Hubungan Perilaku Diet dengan Pengalaman ECC

Berdasarkan perilaku diet, semakin baik perilaku diet maka rerata pengalaman ECC semakin rendah. Tidak dijumpai anak yang berperilaku diet jelek, anak berperilaku diet sedang dengan rerata pengalaman ECC 8,19 dengan SD 5,22 sedangkan anak yang perilaku dietnya baik 4,95 dengan SD 3,63. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan pengalaman karies (p=0,001) (Tabel 12).

(54)

Perilaku diet N (%) ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman karies p

4.15 Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi dengan Pengalaman ECC

Berdasarkan perilaku membersihkan gigi, semakin baik perilaku membersihkan gigi anak maka rerata pengalaman ECC semakin rendah. Tidak ada anak yang berperilaku membersihkan gigi jelek, anak yang berperilaku sedang rerata pengalaman ECC 9,88 dengan SD 4,96, sedangkan anak yang berperilaku baik 6,24 dengan SD 4,69 Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC (p=0,001) (Tabel 22).

Tabel 22. Hubungan rerata perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman ECC.

Perilaku

4.16 Hubungan Indeks Kebersihan Rongga Mulut dengan Pengalaman ECC Berdasarkan indeks kebersihan rongga mulut, semakin baik indeks kebersihan rongga mulut anak maka rerata pengalaman ECC semakin rendah. Anak dengan indeks kebersihan rongga mulut buruk rerata pengalaman ECC 12,05 dengan SD 4,79, anak dengan indeks kebersihan rongga mulut sedang rerata pengalaman ECC 9,21 dengan SD 4,92, sedangkan anak dengan indeks kebersihan rongga mulut baik 5,56 dengan SD 4,28. Uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC (p=0,001) (Tabel 23).

(55)

Indeks kebersihan rongga mulut

N (%) ∑ d ∑ e ∑ f Pengalaman karies p

Mean SD

Buruk Sedang

Baik

12 (7,5) 58 (36,3) 90 (56,3)

12,08 8,36 5,28

0,42 0,86 0,22

- 0,10 0,06

12,50 9,21 5,56

4,79 4,92 4,28

0,001*

(56)

BAB 5

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian diperoleh prevalensi ECC di Kecamatan Medan Barat adalah 91,2%. Prevalensi ECC tersebut meningkat dibandingkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setiawati F pada tahun 2001 di Jakarta, diperoleh bahwa prevalensi ECC untuk anak usia 3-5 tahun adalah 81,2%. 30

Hasil yang diperoleh berdasarkan jenis kelamin, usia, urutan kelahiran dan jumlah saudara diketahui bahwa tidak ada hubungannya dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Namun demikian, ditinjau berdasarkan perilaku diet dan perilaku membersihkan gigi hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan prevalensi ECC dan S-ECC. Dari segi perilaku diet diketahui bahwa banyak anak yang mempunyai perilaku diet pada kategori sedang, dan dari 160 sampel tidak ada anak yang mempunyai perilaku diet yang buruk. Hal ini mungkin disebabkan kuesioner yang masih belum sempurna, sehingga banyak ibu cenderung menjawab ke kategori sedang. Sama halnya jika ditinjau dari segi kebersihan rongga mulut banyak anak yang berperilaku baik dan tidak ada anak yang berperilaku jelek.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan terjadinya ECC. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana dkk. yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan terjadinya ECC pada anak usia dibawah 6 tahun.2

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan terjadinya ECC dan S-ECC. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Olmes seval et al. yang menyatakan bahwa semua karies anak dikolonisasi oleh Streptococcus Mutans, tetapi hal ini tidak dipengaruhi oleh faktor usia.29

(57)

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana dkk. bahwa tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi dengan terjadinya ECC. Tetapi hasil penelitian untuk ekonomi keluarga dengan pengalaman ECC menunjukkan ada hubungan yang bermakna, sesuai dengan teori yang menyatakan terjadi penurunan karies pada kelas sosial atas dan meningkat pada sosial ekonomi rendah akibat persediaan air minum yang mengandung fluor berbeda pada setiap kelompok sosial.2,7,10

Dari penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu terhadap prevalensi ECC dan pengalaman ECC. Hal ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa ibu dengan pendidikan yang tinggi terjadi penurunan rata-rata deft. Kemungkinan hal tersebut terjadi karena ibu yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah jarang mendapatkan informasi mengenai kesehatan, misalnya bagaimana memilih makanan yang sehat dan bernutrisi.2

Ditinjau dari tingkah laku, ECC juga dapat dipengaruhi oleh perilaku diet. Dari penelitian yang dilakukan diketahui tidak ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan prevalensi ECC, tetapi ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet dengan rerata pengalaman ECC, sesuai dengan teori bahwa ECC dipengaruhi oleh konsumsi gula dalam cairan, misalnya susu, jus dan sirup. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriana dkk. yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengonsumsi makanan manis yang bersifat kariogenik dengan terjadinya ECC.2,15

(58)

Perbandingan perbedaan tingkat perilaku membersihkan gigi dengan pengalaman karies mengalami peningkatan pada setiap tingkat perilaku yang kurang baik dan peningkatan tersebut bermakna secara statistik. Pada perbandingan baik dan sedang, perilaku sedang mempunyai rata-rata indeks deft yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang baik. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa prevalensi ECC banyak terdapat pada anak yang hanya sikat gigi satu kali dibandingkan anak yang menyikat giginya dua kali sehari atau lebih. Hal ini juga dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan Stecksen Blicks dan Holm bahwa anak yang melakukan penyikatan gigi secara teratur dalam sehari dengan frekuensi dua kali atau lebih dan diawasi orang tua, lebih rendah terkena risiko karies.3

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan pengalaman ECC. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa etiologi utama penyebab ECC adalah agen yaitu bakteri. Substrat yang melekat pada gigi akan menjadi sumber makanan bagi bakteri dan bakteri akan memproduksi asam yang berperan dalam proses demineralisasi. Seiring berjalannya waktu maka karies akan terjadi.10

(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan:

1. Menurut AAPD Prevalensi ECC dan S-ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat adalah 91,3% dan 60% dengan rerata pengalaman karies 7,56 dengan SD 5,01.

2. Ada hubungan yang bermakna antara usia mulai sikat gigi dan indeks kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC. Ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet, perilaku membersihkan gigi, tindakan membersihkan gigi setelah minum susu, usia mulai sikat gigi, pengawasan orang tua dan indeks kebersihan mulut dengan prevalensi S-ECC. Ada hubungan yang bermakna antara ekonomi keluarga, perilaku diet, perilaku membersihkan gigi dan indeks kebersihan rongga mulut dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

3. Tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin, usia, urutan kelahiran, jumlah bersaudara, ekonomi keluarga dan pendidikan ibu dengan prevalensi ECC dan S-ECC di Kecamatan Medan Barat. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

6.2 Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko lain, terutama faktor risiko yang lebih berperan terhadap kejadian ECC

2. Perlu dianalisis kembali mengenai perilaku diet anak sebagai faktor risiko terjadinya ECC

(60)
(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Berg JH, Slayton RL. Early childhood oral health. New Delhi: Wiley-Blackwell,

2009: 19-35.

2. Sugito FS, Djorhanas H, Darwita RR. Relationship between breastfeeding and

early childhood caries (ECC) Severity of children under three years old in DKI

Jakarta. Makara, kesehatan 2008; 12(2): 87-92.

3. Chemiawan E, Riyanti E, Tjahyaningrum SN. Prevalensi nursing mouth caries

pada anak usia 15-60 bulan berdasarkan frekuensi menyikat gigi di posyandu desa

cileunyi wetan kecamatan cileunyi kabupaten bandung tahun 2004. J FKG

UNPAD 2004; 3: 23-6.

4. Den Besten P, Berkowitz R. Early childhood caries: an overview with reference

our experience in california. J of the California Dent Assoc 2003; 9: 31-7.

5. Kawashita Y, Kitamura M, Saito T. Review article early childhood caries. J of

Dent International 2011; 2011: 1-7.

6. Kumarihamy S LM, Subasinghe L D, Jayasekara P, Kularatna S M, Palipana P D.

The prevalence of early childhood caries in 1-2 yrs olds in a semi-urban area of

Sri Lanka. BMC Research Notes 2011; 4: 2-6.

7. Al-alloy W. Early childhood caries (ECC). Qasim Dent Student’s J 2010; 1: 33-6.

8. Tarigan R. Karies gigi, Jakarta: Penerbit Hipokrates, 2003: 1-2.

9. Vargas C M, Ronzio C R. Disparities in early childhood caries. BMC Oral Health

2006; 6: 1-3.

10.McDonald R E, Avery D R, Dean J A. Dentistry for the child and adolescent. 8th

ed. St. Louis: Mosby., 2004: 210-6.

11.Wellbury R.R. Paediatric dentistry. 2nd ed. Oxford: Oxford Univeristy Press,

2003: 117-7.

12.Mars J, Trumbley S, Gaurav M. Early childhood caries: determining the risk

factors and assessing the strategies for nursing intervention. J Pediatric Nursing

(62)

13.Rusiawaty Y. Diet yang dapat merusak gigi pada anak-anak. Cermin Dunia

Kedokteran 1991; 73: 45-7.

14.Riyanti E. Pengenalan dan perawatan kesehatan gigi anak sejak dini In: Seminar

Sehari Kesehatan-Psikologi Anak, 2005: 14-5.

15.Berkowitz R J. Cause, Treatment and prevention of early childhood caries : a

microbiology perspective. J Can Dent Assoc 2003 ; 69 (5) : 304-6.

16.Mutzelberg K. Breastfeeding

decay-childreen-teeth

17.Maloley D J. Children’s dental health month tip #7: Avoid

BabyBottleToothDecay.7Februari

. 10 Desember 2011.

18.Maloley D j. Early childhood caries. Juli 2008.

http://vailvalleydentalcare.blogspot.com/2011_02_01_archive.html. 10 Desember

2011.

19.Spiller. Nursing bottle syndrome. 2006.

20.Sondang P, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press. 2010:

5-6, 79.

21.Budiharto. Kontribusi pendidikan kesehatan gigi dan perilaku Ibu terhadap radang

gusi anak (Studi Ibu dan Anaknya yang berumur empat tahun di DKI Jakarta

1993/1994). J Dent Universitas Indonesia 1999; (1): 12-18.

22.Clarke J. College of registered dental hygienists of alberta. Early childhood

caries:Part

23.Dalimunthe T. Pola pemberian makanan yang salah pada bayi dan anak sebagai

penyebab Karies Botol. Majalah Kedokteran Gigi USU No.5 1998 Juli 5.

24.Angela A. Pencegahan primer pada anak beresiko karies tinggi. Dent J 2005; 38

(3):130-134.

25.Kandelman D, Ouatik N. Early childhood caries: prevention of ECC. J of Dent

(63)

26.Saputra R. Fluor terhadap gigi

27.Saraswati U. DHE for periodonsia. 26 Desember 2010.

<http://dhe-periodonsia.blogspot.com/> 25 Maret 2012.

28.Marss J, Trumbley S, Malik G. Early childhood caries: determining the risk

factors and assessing the prevention strategies for nursing intervention. J Pediatric

Nursing 2011; 37 (1): 9-10.

29.Olmez S, Uzamyb M, Erdem G. Association between early childhood caries and

clinical, microbioligical, oral hygiene and dietary variables in rural Turkish

children. J of Pediatrics 2003; 45: 231-236.

30. Setiawati F. Faktor-faktor yang berhubungan dengan derajat keparahan karies

pada anak usia 3-5 tahun dan program pencegahannya di DKI Jakarta. Jakarta:

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA CALON SUBJEK

PENELITIAN

Selamat pagi Ibu, perkenalkan nama saya adalah Astri Septiarini. Saya

merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Bersama ini saya mohon kesediaan anak Ibu agar dapat menjadi subjek penelitian

saya yang berjudul: Hubungan Early Childhood Caries (ECC) dengan faktor

risiko perilaku diet, kebersihan rongga mulut dan sosial ekonomi orang tua

pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Barat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah persentase gigi

berlubang pada anak-anak dengan faktor risiko perilaku diet, kebersihan rongga

mulut dan sosial ekonomi orang tua pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan

Barat. Perlu diketahui bahwa penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi

kepada orang tua mengenai adanya hubungan antara faktor risiko dengan terjadinya

gigi berlubang pada anak-anak dan memotivasi orang tua untuk memperhatikan,

menjaga dan memberikan pengarahan kepada anak sejak dini unutk menjaga

kebersihan rongga mulut.

Dalam penelitian ini, kuesioner akan diberikan kepada Ibu mengenai

gambaran faktor risiko gigi berlubang pada anak. Penelitian ini berbentuk wawancara

berdasarkan daftar pertanyaan yang terdapat di lembar kuesioner. Kemudian akan

dilakukan pemeriksaan kebersihan rongga mulut dan karies pada anak. Oleh karena

(71)

Manfaat menjadi subjek penelitian adalah memperoleh data mengenai kondisi

rongga mulut anak secara spesifik dan saran dalam upaya pencegahan karies pada

anak.Serta orang tua dapat mengetahui faktor risiko karies yang dapat menyebabkan

terjadinya gigi berlubang pada anak. Pemeriksaan yang dilakukan tidak dikenakan

biaya apapun.

Jika Ibu bersedia, Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Subjek Penelitian

harap ditandatangani dan dikembalikan kepada saya. Perlu Ibu ketahui bahwa surat

kesediaan tersebut tidak mengikat dan Ibu dapat mengundurkan diri dari penelitian ini

kapan saja selama penelitian berlangsung. Mudah-mudahkan keterangan saya di atas

dapat dimengerti dan atas kesediaan Ibu unutuk berpartisipasi dalam penelitian ini

saya ucapkan terima kasih.

Medan,……..

Peneliti,

Astri Septiarini

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

(72)

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN

Setelah membaca keterangan tentang risiko, keuntungan, dan hak-hak saya/

anak saya sebagai subjek penelitin yang berjudul :

Hubungan Early Childhood Caries Dengan Faktor Risiko Perilaku Diet, Kebersihan Rongga Mulut dan Sosial Ekonomi Orang Tua pada Anak Usia

37-71 bulan di Kecamatan Medan Denai.

Saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia mengizinkan anak saya dan

saya berpartisipasi dalam penelitian dari Lamser Efendi H sabagai mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan catatan apabila suatu

ketika merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuaan ini.

Medan, ………

Tanda Tangan,

(………)

Orang Tua Ananda ………

Alamat :

(73)

KUESIONER ORANG TUA

HUBUNGAN EARLY CHILDHOODCARIES (ECC) DENGAN FAKTOR RISIKO PERILAKU DIET, KEBERSIHAN RONGGA MULUT ANAK DAN

SOSIAL EKONOMI ORANG TUA PADA ANAK USIA 37 - 71 BULAN DI KECAMATAN MEDAN BARAT

Tanggal pemeriksaan :………

Memiliki penyakit kronis (leukimia, retardasi mental, jantung bawaan, diabetes, cacat

fisik, dll)

Apabila memiliki penyakit di atas pasien tidak diikutkan ke dalam penelitian

Nama anak :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan (1)

Tanggal lahir : ... usia ...(bln) (2)

Anak ke : ….. (3) dari ...(4) bersaudara (urutan kelahiran) Nama

orang tua :

Alamat rumah :

No. Telepon/Hp orang tua :

SOSIAL EKONOMI

1. Pendidikan Ibu:

1. Tidak sekolah, tamat SD

2. Tamat SMP/ SMA 3. Tamat diploma/ S1 / S2

2. Total penghasilan keluarga perbulan:

Sebutkan……..

Gambar

Gambar 2. Tahap kedua ECC18
Gambar 4. Tahap empat ECC19
Gambar 5. Skema terjadinya karies gigi8
Gambar 6. cara menyikat gigi anak usia 3-6 tahun dengan posisi bersebelahan14
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar dan motivasi belajar siswa memangmemiliki hubungan yang sangat erat, hal tersebut dapat diketahui dari sebuah studi yang dilakukan oleh Suciati,

Adapun beberapa rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa kelompok

Beliau memaparkan bahwa sebelum pembelajaran dimulai ada beberpa hal yang perlu di persiapkan dalam penggunaan media berbasis TIK kususnya vidio player dalam pembelajaran

Bahan baku yang digunakan pada pabrik NaOCl adalah air

[r]

(DEFISIT) BELANJA

Tetapi semua itu juga tergantung dengan karakter yang dimiliki orang tua, orang tua yang mempunyai karakter yang keras akan dengan mudah melakukan kekerasan verbal

Kuesioner yang dilakukan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert untuk menanyakan tanggapan konsumen mengenai.. pengaruh hubungan interpersonal dan