• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Guru Dan Proses Belajar Mengajar

Dalam dokumen MAKALAH PROSES DAN BELAJAR MENGAJAR (Halaman 36-40)

KATA PENGANTAR

C. Hubungan Guru Dan Proses Belajar Mengajar

Berikut ini akan dibahas beberapa hal pokok mengenai hubungan antara guru dengan proses belajar mengaja. Hal-hal pokok tersebut meliputi:

1. Fungsi Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Pada asasnya, fungsi atau peran penting guru dalam proses belajar mengajar ialah sebagai “director of learning”. Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan kegiatan

proses belajar mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam dunia pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan berat pula.

Dari konsekuensi tersebut maka timbullah fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian yang menyatu dalam kompetensi profesionalisme guru. Menurut Gagne, setiap guru berfungsi sebagai:

a. Designer of instruction (perancang pengajaran) b. Manager of instruction (pengelola pengajaran)

c. Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa)

Dari pendapat ahli diatas maka dapat dijelaskan bahwa fungsi guru sebagi berikut:

1. Guru sebagai designer of instruction

Guru sebagai designer oof instruction (perancang pengajaran). Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap

merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasil guna dan berdaya guna.

Untuk merealisasikan fungsi tersebut, maka setiap guru memerlukan pengetahuan yang memadahi mengenai prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

i) Memilih dan menentukan bahan pelajaran ii) Merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran

iii) Memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat iv) Penyelenggaraan kegiatan evaluasi prestasi belajar.

2. Guru sebagai manager of instruction

Guru sebagai manager of instruction, artinya sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam

memgelola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan

proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasil guna.

Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi baik dan arah maupun multiarah antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. Alhasil, baik guru sebagai pengajar maupun siswa sebagai pembelajar dapat memainkan peranan masing-masing secara integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan hasil).

3. Guru sebagai evaluator of student learning

Asi Guru sebagai evaluator of student learning, yakni guru sebagai penilai hasil belajar siswa. Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.

Pada asasnya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti

kegiatan belajar itu sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar. Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu

menunjukkan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan belajar perbaikan.

Sebaliknya apabila evaluasi tertentu menunjukkan hasil yang

memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai.

Hasil kegiatan evaluasi juga seyogyanya dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau meningkatkan

penyelenggaraan proses belajar mengajar pada masa yang akan dating. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi terus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat memuaskan.

Dalam proses belajar mengajar setiap materi pelajaran, posisi para guru sangat penting dan strategis, meskipun gaya dan penampilan mereka bermacam-macam. Diantara mereka ada yang terlalu keras dan ada pula yang terlalu lemah bahkan “ogah-ogahan”.

a). Posisi guru dalam proses belajar mengajar

Dikutip dari Darajat (1982), menurut Claife (1976), guru adalah:…

an authority in the disciplines relevant to education, yakni pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan. Walaupun begitu, tugas guru tentu tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan kedalam otak para siswa, tetapi juga melatih ketrampilan dan menanamkan sikap serta nilai kepada mereka (Muhibbin, 2011).

Sehubungan dengan hal itu, rangkaian tujuan dan hasil yang harus dicapai oleh guru, terutama belajar, membangkitkan kegiatan belajar siswa. Dengan kegiatan siswa diharapkan berhasil mengubah tingkah lakunya sendiri kearah yang lebih maju dan positif. b). Ragam guru dalam proses belajar mengajar

Berdasarkan hasil risett mengenai gaya penampilan dan

kepemimpinan para guru dalam mengelola proses belajar mengajar, ditemukan tiga raga guru, yakni: otoriter, laissez-faire, dan demokratis. Penjelasan mengenai ragam-ragam guru ini adalah sebagai berikut.

Pertama, guru otoriter. Secara harfah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Dalam proses belajar mengajar, guru yang otoriter selalu mengarahkan dengan keras segala aktivitas para siswa tanpa dapat ditawar-tawar. Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberirkan kepada siswa untuk berperan serta memutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar mereka. Memang diakui, kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan tugas keguruannya secara baik, dalam arti sesuai dengan rencana. Namun gura semacam ini sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa

pria, bukan saja karena wataknya yang agresif tetapi juga karena mersa kreativitasnya terhambat.

Kedua, guru laissez-faire, padanannya adalah individualism. Guru yang berwatak seperti ini biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan proses belajar mengajar secara seenaknya, sehinga

menyulitkan siswa dalam mempersiapkan diri. Sesungguhnya, ia tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun mungkin memiliki kemampuan yang memadahi. Keburukan lain yang biasa disandang adalah kebiasaannya yang semaunya yang menimbulkan pertengkaran-pertengkaran.

Ketiga, guru demokratis. Arti demokratis adalah bersifat demokrasi yang pada intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hakdan kewajiban semua orang. Guru yang memiliki sifat ini umumnya dipandang sebagai guru yang paling baik dan ideal.

Alasannya, disbanding dengan guru-guru lainnya guru ragam

demokratis lebih suka bekerja sama dengan rekan-rekan seprofesinya, namun tetap menyelesaikan tugasnyya secara mandiri. Ditinjau dari sudut hasil pembelajarannya, guru yang demokratis dan otoriter tidak jauh berbeda. Akan tetapi, dari sudut moral, guru yang demokratis ternyata lebih baik dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawatnya maupun oleh para siswanya sendiri[7].

Dalam dokumen MAKALAH PROSES DAN BELAJAR MENGAJAR (Halaman 36-40)

Dokumen terkait