• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS ATAS TURUNNYA KEKUATAN

3. Hubungan Hukum Notaris dengan Para Pihak/Penghadap

Ketika penghadap datang ke Notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan Notaris, dan kemudian Notaris

76

membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada Notaris dan para penghadap telah terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum Notaris dan para penghadap merupakan hubungan hukum yang khas, dengan karakter:77

1. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu;

2. Mereka yang datang ke hadapan Notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik;

3. Hasil akhir dari tindakan Notaris berdasarkan kewenangan Notaris yang berasal dari permintaan atau keinginan para pihak sendiri; dan

4. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.

Pada dasarnya bahwa hubungan antara Notaris dan para penghadap yang telah membuat akta di hadapan atau oleh Notaris tidak dapat dikonstruksikan atau ditentukan pada awal Notaris dan para penghadap berhubungan, karena pada saat itu belum terjadi permasalahan apapun. Untuk menentukan bentuk hubungan antara Notaris dengan para penghadap harus dikaitkan dengan ketentuan dengan Pasal 1869 BW, bahwa akta otentik terdegradasi menjadi mempunyai kekuatan pembuktian di bawah tangan, maka hal ini dapat dijadikan dasar untuk menggugat Notaris sebagai suatu perbuatan melawan hukum

77

atau dengan kata lain hubungan Notaris dan para penghadap dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum karena:78

1. Notaris tidak berwenang membuat akta yang bersangkutan

2. Tidak mampunya Notaris yang bersangkutan dalam membuat akta 3. Akta Notaris cacat dalam bentuknya.

Tuntutan terhadap Notaris dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga sebagai akibat akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau batal demi hukum, berdasarkan adanya:79

1. Hubungan hukum yang khas antara Notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

2. Ketidakcermatan, ketidaktelitian, dan ketidaktepatan dalam: a. Teknik administratif membuat akta berdasarkan UUJN,

b. Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak didasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang Notaris secara khusus dan hukum

pada umumnya.

Sebelum seorang Notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga atas degradasi akta yang dibuatnya, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:80

a. Adanya diderita kerugian;

78 Ibid, hal. 28. 79 Ibid, hal. 20. 80 Ibid, hal. 32.

b. Antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris terdapat hubungan kausal;

c. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan.

Perbuatan melawan hukum merupakan suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.81

Jika dilihat dari model pengaturan KUH Perdata Indonesia tentang perbuatan melawan hukum, sebagaimana juga dengan KUH Perdata di negara-negara lain dalam sistem hukum Eropa Kontenental, maka model tanggung jawab hukum adalah sebagai berikut:82

1. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

2. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUH Perdata.

3. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas ditemukan dalam Pasal 1367 KUH Perdata.

Untuk dapat menentukan apakah seorang tergugat harus bertanggungjawab secara hukum atas tindakannya yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain, maka harus

81

Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 1.

82

dilihat adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan oleh tergugat dengan kerugian yang dialami oleh si korban. Hubungan sebab akibat merupakan faktor yang mengaitkan antara kerugian seseorang dengan perbuatan dari orang lain.

Masalah utama dalam hubungan sebab akibat ini adalah seberapa jauh kita masih menganggap hubungan sebab akibat sebagai hal yang masih dapat diterima oleh hukum.

Dengan perkatan lain, kapankah dapat dikatakan bahwa suatu kerugian adalah “fakta” (the fact) atau “kemungkinan” (proximate) dan kapan pula dianggap “terlalu jauh” (too remote).

Pentingnya ajaran kausalitas dalam hukum perdata adalah untuk meneliti adakah hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkannya, sehingga si pelaku dapat dipertanggungjawabkan.

Teori yang dikenal pertama-tama adalah teori conditio sine qua non dari Von Buri. Teori ini melihat bahwa tiap-tiap masalah yang merupakan syarat untuk timbulnya suatu akibat adalah menjadi sebab dari akibat.

Metode yang disarankan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah sebagai berikut :83

1. Jika perbuatan yang melawan hukum tersebut mempunyai hubungan sebab akibat dengan kerugian yang terjadi.

2. Jika perbuatan yang melawan hukum tersebut tidak perlu mempunyai hubungan sebab akibat dengan kerugian yang terjadi.

83

3. Jika perbuatan tergugat tidak perlu ada kesalahan, tetapi mesti mempunyai hubungan sebab akibat dengan kerugian yang terjadi.

Dalam konstruksi Hukum Kenotariatan, salah satu tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan atau tindakan penghadap/para penghadap kedalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. Bahwa Notaris tidak memihak tetapi mandiri dan bukan sebagai salah satu pihak dan tidak memihak kepada mereka yang berkepentingan. Itulah sebabnya dalam menjalankan tugas dan jabatannya selaku pejabat umum terdapat ketentuan Undang-undang yang demikian ketat bagi orang tertentu, tidak diperbolehkan sebagai saksi atau sebagai pihak berkepentingan pada akta yang dibuat dihadapannya. Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya, namun tidak berarti setiap kerugian terhadap pihak ketiga seluruhnya menjadi tanggung jawab Notaris. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang mana dalam menjalankan tugasnya notaris wajib bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

Setiap menjalankan tugas jabatannya dalam membuat suatu akta, seorang Notaris harus dituntut memiliki tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sebagai suatu realisasi keinginan para pihak dalam bentuk akta otentik.84 Tanggung jawab notaris, berkaitan erat dengan tugas dan kewenangan serta moralitas baik sebagai pribadi maupun selaku pejabat umum.

84

a. Sanksi Tanggung Jawab Administrasi

Di samping sanksi keperdataan yang dijatuhkan terhadap Notaris yang telah melakukan pelanggaran hukum, terhadap Notaris tersebut juga dapat dijatuhkan sanksi administrasi. Secara garis besar sanksi adminitrasi meliputi :

a. paksaan pemerintah (bestuursdwang);

b. penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi);

c. pengenaan denda adminitarasi;

d. pengenaan uang paksa oleh pemerintah.85

Paksaan pemerintah sebagai tindakan-tindakan yang nyata atau feitelijk handeling

dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum adminitrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga negara karena bertentangan dengan undang-undang.

Sanksi yang digunakan dengan mencabut atau menarik kembali suatu keputusan atau ketetapan yang menguntungkan, dengan mengeluarkan ketetapan baru. Sanksi seperti ini diterapkan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga terjadi pelanggaran undang- undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh sipelanggar.86 Pencabutan atau penarikan yang menguntungkan merupakan suatu sanksi situatif yaitu sanksi yang

85

Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2002), hal. 254.

86

Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 242.

dikeluarkan bukan dengan maksud sebagai reaksi terhadap perbuatan yang tercela dari segi moral, melainkan dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan-keadaan yang secara objektif tidak dapat dibenarkan lagi.87

Sanksi pengenaan denda admintrasi ditujukan kepada mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan tertentu, dan kepada si pelanggar dikenakan sejumlah uang tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, kepada pemerintah diberikan wewenang untuk menerapkan sanksi tersebut.

Sanksi pengenaan uang paksa oleh pemerintah ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti, disamping denda yang telah disebutkan dengan tegas di dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Mengenal sanksi administrasi bagi Notaris yang melakukan kesalahan dapat dilihat di dalam UUJN ditentukan ada lima jenis sanksi adminitrasi yaitu :

a. teguran lisan; b. teguran tertulis;

c. pemberhentian sementara; d. pemberhentian dengan hormat; e. pemberhentian tidak hormat.

Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. Dalam Pasal 85 UUJN dengan menempatkan teguran lisan pada urutan pertama dalam pemberian sanksi, merupakan suatu peringatan kepada Notaris dan majelis pengawas yang jika tidak dipenuhi ditindak lanjuti dengan sanksi

87

teguran tertulis. Apabila sanksi seperti ini tidak dipatuhi juga oleh Notaris yang bersangkutan, maka dapat dijatuhi sanksi yang berikutnya secara berjenjang.

Penempatan sanksi berupa teguran lisan dan teguran tertulis sebagai awal untuk menjatuhkan sanksi yang selanjutnya bukan termasuk sanksi adminitrasi. Dalam sanksi adminitrasi berupa paksaan pemerintah, sebelum dijatuhkan sanksi harus didahului dengan teguran lisan dan teguran tertulis, hal ini dimaksudkan sebagai aspek prosedur nyata. Pelaksanaan teguran lisan maupun tertulis bertujuan untuk menguji ketepatan dan kecermatan (akurasi) antara teguran lisan dan tertulis dengan pelanggaran yang dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Dalam pelaksanaan teguran lisan dan teguran tertulis tersebut untuk membela diri dalam suatu upaya adminitrasi dalam bentuk keberadaan atau banding adminitrasi. Dengan demikian rumusan sanksi berupa teguran lisan dan teguran tertulis tidak tepat dimasukkan sebagai suatu sanksi paksaan nyata yang selanjutnya jika terbukti dapat dijatuhi sanksi yang lain.

Sanksi tehadap Notaris berupa pemberhentian sementara dari jabatannya merupakan tahap berikutnya setelah penjatuhan sanksi teguran lisan dan teguran tertulis. Kedudukan sanksi berupa pemberhentian sementara dari jabatan Notaris atau skorsing merupakan masa menunggu pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah. Sanksi pemberhentian sementara Notaris dari jabatannya, dimaksudkan agar Notaris tidak melaksanakan tugas jabatannya untuk sementara waktu sebelum sanksi berupa pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak hormat dijatuhkan kepada Notaris. Pemberian sanksi pemberhentian sementara ini dapat berakhir dalam bentuk pemulihan kepada Notaris untuk menjalankan

tugas jabatannya kembali atau ditindaklanjuti dengan sanksi pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian tidak hormat.

Pemberhentian sementara Notaris dari jabatannya berarti Notaris yang bersangkutan telah kehilangan kewenangan untuk sementara waktu dan Notaris yang bersangkutan tidak dapat membuat akta apapun atau Notaris tersebut tidak dapat melaksanakan tugas jabatannya. Hal ini perlu dibatasi dengan alasan untuk menunggu hasil pemeriksaan majelis pengawas. Untuk memberikan kepastian, maka pemberhentian sementara tersebut harus ditentukan lama waktunya, sehingga nasib Notaris tidak digantung status quo oleh keputusan pemberhentian sementara tersebut. Sanksi pemberhentian sementara dari jabatan Notaris merupakan paksaan nyata, sedangkan sanksi yang berupa pemberhentian dengan hormat dan pemberhentian tidak hormat termasuk kedalam jenis sanksi pencabutan keputusan yang menguntungkan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, menurut ketentuan Pasal 85 UUJN yang dapat dikategorikan sebagai sanksi adminitrasi, yaitu :

a. Pemberhentian sementara; b. Pemberhentian dengan hormat; c. Pemberhentian tidak hormat.

Penerapan ketentuan pasal di atas tentunya harus memperhatikan tingkat berat ringanya pelanggaran dilakukan oleh Notaris, dalam arti bahwa penerapan sanksi tersebut sifatnya gradual.

b. Sanksi Tanggung Jawab Perdata

Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi, atau perbuatan melanggar hukum onrecmatige daad. Sanksi ini berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris dari gugatan para penghadap apabila akta bersangkutan hanya mempunyai pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta batal demi hukum.

Penggantian biaya, ganti rugi atau bunga dapat digugat terhadap Notaris harus dengan mendasarkan pada suatu hubungan hukum antara Notaris dengan para pihak yang menghadap Notaris. Apabila ada pihak yang merasakan dirugikan sebagai akibat langsung dari akta Keterangan Waris, maka yang bersangkutan dapat menuntut secara perdata terhadap Notaris. Dengan demikian, tuntutan penggantian biaya, ganti rugi dan bunga terhadap Notaris didasarkan pada hubungan hukum yang ada atau yang terjadi antara Notaris dengan para penghadap.

Pada gugatan atas dasar wanprestasi, petitum dalam gugatan ada lima kemungkinan yaitu :88

1. gugatan pemenuhan; 2. gugatan ganti rugi;

3. gugatan pembatalan suatu kontrak;

4. kombinasi antara pemenuhan dan ganti rugi; 5. kombinasi antara pembubaran dan ganti rugi

88

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, ( Bandung : Mandar Maju, 2011), hal. 196.

Dalam hal pembuatan Akta Keterangan Waris yang cacat hukum, maka yang paling relevan dan dirasa dianggap paling efektif adalah gugatan ganti rugi. Ganti rugi ini lazimnya diberikan dalam bentuk sejumlah uang. Mengenai penggantian kerugian dalam bentuk lain selain ganti rugi uang dapat dilihat dalam pertimbangan dari sebuah Hoge Raad, yang selengkapnya dirumuskan: ”pelaku perbuatan melanggar hukum dapat dihukum untuk membayar sejumlah uang selaku pengganti kerugian yang ditimbulkannya kepada pihak yang dirugikannya, tetapi kalau pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi yang sesuai, maka pelaku tersebut dapat dihukum untuk melakukan prestasi yang lain demi kepentingan pihak yang dirugikan yang cocok untuk menghapuskan kerugian yang diderita.89

c. Sanksi Tanggung Jawab Pidana

Ruang lingkup tugas pelaksanaan jabatan Notaris membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu yang berada dalam tatanan hukum perdata. Notaris dalam membuat akta atas permintaan dari para pihak yang menghadap tanpa ada permintaan dari para pihak yang menghadap, Notaris tidak akan membuat akta apapun dan Notaris membuat akta yang dimaksudkan berdasarkan alat bukti, keterangan atau pernyataan para pihak yang dinyatakan, diterangkan atau diperlihatkan kepada Notaris, selanjutnya Notaris mengkonstatir secara lahiriah, formal dan materiil dalam bentuk akta Notaris dengan tetap berpijak pada aturan hukum, tata cara

89

Nieuwenhuis, Hoofdstukken Verbintenissenrecht, terjemahan Djasadin Saragih, (Suarabaya, 1985), hal. 134.

atau prosedur pembuatan akta dan aturan hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang bersangkutan yang dituangkan dalam akta.

Dalam praktek Notaris ditemukan kenyataan, apabila ada akta Notaris yang dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak lainnya sering pula Notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana. Hal ini menimbulkan kerancuan, apakah mungkin Notaris secara sengaja culpa atau khilaf alpa

bersama-sama para penghadap atau pihak membuat akta yang diniatkan sejak awal untuk melakukan suatu tindak pidana. Dalam kaitan ini tidak berarti Notaris bersih dari hukuman, tidak dapat dihukum, atau kebal terhadap hukum. Notaris bisa dihukum pidana apabila dapat dibuktikan di Pengadilan bahwa secara sengaja atau tidak sengaja Notaris secara bersama-sama dengan para pihak penghadap membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu saja atau merugikan penghadap lain.90

Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 tidak ada mengatur sanksi pidana terhadap Notaris. Maka apabila terjadi pelanggaran pidana terhadap Notaris dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUH Pidana,91 dengan cacatan bahwa pemidanaan terhadap Notaris tersebut dapat dilakukan dengan batasan sebagai berikut :

a. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek lahiriah, formal dan materil akta yang sengaja, penuh kesadaran dan keinsyafan, serta direncanakan bahwa akta

90

Wawancara dengan Cipto Soenaryo, SH, Notaris/PPAT Kota Medan, tanggal 13 November 2014

91

Pasal 63 ayat (2) KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentua pidana yang khusus disampingkan pidana yang umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaliknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana.

yang akan dibuat dihadapan Notaris atau oleh Notaris bersama-sama (sepakat) para penghadap dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana.

b. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notaris yang apabila diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN.

c. Tindakan Notaris tersebut juga tidak sesuai menurut instansi yang berwenang untuk menilai tindakan suatu Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris.92 Penjatuhan sanksi pidana terhadap Notaris dapat dilakukan sepanjang batasan- batasan sebagaimana tersebut dilanggar, artinya disamping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN, kode etik jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam KUH Pidana.

92