• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.3 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin laki- laki yaitu sebanyak 78 orang, dimana 62 responden (79,5%) memiliki perilaku merokok dan 16 responden lainnya (20,5%) tidak memiliki perilaku merokok. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square

diperoleh nilai p (=0,018) < 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Aisyah (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok keluarga miskin dengan nilai p< 0,001, dimana responden berjenis kelamin laki- laki merupakan responden yang paling banyak memiliki perilaku merokok yaitu sebanyak 75 responden (93,8%). Hal ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2013 yang menyatakan bahwa proporsi perokok setiap hari pada laki- laki lebih banyak dibandingkan dengan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%).

Menurut Gunarsa serta Charles Abraham dan Eamon Shanley dalam Sihombing (2014), faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah latar belakang individu yang berbeda-beda seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan jenis kelamin. Laki-laki lebih cenderung dapat mengendalikan emosinya dan

berpikir lebih kritis daripada perempuan, sehingga dapat memengaruhi persepsinya. Selain itu peneliti sendiri berpendapat bahwa perilaku merokok yang dilakukan oleh perempuan akan dianggap sebagai sesuatu hal yang buruk dan sulit diterima di masyarakat. Hal ini sejalan dengan anggapan masyarakat saat melakukan penelitian dan wawancara dimana perempuan yang merokok dianggap sebagai orang yang tidak baik atau jahat.

5.4 Hubungan Karakteristik Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan responden yang paling banyak adalah tamat SMP/SMA yaitu sebanyak 71 orang dimana 53 responden (74,6%) memiliki perilaku merokok dan 18 responden (25,4%) lainnya tidak memiliki perilaku merokok. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square diperoleh nilai p (=0,817) > 0,05. Berarti secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

Selain itu hasil analisis statistik yang dilakukan hanya terhadap jenis kelamin laki- laki, didapatkan hasil bahwa memang tidak ada hubungan antara pendidikan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji

Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,763 (p > 0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mawaddah (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kebiasaan merokok keluarga miskin dengan nilai p= 1,000, dimana responden tamat

SLTP/SLTA merupakan pendidikan responden yang paling banyak yaitu sebanyak 49 responden (51,6%). Selain itu hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Siyoto (2013) dimana mayoritas pendidikan PBI adalah berpendidikan SMP/SMU.

Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Oleh sebab itu semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi dan semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya.

Berdasarkan fakta di lapangan, peneliti mendapati bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik tentang bahaya rokok. Namun hal ini sangat bertentangan dengan perilaku merokok responden yang juga tinggi. Ketergantungan responden akan rokok tersebut merupakan jawaban mengapa banyak responden berpendidikan tinggi yang berperilaku merokok. Selain itu latar belakang pendidikan responden yang sedang yaitu tamat SMP/SMA mempunyai kecenderungan untuk mengabaikan kesehatan mereka.

5.5 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas peserta JKN PBI di wilayah kerja Puskesmas Belawan memiliki pekerjaan yaitu sebanyak 83 responden, dimana 64 responden (77,1%) memiliki perilaku merokok dan 19 responden lainnya (22,9%) tidak memiliki perilaku merokok. Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat 1 sel

(25,0%) yang nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakan uji Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,136, sehingga secara statistik dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

Selain itu hasil analisis statistik yang dilakukan hanya terhadap jenis kelamin laki- laki, didapatkan hasil bahwa memang tidak ada hubungan antara pekerjaan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji Exact Fisher

dan diperoleh nilai p= 1,000 (p > 0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Surjono (2013) dimana tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel status pekerjaan dengan harga rokok yang dikonsumsi rumah tangga miskin pada tahun 2009. Ini berarti bahwa variabel tersebut tidak akan berpengaruh terhadap mahal atau murahnya rokok yang dikonsumsi oleh rumah tangga miskin. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil Riskesdas tahun 2013 yang menyatakan bahwa petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar yaitu sebanyak 44,5%.

Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta JKN PBI, responden mengatakan bahwa mereka merokok karena ingin menambah semangat saat bekerja dan terkadang tidak bisa bekerja kalau belum merokok terlebih dahulu. Bahkan ada responden yang mengatakan bahwa jika dia tidak merokok maka hasil pekerjaannya akan menjadi berantakan dan tidak maksimal. Hal ini sesuai dengan Tomkins (1966)yang menyatakan bahwa alasan individu untuk memiliki perilaku

kebiasaan merokok adalah karena ketergantungan psikologis. Secara fisik, individu merasa ketagihan untuk merokok dan ia tidak dapat menghindari atau menolak permintaan yang berasal dari dalam dirinya (internal). Ini berarti alasan mengapa responden tersebut tidak bisa bekerja tanpa rokok karena perokok yang sudah masuk tahap kecanduan, menderita setiap kali dia tanpa rokok. Dan dia berpikir bahwa hanya rokok yang dapat mengurangi penderitaannya, dan tidak ada yang dapat menggantikannya.

5.6 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behavior).

Pengetahuan dalam penelitian ini meliputi pengetahuan tentang rokok, kandungan rokok, bahaya merokok, efek dari merokok dan maksud dari program JKN.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik tentang rokok dan program JKN yaitu sebanyak 87 orang dimana 65 responden (74,7%) memiliki perilaku merokok dan 22 responden lainnya (25,3%) tidak memiliki perilaku merokok. Analisis statistik dengan menggunakan uji Chi square tidak dapat dilakukan karena terdapat 1 sel (25,0%) yang nilai expected count kurang dari 5 sehingga menggunakana uji Exact Fisher dan diperoleh nilai

pengetahuan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

Selain itu hasil analisis statistik yang dilakukan hanya terhadap jenis kelamin laki- laki, didapatkan hasil bahwa memang tidak ada hubungan antara pengetahuan peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji

Exact Fisher dan diperoleh nilai p= 0,703 (p > 0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mawaddah (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kebiasaan merokok keluarga miskin dengan nilai p= 0,665, dimana responden memiliki pengetahuan yang baik tentang rokok dan bahaya rokok namun memiliki kebiasaan merokok yang sangat buruk yaitu sebanyak 48 responden (50,5%).

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden didapatkan hasil bahwa mayoritas responden menyadari dan mengakui merokok itu berbahaya bagi kesehatan mereka. Pada setiap bungkus rokok yang mereka beli juga terdapat

peringatan wajib dari pemerintah yang berbunyi,“Merokok Membunuhmu.”

Namun mereka menyadari bahwa sering kali kuatnya ketergantungan terhadap rokok membuat orang tidak mau berhenti mengisapnya, bahkan ada responden yang berkata ketika dia sakit nanti baru ada rencana untuk berhenti merokok.Jadi pengetahuan seseorang tidak berpengaruh terhadap perilaku merokoknya.

5.7 Hubungan Karakteristik Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku

Dokumen terkait