• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELAWAN

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

DIAN AGNESA SEMBIRING NIM. 111000169

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELAWAN

TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

DIAN AGNESA SEMBIRING NIM. 111000169

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Salah satu perilaku beresiko kesehatan adalah merokok. Rokok merupakan pembunuh tidak langsung masyarakat namun masih banyak orang yang belum memahami tentang betapa besar bahaya merokok tersebut. Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwa Indonesia masuk peringkat ketiga konsumsi rokok tertinggi di dunia. Dan dari hasil Riskesdas 2013, diketahui bahwa perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas belum terjadi penurunan malah cenderung meningkat dari 34,2% (2007) menjadi 36,3% (2013). Selain itu ditemukan bahwa 9,9% perokok berada pada kelompok tidak bekerja dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Pengeluaran untuk konsumsi rokok ternyata menjadi pengeluaran terbesar kedua rumah tangga masyarakat Indonesia setelah pengeluaran terhadap padi-padian. Oleh sebab itu tidak jarang perilaku merokok dikaitkan dengan kemiskinan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Analisa data

menggunakan uji chi square dengan jumlah sampel sebanyak 100 kepala keluarga miskin dengan proporsi sampel di setiap kelurahan Kecamatan Medan Belawan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan umur dengan perilaku merokok (p = 0,516), ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku merokok (p = 0,018), tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku merokok (p = 0,817), tidak ada hubungan pekerjaan dengan perilaku merokok (p

= 0,136), tidak ada hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok (p = 0,737), ada hubungan sikap dengan perilaku merokok (p = 0,039) dan tidak ada hubungan persepsi dengan perilaku merokok (p = 0,504).

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar petugas Puskesmas Belawan dapat meningkatkan edukasi dan promotif kepada masyarakat terhadap bahaya merokok, terutama kepada keluarga miskin dan kurang mampu. Selain itu disarankan juga agar Dinas Kesehatan Kota Medan dan Pemerintah Kota Medan lebih meningkatkan iklan masyarakat tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

(5)

ABSTRACT

One of the health risks is smoking which is indirectly becomes the killer, but many people do not realize the danger of smoking. The World Health Organization reveals that Indonesia ranks the third in the highest cigarette consumption in the world. In the data from Riskesdas of 2013, it was found that smoking behavior of the people who were above 15 years old tends to increase from 34.2% in 2007 to 36.3% in 2013. It was also found that 9.9% of smokers were unemployed and 32.3% was the lowest ownership index quintile group. It has been found out that the expenses for cigarettes are the second biggest

household expenses in Indonesia after the expenses for grains. Therefore, it is not uncommon that it is to poverty.

The research used cross sectional design. The data were analyzed by using chi square test. The samples consisted of 100 poor families, taken by using

proportional sampling technique in each village of Medan Belawan Subdistrict. The objective of the research was to find out the correlation between the

characteristics of JKN PBI acceptors and smoking behavior in the working area of Belawan Puskesmas, in 2015.

The result of the research showed that there was no correlation between age and smoking behavior (p = 0.516), there was the correlation between sex and smoking behavior (p = 0.018), there was no correlation between education level and smoking behavior (p = 0.817), there was no correlation between occupation and smoking behavior (p = 0.136), there was no correlation between knowledge and smoking behavior (p = 0.737), there was the correlation between attitude and smoking behavior (p = 0.039), and there was no correlation between perception and smoking behavior (p = 0.504).

It is recommended that Puskesmas personnel, Belawan, increase

education and promotion for the people, especially the poor and the needy, on the danger of smoking. It is also recommended that the Health Service, Medan, and Medan City Administration increase advertisements to the people about the danger of smoking for health and about KTR (No Smoking Area).

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Dian Agnesa Sembiring

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 16 Januari 1994

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Katolik

Nama Ayah : Petrus Sembiring

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Theresia Ginting

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD Swasta ASSISI Medan/ 2005

2. SLTP/Tamat tahun : SMP Putri Cahaya Medan/ 2008

3. SLTA/Tamat tahun : SMA Methodist-1 Medan/ 2011

4. Akademi/Tamat tahun : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul “Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015”. Terselesaikan dan terwujudnya skripsi

ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik

secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Bapak dr. Heldy B.Z., MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan (AKK) FKM USU.

3. Ibu Dr. Juanita, SE, M.Kes selaku dosen pembimbing pertama yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan baik.

4. Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan baik.

5. Bapak dr. Heldy B.Z., MPH selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan

skripsi ini.

6. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu

untuk memberikan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi

(8)

7. Ibu Prof. Dr. dra. Ida Yustina, Msi, ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes dan bapak

Dr. Zulfendri M.Kes selaku dosen di peminatan AKK FKM USU yang telah

membagikan ilmunya dengan baik.

8. Ibu Ainol Mardhiah selaku pegawai di Departemen AKK FKM USU yang

melayani mahasiswa dengan baik.

9. Para bapak dan ibu dosen serta staf di FKM USU yang telah membagikan

ilmunya sebagai bekal dengan baik.

10.Bapak dan ibu pegawai di Dinas Kesehatan Kota Medan yang telah

membantu penulis.

11.Bapak dan ibu pegawai di Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah

Kota Medan yang telah membantu penulis.

12.Bapak dan ibu pegawai di Kantor Camat Medan Belawan yang telah

membantu penulis dan memberikan izin penelitian di Kecamatan Medan

Belawan.

13.Bapak dr. Adi Raja Brando Lubis selaku Kepala Puskesmas dan seluruh

pegawai di Puskesmas Belawan yang telah membantu penulis dan

memberikan izin penelitian di wilayah kerja Puskesmas Belawan.

14.Seluruh bapak dan ibu kepala lingkungan di masing-masing kelurahan

Kecamatan Medan Belawan yang telah banyak membantu penulis terutama

pada saat melakukan penelitian.

15.Orangtua tercinta, Ayahanda Petrus Sembiring dan Ibunda Theresia Ginting,

yang telah memerankan perannya sebagai orangtua dengan sempurna

(9)

16.Saudaraku Fransiskus Haga Sembiring yang telah memberikan dukungan,

motivasi, dan doa kepada penulis.

17.Keluarga kedua penulis, organisasi UKM KMK St. Albertus Magnus USU

dan KMK St. Lukas USU, yang banyak memberi pelajaran kepada penulis

selama menjalani proses perkuliahan.

18.Seluruh anggota KMK St. Lukas, Ps. Asclepio dan keluarga besar Pembinaan

Jaringan Pembinaan Mahasiswa Katolik Fakultas Kedokteran Indonesia

Ke-19 (PJPMKFKI XIX) yang telah memberikan banyak pembelajaran dan

dukungan.

19.Seluruh anggota organisasi UKM POMK FKM USU yang telah memberikan

pembelajaran dan dukungan kepada penulis.

20.Kelompok kecil Jubilate (Kakak Dahlia Romince Damanik, Roma Christin

Hutabarat, Fitriani Nenti, Jane Ruby Tomita, dan Dewi Veronika) yang telah

memberikan dukungan, motivasi dan doa kepada penulis.

21.Seluruh anggota Keluarga Mahasiswa Untuk Gereja dan Masyarakat

(KEMAH UTAMA) yang telah memberikan pembelajaran dan dukungan

kepada penulis.

22.Devy Ariati Damanik, Anastasia Serani, Fitriani Nenti, Fitratur Rahma,

Kristy Ivo, Rika, Friska Bangun, Yanti Sibuea, dan Ratna S. Hasibuan yang

telah memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis.

23.Riza Annisa, Vanny Vitha, Yunita Lingga, Yohana Tesalonika, Mia Sianturi,

(10)

Tobing, Fitratur Rahma, Windi P. S., dan Anjela M. R. Ambarita yang telah

meluangkan waktu untuk membantu penulis melakukan proses penelitian.

24.Kakak Regina Tindaon, Theresia V. Napitupulu, Widya Eka P., Chelsea

Andini M., dan Dian Zendrato selaku teman sekelompok Praktek Belajar

Lapangan FKM USU yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis.

25.Wilda Zulihartika, Riri Oktiviolien, Dwi Anggun Alami, Lisa Aini Purba dan

Maulida M. selaku teman sekelompok Latihan Kerja Peminatan FKM USU

yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

26.Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 terutama peminatan AKK FKM

USU dan seluruh mahasiswa FKM USU yang telah memberikan semangat

dan dukungan kepada penulis.

27.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dan mohon maaf karena

namanya tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak. Semoga skripsi ini memberikan manfaat yang baik bagi setiap orang yang

membacanya.

Ad Maiorem Dei Gloriam, Syalom.

Medan, Agustus 2015 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Gambar ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Perilaku Kesehatan ... 12

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan ... 12

2.1.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan ... 13

2.1.3 Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan ... 14

2.1.4 Sikap dan Perilaku Kesehatan ... 16

2.1.5 Persepsi dan Perilaku Kesehatan ... 17

2.2 Peran Karakteristik Individu Terhadap Perilaku Kesehatan ... 22

2.3 Rokok ... 25

2.3.1 Kandungan Rokok ... 26

2.3.2 Dampak Rokok Bagi Kesehatan ... 28

2.4 Perilaku Merokok ... 33

2.4.1 Tahap Dalam Perilaku Merokok ... 36

2.4.2 Tipe Perokok... 37

2.4.3 Alasan Merokok ... 38

2.4.4 Perilaku Merokok dan Kemiskinan ... 38

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)... 42

2.5.1 Kepesertaan JKN ... 43

2.5.2 Pelayanan JKN ... 44

2.6 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)... 45

2.6.1 Visi dan Misi Puskesmas ... 46

2.6.2 Upaya Kesehatan Puskesmas ... 47

2.7 Kerangka Konsep Penelitian ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Jenis Penelitian ... 49

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

(12)

3.2.2 Waktu Penelitian... 49

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

3.3.1 Populasi Penelitian ... 50

3.3.2 Sampel Penelitian ... 50

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Data Primer ... 52

3.4.2 Data Sekunder... 52

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 52

3.5.1 Variabel Independen ... 52

3.5.2 Variabel Dependen ... 53

3.6 Metode Pengukuran ... 54

3.6.1 Variabel Independen ... 54

3.6.2 Variabel Dependen ... 55

3.7 Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 56

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 56

4.2 Analisis Univariat... 57

4.2.1 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan ... 58

4.2.2 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Berdasarkan Pengetahuan ... 59

4.2.3 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Berdasarkan Sikap ... 61

4.2.4 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Berdasarkan Persepsi ... 64

4.2.5 Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Berdasarkan Pengeluaran ... 65

4.3 Analisis Univariat Variabel Dependen... 68

4.3.1 Perilaku Merokok Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 68

4.4 Analisis Bivariat ... 70

4.4.1 Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 71

4.4.2 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 72

4.4.3 Hubungan Karakteristik Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 73

4.4.4 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 74

4.4.5 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 75

4.4.6 Hubungan Karakteristik Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 76

(13)

BAB V PEMBAHASAN ... 78

5.1 Karakteristik Responden ... 78

5.2 Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 78

5.3 Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 80

5.4 Hubungan Karakteristik Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 81

5.5 Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 82

5.6 Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 84

5.7 Hubungan Karakteristik Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 86

5.8 Hubungan Karakteristik Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 87

5.9 Hubungan Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan ... 89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 94

6.1 Kesimpulan ... 94

6.2 Saran ... 94

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi Populasi Keluarga Miskin Kecamatan Medan Belawan

Tahun 2015 ... 50 Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 54 Tabel 3.3 Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 55 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis

Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Pekerjaan di Wilayah Kerja

Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 59 Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang

Rokok dan Program JKN di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan

Tahun 2015 ... 59 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan di

Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015... 61 Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Responden Merokok Berdasarkan Sikap di

Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015... 61 Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden Tidak Merokok Berdasarkan Sikap

di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 63 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di Wilayah

Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 63 Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Persepsi Tentang

Kebiasaan Merokok dan Program PBI JKN di Wilayah Kerja

Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 64 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi di Wilayah

Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 65 Tabel 4.9 Rata- Rata Pengeluaran Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja

Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 66 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden yang Berperilaku Merokok

Berdasarkan Ability to Pay (ATP) di Wilayah Kerja Puskesmas

belawan Tahun 2015 ... 67 Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok di

(15)

Tabel 4.12 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Kebiasaan Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015... 69 Tabel 4.13 Hubungan Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015... 71 Tabel 4.14 Hubungan Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku

Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 72

Tabel 4.15 Hubungan Pendidikan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok

di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 73 Tabel 4.16 Hubungan Pekerjaan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015... 74 Tabel 4.17 Hubungan Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku

Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015 ... 75 Tabel 4.18 Hubungan Sikap Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015... 76 Tabel 4.19 Hubungan Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Perilaku Kesehatan ... 22 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 48 Gambar 4.1 Grafik Pengeluaran Konsumsi Rokok, Makanan, Bukan

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 95

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 99

Lampiran 3. Surat Rekomendasi Penelitian Balitbang Pemko Medan ... 100

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Kecamatan Medan Belawan ... 101

Lampiran 5. Surat Penyelesaian Penelitian di Puskesmas Belawan ... 102

Lampiran 6. Tabel Master Data Hasil Penelitian... 103

(18)

ABSTRAK

Salah satu perilaku beresiko kesehatan adalah merokok. Rokok merupakan pembunuh tidak langsung masyarakat namun masih banyak orang yang belum memahami tentang betapa besar bahaya merokok tersebut. Badan Kesehatan Dunia menyatakan bahwa Indonesia masuk peringkat ketiga konsumsi rokok tertinggi di dunia. Dan dari hasil Riskesdas 2013, diketahui bahwa perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas belum terjadi penurunan malah cenderung meningkat dari 34,2% (2007) menjadi 36,3% (2013). Selain itu ditemukan bahwa 9,9% perokok berada pada kelompok tidak bekerja dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Pengeluaran untuk konsumsi rokok ternyata menjadi pengeluaran terbesar kedua rumah tangga masyarakat Indonesia setelah pengeluaran terhadap padi-padian. Oleh sebab itu tidak jarang perilaku merokok dikaitkan dengan kemiskinan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Analisa data

menggunakan uji chi square dengan jumlah sampel sebanyak 100 kepala keluarga miskin dengan proporsi sampel di setiap kelurahan Kecamatan Medan Belawan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik peserta JKN PBI dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan umur dengan perilaku merokok (p = 0,516), ada hubungan jenis kelamin dengan perilaku merokok (p = 0,018), tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku merokok (p = 0,817), tidak ada hubungan pekerjaan dengan perilaku merokok (p

= 0,136), tidak ada hubungan pengetahuan dengan perilaku merokok (p = 0,737), ada hubungan sikap dengan perilaku merokok (p = 0,039) dan tidak ada hubungan persepsi dengan perilaku merokok (p = 0,504).

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar petugas Puskesmas Belawan dapat meningkatkan edukasi dan promotif kepada masyarakat terhadap bahaya merokok, terutama kepada keluarga miskin dan kurang mampu. Selain itu disarankan juga agar Dinas Kesehatan Kota Medan dan Pemerintah Kota Medan lebih meningkatkan iklan masyarakat tentang bahaya merokok bagi kesehatan dan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

(19)

ABSTRACT

One of the health risks is smoking which is indirectly becomes the killer, but many people do not realize the danger of smoking. The World Health Organization reveals that Indonesia ranks the third in the highest cigarette consumption in the world. In the data from Riskesdas of 2013, it was found that smoking behavior of the people who were above 15 years old tends to increase from 34.2% in 2007 to 36.3% in 2013. It was also found that 9.9% of smokers were unemployed and 32.3% was the lowest ownership index quintile group. It has been found out that the expenses for cigarettes are the second biggest

household expenses in Indonesia after the expenses for grains. Therefore, it is not uncommon that it is to poverty.

The research used cross sectional design. The data were analyzed by using chi square test. The samples consisted of 100 poor families, taken by using

proportional sampling technique in each village of Medan Belawan Subdistrict. The objective of the research was to find out the correlation between the

characteristics of JKN PBI acceptors and smoking behavior in the working area of Belawan Puskesmas, in 2015.

The result of the research showed that there was no correlation between age and smoking behavior (p = 0.516), there was the correlation between sex and smoking behavior (p = 0.018), there was no correlation between education level and smoking behavior (p = 0.817), there was no correlation between occupation and smoking behavior (p = 0.136), there was no correlation between knowledge and smoking behavior (p = 0.737), there was the correlation between attitude and smoking behavior (p = 0.039), and there was no correlation between perception and smoking behavior (p = 0.504).

It is recommended that Puskesmas personnel, Belawan, increase

education and promotion for the people, especially the poor and the needy, on the danger of smoking. It is also recommended that the Health Service, Medan, and Medan City Administration increase advertisements to the people about the danger of smoking for health and about KTR (No Smoking Area).

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi hak hidup sehatnya termasuk bagi masyarakat miskin dan tak mampu. Hal ini sesuai dengan falsafah dasar negara Pancasila terutama sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga ditegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Kesadaran tentang pentingnya kesehatan dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan sosial masyarakat, membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan

tentang jaminan perlindungan sosial. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) menjadi suatu bukti yang kuat

bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang

besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Selain itu,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 ini juga mengamanatkan bahwa program

jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk dan program jaminan kesehatan

tersebut akan diatur oleh suatu badan penyelenggara jaminan sosial.

Badan penyelenggara jaminan sosial kemudian diatur dalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(21)

Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan badan hukum publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. BPJS Kesehatan diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013 dan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas 2 kelompok yaitu: Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran. Berdasarkan situs resmi BPJS Kesehatan pada Bulan Februari 2015 jumlah peserta JKN ada sebanyak 138.524.669 jiwa dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa.

Penduduk miskin Indonesia pada tahun 2014 ada sebanyak 27.727.780 jiwa. Dan provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia yaitu Jawa Timur (4.748.420), Jawa Tengah (4.561.830), Jawa Barat (4.238.960), Sumatera Utara (1.360.600), dan Lampung (1.143.930) (Website Resmi Badan Pusat Statistik, bps.go.id). Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan kesehatan. Untuk pembayaran iurannya, peserta PBI jaminan kesehatan dibayar oleh pemerintah. Iuran jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dan tidak mampu akan dibayarkan pemerintah sebesar Rp 19.225 per orang per bulan. Dengan jumlah yang demikian banyak, maka diperlukan biaya yang sangat besar untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta PBI jaminan kesehatan.

(22)

dan biaya premi yang sangat terjangkau atau gratis memang baik di satu sisi untuk menjamin ekuitas, namun menyimpan efek buruk di sisi lain. Hal ini membuat orang menjadi merasa terjamin mengenai masa depan layanan kesehatannya dan menyebabkan orang menjadi tidak peduli akan perilaku beresiko terhadap kesehatannya. Hal tersebut dikenal sebagai moral hazard. Oleh karena iuran kepesertaan telah dibayarkan oleh pemerintah, maka tidak jarang peserta PBI jaminan kesehatan menjadi tidak peduli terhadap resiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Hal inilah yang menimbulkan persepsi yang salah pada pola pikir masyarakat.

Persepsi yang buruk terhadap resiko adalah perilaku seseorang yang tidak peduli terhadap resiko, bahkan cenderung ugal- ugalan atau urakan. Nyman dalam Widiyanto (2014) menyebut persepsi yang buruk terhadap resiko ini sebagai bahaya moral atau moral hazard, yang secara sederhana dideskripsikan sebagai carelessness or indifference to a loss (kecerobohan atau ketidakpedulian terhadap kerugian). Selain itu merujuk kepada defenisi moral hazard yang dikemukakan oleh Manning yang dikutip Dreher (2004) disebutkan bahwa moral hazard dibedakan atas moral hazard langsung dan moral hazard tidak langsung. Moral hazard langsung terjadi pada kasus dimana peserta asuransi menjadi tidak berhati- hati setelah mengikuti program asuransi, sedangkan moral hazard tidak langsung terjadi ketika sistem dari asuransi yang menyebabkan timbulnya moral hazard secara langsung.

(23)

tingkah laku peserta asuransi. Hal ini diakibatkan karena pihak asuransi mungkin saja tidak mendorong sepenuhnya peserta asuransi melakukan pencegahan sehingga peserta asuransi memiliki sedikit motivasi untuk menjaga dirinya untuk berperilaku hidup sehat, pada kasus ini telah terjadi moral hazard karena pelayanan kesehatan diberikan pada peserta asuransi yang tidak melakukan tindakan preventif untuk menghindari pengobatan. Kedua, moral hazard yang diakibatkan oleh pihak asuransi. Pihak asuransi mungkin saja mendorong peserta asuransi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan atau tidak krusial (mendesak) seperti meminta tambahan hari untuk berobat atau meminta tambahan tindakan yang seharusnya tidak diperlukan. Dari kedua kasus di atas, pihak asuransi baik pemerintah ataupun swasta mengalami kerugian karena mereka harus membayar lebih banyak dari pada premi yang mereka terima.

Salah satu perilaku beresiko terhadap kesehatan adalah merokok. Tidak jarang beberapa jenis asuransi kesehatan swasta mencamtumkan beberapa syarat yang terkait dengan perilaku kesehatan dalam pendaftaran asuransinya, seperti perilaku merokok. Hal ini dilakukan guna mengurangi terjadinya moral hazard dalam penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh peserta asuransi yang disebabkan perilaku beresiko kesehatan tersebut. Tidak jarang pula beberapa asuransi swasta membedakan premi asuransi antara peserta yang merokok dengan peserta yang tidak merokok.

(24)

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, periaku pencarian pengobatan, dan perilaku kesehatan lingkungan.

Selain itu perlu diketahui bahwa sumber dana yang digunakan oleh pemerintah untuk membayar iuran peserta PBI berasal dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sumber pendapatan APBN salah satunya berasal dari pajak masyarakat. Bayangkan jika seorang yang peduli terhadap kesehatannya membiayai orang yang tidak peduli akan perilaku beresiko kesehatannya seperti orang yang merokok. Hal ini sangat bertentangan dengan etika. Oleh sebab itu dibutuhkan kesadaran masyarakat terhadap pelanggaran etika tersebut.

(25)

Data World Health Organization (WHO) tahun 2013 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan prevalensi merokok dewasa di atas 15 tahun yang paling tinggi. Prevalensi laki-laki yang merokok di Indonesia ada sebanyak 61 persen dan prevalensi perempuan yang merokok sebanyak 5 persen. Di peringkat pertama dan kedua negara dengan prevalensi merokok yang paling tinggi yaitu Kiribati dan Yunani.

Perilaku merokok di Indonesia sendiri berdasarkan hasil Riskesdas 2013 cenderung meningkat. Pada tahun 2007 jumlah perokok penduduk 15 tahun keatas sebanyak 34,2 persen dan meningkat menjadi 36,3 persen pada tahun 2013. Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada tahun 2013. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari berada pada kelompok umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen. Rerata jumlah batang rokok yang dihisap setiap harinya adalah 12,3 batang (setara satu bungkus), bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18 batang). Penduduk Sumatera Utara sendiri menghisap sebanyak 14,9 batang rokok setiap harinya. Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Dari hasil data tersebut tampak bahwa kelompok keluarga termiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi dari pada kelompok terkaya.

(26)

merupakan salah satu komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap Garis Kemiskinan. Menurut hasil BPS tersebut banyak penduduk miskin yang membelanjakan pendapatannya untuk hal-hal yang berdampak buruk bagi kesehatan diantaranya pengeluaran untuk rokok. Porsi belanja rokok yang semakin besar tersebut tentunya akan mengurangi kemampuan keluarga untuk mencukupi kebutuhan lain, seperti makanan, biaya pendidikan anak, biaya kesehatan dan upaya meningkatkan gizi anak- anak dan keluarga. Hal inilah yang dapat mengakibatkan kemiskinan dan secara signifikan dapat menurunkan standar hidup keluarga miskin.

Selain itu menurut Kosen yang dikutip Surjono,dkk (2013) dalam Jurnal Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia (BPPK), pengeluaran tembakau di Indonesia secara makro pada tahun 2010 menyebabkan pengeluaran yang tidak perlu sebesar 231,27 trilyun rupiah, yang terdiri dari 138 trilyun rupiah untuk pembelian rokok, 2,11 trilyun rupiah untuk biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan, dan 91,16 trilyun rupiah kerugian akibat kehilangan produktivitas karena kematian premature dan morbiditas-disabilitas. Sementara realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2010 hanya sebesar 63 trilyun rupiah.

(27)

Bantuan Iuran (PBI) ada sebanyak 4.192.297 orang. Selain itu terdapat 571 puskesmas yang tersebar di Provinsi Sumatera Utara yang menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama dari program JKN.

Penelitian- penelitian terdahulu yang juga membahas tentang hubungan karakteristik peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok seperti penelitian Aisyah (2014) tentang hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dan persepsi peserta PBI terhadap perilaku merokok, namun ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pengetahuan peserta PBI terhadap perilaku merokok. Pada karakteristik pengeluaran (K1) peserta PBI, kebutuhan rokok merupakan kedua terpenting dibandingkan dengan pendidikan.

(28)

keluarga penerima jamkesmas/ PBI BPJS setelah pengeluaran untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2013, Kota Medan memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.097.610 jiwa dan memiliki 39 Puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan terhadap pegawai Dinas Kesehatan Kota Medan didapatkan bahwa sebanyak 253.483 warga miskin Kota Medan masuk ke dalam kategori PBI yang sumber iurannya berasal dari Pemerintah Kota Medan, kurang lebih 74.000 warga miskin Kota Medan masuk ke dalam kategori PBI yang sumber iurannya berasal dari APBD Provinsi, dan kurang lebih 400.000 warga miskin Kota Medan masuk ke dalam kategori PBI yang sumber iurannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

(29)

(ISPA) merupakan urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Belawan.

Survei awal yang dilakukan di Puskesmas Belawan didapatkan bahwa sebagian besar dari peserta yang datang berobat ke puskesmas memiliki kebiasaan merokok. Dan sebagian besar perilaku merokok itu dilakukan oleh kepala keluarga (laki-laki). Selain itu dari penuturan beberapa warga yang merupakan peserta PBI, ditemukan bahwa mereka sudah lama merokok dan mampu menghabiskan rokok sebanyak satu bungkus (9 sampai 15 batang) per hari.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah di dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan karateristik peserta Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di

wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun 2015

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan karateristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja

(30)

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di wilayah kerja

Puskesmas Belawan tahun 2015

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan

publik dan beberapa instansi kesehatan, seperti Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Kesehatan selaku penyelenggara Jaminan Kesehatan

Nasional dan Dinas Kesehatan Kota Medan terhadap perbaikan

program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam kepesertaan

Penerima Bantuan Iuran (PBI)

2. Sebagai bahan masukan kepada Puskesmas Belawan terhadap

gambaran hubungan karakteristik peserta JKN PBI dengan perilaku

merokok di wilayah kerjanya.

3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan

2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa dari aspek biologis, perilaku

merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang

bersangkutan. Skinner dalam Notoatmodjo (2010) juga merumuskan bahwa

perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan

dari luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses

Stimulus-Organisme-Respons (teori S-O-R). Berdasarkan teori S-O-R ini, perilaku manusia

dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Perilaku Tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum

dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

observable behavior.

Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skiner dalam Notoatmodjo

(2010) maka perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan

(32)

makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku

kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati

(observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

2.1.2 Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Becker dalam Notoatmodjo (2010) membuat klasifikasi tentang perilaku

kesehatan yaitu:

1. Perilaku Sehat (Health Behavior)

Perilaku sehat adalah perilaku- perilaku atau kegiatan- kegiatan yang

berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.

Contoh perilaku sehat ini adalah perilaku tidak merokok. Merokok adalah

kebiasaan yang tidak sehat, namun di Indonesia jumlah perokok cenderung

meningkat. Hampir 50% pria dewasa di Indonesia adalah perokok.

2. Perilaku Sakit (Illness Behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang

yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk

mencari penyembuhan, atau teratasi masalah kesehatan yang lain.

3. Perilaku Peran Orang Sakit (The Sick Role Behavior)

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles),

yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit

(33)

2.1.3 Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (overt behavior).

Secara garis besar terdapat 6 tingkat pengetahuan seseorang yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur

bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan- pertanyaan

misalnya apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk), dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

secara benar.

3. Aplikasi (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondiri real (sebenarnya) . 4. Analisis (analysis)

Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

(34)

5. Sintesis (synthesis)

Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang

anak menderita malnutrisi atau tidak.

Dalam Notoatmodjo (2003) ada indikator- indikator yang dapat digunakan

untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan yaitu:

1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, meliputi penyebab penyakit,

gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan atau kemana

mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara

pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.

2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat,

meliputi jenis- jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi

bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, penyakit- penyakit

atau bahaya- bahaya merokok, perlunya istirahat yang cukup, dan

sebagainya.

3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan, meliputi manfaat air bersih,

(35)

penerangan rumah yang sehat, akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah)

bagi kesehatan, dan sebagainya.

2.1.4 Sikap dan Perilaku Kesehatan

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya)

(Notoatmodjo, 2010). Newcomb juga menyatakan bahwa sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaanaan

motif tertentu. Jadi jelas bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala

dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran,

perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3

komponen pokok yaitu:

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen di atas secara bersama- sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, peranan pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi sangatlah penting. Sebagai contoh, seorang ibu mendengar

(tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara

pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk

berpikir dan berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak menderita

(36)

sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3M

agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu

(berniat melakukan 3M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.

Selain itu sikap juga mempunyai tingkatan-tingkatan antara lain:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,

bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespons.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap

apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu

berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang

lain yang mencemoohkan atau adanya orang lain.

2.1.5 Persepsi dan Perilaku Kesehatan

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-

(37)

(Notoatmodjo, 2010). Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus

inderawi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan,

pendengaran, penciuman dan sebagainya (Fitriani, 2011).

Persepsi seseorang terhadap suatu hal akan mempengaruhi tingkah laku

seorang individu. Berarti tingkah laku seseorang selalu didasarkan atas makna

sebagai hasil persepsi terhadap lingkungan dia hidup. Hal yang dilakukan dan

tidak dilakukan dengan alasan banyak hal, selalu didasarkan pada batasan- batasan

menurut pendapatnya sendiri secara selektif. Persepsi ini meliputi semua proses

yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya

melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan. Oleh karena itu

setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun objeknya sama seperti

dalam mempersepsikan penyakit dalam masyarakat. Sebagai contoh perilaku

merokok dalam masyarakat, sebagian orang mempersepsikan perilaku merokok

sebagai penyakit dan kebiasaan yang buruk, namun bagi sebagian lagi perilaku

merokok itu merupakan hal yang biasa dan wajar-wajar saja.

Sebagaimana persepsi merupakan proses pengamatan, maka hal- hal yang

dapat diamati tersebut disebut objek persepsi. Objek persepsi dibedakan dalam

dua bentuk yaitu:

1. Manusia, termasuk juga kehidupan sosial manusia, nilai- nilai kultural, dan

hal lain, yang disebut dengan istilah persepsi interpersonal.

2. Benda- benda mati dan makhluk hidup selain manusia.

Menurut Notoatmodjo (2005) ada dua faktor yang memengaruhi persepsi,

(38)

melekat pada objeknya, dan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang

yang mempersepsikan stimulus tersebut.

1. Faktor eksternal

a. Kontras

Merupakan cara termudah untuk menarik perhatian baik kontras

warna, ukuran, bentuk, dan gerakan. Contohnya adalah iklan rokok

yang dibuat oleh perusahaan rokok dengan menggunakan papan iklan

yang besar sehingga tampak lebih menarik perhatian daripada yang

kecil dan polos. Perusahaan rokok juga selalu berusaha menampilkan

iklan yang menarik untuk menarik perhatian kaum muda.

b. Perubahan intensitas

Merupakan cara untuk menarik perhatian seperti perubahan suara yang

tiba-tiba keras atau perubahan cahaya yang tiba-tiba menyilaukan.

c. Pengulangan

Proses ini membuat stimulus yang pada awalnya tidak masuk dalam

rentang perhatian, menjadi perhatian bagi orang.

d. Sesuatu yang baru

Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian daripada

sesuatu yang telah diketahui. Contohnya, cara terapi kesehatan yang

baru dan berbeda dibandingkan terapi biasa akan segera menarik

perhatian orang.

(39)

Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik

perhatian orang lain juga. Contohnya, ada suatu kurumunan orang di

suatu tempat akan membuat orang lain tertarik untuk ikut melihat apa

yang dilihat oleh kurumunan orang tersebut.

2. Faktor internal

a. Pengalaman dan pengetahuan

Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan

faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang

diperoleh. Pengalaman masa lalu atau yang telah dipelajari akan

menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. Contohnya, seorang

anak yang pernah disuntik oleh dokter dan merasa sakit, akan

cenderung menangis dan menghindar dari dokter setiap bertemu

dokter. Hal ini karena pengalaman disuntiknya yang sakit sebelumnya.

b. Harapan

Harapan terhadap sesuatu akan memengaruhi persepsi terhadap

stimulus. Contohnya, ketika seseorang membawa pasien gawat darurat

ke rumah sakit dan dia melihat seseorang datang dengan jas putih,

maka dia akan langsung mengira bahwa orang berjas putih itu adalah

dokternya. Bila orang tersebut bukan dokter, maka si pembawa pasien

akan merasa kecewa dan segera mencari dokter.

c. Kebutuhan

Kebutuhan akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang

(40)

tersebut menginterpretasikan stimuls secara berbeda. Contohnya, jika

seseorang memiliki uang yang lebih dari biasanya, maka dia akan

merasa bahwa uang tersebut banyak sekali. Namun, ketika kebutuhan

yang akan dibeli memiliki harga yang jauh lebih besar, maka uang

yang awalnya dirasakan banyak itu akan terasa sedikit.

d. Motivasi

Motivasi akan memengaruhi persepsi seseorang, sehingga persepsi

setiap orang itu akan berbeda tergantung kepada sekuat apa motivasi

yang dimilikinya. Contohnya, seseorang yang termotivasi untuk

menjaga kesehatannya, maka dia akan menginterpretasikan rokok

sebagai sesuatu yang negatif baginya.

e. Emosi

Emosi seseorang akan memengaruhi persepsinya terhadap stimulus

yang ada. Jika emosi seseorang baik, maka situasi di sekitarnya akan

terlihat baik dan jika emosi seseorang jelek, maka situasi di sekitarnya

terlihat jelek juga. Contohnya, jika seseorang merasa takut dengan

operasi, maka setelah operasi dia akan merasa lebih sakit dibandingkan

orang yang tidak merasa takut dengan operasi.

f. Budaya

Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan

menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda

dan cenderung menjadi lebih kritis. Namun, akan memersepsikan

(41)
[image:41.595.107.523.110.321.2]

Gambar 2.1 Skema Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2010)

2.2 Peran Karakteristik Individu Terhadap Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons

atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun

dalam memberikan respons sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-

faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor- faktor yang membedakan

respons terhadap stimulus yang berbeda ini dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya jenis kelamin, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Selain itu dalam Notoatmodjo (2010) dikatakan bahwa ada faktor

psikologis yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku. Faktor

psikologis ini adalah sikap. Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam

Persepsi Pengetahuan Keyakinan Keinginan Motivasi Niat Sikap

Perilaku Kesehatan Pengalaman

Fasilitas Sosiobudaya

INTERNAL RESPONS

(42)

komponen sosio psikologis karena merupakan kecenderungan bertindak, dan

berpersepsi. Sikap juga merupakan kesiapan tatanan saraf (neural setting)

sebelum memberikan respons konkret dan termasuk ke dalam salah satu faktor

internal individu.

Selain faktor sosio psikologis, ada juga faktor situasional yang dapat

mempengaruhi respons manusia dalam bentuk perilaku. Faktor situasional ini

merupakan faktor lingkungan atau faktor eksternal dimana manusia itu berada

atau bertempat tinggal. Faktor situasional ini mencakup:

1. Faktor ekologis, seperti keadaan alam, geografis, iklim, cuaca, dan

sebagainya yang mempengaruhi perilaku seseorang.

2. Faktor desain dan asitektur, seperti struktur dan bentuk bangunan, serta

pola pemukiman juga dapat mempengaruhi perilaku manusia yang tinggal

di dalamnya.

3. Faktor temporal, seperti waktu pagi, siang, sore, dan malam (pengaruh

waktu terhadap bioritme manusia) yang mempengaruhi perilaku

seseorang.

4. Suasana perilaku, seperti tempat keramaian, pasar, mal, tempat ibadah,

sekolah/ kampus, kerumunan massa akan membawa pola perilaku

seseorang.

5. Faktor teknologi, seperti perkembangan teknologi informasi akan

berpengaruh terhadap pola perilaku seseorang.

(43)

a. Umur, merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam

penyelidikan epidemiologi, dan angka kesakitan serta angka kematian

selalu menunjukkan keadaan yang dihubungkan dengan umur.

b. Status pekerjaan, adalah suatu kegiatan/ aktivitas yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari, dan pekerjaan ini sangat menentukan

pemanfaatan pelayanan kesehatan.

c. Pendidikan, dapat dilihat pada kehidupan sehari-hari bahwa orang

dengan pendidikan formal lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

yang lebih tinggi dibandingkan orang dengan pendidikan formal lebih

rendah, karena akan lebih mampu memahami arti dan pentingnya

kesehatan.

Menurut Gunarsa serta Charles Abraham dan Eamon Shanley dalam

Sihombing (2014),faktor yang mempengaruhi pernyataan seseorang adalah latar

belakang individu yang berbeda-beda seperti berikut ini:

1. Umur

Semua tingkatan umur memberikan persepsi berbeda-beda terhadap

pelayanan kesehatan.

2. Pendidikan

Pendidikan dan pengetahuan seseorang yang kurang, membutuhkan lebih

banyak perhatian khusus. Setiap orang akan memperhatikan aspek yang

berbeda dari objek yang ditemui sesuai dengan pengalaman masa lalu,

(44)

3. Pekerjaan

Masyarakat memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda dan tingkat

penghasilan yang berbeda juga. Biasanya, masyarakat yang berpenghasilan

rendah dan berpendidikan formal rendah menimbulkan sikap masa bodoh,

pengingkaran, dan rasa takut yang tidak mendasar.

4. Jenis kelamin

Laki-laki lebih cenderung dapat mengendalikan emosinya dan berpikir

lebih kritis daripada perempuan, sehingga dapat memengaruhi persepsinya.

2.3 Rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk

dibakar dan dihisap dan/ atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok

putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanamana Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109, 2012). Rokok merupakan salah satu

pembunuh berbahaya di dunia. Namun masih banyak orang yang belum

memahami tentang betapa besar bahaya merokok itu.

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak yang rapi, siap

dipakai, dan mudah diperjualbelikan seperti permen. Khusus untuk kasus di

Indonesia, tidak terlampau sulit untuk menemukan rokok dan orang yang

merokok. Penjual rokok bisa ditemukan dimana saja bahkan di tengah jalan bisa

ditemukan para penjual rokok. Selain itu hampir di setiap sudut bisa ditemukan

(45)

gang- gang sempit, dari kelas atas sampai kelas bawah bisa disaksikan orang

merokok yang asyik dengan dirinya sendiri.

2.3.1 Kandungan Rokok

Bahan utama dalam pembuatan rokok yaitu tembakau. Nikotin merupakan

zat yang terkandung dalam daun tembakau. Setiap kali seseorang menghirup

bahan-bahan yang mengandung nikotin, zat ini akan masuk ke dalam tubuh dan

bersemayam dalam otak. Setiap satu batang rokok mengandung sedikitnya 10

miligram nikotin. Nikotin inilah yang akan membuat seseorang menjadi

kecanduan merokok (Wirawan, 2014). Selain nikotin terdapat berbagai zat

berbahaya yang terkandung dalam rokok. Asap rokok sendiri mengandung lebih

dari 4000 zat-zat beracun yang dapat membahayakan tubuh. Menurut Soenarwo

(2013), zat- zat beracun yang terdapat dalam asap rokok antara lain:

1. Tar, cairan kental berwarna hitam atau coklat tua yang didapatkan dengan

cara distilasi kayu dan arang juga dari getah tembakau. Bisa mengiritasi

paru- paru dan menyebabkan kanker.

2. Karbon Monoksida (CO), gas beracun yang menghalangi masuknya

oksigen ke dalam tubuh.

3. Acrolein merupakan senyawa aldehid dengan rumus struktur

H2C=CHCHO dan rumus molekul C3H4O. Zat ini berbentuk air tidak

berwarna diperoleh dengan mengambil cairan dari glyceril atau dengan

mengeringkannya. Pada dasarnya zat ini mengandung alcohol yang pasti

(46)

4. Amonia (NH3), gas yang tidak berwarna, terdiri dari nitrogen dan

hidrogen. Zat ini sangat cepat memasuki sel-sel tubuh dan kalau

disuntikkan sedikit saja pada aliran darah akan membuat pingsan atau

koma.

5. Formic Acid (CH2O2), cairan tidak berwarna, tajam baunya, bisa bergerak

bebas dan dapat membuat melepuh.

6. Hydrogen Cyanide (HCN), gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada

rasa. Zat ini paling ringan dan mudah terbakar. Cyanide mengandung

racun berbahaya dan jika dimasukkan langsung ke dalam tubuh akan

berakibat kematian.

7. Nitrous Oxide (N2O), gas ini tidak berwarna dan jika diisap dapat

menyebabkan hilangnya pertimbangan dan menimbulkan rasa sakit. Zat ini

awalnya adalah untuk zat pembius saat operasi.

8. Formaldehyde (CH2O), gas tidak berwarna dan berbau tajam, bersifat

pengawet dan pembasmi hama.

9. Phenol (C6H5OH), zat ini terdiri dari campuran kristal yang dihasilkan dari

distilasi zat- zat organic, misalnya kayu dan arang. Phenol bisa terikat di

dalam protein dan menghalangi kerja enzim.

10.Acetol, zat hasil dari pemanasan aldehyde dan menguap dengan alcohol.

11.Hydrogen Sulfide (H2S), gas yang mudah terbakar, berbau keras, dan

menghalangi proses oksidasi enxym.

12.Pyridine, cairan tidak berwarna, berbau tajam dan mampu mengubah

(47)

13.Methyl Chloride juga disebut sebagai klorometana, R-40 atau HCC 40

merupakan campuran zat- zat bervalensa satu dengan hidrogen dan karbon

sebagai unsur utama. Zat ini merupakan compound (bahan campuran)

organis yang sangat beracun dan uapnya bersifat sama dengan pembius.

14.Methanol (CH3OH), cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Jika

diminum dan dihisap, dapat mengakibatkan kebutaan dan kematian.

2.3.2 Dampak Rokok Bagi Kesehatan

Rokok merupakan salah satu pembunuh paling berbahaya di dunia.

Merokok membahayakan bagi hampir semua organ tubuh, menimbulkan banyak

penyakit, dan memengaruhi kesehatan perokok secara umum. Tidak hanya

perokok yang merasakan akibat dari bahaya rokok tersebut, namun orang- orang

sekitar perokok juga beresiko menderita berbagai masalah kesehatan. Oleh sebab

itu bila seorang perokok berhenti merokok, manfaatnya dapat dirasakan secara

langsung maupun jangka panjang bagi perokok maupun orang-orang disekitarnya.

Besarnya bahaya merokok sebenarnya bukan tidak disadari oleh para

perokok karena pada setiap bungkus rokok terdapat peringatan wajib dari

pemerintah yang berbunyi, “Merokok Membunuhmu.” Bahkan mulai tahun 2014

pada setiap bungkus rokok wajib dicantumkan peringatan berupa gambar kanker

mulut, kanker paru dan bronkitis akut, kanker tenggorokan, merokok

membahayakan anak, serta gambar tengkorak. Namun, sering kali kuatnya

ketergantungan terhadap rokok membuat orang tidak mau berhenti mengisapnya,

(48)

akibat merokok tersebut (Salma,2014). Menurut Soenarwo (2013) terdapat

beberapa penyakit yang dapat ditimbulkan akibat kebiasaan merokok yaitu:

1. Kanker Paru

Diketahui sekitar 90% kasus kanker paru pada laki-laki dan 80% pada

perempuan diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Hal ini karena asap rokok

akan masuk secara inhalasi ke dalam paru-paru. Zat dari asap rokok ini akan

merangsang sel di paru- paru menjadi tumbuh abnormal. Diperkirakan 1 dari

10 perokok sedang dan 1 dari 5 perokok berat akan meninggal akibat kanker

paru.

2. Kanker Kandung Kemih

Kanker kandung kemih terjadi pada sekitar 40% perokok. Studi ilmiah

menemukan kadar tinggi dari senyawa 2-naphthylamine dalam rokok menjadi

karsinogenik yang mengarah pada kanker kandung kemih.

3. Kanker Payudara

Perempuan yang merokok lebih beresiko mengembangkan kanker

payudara. Hasil studi menunjukkan perempuan yang mulai merokok pada usia

20 tahun dan 5 tahun sebelum dia hamil pertama kali, beresiko lebih besar

terkena kanker payudara.

4. Kanker Serviks

Sekitar 30% keatian akibat kanker serviks disebabkan oleh merokok. Hal

ini karena perempuan yang merokok lebih rentan terkena infeksi oleh virus

menular seksual.

(49)

Studi menemukan bahwa asap rokok merusak DNA dari sel-sel esophagus

sehingga menyebabkan kanker kerongkongan. Sekitar 80% kasus kanker

esophagus telah dikaitkan dengan merokok.

6. Kanker Pencernaan

Meskipun asap rokok masuk ke dalam paru-paru, tapi ada beberapa asap

yang tertelan. Sehingga meningkatkan resiko kanker gastrointestinal

(penceranaan).

7. Kanker Ginjal

Ketika seseorang merokok, maka asap yang mengandung nikotin dan

tembakau akan masuk ke dalam tubuh. Nikotin bersama dengan bahan kimia

berbahaya lainnya, seperti karbon monoksida dan tar menyebabkan perubahan

denyut jantung, pernapasan, sirkulasi, dan tekanan darah. Karsinogen yang

disaring keluar dari tubuh melalui ginjal juga mengubah sel DNA dan

merusak sel-sel ginjal. Perubahan ini mempengaruhi fungsi ginjal dan memicu

kanker.

8. Kanker Mulut

Tembakau adalah penyebab utama kanker mulut. Diketahui perokok 6 kali

lebih besar mengalami kanker mulut dibandingkan dengan orang yang tidak

merokok, dan orang yang merokok tembakau tanpa asap beresiko 50 kali lipat

lebih besar.

9. Kanker Tenggorokan

Asap rokok yang terhirup sebelum masuk ke paru-paru akan melewati

(50)

10.Serangan Jantung

Nikotin dalam asap rokok menyebabkan jantung bekerja lebih cepat dan

meningkatkan tekanan darah. Sedangkan karbon-monoksida mengambil

oksigen dalam darah lebih banyak, yang membuat jantung memompa darah

lebih banyak pula. Jika jantung bekerja terlalu keras, ditambah tekanan darah

tinggi, maka bisa menyebabkan serangan jantung.

11.Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Sebagian besar penyakit jantung koroner disebabkan oleh rokok, dan akan

semakin memburuk jika memiliki penyakit lain, seperti diabetes mellitus.

12. Aterosklerosis

Nikotin dalam asap rokok berpotensi mempercepat penyumbatan arteri

yang bisa disebabkan oleh penumpukan lemak. Hal ini akan menimbulkan

terjadinya jaringan parut dan penebalan arteri yang menyebabkan

arterosklerosis.

13.Stroke

Gangguan akibat rokok juga berimbas pada pembuluh darah yang

melayani otak. Penyempitan dan bendungan pembuluh darah otak

menyebabkan seseorang beresiko menderita stroke. Meskipun stroke tidak

membunuh, penyakit ini beresiko menimbulkan kecacatan atau kelumpuhan

jangka panjang.

14.Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Kondisi ini menyebabkan aliran darah terhalangi, sehingga membuat

(51)

Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya emfisema (sesak napas akibat

kerusakan pada kantung udara atau alveoli) dan bronkitis kronis (batuk dengan

banyak lender yang terjadi terus-menerus selama 3 bulan).

15.Kebutaan

Perilaku merokok menyebabkan seseorang menderita kebutaan karena

degenerasi makular (hilangnya penglihatan secara bertahap). Hal ini

dikarenakan merokok menyebabkan pembuluh darah yang melayani retina

mengalami gangguan.

16.Nyeri Tulang Belakang Kronis

Tulang belakang memang tidak terus- menerus dalam kondisi bagus, tetapi

merokok bisa mempercepat terjadinya masalah pada tulang belakang.

Lempengan sendi tulang belakang terjadi secara bertahap akan kehilangan

cairan dan tidak mampu menyangga tubuh dengan baik sehingga

menyebabkan seseorang kerap menderita sakit pinggang dan gangguan tulang

belakang lainnya.

17.Gangren

Gangren adalah jaringan tubuh yang membusuk dan mengeluarkan bau

yang sangat khas. Gangren terjadi saat jaringan tubuh, khususnya pada

anggota gerak, tidak mendapat suplai darah yang mencukupi. Dalam jangka

panjang, merokok bisa menyempitkan pembuluh darah sehingga rentan terjadi

bendungan, inilah cikal bakal gangren pada perokok.

(52)

Bagi laki-laki berusia 30-an dan 40-an tahun, maka merokok bisa

meningkatkan disfungsi ereksi sekitar 50%. Hal ini karena merokok bisa

merusak pembuluh darah. Nikotin mempersempit arteri, sehingga mengurangi

aliran darah dan tekanan darah ke penis. Jika seseorang sudah mengalami

impotensi, maka bisa menjadi peringatan dini bahwa roko sudah merusak

daerah lain dari tubuh.

19.Gangguan Janin

Merokok berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi dan janin dalam

kandungan, termasuk infertilitas (kemandulan), keguguran, kematian janin,

bayi lahir berberat badan rendah, dan sindrom kematian mendadak bayi.

20. Gangguan medis lainnya

Beberapa gangguan medis juga bisa disebabkan oleh rokok seperti tekanan

darah tinggi (hipertensi), memperburuk asma dan radang saluran napas,

katarak, menjadi lebih sering sakit-sakitan, menimbulkan noda di gigi dan

gusi, menyebabkan gangguan pada penciuman dan pengecapan, menurunkan

stamina berolahraga, merusak penampilan, serta mengakibatkan penuaan dini.

2.4 Perilaku Merokok

Menurut Sitepoe (2001), merokok adalah membakar tembakau yang

kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa.

Amstrong (1991) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap

tembakau yang dibakar ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perilaku

(53)

asapnya ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar yang dapat

terhisap oleh orang disekitarnya.

Tomkins dalam American Journal of Public Health membedakan empa

Gambar

Gambar 2.1 Skema Perilaku Kesehatan (Notoatmodjo, 2010)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Distribusi Populasi Keluarga Miskin Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk semua instrumen keuangan yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi, penghasilan atau beban bunga dicatat dengan menggunakan metode Suku Bunga Efektif (“SBE”),

Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan model pembelajaran kontruktivisme yaitu LC 7E (Sumiyati dkk,

Kesalahan penulisan transliterasi di atas terdapat kesalahan lokal pada kata ﺔﺒﻴﺒﻄ / ţabībah/ , pada penulisan transliterasi tersebut huruf ﻁ / ṭ / ditulis /ţ/,

Untuk menguji signifikansi hubungan antara ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek terhadap harga premium

Dalam Pekerjaan pengawasan Pekerjaan Fisik Penguatan Tebing Sungai Tinombo Desa Dusunan Kab. Parigi Moutong, evaluasi kondisi lokasi pekerjaan merupakan langkah

Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah.Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala

i, dan diamalkan apa yang terkandung

Dalam ijmak kaum muslimin tentang kebolehan jual beli dan hikmah yang terkandung didalamnya. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan