• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

6. Cara Menghisap Rokok

4.2. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Terhadap Terjadinya Melanosis Rongga Mulut

Analisis yang dilakukan pada penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan melihat tabulasi silang (cross-tab) kebiasaan merokok (jenis rokok, lama merokok, jumlah rokok dan cara menghisap rokok) terhadap terjadinya melanosis rongga mulut.

Tabel 10 Tabulasi Silang Antara Jenis Rokok dan Terjadinya Melanosis Jenis

Rokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.044

Kretek 15 18.29 7 8.54 22 26.83

Putih 19 23.17 18 21.95 37 45.12

Campuran 19 23.17 4 4.88 23 28.05

Total 53 64.60 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 10 terlihat bahwa dari 22 responden(26.83%) yang merokok menggunakan jenis rokok kretek, 15 responden (18.29%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 37 responden (45.12%) menggunakan jenis rokok putih, 19 responden (23.17%)

mengalami melanosis rongga mulut dan 18 responden (21.95%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 23 responden (5%), 11 responden (26.19%) mengalami melanosis rongga mulut dan 2 responden (4.76%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Hal ini menunjukkan bahwa perokok yang menggunakan jenis rokok putih yang paling tinggi menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai

signifikansi p = 0.044 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis rokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.044) < 0.05.

Tabel 11 Tabulasi Silang Antara Lama Merokok dan Terjadinya Melanosis Lama

Merokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.000

> 5 tahun 39 47.56 1 1.22 40 48.78

3 – 5 tahun 12 14.63 7 8.54 19 23.17

<3 tahun 2 2.44 21 25.61 23 28.05

Total 53 64.63 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 11 terlihat bahwa dari 40 responden(48.78%) yang merokok > 5 tahun, 39 responden (47.56%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 1 responden (1.22%) tidak terjadi melanosis. Dari 19 responden (23.17%) merokok 3-5 tahun, 12 responden (14.63%) mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 23 responden (28.05%), 2

responden (2.44%) mengalami melanosis rongga mulut dan 21 responden (25.61%) tidak terjadi melanosis rongga mulut.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok diatas 5 tahun yang dapat menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai

signifikansi p = 0.000 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa lama merokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.000) < 0.05.

Tabel 12 Tabulasi Silang Antara Jumlah Rokok dan Terjadinya Melanosis Jumlah

Rokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak Melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.00

1-4 batang 0 0.00 15 18.29 15 18.29

5-14 batang 25 30.49 13 15.86 38 46.35 >14 batang 28 34.14 1 1.22 29 35.36

Total 53 64.63 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 12 terlihat bahwa dari 15 responden(18.29%) dengan jumlah rokok 1-4 batang, 15 responden (18.29%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 38 responden (46.35%) dengan jumlah rokok 5-14 batang, 25 responden (30.49%) mengalami melanosis rongga mulut dan 13 responden (15.86%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 29 responden (35.36%), 28 responden (34.14%) mengalami melanosis rongga mulut dan 1 responden (1.22%) tidak terjadi melanosis.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok yang merokok lebih dari 14 batang yang dapat menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p = 0.000 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah rokok yang dihisap berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.000) < 0.05.

Tabel 13 Tabulasi Silang Antara Cara Menghisap Rokok dan Terjadinya Melanosis

Cara Menghisap

Merokok

Insiden Perokok

Melanosis Tidak Melanosis Total Persen Sig-p

N % N % N % 0.001

Paru Mulut 13 15.85 19 23.17 32 39.02

Paru 22 26.83 3 3.66 25 30.49

Paru Dalam 18 21.95 7 8.54 25 30.49

Total 53 64.63 29 35.37 82 100.00

Sumber: Data Primer, 2010

Dari tabel 13 terlihat bahwa dari 32 responden(39.02%) yang merokok melalui paru mulut, 13 responden (15.85%) yang mengalami melanosis rongga mulut dan 19 responden (23.17%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 25 responden (30.49%) merokok melalui paru, 22 responden (26.83%) mengalami melanosis rongga mulut dan 3 responden (3.66%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dari 25 responden (30.49%), 18 responden (21.95%) mengalami melanosis rongga mulut dan 7 responden (8.54%) tidak terjadi melanosis rongga mulut. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa perokok yang merokok paru dapat menimbulkan melanosis.

Hasil uji statistik menggunakan chi-square memperlihatkan bahwa nilai

signifikansi p = 0.001 atau < sig α (0.05). Dengan demikian, Ho ditolak atau H1

diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa cara menghisap rokok berpengaruh signifikan terhadap insiden melanosis karena nilai sig-hitung chi-square (0.001) < 0.05.

BAB V PEMBAHASAN

Indonesia salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia dimana konsumen rokok meningkat tiap tahunnya. 1,8 Menurut survei WHO (1996) merokok masih didominasi oleh kaum pria sekitar 50-60% sedangkan wanita hanya 10%. 35 Dalam penelitian ini terlihat dari 82 responden yang mengambil bagian dari penelitian ini berusia 18-25 tahun, kelompok yang terbanyak merokok adalah usia diatas 20 tahun. Berdasarkan data WHO Indonesia, prevalensi merokok pada pria meningkat cepat seiring dengan bertambahnya umur.1

Usia saat memulai kebiasaan merokok di kalangan mahasiswa dalam penelitian ini mulai usia 15-18 tahun sebesar 58.50%, hal ini sama bila dibandingkan dengan penelitian Survei Kesehatan Rumah Tangga (1986) merokok dimulai usia 15-19 tahun. 16 Sedangkan pada penelitian oleh WHO Indonesia yang mempunyai usia 15-19 tahun yang memulai kebiasaan merokok sebesar 59,1%, hal ini merupakan usia memulai kebiasaan merokok yang paling tinggi. 1

Di Indonesia semakin meningkat minat masyarakat memilih rokok kretek dibandingkan rokok putih. 37 Jenis rokok yang dikonsumsi masyarakat 80-95% yaitu rokok kretek. Pada kalangan mahasiswa FMIPA USU persentase mengkosumsi jenis rokok paling tinggi adalah rokok putih (45.10%). Hasil tersebut berbeda dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Natamiharja L,dkk (2000), yang

menemukan sekitar 72% perokok menghisap rokok kretek, diikuti rokok campur sebesar 20% dan rokok putih sebesar 6%. 36

Kebiasan merokok dapat menimbulkan kenikmatan bagi perokok sehingga perokok mengalami ketergantungan dengan penghentian kebiasaan yang sulit disebabkan oleh nikotin. Kadar 4-6 miligram/hari yang dihisap oleh orang dewasa sudah dapat membuat ketagihan.8 Dari hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiswa FMIPA USU ditunjukkan dengan lama merokok diatas 5 tahun memiliki persentase sebesar 48.80%. Demikian juga, pada penelitian Tjandra YA., dkk yang menemukan persentase lama merokok diatas 5 tahun (37,83% ) yang paling tinggi. 2

Pada penelitian Tjandra YA., dkk menunjukkan persentase jumlah rokok kurang dari 10 batang per hari sebesar 18,91% dan jumlah rokok lebih dari 10 batang per hari sebesar 48,64%.2 Dari hasil penelitian ini menunjukkan jumlah rokok 1-4 batang sebesar 18.30%, jumlah rokok 5-14 batang sebesar 46.30% dan jumlah rokok >14 batang sebesar 35.40%.

Rokok yang dihisap sampai rongga mulut saja, sampai ke dalam paru-paru, dan menahan napas sebentar kemudian menghembuskannya keluar akan mempengaruhi banyaknya asap rokok yang dihasilkan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan selain itu dapat memberikan kenikamatan sendiri pada saat rokok dihisap. 4 Pada penelitian ini perokok paru mulut merupakan persentase yang paling tinggi sebesar 39.00%.

Penemuan objektif yang signifikan pada rongga mulut perokok adalah adanya smoker’s melanosis. Agustina (2007) menyatakan bahwa lesi tersebut tampak sebagai

bercak-bercak pigmentasi berwarna coklat hingga coklat kehitaman teruta pada daerah gingiva, mukosa pipi ataupun bibir pada 5 – 22% perokok berat. Lesi ini dapat hilang sendiri jika kebiasaan merokok dihilangkan. Lesi ini tidak mempunyai potensi menjadi ganas, hanya secara estetik mungkin sangat mengganggu. Menurut Regezi dan Sciubba (1989), patogenesis smoker’s melanosis berhubungan dengan komponen tembakau rokok yang menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin. Jumlah dan intensitas lesi tergantung pada dosis merokok .18,21 Hasil penelitian 82 responden perokok terdapat 53 responden (64.63%) yang mengalami melanosis dan 82 responden tidak perokok terdapat 9 responden (10.97%) yang mengalami melanosis.

Pendapat Hedin C A (1982) bahwa tipe rokok keretek menimbulkan asap rokok yang lebih besar dibandingkan rokok filter atau rokok putih, sehingga, rokok keretek lebih berpotensi menimbulkan terjadinya melanosis rongga mulut. 21 Lebih lanjut Axell (1999) menjelaskan bahwa smoker’s melanosis berhubungan erat dengan dosis yang terkandung di dalam rokok dimana jenis rokok kretek mengandung dosis lebih tinggi dari rokok lainnya. Merokok dapat merangsang melanosit mukosa oral untuk memproduksi melanin secara eksesif, sehingga menciptakan patch pigmentasi coklat di atas mukosa gingival atau bukal diantara 5-22% perokok. Jumlah dan intensitas melanosis pada rongga mulut bergantung kepada dosis, dan penghentian merokok tampaknya menghilangkan kondisi ini sepenuhnya. Penelitian in vitro membuktikan bahwa nikotin mengaktivasi produksi melanin.20,24 Pigmentasi dalam mulut adalah akibat asap rokok yang menyebabkan stimulasi produksi melanin (pigmen coklat pada kulit dan mulut) atau ikatan melanin dengan senyawa

senyawa asap rokok.24 Pendapat tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang didapat bahwa rokok putih (23.17%) dan rokok campuran (23.17%) yang dapat menyebabkan melanosis, diduga hal tersebut karena menggunakan rokok putih non filter sehingga nikotin lebih banyak menstimulasi aktivitas melanosit dan lebih banyak menghisap rokok putih.

Gambar 3. Lapisan makula coklat pada gingiva anterior mandibula

Sapp LR Eversole (1997) menyatakan bahwa semakin lama merokok, semakin tinggi kandungan melanin dalam jaringan konektif, semakin besar kemungkinan terjadinya melanosis rongga mulut.20. Melanosis rongga mulut ditandai oleh hiperpigmentasi tidak teratur pada jaringan konektif yang mendasari mukosa rongga mulut akibat dari merokok tembakau. Sel-sel basal dan makrofage pada jaringan konektif mengandung jumlah melanin yang tidak terhingga, yang menciptakan pigmentasi gelap. 24 Pendapat tersebut sama dengan hasil penelitian

yang didapat bahwa lama merokok diatas 5 tahun (47.56%) dapat menyebabkan melanosis.

Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang merokok lebih dari 14 batang (34.14%) dapat menyebabkan melanosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Axell T (1982) bahwa jumlah pigmentasi meningkat diantara perokok berat. Perokok berat memperlihatkan prevalensi pigmentasi sekitar 30.00% sehingga meningkatkan insiden smoker’s melanosis yang paling prevalent pada gingiva. 24

Pada hasil penelitian yang didapat bahwa perokok yang menghisap rokok dengan cara paru (26.83%) yang paling tinggi menyebabkan melanosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Sham AS (2003), yang mengatakan bahwa melanosis adalah bentuk pigmentasi yang berhubungan dengan meningkatnya melanin. Meningkatnya melanin berhubungan dengan erat dengan cara merokok dan lamanya merokok.28

BAB VI

Dokumen terkait