• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

LANDASAN TEORI A. Kematangan Karir

D. Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

D. Hubungan antara Kecerdasan Adversitas dengan Kematangan Karir pada Mahasiswa Bekerja

Menurut Papalia (2003) mahasiswa termasuk dalam tahap pencapaian yaitu tahap dimana individu menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai kemandirian dan kompetensi, misalnya dalam hal karir. Tugas mahasiswa adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya di perguruan tinggi guna mempersiapkan diri untuk memiliki karir yang mempunyai konsekuensi ekonomi dan finansial. Bentuk persiapan karir yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan bekerja sambilan (Rice, 2008).

Hawadi & Komandyahrini (2008) menyatakan bahwa salah satu keputusan penting yang harus dibuat oleh mahasiswa adalah memilih pekerjaan. Mahasiswa dapat memilih karir yang tepat dengan memiliki kematangan karir. Menurut Super (dalam Winkel & Hastuti, 2006) kematangan karir merupakan keberhasilan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan karir tertentu.

Super (dalam Syahrul & Jamaluddin, 2007) mengemukakan bahwa terdapat ciri-ciri individu dengan kematangan karir yang tinggi, yaitu memiliki pilihan karir yang relatif konsisten dan realistik, mandiri dalam melakukan pilihan karir dan memiliki sikap memilih karir yang positif. Sedangkan, ciri-ciri individu dengan kematangan karir yang rendah adalah pemikiran tentang karir yang relatif berubah dan tidak realistik, belum mandiri dalam mengambil keputusan karir, dan ragu dalam mengambil keputusan karir.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahrul & Jamaluddin (2007) menemukan bahwa mahasiswa memiliki tingkat kematangan karir yang tinggi dan terdapat pengaruh efikasi diri, pengalaman, serta prestasi akademik terhadap kematangan karir mahasiswa. Penelitian ini juga menemukan bahwa untuk meningkatkan kematangan karir dapat dilakukan dengan meningkatkan efikasi diri, memperbanyak pengalaman, dan meningkatkan prestasi akademik. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa dengan efikasi diri yang tinggi lebih berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan dan merencanakan masa depan daripada individu dengan efikasi yang rendah. Mahasiswa yang mempunyai pengalaman umumnya memperoleh wawasan dan keahlian dalam bidang tertentu. Mahasiswa dengan prestasi akademik yang tinggi memiliki aspirasi pekerjaan dan merencanakan jenjang pendidikan apa yang harus ditempuh. Sementara itu, mahasiswa dengan prestasi akademik rendah cenderung dipengaruhi orang lain, bingung, bahkan tidak memiliki aspirasi pekerjaan ataupun pendidikan lanjutan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumari, Louis dan Sin (2009) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola interaksi keluarga dengan kepercayaan karir dan kematangan karir pada mahasiswa. Mahasiswa yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat dan fungsional akan memiliki kepribadian yang baik dan gigih yang dapat mempengaruhi perkembangan karir. Hal ini dikarenakan mahasiswa dari keluarga yang sehat lebih fleksibel

dalam memilih karir dan tahu apa yang diinginkan dari karir tersebut. Pernyataan tersebut sejalan dengan Berk (dalam Dariyo, 2004) yang menyatakan bahwa orangtua ikut berperan dalam menentukan arah pemilihan karir mahasiswa, walaupun pada akhirnya keberhasilan selanjutnya sangat tergantung pada keprofesionalan mahasiswa tersebut saat menjalani karir.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patton dan Creed (2002) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kematangan karir dengan komitmen kerja. Hal ini menunjukkan bahwa individu dengan kematangan karir yang tinggi juga memiliki komitmen kerja yang tinggi. Sebaliknya, siswa yang memiliki kematangan karir yang rendah juga memiliki komitmen kerja yang rendah. Individu yang telah merencanakan karir akan mencari informasi yang untuk menambah wawasan mengenai karir tersebut lalu mewujudkan dengan mengambil keputusan dan pada akhirnya individu tersebut akan memiliki komitmen kerja yang tinggi.

Mahasiswa yang kuliah sambil bekerja memiliki keinginan untuk menunjukkan bahwa dapat bertanggung jawab, mandiri, memperoleh pengalaman kerja dengan orang dewasa dan belajar menjadi pekerja yang baik (Monks, 2002). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Singg (2005) menyatakan bahwa mahasiswa yang bekerja sambilan memiliki kematangan karir dan tanggung jawab yang tinggi.

Menurut Stoltz (2000) tanggung jawab termasuk dalam salah satu dimensi kecerdasan adversitas yaitu ownership yang merupakan pengakuan terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan dan tanggung jawab, selain control, origin, reach dan endurance. Kecerdasan adversitas adalah kecerdasan menghadapi kesulitan dan kemampuan individu untuk bertahan dalam berbagai kesulitan hidup serta tantangan yang dihadapi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2003) mengenai gambaran

bekerja memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi. Dimensi kecerdasan adversitas yang tergolong tinggi pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja adalah origin dan ownership serta

reach. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mampu menempatkan

rasa bersalah pada tempat yang tepat dan mampu memikul tanggung jawab ketika mengalami kesulitan. Sementara, dimensi control dan endurance pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang kuliah sambil bekerja masih kurang mampu mengontrol situasi sulit dan kurang memiliki daya tahan saat menghadapi situasi sulit.

Ulfasari (2004) menemukan bahwa terdapat perbedaan kreativitas jika ditinjau dari tipe-tipe kecerdasan adversitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kreativitas tipe-tipe climbers lebih tinggi dari tipe campers dan quitters. Sehingga untuk menjadi kreatif dituntut adanya kemampuan untuk menghadapi serta mengatasi kesulitan pada diri individu. Individu yang tidak mampu untuk menghadapi serta mengatasi kesulitan tidak akan pernah mampu untuk menjadi kreatif. Individu yang kreatif tidak takut akan kegagalan, senang mencoba hal baru dan pantang menyerah yang mana merupakan ciri-ciri dari individu dengan kecerdasan adversitas tinggi. Penelitian yang dilakukan Tarigan (2006) menunjukkan terdapat perbedaan kecerdasan adversitas jika ditinjau dari gaya kelekatan. Individu dengan gaya kelekatan aman memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi daripada individu dengan gaya kelekatan cemas dan menghindar. Hal ini dikarenakan individu dengan gaya kelekatan aman cenderung mudah untuk beradaptasi dan berhubungan dengan orang lain. Individu dengan gaya kelekatan cemas memiliki keyakinan diri yang rendah dalam menghadapi masalah dan tergantung dengan orang lain. Individu dengan gaya kelekatan menghindar cenderung sulit berhubungan dengan orang lain.

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja.

E. Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan kematangan karir pada mahasiswa bekerja. Semakin tinggi kecerdasan adversitas maka semakin tinggi pula kematangan karir. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan adversitas maka semakin rendah pula kematangan karir.

BAB III

Dokumen terkait