• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013

Jenis Keluhan Kelelahan Mata

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013

Usia adalah salah satu faktor risiko terjadinya kelelahan mata. Menurut

Ilyas (1991) dengan bertambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami

kemunduran kemampuan untuk mencembung atau berkurangnya daya untuk

akomodasi. Orang yang berusia 40 tahun atau lebih, akan memberikan keluhan

berupa mata lelah, berair, dan sering terasa perih. Pheasant (1991) juga

mengungkapkan bahwa lensa menjadi lebih kaku dengan berjalannya usia.

bekerja dekat menjadi lebih melelahkan. Titik terdekat untuk melihat menjadi

semakin sulit dan kesulitan untuk fokus.

Dari hasil analisis bivariat dalam penelitian ini nilai Pvalue = 0,158 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan

kelelahan mata. Hasil penelitian selaras dengan hasil penelitian oleh

Dhiparswastika (2011) dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara usia

dengan keluhan kelelahan mata dengan Pvalue = 0,635.

Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan komputer berusia <40

tahun maupun pengguna komputer yang berusia ≥40 tahun mendapatkan intensitas cahaya yang kurang. Intensitas cahaya yang kurang dapat

meyebabkan terjadinya keluhan kelelahan mata. Soeripto (2008) menjelaskan

bahwa umumnya di dalam kondisi lingkungan kerja yang suram, tenaga kerja

akan berupaya untuk dapat melihat pekerjaannya dengan sebaik-baiknya,

dengan cara berakomodasi secara terus menerus. Upaya demikian akan

menyebabkan terjadinya ketegangan mata dan kelelahan pada mata.

6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Accounting Group PT Bank X, Jakarta Tahun 2013

Kelainan refraksi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

kelelahan mata. Menurut Ilyas (1997), kelelahan mata didapatkan pada kelainan

pengguna komputer diperlukan karena komputer berpengaruh terhadap

kesehatan mata. (Fauzia, 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdelaziz et al (2009) dalam

Setiawan (2012) pada pengguna komputer di Nigeria, ada hubungan yang

signifikan antara penggunaan komputer dengan menurunnya ketajaman

penglihatan yang diawali dengan keluhan kelelahan mata.

Pada penelitian lain dibuktikan bahwa para pengguna komputer selain

melihat pada monitor juga harus melihat ke keyboard dan dokumen atau manuskrip. Keadaan ini menyebabkan intensitas pergerakkan bola mata 2,5 kali

lebih besar dibandingkan saat membaca dan menulis. Hal ini tentunya ikut

berperan serta menambah kelelahan pada mata (Fauzia, 2004).

Pada waktu kita melihat suatu objek yang dekat dengan jelas, mata perlu

melakukan akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah kemampuan

seseorang untuk mempertahankan fokus pada waktu melihat satu objek yang

jauh kemudian objek tersebut digerakkan ke arah yang lebih dekat dan masih

dapat terlihat jelas, sebagai hasil kerja otot dalam dan otot luar bola mata. Daya

konvergensi adalah kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan

akomodasinya untuk melihat jarak terdekat yang menghasilkan bayangan

tunggal (Fauzia, 2004).

Untuk dapat melihat dekat dengan nyaman dan tahan lama harus

mempunyai koordinasi dari binocular vision yang baik, yaitu waktu seseorang melihat suatu objek yang menjadi pusat perhatian dengan kedua mata, dan

menerima bayangan objek di kedua mata, yang akan diinterpretasikan sebagai

bayangan tunggal. Binokularitas seseorang tergantung dari ketajaman

penglihatan yang seimbang dan baik, alignment yang baik dan susunan saraf pusat yang baik pula. Bila salah satu tak berkembang dengan baik maka

binokularitas seseorang tak akan sempurna (Fauzia, 2004).

Selain kelainan refraksi yang tidak terkoreksi dengan tepat, pengguna

komputer yang tidak memiliki kelainan refraksi pun harus bekerja dengan

melihat pada jarak dekat dan lama. Mata harus berakomodasi terus menerus

yang menyebabkan pergeseran diafragma iris lensa ke arah depan;

mengakibatkan spasme otot-otot siliar. Untuk kembali ke posisi diafragma

semula memerlukan waktu pemulihan yang lebih panjang. Hal ini

menyebabkan penurunan amplitudo akomodasi dari pekerja komputer dan

menyebabkan miopia sementara (Fauzia, 2004).

Dari hasil analisis bivariat untuk variabel kelainan refraksi, didapatkan

bahwa 54 pengguna komputer (79,4%) dengan kelainan refraksi mengalami

keluhan kelelahan mata. Hasil analisis juga menunjukkan adanya hubungan

yang bermakna antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata (Pvalue

= 0,030). Hasil penelitian selaras dengan penelitian Yeow dan Taylor (1991)

dalam Bridger (2003) melaporkan bahwa hingga 30% penduduk Amerika

Serikat yang bekerja dan diperkirakan memiliki kelainan refraksi banyak yang

mengalami keluhan kelelahan mata ketika saat bekerja menggunakan komputer

kelainan refraksi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2012)

juga menunjukkan adanya hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan

kelelahan mata yang dirasakan pekerja yang bekerja menggunakan komputer

dengan Pvalue = 0,030.

Pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X saat dilakukan pemeriksaan sebagian besar mengalami kelainan refraksi (68%). Kelainan

refraksi yang dialami pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X terdapat kemungkinan merupakan kelainan refraksi sementara. Karena menurut

Fauzia (2004), pengguna komputer yang tidak memiliki kelainan refraksi dapat

mengalami kelainan refraksi yang berupa miopia sementara. Miopia sementara

terjadi karena mata pengguna komputer harus berakomodasi terus menerus

yang menyebabkan pergeseran diafragma iris lensa ke arah depan dan

mengakibatkan spasme otot-otot siliar. Sehingga dibutuhkan waktu pemulihan

yang lebih panjang untuk kembali ke posisi diafragma semula.

Pengguna komputer di Accounting Group PT Bank X mengakui bahwa tidak memeriksakan matanya secara berkala. Selain itu, perusahaan hanya

melakukan pemeriksaan mata pada saat sebelum bekerja (Pre Requirement). Menurut Suma’mur (1989), untuk perlindungan fungsi mata dan kelestarian pekerjaan, fungsi mata harus diperiksa sehingga terdapat fungsi mata yang tepat

untuk pekerjaan yang tepat. Dalam hal ini, sangat penting pemeriksaan mata

sebelum kerja. Selanjutnya, perlu diadakan pemeriksaan berkala untuk

ke dokter spesialis mata secara rutin paling sedikit satu tahun sekali. Apalagi

bila timbul keluhan (Fauzia, 2004). Hal ini juga selaras dengan pernyataan

Sunarmi (1997) bahwa pmeriksaan kesehatan mata minimal satu kali dalam

setahun, sehingga apabila ditemukan kelainan visus dapat segera ditanggulangi.

Untuk mengurangi terjadinya keluhan kelelahan mata, selain dilakukannya pemeriksaan mata, menurut Suma’mur (1996) perlu adanya pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi- tingginya. Jadi tenaga

kerja yang berusia muda, yang apabila usianya makin bertambah, dapat

dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian.

6.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada

Dokumen terkait