• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asosiasi masyarakat tumbuhan pada suatu ekosistem bentang lahan akan berubah seiring dengan perubahan yang terjadi pada tegakan penyusun dan juga perubahan kondisi fisika, kimia dan biologi tanah. Gambaran tentang perubahan dan keadaan hutan setelah satu tahun dilakukan penebangan akan dipaparkan berikut.

1. Hubungan Antara Tanah dan Tegakan Tinggal

Yang dimaksud dengan tegakan tinggal disini adalah tegakan hutan pada petak hutan GG-39 areal penelitian yang telah dilakukan kegiatan penebangan dan penjaluran serta menjadi areal antara jalur tanam pada teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTII). Lebar areal tegakan tinggal ini rata-rata yakni selebar 17 meter dan diapit oleh jalur tanam tanaman pengayaan selebar 3 meter. Pada areal penelitian, kegiatan penebangan teramati pada areal telah menyebabkan terjadinya dua hal utama, yakni :

a. Terbentuknya celah (gap). Terbukanya lapisan tajuk hutan pada beberapa tempat sehingga menyebabkan terjadinya celah (gap) dan berdampak mengurangi kualitas dari stratifikasi tajuk yang ada. Dengan terbentuknya celah ini maka sinar matahari didapati lebih besar intensitasnya. Hal ini berdampak positif pada peningkatan pertumbuhan dan perkembangan permudaan tingkat semai dan pancang. Pertumbuhan permudaan tingkat semai dan pancang dengan adanya celah ini terlihat mengalami peningkatan yang cukup pesat. Walaupun terlihat juga dampak negatifnya yakni

terjadi suksesi ledakan populasi tumbuhan penutup lantai hutan seperti rumput, liana, semak dan belukar, yang mana pertumbuhannya memberikan kompetisi hara bagi permudaan pohon tingkat semai dan pancang.

b. Tanah terbuka dari vegetasi penutup pada beberapa bagian. Selain terlihat adanya celah, kegiatan penebangan teramati pada lokasi penelitian menyebabkan tanah menjadi terbuka pada beberapa bagian. Badan tanah terkelupas seutuhnya dari lapisan vegetasi penutupnya dan top soil tanah hilang. Dampak negatif kegiatan penebangan ini terlihat pada bekas areal jalan sarad. Kondisi ini dapat menyebabkan erosi tanah dalam jumlah besar pada kondisi-kondisi awal setelah kegiatan penebangan. Setelah alat-alat berat masuk pada jalan sarad, maka tanah pada areal jalan sarad akan mengalami proses pemadatan.

Terjadinya pemadatan tanah pada jalur sarad menyebabkan tumbuhan

cover crop yang tumbuh pun hanya terbatas pada jenis merambat (liana) dan jenis lain yang hanya tumbuh pada spot tertentu. Bahan baku nutrisi alam yang terdapat pada jalur antara sebenarnya teramati tersedia cukup melimpah. Akar-akar, ranting dan daun pohon-pohon yang ditumbangkan pada satu tahun lalu cukup banyak terdapat pada lokasi. Hanya saja waktu satu tahun belum cukup untuk melapukkan mereka menjadi bahan organik yang menjadi sumber unsur hara penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cukup tingginya curah hujan pada kawasan yang turun dengan intensitas tinggi sampai sedang menyebabkan bentang lahan terbuka teramati mengalami erosi yang cukup besar. Erosi teramati semakin meningkat pada kawasan dengan tingkat kelerengan lebih tinggi. Dengan kata lain bahwa tingginya curah hujan dapat menyebabkan pencucian hara semakin meningkat seiring dengan semakin curamnya kawasan. Hal ini sejalan dengan prediksi Seiichi (1992) bahwa top soil

pada lowland dipterocarp rain forest dengan kelerengan yang semakin tinggi akan semakin tipis. Hal ini akan dapat mengakibatkan suplai unsur

hara pada vegetasi di jalur antara (tegakan tinggal) pada areal dengan tingkat kelerengan semakin curam semakin sedikit.

Pertumbuhan semai dan pancang yang cukup pesat terutama untuk jenis-jenis komersial pada kawasan dapat diakibatkan oleh terbukanya tajuk hutan akibat kegiatan penebangan. Hal ini dapat disebabkan karena jenis meranti merupakan jenis yang semi toleran dimana pada saat tingkat permudaan awal sangat membutuhkan sinar matahari dalam kondisi melimpah. Dengan kerapatan permudaan yang cukup tinggi, kompetisi tanaman dalam mendapatkan unsur hara juga meningkat. Keterlibatan cendawan mikoriza yang banyak dijumpai pada perakaran jenis-jenis yang mendominasi diduga cukup membantu proses suksesi tumbuhan jenis komersil untuk tumbuh dan tetap dapat beradaptasi dengan baik. Namun dikarenakan baru satu tahun penelitian dilakukan pada jalur antara setelah kegiatan penebangan sehingga belum didapat banyak informasi lain yang lebih menunjang.

2. Hubungan Tanah Hutan dan Tanaman Pengayaan

Tanaman pengayaan yang dimaksud adalah tanaman hasil penanaman pada teknik silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) pada petak contoh penelitian petak GG-39. Pada petak ini teramati secara rataan sebanyak 67% tanaman telah ditanam dan tampak tumbuh pada jalur tanam. Dari sejumlah tersebut sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam data tinggi dan diameter tanaman. Hal ini dikarenakan waktu penanaman yang berbeda sehingga dalam rentang kurang dari satu tahun belum bisa diprediksi tingkat pertumbuhan tanamannya.

Menurut data penelitian dari Litbang Departemen Pembinaan Hutan PT. Erna Djuliawati bahwa perbedaan setahun dari waktu tanam itu tidak akan menimbulkan perbedaan yang cukup berarti karena dengan kondisi keterbukaan tajuk dan jalur selebar tiga meter maka pertumbuhan jenis

Shorea sp. Akan cepat mengejar sehingga pada tahun-tahun mendatang akan dapat seragam baik tinggi maupun diameternya.

Secara edafis kondisi jalur tanam petak GG-39 pada contoh tanah yang diambil tergolong kurang subur menurut kriteria lahan pertanian secara umum dengan klasifikasi jalur tanam bekas areal jalan sarad menduduki peringkat yang paling buruk kondisinya. Bahan baku organik yang tampak pada jalur tanam adalah serasah guguran daun dan ranting dari tumbuhan pada jalur antara dan sisa-sisa dahan dan ranting pada kegiatan penebangan setahun yang lalu. Dengan tingginya curah hujan pada areal penelitian maka proses pencucian tanah pada jalur tanam akan berlangsung lebih cepat jika dibandingkan pada jalur antara. Hal ini diakibatkan karena telah dibersihkannya jalur dari vegetasi penutupnya. Dampak dari hal ini adalah semakin tinggi tingkat kelerengan suatu kawasan jalur tanam maka proses erosi dan pencucian tanahnya akan semakin tinggi. Jika hal ini berlangsung secara terus menerus maka lapisan tanah atas (top soil) tanah akan tergerus dan tanah akan berkekurang tingkat kesesuaiannya dengan kebutuhan tanaman.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu diadakan tindakan penambahan top soil pada tanaman pengayaan dan tindakan pemulsaan pada jalur tanam agar aliran permukaan (run off) dan proses pencucian tanah tidak semakin parah. Tindakan pemulsaan sebagai bagian dari tindakan pemeliharaan intensif dari teknik silvikultur juga berguna didalam menjaga suhu tanah sehingga aktifitas biologi tanah dapat meningkat sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah jalur tanam. Tindakan pemeliharaan tahunan pada jalur tanam juga harus dibatasi menjadi kegiatan yang lebih merawat dan menjaga tanaman dari gulma tanaman pengganggu jenis liana dan tidak melakukan pembersihan pada jalur tanam lagi sehingga laju run off dan pencucian hara tanah dapat ditekan. Tindakan pemeliharaan ini penting dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi kayu pada akhir daur agar target volume pada masa panen dapat tercapai.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Nilai Struktur dan komposisi tegakan tinggal pada Et+1 masih lebih rendah dibandingkan dengan kondisi hutan primer, walaupun demikian untuk struktur tegakan masih menunjukkan karakteristik dari hutan alam normal dengan membentuk kurva J terbalik. Sedangkan dominansi jenis pada Et+1 masih didominansi dari kelompok kayu komersial ditebang (KD). Jumlah jenis pada Et+1 mengalami peningkatan pada semai, pancang dan tiang, namun menurun untuk tingkat permudaan pohon. Nilai rataan Indeks Keanekaragaman pada Et+1 tergolong sedang dengan rataan mencapai 3,0 pada keseluruhan tingkat permudaan.

2. Pelaksanaan penanaman tanaman pengayaan pada Et+1 dengan umur tanam tanaman antara 3-6 bulan baru mencapai rataan 67,1% dengan nilai kematian mencapai rataan 17,5% (persentase hidup mencapai 82,5%) dengan rataan diameter tanaman mencapai kisaran 0,56 cm dan tinggi sekitar 72 cm.

3. Secara umum keadaan fisika dan kimia tanah hutan pada Et+1 sudah mendekati kondisi hutan primer dan tergolong mempunyai tingkat kesuburan sangat rendah dengan kondisi kesuburan paling rendah terjadi pada areal bekas jalan sarad.

B. Saran

1. Penanaman tanaman pengayaan (enrichment planting) hendaknya harus segera dilaksanakan setelah jalur bersih dan lubang tanam selesai dibuat.

2. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada jalur tanam diharapkan tidak melakukan pembersihan total (strip-clearing) pada jalur bersih melainkan masih menyisakan vegetasi jenis cover crop untuk mengurangi laju erosi. 3. Diperlukan penelitian lanjutan secara berkala terhadap kondisi komposisi dan

struktur tegakan hutan, kondisi pertumbuhan dan perkembangan atau riap pada tanaman pengayaan serta status kesuburan tanah hutan.

Dokumen terkait