• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara umum hubungan hukum antara produsen atau pelaku usaha dengan konsum

adanya saling keterka

antara produsen dengan konsumen yang berkelanjutan terjadi

en (pemakai akhir) dari suatu produk merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan mana terjadi karena

itan kebutuhan antara pihak produsen dengan konsumen.

Menurut Sudaryatmo, hubungan hukum antara produsen dengan konsumen karena keduanya menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain.99

Produsen membutuhkan dan bergantung kepada dukungan konsumen sebagai pelanggan, dimana tanpa adanya dukungan konsumen maka tidak mungkin produsen dapat menjamin kelangsungan usahanya, sebaliknya konsumen membutuhkan barang dari hasil produksi produsen. Saling ketergantungan kebutuhan tersebut di atas dapat menciptakan suatu hubungan yang terus dan berkesinambungan sepanjang masa.

Hubungan hukum

sejak proses produksi, distribusi, pemasaran dan penawaran.100

Secara individu hubungan hukum antara konsumen dengan produsen adalah bersifat keperdataan, yaitu karena perjanjian jual beli, sewa beli, penitipan dan sebagainya. Namun oleh karena produk yang dihasilkan oleh produsen tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang banyak, maka secara kolektif hubungan hukum antara konsumen dengan produsen tidak lagi hanya menyangkut bidang hukum perdata,

daryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Grafika, 1996), hlm.23.

99 Su 100

akan tetapi juga memasuki bidang hukum publik, seperti hukum pidana, hukum admini

proteksi apapun bagi ini, dalam hubungan jual beli keperdataan yang wajib berhati

irkan secara a-contrario, maka untuk menyalahkan pelaku usaha, seseorang (konsumen) harus dapat membuktikan bahwa

elaku usaha tersebut telah melanggar prinsip kehati-hatian. c. The Privity of Contract;

Prinsip ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk , tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah strasi negara dan sebagainya. Dari hubungan hukum secara individu antara konsumen dengan pelaku usaha telah melahirkan beberapa doktrin atau teori yang dikenal dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, sebagai berikut: a. Let the Buyer Beware;

Doktrin ini berasumsi bahwa antara pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang, sehingga tidak perlu ada

konsumen. Menurut doktrin

-hati adalah pembeli (konsumen). Dengan demikian akan menjadi kesalahan dan tanggung jawab konsumen itu sendiri bila ia sampai membeli dan mengkonsumsi produk yang tidak layak. Doktrin ini banyak ditentang oleh gerakan perlindungan konsumen.

b. The Due Care Theory;

Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produknya, baik barang maupun jasa, dan selama berhati-hati maka pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan bila terjadi kerugian yang diderita oleh konsumen. Jika ditafs

p

terjadi dapat dipersalahkan atas hal- hal di l

m Bab VI Pasal 1

H.E.Saefullah mengatakan sebagai berikut:

”Tanggung jawab produk yang biasa disebut “product liability” adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (produk manufacurer) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (processor, assembier) atau dari orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan (seller, distributor) produk tersebut”.

Nahattands v. Lambock seperti dikutip oleh Nurmardjito mengatakan sebagai berikut:

suatu hubungan kontraktual. Pelaku usaha tidak

uar yang telah diperjanjikan, artinya konsumen boleh menggugat pelaku usaha berdasarkan wanprestasi (contractual liability). Dalam pengaturan UUPK, dari hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha telah melahirkan 2 (dua) bentuk tanggung jawab, yaitu: tanggung jawab produk (product liability) dan tanggung jawab profesional (profesional liability), ketentuan tersebut terdapat dala

9 sampai dengan Pasal 28 UUPK.101

102

103

Nasional Perspektif Hukum Perlindu

bas, Makalah dalam Seminar Nasional Perspektif 101

Lihat Bab VI Pasal 19 s/d Pasal 28 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

102

H.E.Saefullah, Tanggung jawab Produsen terhadap Akibat Hukum yang ditimbulkan dari Produk dalam Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Makalah Seminar

ngan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas, Diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UNISBA, Bandung, 1998. hlm.5.

103

Nurmardjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi Era Perdagangan Be

”Tanggung jawab (tanggung gugat) produk merupakan terjemahan bebas dalam bahasa Indonesia secara populer sering disebut dengan “product liability” adalah suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan memberikazn perlindungan kepada konsumen yaitu dengan jalan membebaskan konsumen dari beban untuk membuktikan bahwa kerugian konsumen timbul akibat kesalahan dalam proses produksi dan sekaligus melahirkan tanggung jawab produsen untuk memberikan ganti rugi”.

Konsepsi tanggung jawab dalam pengaturan UUPK secara mendasar mempunyai perbedaan dengan pengaturan tanggung jawab dalam KUH Perdata. Menurut KUH Perdata bahwa tanggung jawab pelaku usaha (produsen) untuk memberikan ganti kerugian didapat setelah konsumen yang menderita kerugian dapat membuktikan bahwa kerugian yang timbul merupakan kesalahan dari pelaku usaha (vide Pasal 1365 KUH Perdata jo Pasal 163 HIR/283 Rbg).104 Sedangkan dalam UUPK mengatur kewajiban sebaliknya, dimana pelaku usaha berkewajiban membuktikan bahwa kerugian yang diderita konsumen bukan merupakan dari akibat kesalahan/kelalaian dari pelaku usaha, sekalipun dalam hal ini pihak konsumen yang pertam

dikenal dan diberlakukan sejak tahun 1960 an. Dimana dengan diterapkannya prinsip

a mengajukan dalil kerugian tersebut (vide Pasal 19 s/d 28 UUPK), dan inilah yang dikenal dengan tanggung jawab mutlak (strict liability). Konsep tanggung jawab mutlak (strict liability) yang ada dalam UUPK itu sendiri di Amerika Serikat telah

Hukum enghadapi Era Perdagangan,

Fakultas Pe

Hukum UNISBA, Bandung, 1998. hlm.17. 104

Lihat Pasal 1365 KUHPerdata Jo Pasal 163 HIR/283 Rbg. rlindungan Konsumen dalam Sistem Hukum Nasional M

tanggung jawab mutlak ini semua orang/konsumen yang dirugikan akibat suatu produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa

jawab mutlak, yang

1959.105

merugikan konsumen, maka dimungkinkan

a

harus mempermasalahkan ada atau tidak adanya unsur kesalahan pada pihak produsen. Dua kasus utama yang merupakan prinsip tanggung

kemudian diikuti oleh pengadilan-pengadilan lain adalah kasus Spence V Theree Rivers Builders and Mansory Supply Inc

Dalam sistem hukum Amerika Serikat untuk menjerat produsen agar bertanggung jawab terhadap produk yang

untuk menerapkan asas “strict liability” atau digunakan istilah tanggung jawab tidak terbatas menurut Robert N. Gorley sebagaimana dikutip M. Yahya Harahap, strict liability ditegakkan pada prinsip:106

a. Pertanggung jawaban hukum atas setiap perbuatan atau aktivitas yang menimbulkan kerugian jiwa atau harta terhadap orang lain;

b. Pertanggung jawaban hukum tanpa mempersoalkan kesalahan baik yang berup kesengajaan maupun kelalaian;

Alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) diterapkan dalam hukum product liability adalah:107

105

D.L.Dann, Strict Liabilityin The USA, dalam Aviation products and Grounding Liability Symposium, (London: The Royal Acrunautical Sociaty, 1972), hlm.15.

106

M.Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan tentang Permasalahan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.22.

107

a. Diantara korban/konsumen disatu pihak dan produsen dilain pihak beban kerugian (resiko) seharusnya ditanggung oleh pihak yang

Dokumen terkait