• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Tentang Produk

U

asan pengertian tentang makanan dan pangan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Men.Kes/Per/XII/76 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan, Makanan adalah:“Barang yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia, termasuk permen karet dan s

Tentang Makanan Daluarsa, Makanan adalah: “Barang yang diwadahi dan diberikan

Makanan. 43

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Men.Kes/Per/XII/76 Tentang Produksi dan Peredaran

label da

tentang

dimaka digunakan pada

produk

baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan bahan baku pangan, dan bahan lain digunakan dalam proses penyiapan,

tu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup. Dengan demikian, pengad

n yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia akan tetapi bukan obat”.44

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382/Men.Kes/Per/IV/89 Pendaftaran Makanan, Makanan adalah: “Barang yang dimaksudkan untuk n atau diminum oleh manusia serta semua bahan yang

si makanan dan minuman”. 45

Pengertian pangan dapat dilihat pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan pada Pasal 1 ayat (1) menyatakan : 46

“(1) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari : sumber hayati dan air, dan minuman bagi konsumen manusia, termasuk bahan tambahan pangan, pengelolaan, dan atau pembuatan makanan atau minuman”.

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan nasional. Oleh karena itu, dibutuhkan makanan yang aman, bermu

aan dan pendistribusiannya pun harus dilakukan secara jujur dan bertanggungjawab sehingga tersedia makanan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berkaitan dengan pengadaan makanan dimaksud, tidak tertutup kemungkinan beredarnyan makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan: aman,

44

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180/Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Daluarsa.

s/Per/IV/89 Tentang Pendafta

(1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 45

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382/Men.Ke ran Makanan

46

bermutu, dan bergizi, seperti tersebut di atas sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen.47

Sebagai antisipasi para konsumen dituntut untuk bersikap kritis dan cerdas dalam mencermati makanan-makanan yang dihadapi. Selain itu pula, masih ada beberapa penjelasan mengenai berbagai kesalahan penanganan, perlakuan, serta pengolahan makanan yang sering terjadi sehingga mengakibatkan bahan tambahan makanan yang semula tidak berbahaya justru menjadi berbahaya bagi konsumen. Bahan-Bahan tersebut diatas kemudian dikenal dengan istilah Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP). 48

Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan makanan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetap

dosis maksimum penggunaannya juga telah

tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya i sertifikat aman.

kan, ada beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan (BTM) ini,49 Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian

ditetapkan. Ketiga, Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang

zat pewarna yang sudah dilengkap

ngan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 20

47

Janus Sidabalok, Hukum Perlindu 06), hlm. 122.

48

Nurheti Yuliarti, Op. Cit, hlm. 7. 49

Agar konsumen dapat memilih bahan tambahan makanan yang akan tambahan makanan

Makanan (BPOM), diantaranya :50

sorbat, natrium benzoat,

2. : tartrazine. Pe

digunakan, ada baiknya konsumen mengenal beberapa bahan

yang aman digunakan, yakni yang telah diizinkan oleh Badan Pengawasan obat dan

1. Pengawet, seperti : asam benzoat, asam propionat, asam dan nisin.

Pewarna, seperti

3. manis, seperti : aspartam, sakarin, dan siklamat.

4. Penyedap Rasa dan Aroma, seperti : monosodium glutamat.

5. Antikempal, seperti : alumunium silikat, magnesium karbonat, dan trikalsium fosfat.

6. Antioksidan, seperti : asam askorbat, dan alfa tokoferol.

7. Pengemulsi, pemantap, dan pengental, seperti : lesitin, sodium laktat, dan potasium laktat.

Sangat disayangkan, banyak sekali bahan kimia berbahaya yang bukan ditujukan untuk makanan atau bukan merupakan bahan tambahan makanan yang justru ditambahkan ke dalam makanan. Hal ini tentu saja sangat membahayakan konsumen. Mengapa hal ini terjadi? Banyak hal yang ingin dicapai, di antaranya pedagang ingin makanannya menjadi awet, sementara ia tidak mempunyai pengetahuan mengenai cara pengawetan makanan yang benar. Selain itu, mungkin

50

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Men.Kes/Per/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan yang aman digunakan.

saja ia mengetahuinya bahwa suatu pengawet (formalin) berbahaya untuk ditambahkan ke dalam makanan, tetapi tetap saja dilakukan mengingat harganya yang sangat murah. Di samping itu juga disebabkan oleh ketidaktahuan konsumen terhadap berbagai jenis bahan berbahaya yang ada. Terlebih lagi konsumen tidak bisa membedakan ciri-ciri makanan yang mengandung bahan berbahaya sehingga bahan- bahan tersebut makin sering ditambahkan ke dalam makanan. 51 Hal lain yang menyebabkan produsen menambahkan bahan berbahaya adalah tingkah laku konsumen itu sendiri. Sejumlah konsumen ingin makanan dengan warna mencolok sehingga produsen terdorong menambahkan pewarna tekstil untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, mengingat pewarna makanan hanya memberikan warna yang lebih lembut, tidak semencolok pewarna tekstil ataupun kertas. Sejumlah produsen atau

bakso yang dijualnya.52 Dengan kenyataan ini anya konsumen, melainkan juga para pedagang menambahkan bahan berbahaya untuk makanan yang n? Karena dengan berkembangnya berbagai isu ikut tidak laku seperti halnya barang dagangan

n bahan berbahaya ke dalam makanan yang

pelaku usaha juga ingin bakso kenyal yang tahan berhari-hari sehingga produsen menambahkan formalin ke dalam

sebenarnya yang dirugikan tidak h yang bersih, yaitu yang tidak

mereka jual. Mengapa turut merugika yang ada maka dagangan mereka pedagang nakal yang menambahka mereka jual.53 Ibid, hlm. 8. 51 Nurheti Yuliarti, 52 Ibid, hlm. 9. 53 Ibid, hlm. 10.

Beberapa bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan dalam makanan, di

; 2. For

fenikol, kalium klorat;

6. Asa 7. Rho

8. Methanyl yellow (pewarna kuning);

asal 10:

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;

digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses ayat (1);

Dalam Pasal 11 juga disebutkan:

antaranya adalah :54

1. Natrium Tetraboraks (boraks) malin (formaldehid);

3. Minyak nabati yang dibrominasi; 4. Kloram

5. Nitrofurazoa, dietilpilokarbonat; m salisilat beserta garamnya;

damin B (pewarna merah);

9. Kalsium bromat (pengeras);

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan juga diatur tentang bahan-bahan tambahan pangan/makanan, antara lain:

P

menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan (2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat

produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud dalam

55

54

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1168/Men.Kes/Per/1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan yang dilarang.

55

“...Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum keamananya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau

diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa proses produksi pangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pemerintah....”. 56

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Men-Kes/XII/1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan Pasal 1 angka 6 menyatakan ketentuan yang berkenaan dengan standar mutu makanan/minuman: “standar mutu adalah suatu ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan mengenai nama, bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong, komposisi, wadah, pembungkus serta ketentuan lain untuk pengujian tiap jenis makanan/minuman”.

Bagi produsen atau pelaku usaha makanan/minuman yang melanggar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Men-Kes/XII/1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan dikenakan penindakan. Pasal 34 menyatakan: “pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 2, 10, 21, 22, dan 23 peraturan ini yang berhubungan dengan perbuatan pidana dihukum berda

“terhadap makanan yang telah mendapat persetujuan pendaftaran dapat dilakukan

57

sarkan Pasal 204, 205, 212 KUH Pidana dan Pasal 386 KUH Perdata”.58 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382/Men- Kes/Per/VI/1989 Tentang Pendaftaran Makanan dalam Pasal 19 menyatakan:

56

Pasal 11 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 57

Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Men-Kes/XII/1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan

58

Pasal 34 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 329/Men-Kes/XII/1976 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan menyatakan “pelanggaran terhadap ketentuan yang ditetap

205, 212 KUH Pidana dan Pasal 386 KUH Perdata.

kan dalam pasal 2, 10, 21, 22, dan 23 peraturan ini yang berhubungan dengan perbuatan pidana dihukum berdasarkan Pasal 204,

penil

atau makanan yang diproduksi atau diedarkan ternyata membahayakan atau peredaran dan melaporkan pelaksanaannya kepada Direktur Jenderal atau (2). Jika dalam waktu 2 (dua) bulan produsen atau importir tidak melaksanakan

nomor pendaftaran atau hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan (3). Keputusan tentang sanksi tersebut di atas diumumkan kepada masyarakat luas;

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180/Men-Kes/VI/1985 Tentang Makanan Daluarsa Pasal 3 menyatakan: “makanan yang rusak, baik sebelum maupun sesudah tanggal daluarsa dinyatakan sebagai bahan berbahaya”. Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan: “pelanggaran terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi hukum lainnya sesuai dengan keten

Penca lam Pasal 5 menyatakan:

aian kembali apabila berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi ditemukan hal-hal yang tidak sesuai”.59 Pasal 20 juga menyatakan:60

(1). Perusahaan atau importir yang melanggar Pasal 19 atau Pasal 51 peraturan ini, mengganggu kesehatan, wajib menarik makanan yang bersangkutan dari pejabat yang ditunjuk menggunakan formulir M6;

sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan dikenakan pencabutan perundang-undangan yang berlaku;

61

62

tuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 82/Men-Kes/KS/I/1996 Tentang ntuman Tulisan “Halal” Pada Label Makanan da 63

59

Pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382/Men-Kes/Per/VI/1989 Tentang Pendaftaran Makanan.

Makanan. 60

Pasal 20 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 382/Men-Kes/Per/VI/1989 Tentang Pendaftaran

61

Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180/Men-Kes/VI/1985 Tentang Makanan Daluarsa

62

Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 180/Men-Kes/VI/1985 Tentang Makanan Daluarsa

63

Pasal 5 Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 82/Men-Kes/KS/I/1996 Tentang Pencantuman Tulisan “Halal” Pada Label Makanan

“Produsen atau importir yang mencantumkan tulisan “halal” harus bertanggung jawab terhadap halalnya makanan tersebut”. Pasal 16 juga menyatakan:64

(1). Pelanggaran terhadap ketentuan dalam keputusan ini dapat dikenakan sanksi dan atau KUH Pidana;

Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, pelanggaran terhadap

Mengandung Bahan-Bahan Berbahaya

Perusahaan makanan dan minuman kemasan di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa banyak sekali makanan kemasan yang diproduksi hanya mementingkan aspek selera konsumen tanpa mengindahkan aspek kesehatan. Makanan kemasan memang sangat menolong bagi konsumen yang memliki kesibukan sangat padat. Dengan makanan kemasan pula konsumen tidak lagi merasakan repotnya membuat mie goreng atau rebus, mengingat saat ini telah ada mie instan yang dapat disajikan dengan cepat dan rasanya pun tak kalah dengan mie tradisional. Makanan kemasan yang siap saji dan instan itu dikenal dengan istilah Junk Food. Junk Food adalah kata lain untuk makanan yang jumlah kandungan nutrisinya terbatas. Umumnya yang termasuk dalam golongan junk food

pidana berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (2). Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam KUH Pidana dan atau Undang-

ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif;

Dokumen terkait