• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan korelasi antara harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, dan Harga TBS Sumatera Utara Harga TBS Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Hubungan korelasi antara harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, dan Harga TBS Sumatera Utara Harga TBS Sumatera Utara

Hasil analisis korelasi antara harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, dan harga TBS Sumatera Utara (semua harga dalam nilai rill) dapat di lihat pada tabel 7 di bawah ini : Tabel 7. Hubungan korelasi antara harga (P) CPO Internasional, harga (P) CPO Domestik,

dan harga (P) TBS Sumatera Utara

Variabel N Signifikansi Pearson Correlation

P TBS Sumatera Utara - P CPO Domestik 120 0,000 0,992**

P TBS Sumatera Utara - P CPO Internasional 120 0,000 0,967**

PCPO Domestik - P CPO Internasional 120 0,000 0,972**

Sumber : Data olahan dari lampiran 12

Pada tabel 7 menjelaskan bahwa terdapat tiga variabel hubungan korelasi, yaitu hubungan korelasi antara harga TBS Sumatera Utara terhadap harga CPO Domestik, hubungan korelasi antara harga TBS Sumatera Utara terhadap harga CPO Internasional, dan hubungan korelasi antara harga CPO Domestik terhadap harga CPO Internasional. Dan jumah data Time Series masing-masing variabel sebanyak 120.

Dari hasil diatas tampak bahwa Koefisien korelasi antara variabel harga TBS Sumatera Utara (Y) terhadap harga CPO Domestik (X) adalah 0,992 dengan signifikansi 0,000. Koefisien korelasi 0, 992 berarti terjadi hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel. Tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, berarti ada korelasi yang nyata antara variabel Y dengan variabel X. Koefisien bertanda positif berarti apabila variabel X naik maka variabel Y juga naik, demikian sebaliknya, dengan kata lain menyatakan adanya hubungan linier sempurna langsung. Ini berarti bahwa titik-titik yang ditentukan oleh (X,Y) seluruhnya berada pada garis regresi linier.

Secara estimasi, penjelasan diatas seharusnya menjadi kenyataan. Dimana ketika harga CPO Domestik mengalami peningkatan ataupun penurunan harga, maka harga TBS Sumatera Utara juga mengalami perubahan tersebut. Tetapi secara nyata ketika harga CPO Domestik mengalami peningkatan harga, maka harga TBS Sumatera Utara tidak mutlak mengalami peningkatan harga, sedangkan ketika harga CPO Domestik mengalami penurunan harga, maka harga TBS Sumatera Utara mutlak mengalami penurun tersebut dan bahkan lebih turun lagi. Ini dikarenakan, penerima harga TBS tersebut tidak mempunyai posisi tawar yang kuat untuk ikut serta dalam menentukan harga hasil panennya, Harga TBS yang wajar diterima telah distorsi oleh berbagai kepentingan, biaya produksi yang mahal, Tidak adanya perbedaan antar rendemen dengan umur tanaman, serta terlalu panjangnya jalur tataniaga, sehingga banyak yang menggunakan jasa pengangkutan untuk menjual hasil TBS atau menjualnya ke tengkulak.

Dari tabel 7 menjelaskan bahwa Koefisien korelasi antara variabel harga TBS Sumatera Utara (Y) terhadap harga CPO Internasional (X) adalah 0,967 dengan signifikansi 0,000. Koefisien korelasi 0, 967 berarti terjadi hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel. Tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, berarti ada korelasi yang nyata antara variabel Y dengan variabel X. Koefisien bertanda positif berarti apabila variabel X naik maka variabel Y juga naik, demikian sebaliknya, dengan kata lain menyatakan adanya hubungan linier sempurna langsung. Ini berarti bahwa titik-titik yang ditentukan oleh (X,Y) seluruhnya berada pada garis regresi linier.

Dari penjelasan diatas seharusnya secara estimasi menjadi kenyataan. Dimana ketika harga CPO Internasional mengalami peningkatan ataupun penurunan harga, maka harga TBS Sumatera Utara juga mengalami perubahan tersebut. Tetapi secara nyata ketika harga CPO Internasional mengalami peningkatan harga, maka harga TBS Sumatera Utara tidak mutlak mengalami peningkatan harga, sedangkan ketika harga CPO Internasional mengalami penurunan harga, maka harga TBS Sumatera Utara mutlak mengalami penurun tersebut dan bahkan lebih turun lagi. Ini dikarenakan, Penurunan harga CPO ataupun harga Kernel (inti sawit). Jika hal ini terjadi , perusahaan inti tidak akan mau mengurangi keuntungannya. Selanjutnya hal yang terjadi di lapangan adalah penurunan harga TBS yang akan diterima petani sehingga biaya pengolahan yang dikeluarkan perusahaan dapat dikatakan tidak mengalami banyak perubahan. Dan secara tidak langsung, harga TBS tersebut ikut terkena punggutan ekspor, meskipun penerima harga TBS tersebut tidak mengekspor, yang seharusnya pungutan ekspor tersebut di kenakan pada perusahaan yang melakukan ekspor CPO.

Dari tabel 7 juga menjelaskan bahwa bahwa Koefisien korelasi antara variabel harga CPO Domestik (Y) terhadap harga CPO Internasional (X) adalah 0,972 dengan signifikansi 0,000. Koefisien korelasi 0, 972 berarti terjadi hubungan yang sangat kuat antara kedua

variabel. Tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, berarti ada korelasi yang nyata antara variabel Y dengan variabel X. Koefisien bertanda positif berarti apabila variabel X naik maka variabel Y juga naik, demikian sebaliknya, dengan kata lain menyatakan adanya hubungan linier sempurna langsung. Ini berarti bahwa titik-titik yang ditentukan oleh (X,Y) seluruhnya berada pada garis regresi linier.

Secara estimasi, penjelasan diatas seharusnya menjadi kenyataan. Dimana ketika harga CPO Internasional mengalami peningkatan ataupun penurunan harga, maka harga CPO Domestik juga mengalami perubahan tersebut. Tetapi secara nyata ketika harga CPO Internasional mengalami peningkatan harga, maka harga CPO Domestik tidak mutlak mengalami peningkatan harga, sedangkan ketika harga CPO Internasional mengalami penurunan harga, maka harga CPO Domestik mutlak mengalami penurun tersebut dan bahkan lebih turun lagi. Ini dikarenakan, Indonesia sebagai negara produsen CPO terbesar kedua setelah Malaysia belum dapat menjadi Price Maker CPO Internasional dan hanya mengacu pada harga CPO Internasional yang ditetapkan di Rotterdam, tingginya punggutan ekspor yang ditetapkan pemerintah bagi perusahaan inti yang melakukan pengeksporan CPO ke pasar Internasional. Dan juga dikarenakan, tingginya harga pengapalan yang terjadi pada saat melakukan ekspor CPO terjadi dan tingginya tarif impor yang di tetapkan pemerintah, serta berfluktuatifnya pertumbuhan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika dan fluktuatifnya pertumbuhan index harga konsumen (IHK) sebagai indikator inflasi di Indonesia.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa secara estimasi, seluruh hubungan korelasi yang telah dijelaskan diatas mempunyai nilai koefisien korelasi (b1) < (mendekati) 1, berarti terjadi integrasi harga secara sempurna. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hubungan korelasi yang terjadi adalah sangat kuat, dimana jika terjadi kenaikkan harga satu rupiah (Rp 1) pada harga CPO Domestik (X) maka akan diikuti dengan kenaikan harga sebesar satu

rupiah (Rp 1) pula pada harga TBS Sumatera Utara (Y) dan begitu juga yang terjadi pada hubungan korelasi harga TBS Sumatera Utara (Y) terhadap CPO Internasional (X), serta pada hubungan korelasi harga CPO Domestik (Y) terhadap CPO Internasional (X), sehingga dapat dikatakan bahwa integrasi harganya adalah sempurna atau pasarnya pasar persaingan sempurna, serta pemasarannya efisien, artinya besar persentase perubahan harga CPO Domestik sebanding dengan besarnya yang terjadi pada harga TBS Sumatera Utara (Tabel 6).

Ciri-ciri pasar persaingan sempurna adalah terdapat sangat banyak penjual dan pembeli, produk yang dihasilkan oleh para produsen adalah homogen, (penjual,pembeli, dan perusahaan) bebas masuk dan keluar pasar, setiap produsen adalah penerim harga ( price taker).

Tetapi secara nyata, seluruh hubungan yang seharusnya terjadi, tidak secara mutlak terjadi. Ketika harga X mengalami peningkatan sebesar satu rupiah per kilogram (Rp 1 per Kg), maka harga Y yang seharusya secara empiris meningkat satu rupiah per kilogram pula tetapi secara nyata hanya meningkat sebesar kurang dari satu rupiah per kilogram. Tetapi keadaan berbeda, ketika harga X mengalami penurunan sebesar satu rupiah per kilogram (Rp 1 per Kg), maka harga Y yang seharusya secara empiris dan secara nyata ikut mengalami penurunan sebesar satu rupiah per kilogram bahkan lebih besar dari satu rupiah per kilogram yang terjadi. pula tetapi secara nyata hanya meningkat sebesar kurang dari satu rupiah per kilogram.

Keadaan ini lebih sering terjadi pada perubahan harga CPO Domestik terhadap perubahan harga TBS Sumatera Utara. Dimana Ketika harga CPO Domestik mengalami peningkatan sebesar satu rupiah per kilogram (Rp 1 per Kg), maka harga TBS Sumatera Utara akan meningkat sebesar kurang dari satu rupiah per kilogram. Dan, ketika harga CPO Domestik mengalami penurunan sebesar satu rupiah per kilogram (Rp 1 per Kg), maka harga

TBS Sumatera Utara ikut mengalami penurunan sebesar satu rupiah per kilogram bahkan lebih besar dari satu rupiah per kilogram yang terjadi.

Dan secara nyata, struktur pasar yang terjadi pada pasar CPO Domestik, dan pada pasar TBS Sumatera Utara adalah pasar persaingan monopolistik. Ciri-ciri pasar ini adalah terdapat banyak penjual dan pembeli relatif sedikit, produknya tidak homogen (berbeda corak), perusahaan mempunyai sedikit kekuatan mempengaruhi harga (CPO Domestik) dan penentu harga (CPO Internasional), masuk ke dalam industri/pasar relative mudah. Dan sistem pemasarannya tidak efisien, artinya besar persentase perubahan harga CPO Domestik tidak sebanding dengan besarnya yang terjadi pada harga TBS Sumatera Utara.

5.3. Elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap harga TBS petani Sumatera

Dokumen terkait