• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis penelitian adalah survai bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas air Sungai

HASIL PENELITIAN

5.1 Hubungan Kualitas Air dengan Keluhan Kesehatan

Hasil uji multivariat dengan uji statistik regresi logistik ganda menunjukkan variabel kualitas air sungai berhubungan dengan keluhan kesehatan (p<0,05). Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat diasumsikan bahwa penduduk yang menggunakan air Sungai Belumai yang kualitas kimianya tidak sesuai dengan nilai baku yang ditetapkan dalam PP No. 82 Tahun 2001 lebih berpeluang mengalami keluhan kesehatan daripada penduduk yang menggunakan air Sungai Belumai yang kualitas kimianya sesuai dengan nilai baku yang ditetapkan dalam PP No. 82 Tahun 2001. Air sungai yang kualitas kimianya tidak sesuai dengan baku mutu dapat memberikan risiko yang besar terpapar zat kimia yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu, sehingga dapat menimbulkan efek keluhan kesehatan bagi penduduk yang menggunakan air sungai tersebut.

Simpul pertama dalam proses terjadinya penyakit berbasis lingkungan menurut Achmadi (2008) adalah komponen lingkungan sebagai tempat atau habitat dari agent penyakit. Upaya menanggulangi atau meminimalisasi keberadaan agent penyakit di lingkungan dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan, yaitu mengurangi bahan pencemar di lingkungan. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-komponen lingkungan hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air laut, pencemaran air tanah dan pencemaran udara. Dengan demikian, definisi pencemaran air mengacu pada definisi

lingkungan hidup yang ditetapkan dalam UU tentang lingkungan hidup yaitu UU No. 32/2009.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya pupuk dan pestisida.

Simpul kedua dalam proses terjadinya penyakit berbasis lingkungan menurut Achmadi (2008) adalah media transmisi yang dapat memindahkan agent penyakit kepada manusia (host). Air merupakan salah satu media transmisi penyakit yang disebut dengan penyakit yang ditransmisikan oleh air (water borne disease). Upaya untuk mengurangi kasus water borne disease, seperti penyakit kulit dan mata adalah pengendalian pencemaran air.

Pengendalian atau penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi (Warlina, 2004). Penetapan standar merupakan salah satu upaya efektif dalam pengendalian pencemaran air. Standar memberikan arahan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan program tersebut. Standar kualitas air adalah pesyaratan kualitas air yang ditetapkan oleh suatu negara atau wilayah untuk keperluan perlindungan dan manfaat air pada negara

atau wilayah yang bersangkutan. Standar kualitas air yang berlaku harus dapat dilaksanakan yaitu semaksimal mungkin dapat melindungi lingkungan tetapi memberikan toleransi bagi pembangunan industri dan sarana pengendalian pencemaran air yang ekonomis. Dalam pengelolaan kualitas air dikenal dua macam standar, yaitu stream standard dan effluent standar.

Menurut Subekti et al (2009), akhir-akhir ini, penurunan kualitas air sungai tidak hanya terjadi di daerah hilir, tetapi juga di daerah hulu. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman merupakan faktor utama penyebab terjadinya penurunan kualitas air sungai di daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan-bahan kimia. Penurunan kualitas air sungai berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan keberadaan makhluk hidup yang ada di perairan. Penumpukan unsur hara di perairan memicu pertumbuhan alga dan jenis tumbuhan air lainnya secara tak terkendali, sehingga menyebabkan matinya beberapa jenis makhluk hidup air yang merupakan sumber makanan bagi ikan. Akumulasi bahan kimia pada air tidak hanya mengakibatkan kematian hewan air, tetapi juga membahayakan kehidupan manusia karena dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit.

Hasil kajian Pusat Litbang SDA Kementerian Lingkungan Hidup (2003), dari hasil kajian status mutu air menunjukkan bahwa sumber-sumber air pada umumnya untuk sungai telah tercemar berat hampir disepanjang ruas sungainya. Hal ini disebabkan karena terlampauinya daya tampung beban pencemaran airnya. Tetapi untuk anak-anak sungai yang ada umumnya masih bersatus tercemar ringan sampai dengan memenuhi baku mutunya. Namun khusus untuk ruas-ruas sungai yang merupakan badan air penampungan untuk kegiatan penduduk, pertanian ataupun industri pada umumnya telah tercemar sedang sampai

berat, dan bahkan sangat berat. Berbagai strategi baik penegakan hukum ataupun program yang bersifat khusus untuk pengendalian pencemaran, namun status mutu air masih tetap tidak membaik. Berdasarkan strategi pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air untuk kondisi seperti ini perlu dilakukan program mutu air sasaran yang perlu diprogramkan secara seksama agar setiap tahapan prosesnya untuk memperbaiki satu tingkat kelas air diatasnya dapat tercapai. Hal ini perlu dikaji menggunakan konsep-konsep pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara terpadu yang dilakukan dengan cara optimasi pemanfaatan airnya dengan sistem yang terkoordinasi secara baik dalam melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang mempunyai komitmen tinggi untuk melaksanakan programnya serta pelaksanaan kontrol yang tegas untuk mencapai tujuan akhir status mutu air kelas-1 dari PP. No.82 Tahun 2001.

Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia yaitu tidak mengandung bahan kimia beracun, tidak mengandung ion-ion logam, kesadahan rendah, dan tidak mengandung bahan organik. Parameter logam berat yang menyebabkan pencemaran air sehingga kualitas air menjadi tidak baik diakibatkan air mengandung garam atau ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Mn, Cl, Cr, dan lain-lain (Hartanto, 2007). Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat bersifat racun jika konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia di dalam tubuh mahluk hidup. Hasil kajian Kustia (2010), berdasarkan analisis parameter logam berat yang diperoleh BLH Kabupaten Kepahiang secara umum pencemaran yang diakibatkan oleh logam berat seperti Timbal (Pb), Cadmium (Cd), dan Tembaga (Cu)

tergolong sungai kelas I. Sedangkan Seng (Zn) termasuk sungai tidak masuk sungai kelas I dan II dan sudah termasuk tercemar ringan.

Tingginya pembuangan limbah industri dan limbah padat dari rumah tangga ke badan air sungai menyebabkan peningkatan Chemical Oxygen Demand (COD) yang cukup tinggi. Peningkatan COD tersebut akibat meningkatnya jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Sesuai dengan Nurdijanto (2000), bahwa COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan kimia yang terdapat dalam air. Kandungan COD dalam air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 82 / 2001 mengenai baku mutu air minum golongan B maksimum yang dianjurkan adalah 12 mg/l. apabila nilai COD melebihi batas dianjurkan, maka kualitas air tersebut buruk.

Penelitian Wulan (2005) tentang kualitas air bersih untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal, menyimpulkan bahwa sifat kimia air yang digunakan tidak memenuhi syarat karena memiliki kandungan logam lebih besar dari standar. Sifat biologinya tidak memenuhi syarat karena COD yang tinggi dan lebih tinggi dari standar yaitu 12 Mg/L. Kondisi demikian berpengaruh pada kesehatan misalnya gatal-gatal pada kulit, sakit perut dan menyebabkan batuk.

Hasil analisis air Sungai Belumai didapatkan hasil kadar COD terendah pada bagian hulu sebesar 15,4 mg/l dan kadar COD tertinggi pada sampel air bagian hilir sebesar 295

mg/l. COD dalam air Sungai Belumai pada bagian hulu relatif rendah jika dibandingkan pada bagian sungai yang lain. Berdasarkan hasil tersebut berarti pada bagian hulu kondisi air masih relatif diindikasikan tercemar oleh limbah pada taraf rendah. Pada Sungai Belumai bagian hilir kadar COD tertinggi, hal ini menunjukkan bahwa air sungai pada bagian hilir telah terjadi pencemaran yang tinggi baik oleh limbah industri.

Sesuai penelitian Hendrawan (2005) tentang dampak buruk yang terjadi pada perairan di sungai dan situ di DKI Jakarta, menyimpulkan bahwa secara umum sungai dan situ di DKI Jakarta telah mengalami perubahan pada kualitas airnya serta dapat berdampak balik negatif berupa timbulnya berbagai bibit penyakit. Indeks Kualitas Air pada sungai maupun situ di DKI Jakarta menunjukkan nilai buruk sampai sedang, padahal perairan tersebut digunakan untuk berbagai keperluan manusia. Perlu adanya tindakan nyata dari seluruh lapisan masyarakat untuk memperbaiki kualitas perairan yang ada yaitu dimulai dari diri sendiri untuk secara bijak melihat lingkungan sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari manusia dan mentaati peraturan yang ada.

Penelitian Damarany (2009) tentang kajian kualitas air Sungai Cipinang bagian hilir ditinjau dari parameter BOD dan DO menggunakan model QUAL2E, menyimpulkan Sungai Cipinang bagian hilir memiliki kualitas air dengan tingkat yang sangat rendah. Bila dilihat secara fisik, air di bagian hilir berwarna hitam keruh dan memiliki bau yang tidak sedap. Sumber pencemar yang paling mempengaruhi kualitas air Sungai Cipinang bagian hilir adalah buangan air limbah domestik.

Dokumen terkait