HUBUNGAN KUALITAS DAN PENGGUNAAN AIR SUNGAI BELUMAI
DENGAN KELUHAN KESEHATAN PADA PENGGUNA AIR
DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA
T E S I S
Oleh
SRI REZEKI BATUBARA
087031014/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN KUALITAS DAN PENGGUNAAN AIR SUNGAI BELUMAI
DENGAN KELUHAN KESEHATAN PADA PENGGUNA AIR
DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SRI REZEKI BATUBARA
087031014/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis
: HUBUNGAN KUALITAS AIR DAN PERILAKU
PEMAJANAN DENGAN KELUHAN
KESEHATAN PADA PENGGUNA AIR SUNGAI
BELUMAI DI KECAMATAN TANJUNG
MORAWA
Nama Mahasiswa
: Sri Rezeki Batubara
Nomor Induk Mahasiswa : 087031014
Program Studi
: S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi
: Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Basuki Wirdjosentono, M.S)
(Ir. Indra Chahaya, M.Si
Ketua
Anggota
)
Ketua Program Studi
Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S
)
Telah diuji
Pada Tanggal : 28 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof. Dr. Basuki Wirdjosentono, M.S
Anggota
: 1. Ir. Indra Chahaya. M.Si
PERNYATAAN
HUBUNGAN KUALITAS DAN PENGGUNAAN AIR SUNGAI BELUMAI
DENGAN KELUHAN KESEHATAN PADA PENGGUNA AIR
DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2011
ABSTRAK
Sungai besar di Indonesia berstatus sangat tercemar lebih dari 50% akibat
pembuangan limbah rumah tangga dan industri yang tidak mengikuti prosedur.
Sungai Belumai yang mengalir di wilayah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten
Deli Serdang digunakan masyarakat disekitar daerah aliran sungai untuk kebutuhan
mandi dan cuci menyebabkan keluhan kesehatan yang diduga akibat air sungai yang
tercemar.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kualitas dan penggunaan
air Sungai Belumai dengan keluhan kesehatan (kulit dan mata) pada pengguna air
Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung Morawa. Jenis penelitian survei deskriptif.
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di sepanjang aliran sungai
pada lima Desa di Kecamatan Tanjung Morawa sebanyak 284 orang. Sampel
sebanyak 117 orang diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh
dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik
berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sungai dilihat kualitas kimia
air sungai, lama tinggal di aliran air Sungai Belumai, frekuensi kontak dengan air
sungai serta lama kontak dengan air sungai berhubungan dengan keluhan kesehatan
(kulit dan mata) pada pengguna air Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung Morawa.
Frekuensi kontak dengan air sungai merupakan variabel yang paling kuat
hubungannya dengan keluhan kesehatan.
Disarankan: 1) Kepada industri yang berdomisili di sekitar daerah aliran
Sungai Belumai hendaknya berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan, dengan
pengadaan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL). 2) Bapedalda Kabupaten Deli
Serdang supaya mengupayakan pengadaan sarana pengolahan air sungai sehingga
layak digunakan oleh masyarakat, hal ini bertujuan mencegah transmisi penyakit
melalui air (water borne disease). 3) Masyarakat pengguna air Sungai Belumai
sebagai populasi yang berisiko (population of risk) terkena dampak pencemaran air,
diharapkan mengurangi frekuensi kontak dengan agent penyakit yaitu air sungai yang
tercemar, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya keluhan kesehatan. 4) Puskesmas
Tanjung Morawa hendaknya mengupayakan pengobatan yang optimal bagi penduduk
yang mengalami sakit akibat penggunaan air Sungai Belumai. 5) Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang supaya mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan
daerah untuk menanggulangi masalah pencemaran air Sungai Belumai.
ABSTRACT
Indonesia's major rivers heavily polluted status of more than 50% due to the
disposal of household and industrial waste that does not follow procedure. Belumai
River that flows in the subdistrict of Tanjung Morawa use development around the
river for bathing and washing causes of health complaints that allegedly caused the
polluted river.
The purpose of this study to analyze the relationship between the river water
quality and the use as a water Belumai bathing and washing of health complaints
(skin and eyes) in the community in the District of Tanjung Morawa. Survay
explanatory type of research is a cross sectional study. The population is all residents
who live along the river in five villages in the subdistrict of Tanjung Morawa as much
as 284. Sample of 117 people drawn by simple random sampling technique. Data
obtained by interview using a questionnaire, was analyzed by multiple logistic
regression at α = 5%.
The results showed that river water quality seen from the chemical indicator,
long live around Belumai River watershed, the river water with frequency of contact
and length of time each time the contacts with river water related the health
complaints (skin and eyes) in the community in the subdistrict of Tanjung Morawa.
river water quality seen from the chemical indicator is a variable greatest related on
health complaints.
It is recommended: 1) to the industry who are living around the the Watershed
Belumai should participate in environmental management with waste instalation
(IPAL) so as to minimize pollution of river water. 2) Bapedalda Deli Serdang Distric
to preventif water borne disease so to tighten and more intensive supervision and
monitoring of water quality conditions Belumai River for pollution impact can be
minimized. 3) People at Belumai River as population of risk to reduce frequency of
contact, 4) Puskesmas Tanjung Morawa improve the curativ of people illnes because
use Belumai River watershed, and preventif people not sick. 5) Deli Serdang District
Government to make regulation to reduce polluted Belumai River.
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Hubungan Kualitas dan
Penggunaan air Sungai Belumai dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Air
di Kecamatan Tanjung Morawa ".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu
Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Basuki Wirdjosentono,
M.S, selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku anggota
komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,
mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal
hingga penulisan tesis selesai.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si
dan Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian
dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk
membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan
jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Sumatera Utara.
Terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Ir. H. Syaiful
Yaman Batubara dan Ibunda Hj. Fatimah Sitompul atas segala jasa dan do’a restunya
sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.
pengertian, kesabaran, pengorbanan serta do’a dan cinta dalam memberikan motivasi
dan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Sri Rezeki Batubara, lahir pada tanggal 31 Maret 1982 di Medan, anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Ir. H. Syaiful Yaman Batubara
dan Ibunda Hj. Fatimah Sitompul.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD
Swasta Sabilina Tembung selesai Tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Tembung selesai Tahun 1997, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10
Medan, selesai tahun 2000, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara (USU) Medan selesai Tahun 2005.
Mulai bekerja sebagai PNS di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang,
tahun 2006 sampai sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...
i
ABSTRACT ...
ii
KATA PENGANTAR ...
iii
RIWAYAT HIDUP ...
vi
DAFTAR ISI ...
vii
DAFTAR TABEL ...
xi
DAFTAR GAMBAR ...
xii
BAB 1. PENDAHULUAN ...
1
1.1
Latar Belakang ...
1
1.2 Permasalahan ...
5
1.3 Tujuan Penelitian ...
5
1.4 Hipotesis ...
6
1.5 Manfaat Penelitian ...
6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...
7
2.1 Keluhan Kesehatan akibat Penggunaan Air ...
7
2.1.1 Kulit Gatal, Merah dan Panas ...
7
2.1.2 Mata Merah, Gatal dan Panas ...
7
2.2 Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat ...
9
2.2.1 Lama tinggal ...
17
2.2.2 Frekuensi kontak ...
19
2.2.3 Lama waktu kontak ...
20
2.3 Sungai ... 22
2.3.1 Klasifikasi Sungai ... 23
2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS) ...
24
2.5 Pemukiman Penduduk pada Daerah Aliran Sungai (DAS)...
25
2.6 Sistem Pengolahan Air Bersih ...
27
2.7 Sistem Penyediaan Air Bersih Individual dan komunitas ...
29
2.8 Pencemaran Air ...
34
2.9 Landasan Teori ...
37
2.10 Kerangka Konsep ...
40
BAB 3. METODE PENELITIAN ...
41
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ...
41
3.2 Lokasi dan waktu Penelitian ...
41
3.3 Populasi dan Sampel ...
42
3.3.1 Populasi ...
42
3.3.2 Sampel ...
42
3.4 Metode Pengumpulan Data ...
43
3.4.1 Sumber Data ...
43
3.4.2 Pengumpulan Data ...
44
3.4.3 Metoda Pengambilan Sampel Air Sungai ...
44
3.4.4 Uji Validitas dan Reliabilitas ...
45
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ...
46
3.5.1 Variabel ...
46
3.5.2 Definisi Operasional ...
47
3.6 Metode Pengukuran ...
48
3.6.1 Keluhan Kesehatan ...
48
3.6.2 Kualitas Air Sungai ...
48
3.6.3 Penggunaan Air Sungai ...
48
3.7. Metode Analisa Data ...
49
BAB 4. HASIL PENELITIAN ...
51
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ...
51
4.2 Deskripsi Sungai Belumai ...
53
4.3 Karakteristik Responden ...
54
4.4 Kualitas Air Air Sungai ...
56
4.5 Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat ...
57
4.5.1 Lama tinggal ...
57
4.5.2 Frekuensi kontak ...
58
4.5.3 Lama waktu kontak ...
58
4.6 Keluhan Kesehatan ...
59
4.7 Analisis Bivariat ...
60
4.7.1 Kualitas Air dengan Keluhan Kesehatan ...
61
4.7.2 Lama Tinggal dengan Keluhan Kesehatan ...
61
4.7.4 Lama Waktu Kontak dengan Keluhan Kesehatan...
63
4.8 Pengaruh Kualitas Air, Lama Tinggal, Frekuensi Kontak dan
Lama Waktu Kontak terhadap Keluhan Kesehatan ...
64
4.8.1 Hubungan Kualitas Air dengan Keluhan Kesehatan ...
65
4.8.2 Hubungan Lama Tinggal dengan Keluhan Kesehatan ...
66
4.8.3 Hubungan Frekuensi Kontak dengan Keluhan Kesehatan ..
66
4.8.4 Hubungan Lama Waktu Kontak dengan Keluhan Kesehatan
67
BAB 5. PEMBAHASAN ...
68
5.1 Hubungan Kualitas Air dengan Keluhan Kesehatan ...
68
5.2 Hubungan Lama Tinggal di Daerah Aliran Sungai dengan Keluhan
Kesehatan ...
74
5.3 Hubungan Frekuensi Kontak dengan Air Sungai terhadap Keluhan
Kesehatan ...
77
5.4 Hubungan Lama Waktu setiap Kontak dengan Air Sungai terhadap
Keluhan Kesehatan ...
79
5.5 Keterbatasan Penelitian ...
82
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...
83
6.1
Kesimpulan ...
83
6.2
Saran ...
84
DAFTAR PUSTAKA ...
85
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
2.1 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas ...
33
2.2 Kebutuhan Air Perorang Perhari ...
36
3.1. Distribusi Sampel menurut Desa ...
43
3.2. Validitas dan Reliabilitas Variabel Penelitian ...
46
3.3. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel Penelitian ...
47
4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Tanjung Morawa ...
55
4.2. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung
Morawa ...
56
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Daerah Aliran
Sungai Belumai ...
58
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kontak dengan Air Sungai
Belumai ...
58
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Waktu Kontak dengan Air
Sungai Belumai ...
59
4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan di Kecamatan
Tanjung Morawa Tahun 2011 ...
59
4.7. Hubungan Kualitas Kimia Air Sungai dengan Keluhan Kesehatan di
Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ...
61
4.8. Hubungan Lama Tinggal di sekitar Sungai dengan Keluhan Kesehatan di
Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ...
62
4.10. Hubungan Lama Waktu setiap kali Kontak Air Sungai dengan Keluhan
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1. Teori Simpul Kejadian Penyakit ...
38
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1. Kuesioner Penelitian ...
90
2.
Uji Validitas dan Reliabilitas ...
92
3.
Uji Univariat ...
93
4.
Uji Bivariat ...
97
5
Uji Multivariat ... 101
6
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 ... 102
7
Hasil Pemeriksaan Contoh Uji Air Badan Air dari BTKL&PPM Kelas 1
Medan ... 120
8
Surat Izin Penelitian Dari PS.S2-IKM-FKM USU Medan ... 122
9
Surat Keterangan Izin Melaksanakan Penelitian dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Deli Serdang ... 123
10 Dokumentasi Penelitian ... 124
at Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155
11 Peta Lokasi Penelitian ... 127
ABSTRAK
Sungai besar di Indonesia berstatus sangat tercemar lebih dari 50% akibat
pembuangan limbah rumah tangga dan industri yang tidak mengikuti prosedur.
Sungai Belumai yang mengalir di wilayah Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten
Deli Serdang digunakan masyarakat disekitar daerah aliran sungai untuk kebutuhan
mandi dan cuci menyebabkan keluhan kesehatan yang diduga akibat air sungai yang
tercemar.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan kualitas dan penggunaan
air Sungai Belumai dengan keluhan kesehatan (kulit dan mata) pada pengguna air
Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung Morawa. Jenis penelitian survei deskriptif.
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang tinggal di sepanjang aliran sungai
pada lima Desa di Kecamatan Tanjung Morawa sebanyak 284 orang. Sampel
sebanyak 117 orang diambil dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh
dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik
berganda pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air sungai dilihat kualitas kimia
air sungai, lama tinggal di aliran air Sungai Belumai, frekuensi kontak dengan air
sungai serta lama kontak dengan air sungai berhubungan dengan keluhan kesehatan
(kulit dan mata) pada pengguna air Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung Morawa.
Frekuensi kontak dengan air sungai merupakan variabel yang paling kuat
hubungannya dengan keluhan kesehatan.
Disarankan: 1) Kepada industri yang berdomisili di sekitar daerah aliran
Sungai Belumai hendaknya berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan, dengan
pengadaan Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL). 2) Bapedalda Kabupaten Deli
Serdang supaya mengupayakan pengadaan sarana pengolahan air sungai sehingga
layak digunakan oleh masyarakat, hal ini bertujuan mencegah transmisi penyakit
melalui air (water borne disease). 3) Masyarakat pengguna air Sungai Belumai
sebagai populasi yang berisiko (population of risk) terkena dampak pencemaran air,
diharapkan mengurangi frekuensi kontak dengan agent penyakit yaitu air sungai yang
tercemar, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya keluhan kesehatan. 4) Puskesmas
Tanjung Morawa hendaknya mengupayakan pengobatan yang optimal bagi penduduk
yang mengalami sakit akibat penggunaan air Sungai Belumai. 5) Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang supaya mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan
daerah untuk menanggulangi masalah pencemaran air Sungai Belumai.
ABSTRACT
Indonesia's major rivers heavily polluted status of more than 50% due to the
disposal of household and industrial waste that does not follow procedure. Belumai
River that flows in the subdistrict of Tanjung Morawa use development around the
river for bathing and washing causes of health complaints that allegedly caused the
polluted river.
The purpose of this study to analyze the relationship between the river water
quality and the use as a water Belumai bathing and washing of health complaints
(skin and eyes) in the community in the District of Tanjung Morawa. Survay
explanatory type of research is a cross sectional study. The population is all residents
who live along the river in five villages in the subdistrict of Tanjung Morawa as much
as 284. Sample of 117 people drawn by simple random sampling technique. Data
obtained by interview using a questionnaire, was analyzed by multiple logistic
regression at α = 5%.
The results showed that river water quality seen from the chemical indicator,
long live around Belumai River watershed, the river water with frequency of contact
and length of time each time the contacts with river water related the health
complaints (skin and eyes) in the community in the subdistrict of Tanjung Morawa.
river water quality seen from the chemical indicator is a variable greatest related on
health complaints.
It is recommended: 1) to the industry who are living around the the Watershed
Belumai should participate in environmental management with waste instalation
(IPAL) so as to minimize pollution of river water. 2) Bapedalda Deli Serdang Distric
to preventif water borne disease so to tighten and more intensive supervision and
monitoring of water quality conditions Belumai River for pollution impact can be
minimized. 3) People at Belumai River as population of risk to reduce frequency of
contact, 4) Puskesmas Tanjung Morawa improve the curativ of people illnes because
use Belumai River watershed, and preventif people not sick. 5) Deli Serdang District
Government to make regulation to reduce polluted Belumai River.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (Kordoatie, 2002).
Terciptanya masyarakat Indonesia seperti ini ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal. Salah satu faktor penting lainnya yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang tercermin antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air yang layak untuk dikonsumsi baru mencapai 50% dan akses rumahtangga terhadap sanitasi dasar baru mencapai 63,5% (Depkes, 2005).
memenuhi kebutuhan air, perlu dilaksanakan suatu pengelolaan agar di satu sisi pemanfaatan air berlangsung optimal, sementara disisi lain eksistensi air itu sendiri tidak terganggu. Sebenarnya kondisi air yang langka tidak seluruhnya benar, yang terjadi selama ini adalah langkanya dalam pengelolaan air yang dilakukan secara baik dan berkelanjutan (Sunarno dalam Kurniawati, 2004).
Kepadatan penduduk yang meningkat dapat memberikan dampak pada kualitas dan kuantitas air. Hal ini dikarenakan adanya berbagai aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang. Selain itu permasalahan-permasalahan lain seperti kegiatan industri, domestik dan kegiatan lainnya akan berdampak negatif terhadap sumber daya air yang juga akan menyebabkan penurunan kualitas air.
Sungai merupakan kawasan yang tidak mengenal batas wilayah. Apabila dari hulu tercemar maka akan mengakibatkan daerah hilir juga akan ikut tercemar. Oleh karena itu, sungai sering dikatakan sangat rentan terhadap pencemaran. Siapapun dapat mengakibatkan sungai tercemar, karena sungai merupakan tempat atau media yang sangat efektif untuk melakukan pembuangan limbah (padat dan cair) ataupun sampah. Orang tidak akan mempedulikan akibat yang akan timbul setelah itu, karena sudah menjadi budaya bahwa setiap orang mempunyai pikiran bahwa mereka membuang sampah tidak di tempatnya. Sungai dapat membawa limbah (padat dan cair) atau sampah yang masuk kedalamnya. Akan tetapi jika limbah atau sampah yang dibuang ke dalam aliran sungai tersebut melebihi ambang kemampuan sungai untuk menerimanya tentu akan mengakibatkan permasalahan baru yang akan sulit ditanggulangi.
Patogen/bakteri mengakibatkan pencemaran air sehingga menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. Adapun sifat fisika dan kimia air meliputi derajat keasaman, konduktivitas listrik, suhu dan pertilisasi permukaan air. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, pencemaran air (air permukaan dan air tanah) merupakan penyebab utama gangguan kesehatan manusia/penyakit. (Bahtiar, 2007).
Banyak sekali sumber polutan air sungai diantaranya : limbah pabrik, limbah manusia dan bahan–bahan lain yang dapat mengganggu kualitas air sungai. Indikator sederhana dari tingkat polusi sungai adalah warna air yang keruh kehitaman dan bau yang sangat menyengat. Akibat dari semua ini antara lain terganggunya kesehatan masyarakat akibat tercemarnya sumur penduduk sebagai sumber utama air bersih, bau yang sangat meresahkan, dan matinya kehidupan ikan serta makhluk air yang relevan lainnya (Maryono, 2005).
Sedikitnya 30 dari 60 sungai besar di Indonesia berstatus sangat tercemar akibat pembuangan limbah rumah tangga dan industri yang tidak mengikuti prosedur (Hardiyanto, 2008). Kasus pencemaran sungai Belumai pada tahun 1987 oleh berbagai pabrik yang membuang limbah yang dihasilkan ke Sungai Belumai, Tahun 1992 masyarakat disekitar daerah aliran Sungai Belumai mengalami gangguan untuk memanfaatkan dan menggunakan air sungai, sebab secara tiba-tiba air sungai yang tadinya bersih mendadak berubah menjadi kotor, berbau, keruh dan warnanya berubah menjadi antara coklat, hitam kekuning-kuningan, berminyak dan berlendir, dapat menimbulkan penyakit kulit (gatal-gatal) dan ikan yang biasanya terdapat disungai banyak yang mati.
bahwa pabrik atau industri yang membuang limbahnya ke Sungai Belumai adalah industri yang memproduksi bahan pewarna seperti cat, yang umumnya menggunakan bahan kimia Cromium (Cr) sebagai bahan dasar. Dengan demikian diperkirakan bahan pencemar air Sungai Belumai sebagian besar adalah Cromium.
Data dari Puskesmas Dalu Sepuluh dan Puskesmas Tanjung Morawa di Kecamatan Tanjung Morawa menyatakan bahwa penyakit Dermatitis, penyakit mata dan diare berada dalam daftar sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas selama bulan Januari sampai dengan Desember 2010.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan terlihat bahwa air sungai berwarna keruh, banyak sampah dan banyaknya warga mempergunakan air untuk mandi dan mencuci. Hal seperti ini sangat terlihat pada pagi dan sore hari karena pada saat itu banyak penduduk menggunakan air sungai. Berdasarkan kondisi ini maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan kualitas air dan penggunaan air Sungai Belumai dengan keluhan kesehatan (kulit dan mata) pada pengguna air di Kecamatan Tanjung Morawa.
1.2 Permasalahan
Sebagian masyarakat desa di Kecamatan Tanjung Morawa menggunakan air sungai Belumai sebagai sumber air bersih untuk mandi dan cuci. Sungai tersebut tercemar dan berwarna keruh. Namun demikian, masyarakat tetap memanfaatkan sungai tersebut sehingga dapat menimbulkan efek gangguan kesehatan bagi pemakainya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kualitas dan penggunaan air Sungai Belumai dengan keluhan kesehatan (kulit dan mata) pada pengguna air di Kecamatan Tanjung Morawa.
1.4 Hipotesis
Ada hubungan kualitas dan penggunaan air Sungai Belumai dengan keluhan kesehatan (kulit dan mata) pada pengguna air di Kecamatan Tanjung Morawa.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada pengambil kebijakan khususnya pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam menyusun program peningkatan kesehatan masyarakat yang bermukim di daerah aliran sungai disekitar Industri.
2. Bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan khususnya dalam pelayanan air bersih sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pengelolaan penyediaan air bersih berbasis masyarakat untuk kawasan yang belum mendapat layanan air bersih.
3. Memberikan masukan kepada masyarakat sebagai pengguna air sungai untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya dampak negatif dari penggunaan air sungai yang belum terjamin kualitasnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Keluhan Kesehatan Akibat Penggunaan Air
2.1.1
Kulit Gatal-Gatal, Merah dan Panas
Proses toksikan diserap melalui kulit, zat kimia tersebut harus menembus sel-sel epidermis, sel-sel kelenjar keringat, atau kelenjar-kelenjar, atau masuk melalui follikel-follikel rambut. Meskipun jalan follikel-follikel bisa membolehkan masuknya sejumlah kecil toksikan dengan segera, kebanyakan zat kimia menembus sel-sel epidermis, yang menyusun daerah permukaan yang besar dari kulit. Kelenjar-kelenjar keringat dan folikel-folikel rambut tersebar diseluruh kulit dalam jumlah yang beragam tetapi secara perbandingan berupa jarang luas penampang lintang total mereka adalah mungkin diantara 0,1 dan 1,0 % dari luas kulit (Mansur, 2002).
Kulit gatal, panas dan merah merupakan gejala dermatitis dan merupakan
respons kulit terhadap agens-agens yang beraneka ragam. Respons tersebut biasanya
berhubungan dengan alergi (Djuanda, 1990). Dermatitis kontak adalah dermatitis
(peradangan kulit) yang disertai dengan adanya edema interseluler pada epiderrmis
karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan
kulit. Bahan-bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik (Harahap, 2000).
2.1.2 Mata Merah, Gatal dan Panas
terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut misalnya konjungtivitis. Bila terjadi pelebaran pembuluh
darah arteri konjungtiva posterior dan arteri siliar anterior maka akan terjadi mata
merah. Melebarnya pembuluh darah konungtiva atau injeksi konjungtival dapat
terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, mata kering (dry eyes), kurang tidur, iritasi
akbat klorida, asap dan benda asing, ataupun injeksi pada jaringan konjungtiva.
Gejala umum pada konjungtivitis adalah mata merah, sekret atau mata kotor,
dan pedas seperti kelilipan. Konjungtivitis akan mengenai kedua mata akibat
mengenai mata yang sebelahnya. Bila hanya terdapat pada satu mata maka ini
biasanya hanya disebabkan alergi atau moloskum kontagiosum.
2.2. Kualitas Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Air yang tercemar oleh organisme patogen seperti bakteri atau virus dapat secara langsung mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Tipe pencemaran yang disebabkan zat racun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dapat diamati melalui, (Sunu, 2001) :
(1) Pengaruh zat racun pada benda hidup , seharusnya diuji dari dua aspek:
a. Kemungkinan hidup organisme tertentu dalam air yang mengandung zat racun tertentu dan batas konsentrasinya
b. Proses konsentrasi zat racun oleh berbagai organisme bagian dari ekosistem umum melalui rantai makanan
(2) Pengaruh zat racun pada kesehatan manusia
a. Pengaruh keracunan akibat meminum air yang tercemar secara langsung
b. Pengaruh keracunan akibat makan ikan atau produksi laut yang lain dimana zat racun sudah diakumulasi.
c. Pengaruh akibat makan produksi pertanian yang zat racunnya telah diakumulasi dengan cara air irigasi atau tanah tercemar.
1. Kualitas Fisik Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Kualitas fisik air dapat dilihat dari indikator bau, rasa, kekeruhan, suhu, warna dan jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila jumlah zat padat terlarut bertambah, maka kesadahan air akan naik, dan akhirnya berdampak terhadap kesehatan. Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat organik, maupun anorganik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan tanaman atau hewan, dan buangan industri juga berdampak terhadap kekeruhan air, sedangkan zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung pembiakannya, dan dapat tersuspensi dan menambah kekeruhan air. Air yang keruh sulit didisinfeksi,karena mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut, sehingga berdampak terhadap kesehatan, bila mikroba terlindung menjadi patogen (Soemirat, 2001).
Berdasarkan aspek suhu air, diketahui bahwa suhu air yang tidak sejuk atau berlebihan dari suhu air yang normal akan mempermudah reaksi zat kimia, sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap keadaan kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).
Warna dapat disebabkan adanya tanin dan asam humat atau zat organik, sehingga bila terbentuk bersama klor dapat membentuk senyawa kloroform yang beracun, sehingga berdampak terhadap kesehatan pengguna air (Slamet, 2001).
2. Kualitas Kimia Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
yang lazim terdapat dalam air dan berhubungan dengan terjadinya penyakit pada pengguna air, yaitu:
(1) Hg (Air Raksa)
Air raksa atau mercury adalah unsur logam yang termasuk logam berat yang bersifat racun terhadap tubuh manusia. Biasanya secara alami ada dalam air dengan konsentrasi yang sangat kecil. Pencemaran air atau sumber air oleh merkuri umumnya akibat limbah yang berasal dari industri (Soemirat, 2001).
Adsorpsi metil merkuri ditubuh mencapai 95%, kontaminasi Hg pada manusia bisa terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan, serta kontak kulit. Paparan jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2 atau K2HgI4. Toksisitas HgCl2 atau garam merkuri yang larut bisa menyebabkan kerusakan membran alat pencernaan, eksantema pada kulit, dekomposisi eritrosit dan menurunkan tekanan darah. (Widowati, 2008)
(2) Aluminium (Al)
Aluminium (Al) adalah metal yang dapat dibentuk, dan karenanya banyak digunakan, sehingga terdapat banyak di lingkungan. Sumber alamiah Al adalah bauxit dan cryolit. Industri pengguna Al antara lain industri kilang minyak, peleburan metal, serta lain-lain. Al juga dapat meyebabkan iritasi kulit, selaput lendir, dan saluran pernapasan (Soemirat, 2001)
(3) Arsen (As)
dapat menimbulkan anorexia, kolk, mual, diare atau konstipasi, pendarahan pada ginjal, dan kanker kulit. Arsen (As) dapat menimbulkan iritasi, alergi, dan cacat bawaan. Dimasa lampau, Arsen (As) dalam dosis kecil digunakan sebagai campuran tonikum, tetapi kemudian ternyata bahwa Arsen (As) ini dapat menimbulkan kanker kulit pada peminumnya (Soemirat, 2001).
Paparan As an organik melalui kulit dapat menyebabkan kulit membengkak dan kemerahan. Senyawa arsenik yang mengenai kulit akan diekskresikan melalui deskuamasi kulit dan melalui keringat. As dikulit akan mengakibatkan terjadinya Mee’s line (perubahan pita putih melintang pada kuku jari) yang akan muncul setelah kurang lebih 6 minggu terpapar As (Widowati, 2008).
(4) Berilium (Be)
Berilium (Be) adalah logam berwarna abu-abu, berbentuk padat pada suhu kamar, kuat, ringan dan mudah pecah. Be. Banyak digunakan dari berbagai jenis industri karena memiliki sifat titik lebur tinggi, sangat kuat, dan bisa menjadi konduktor listrik yang baik. Berbagai jenis industri menggunakan Be, diantaranya sebagai pelapis panas (thermal cating), brake system, tabung x-ray, dental plate, stamping and cutting (alat stempel dan pemotong), dan handling/assembly, industri peralatan olahraga, industri keramik (Widowati,2008).
Pencemaran Be berasal dari industri logam non ferrous, industri logam aluminium, pemrosesan Be, penyulingan petroleum, dan akhirnya mencemari tanah, air dan udara. Absorpsi Be lewat kulit dipengaruhi oleh bentuk dan senyawa Be (Widowati, 2008).
wajah mengalami dermatitis karena paparan Be. Jika mata terpercik larutan Be, mata bisa terbakar atau menunjukkan tanda kemerahan di sekitar mata. Be dapat menyebabkan iritasi, edema, dan peradangan pada jaringan tempat kontak Be (Widowati, 2008).
(5) Kesadahan
Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang terbuat dari besi melalui proses pengkaratan (korosi), juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Kesadahan yang tinggi di sebabkan sebagian besar oleh Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak suka memanfaatkan penyediaan air bersih tersebut.
(6) Klorida
(7) Mangan (Mn)
Mangan (Mn) adalah metal abu-abu-kemerahan. Keracunan seringkali bersifat kronis sebagai akibat inhalasi debu dan uap logam. Didalam penyediaan air, seperti halnya Fe (besi), Mn (mangan) juga menimbulkan masalah warna, hanya warnanya ungu/hitam.
Paparan Mn dalam kulit bisa mengakibatkan tremor, kegagalan koordinasi, dan dapat mengakibatkan munculnya tumor.
(8) Selenium (Se)
Selenium adalah logam berat yang berbau bawang putih. Selenium juga didapat antara lain pada industri gelas, kimia, plastik, dan semikonduktor. Selenium dalam air dengan konsentrasi yang agak tinggi biasanya terdapat di daerah seleniferous. Absorpsi Se organik melebihi 50% karena lebih mudah di absorpsi oleh alat pecernaan, sedangkan absorpsi lewat kulit sangat rendah dan terbatas. Parparan lewat kulit bisa menyebabkan kulit terbakar, bercak merah, serta pembengkakan. (Widowati, 2008)
(9) Nikel (Ni)
Nikel adalah logam berwarna putih perak. Ni merupakan logam yang resisten terhadap korosi dan oksidasi pada temperatur tnggi sehingga bisa dipergunakan untuk memproduksi stainless steel. Berbagai macam industri menggunakan bahan baku Ni atau garam nikel antara lain industri kimia, industri elektronik, serta industri logam.
dan alergi kulit. Sebesar 4-9% orang yang terpapar Ni akan menunjukkan dermatitis alergi (Widowati, 2008).
(10) Cobalt (Co)
Cobalt adalah logam yang berwarna abu-abu perak dan terdapat dialam melalui sumber alam dan aktivitas manusia. Logam ini juga dipergunakan pada industri plastik serta iradiasi pada industri pangan untuk membunuh mikroorganisme dan mengawetkan pangan sebagai desinfektan berbagai macam buah dan biji-bijian, untuk menunda pemasakan buah, mempertahankan kesegaran produk pertanian, serta menunda pertunasan pada kentang dan bawang.
Paparan Co bisa tejadi melalui inhalasi, kontak kulit, mata ataupun per oral. Paparan lewat kulit berupa kulit kering, bengkak dan dermatitis. Paparan lewat mata bisa menyebaban mata kemerahan. Kontak dengan Co bisa menimbulkan alergi pada penderita gagal rotesis sehingga mengakibatkan dislokasi, lepas dan tulang fraktur. Hal tersebut terjadi karena iritasi dan dermatitis yang meluas(Widowati, 2008).
(11) Kromium (Cr)
3. Hubungan Kualitas Biologis Air dengan Gangguan Kesehatan Masyarakat
Berdasarkan aspek parameter biologis, diketahui parameter yang mempunyai dampak langsung terhadap kesehatan adalah adanya kandungan bakteri dan mikroba. Kelompok protozoa dalam air seperti cacing dan tungau merupakan jenis kuman parasitik yang berdampak terhadap kesehatan seperti kecacingan, skabies, sedangkan air yang terkontaminasi dengan bakteri dan virus juga dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi penggunanya. Bakteri penyebab bawaan air terbanyak adalah salmonella thypi/parathypi, Shigella, dan vebrio cholera, sedangkan penyakit bersumber virus seperti Rotavirus, virus Hepatitis A, poliomyelitis, dan virus trachoma. Eschericia coli adalah salah satu bakteri patogen yang tergolong Coliform dan hidup secara normal di dalam kotoran manusia maupun hewan sehingga Eschericia coli digunakan sebagai bakteri indikator pencemaran air yang berasal dari kotoran hewan berdarah panas (Fardiaz,1992).
2.2.1 Lama Tinggal di Daerah Aliran Sungai
Kelompok risiko tinggi (high risk group) terkena suatu penyakit adalah sub kelompok dari suatu kelompok yang mempunyai risiko lebih besar serta dampaknya lebih besar atau lebih berat apabila terpajan (exposed) zat penyebab penyakit yang lebih besar (Achmadi, 2010).
Penelitian Karim (2010) tentang Pengaruh Penataan Bantaran Sungai Bau-Bau terhadap Pola Hunian Masyarakat di Kelurahan Tomba dan Bataraguru Kota Bau-Bau, menemukan bahwa di sepanjang Daerah Aliran Sungai Bau-Bau telah lama tumbuh permukiman masyarakat, dimana 55,4% penduduk telah bermukim lebih dari 10 tahun. Adanya peristiwa bencana banjir besar pada tahun 1980-an yang disebabkan oleh meluapnya air Sungai Bau-Bau sehingga menggenangi kawasan sekitarnya, membuat pemerintah Kabupaten Buton pada waktu itu melakukan upaya pencegahan dengan cara meninggikan bantaran sungai agar kejadian banjir besar tidak terulang lagi. Upaya tersebut membuat pembangunan perumahan pada kawasan tersebut tumbuh kembali. Pertumbuhan perumahan pada kawasan bantaran sungai berkembang dengan pesat.
sebagai tempat pembuangan sampah membuat lingkungan bantaran sungai menjadi tidak nyaman (Karim, 2010).
Penelitian Haldun (2008) tentang Implikasi Normalisasi Sei Badera terhadap Pemukiman Masyarakat di Kecamatan Medan Marelan, menemukan bahwa disepanjang aliran Sungai Sei Badera, telah sejak lama hidup dan bertempat tinggal masyarakat yang mempunyai beragam jenis mata pencaharian. Dalam kegiatan kehidupan sehari-harinya masyarakat yang ada disekitar atau disepanjang aliran Sei Bedera tentunya sangat tergantung terhadap sungai Sei Badera. Karena air Sei Badera sudah tercemar oleh berbagai jenis limbah menyebabkan masyarakat sangat merasakan dampak dari itu, yaitu timbulnya masalah kesehatan yang dialami oleh warga seperti muntaber, gatal-gatal pada kulit.
Penelitian Suryanto (2007) tentang Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran Sungai untuk Pengembangan Kawasan Permukiman (studi kasus DAS Beringin Kota Semarang), menemukan bahwa akibat sejak dahulu telah ditemukan pemukiman menyebabkan tingkat kepadatan penduduk di sebagian wilayah DAS Beringin telah melampaui ambang batas yang ditetapkan, maka Pemerintah Kota Semarang agar lebih meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang di DAS Beringin sehingga pemanfaatan DAS Beringin dapat optimal sesuai dengan tingkat daya dukung lingkungannya. Sekitar 43,38 % DAS Beringin tidak direkomendasikan untuk pengembangan kawasan permukiman.
2.2.2 Frekuensi Kontak dengan Air Sungai
menentukan risiko penyakit. Atribut tersebut merupakan hal-hal yang menyertai kehidupan seseorang atau kelompok.
Budaya atau kebiasaan masyarakat mempengaruhi dosis pemajanan terhadap potensi bahaya penyakit (Achmadi, 2009), misalnya perilaku penggunaan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari untuk mandi dan cuci. Semakin sering masyarakat menggunakan air sungai maka semakin tinggi pula dosis pemajanan zat-zat kimia yang mencemari air sungai terhadap kulit.
sanggup mencerna dinding sel bakteri sehingga bakteri akan kehilangan kemampuannya menimbulkan penyakit dalam tubuh kita. Hilangnya dinding sel ini menyebabkan sel bakteri akan mati. Selain itu juga terdapat senyawa kimia yang dinamakan interferon yang dihasilkan oleh sel sebagai respon adanya serangan virus yang masuk tubuh. Interferon bekerja menghancurkan virus dengan menghambat perbanyakan virus dalam sel tubuh.
2.2.3 Lama Waktu Kontak dengan Air Sungai
Paradigma kesehatan lingkungan menggambarkan model yang mempelajari hubungan antara komponen lingkungan yang berperan dalam timbulnya gangguan kesehatan (penyakit) terhadap masyarakat dalam suatu wilayah. Tujuan dari paradigma tersebut adalah melakukan pencegahan atau meminimalisasi risiko terjadinya penyakit (misalnya dalam manajemen penyakit berbasis lingkungan). Dalam paradigma ini disebutkan bahwa komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan akan terkait dengan komunitas manusia (khususnya perilaku dalam lingkungan). Atribut komunitas masyarakat yang berperilaku tidak baik terhadap lingkungan akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit (Achmadi, 2010).
Perubahan tatatan ekosistem akan memberi dampak terhadap perubahan kehidupan (gangguan kesehatan) pada manusia. Seperti pada badan air atau aliran sungai, dosis zat pencemar menunjukkan tingkat toksisitas artinya peningkatan jumlah zat kimia pencemar akan meningkatkan risiko penyakit akibat penggunaan air sungai.
Budaya atau kebiasaan yang dimanifestasikan dalam perilaku komunitas tertentu, sangat berperan dalam kejadian suatu penyakit, misalnya masyarakat yang tinggal di daerah alisan sungai memiliki kebiasaan menggunakan air sungai untuk mandi dan cuci. Pada saat air sungai sudah tercemar zat kimia seperti Arsen. Karena sifat arsenik kering adalah mengkristal sangat berbahaya dan yang rawan adalah saat arsenik dalam bentuk solution berbahaya untuk kulit dan mata. Hal itu akan menyebabkan penyakit hyperkeratosis simetris pada tangan, telapak kaki, melanosis, depigmentasi, bowen disease, karsinoma, pada sel basal, karsinoma pada sel mukosa atau dapat juga terjadi penyakit kanker paru - paru (Achmadi, 2010).
2.3 Sungai
lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi (Haslam, 1995).
2.3.1 Klasifikasi Sungai
Berikut beberapa klasifikasi/defenisi yang membedakan sungai besar, menengah, kecil (Maryono, 2005) :
a. Klasifikasi menurut Leopold et al (1964)
Leopold et al mengklasifikasikan sungai kecil dan sungai sedang dan sungai besar berdasarkan lebar sungai, tinggi sungai, kecepatan aliran sungai dan debit sungai. Jika lebar sungai cukup besar tetapi debit air kecil maka sungai tersebut termasuk sungai kecil. Sedangkan sebaliknya jika lebar sungai tidak terlalu besar namun debit air besar maka bisa disebut sebagai sungai besar karena kedalaman maupun kecepatan aliran sungai tersebut besar.
b. Klasifikasi menurut Kern (1994)
Klasifikasi sungai Nama Lebar sungai
Sungai kecil
Kali kecil dari suatu mata air Kali kecil
< 1 m 1-10 m
Sungai Menengah
Sungai kecil Sungai menengah Sungai
10-20 m 20-40 m 40-80 m
Sungai Besar
Sungai besar Bengawan
c. Klasifikasi menurut Heinrich & Hergt (1999)
Nama Luas DAS Lebar Sungai
Kali kecil dari suatu mata air Kali Kecil
Sungai kecil Sungai besar
0-2 km2 2-50 km2 50-300 km2 >300km2
0-1 m 1-3 m 3-10 m >10 m
Menurut Suripin (2002), komponen sungai dalam realitasnya berpengaruh terhadap segala sistem, mekanisme, dan proses yang berjalan di sungai yang bersangkutan. Komponen–komponen tersebut dalam perkembangan sungai saling berpengaruh dan saling terikat satu dengan yang lain membentuk sungai yang bersangkutan. Komponen–komponen yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap sungai adalah diantaranya komponen hidrolik, komponen sedimen dan morfologi, komponen ekologi dan komponen sosial sungai.
Komponen sedimen yang dimaksud adalah sedimen dasar (bed load) dan sedimen tersuspensi (suspended load), namun dalam eko–hidrolik yang dimaksud dengan sedimen tidak hanya sedimen anorganik, namun juga sedimen organik, karena sebenarnya semua yang terlarut dan mengalir dalam aliran air sungai terkait langsung dengan penyediaan substrat makanan untuk ekologi sungai. Sedimen anorganik misalnya lumpur, pasir, kerikil, dan batu. Sedimen organik adalah serasah daun yang sedang dan telah membusuk, kayu–kayuan yang ikut terbawa hanyut, humus yang terlarut, serta mikroorganisme, benthos, dan plankton yang terbawa aliran air.
2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi (Suripin, 2002).
daerah sumber air bagi DAS yang bersangkutan, sedang daerah penyaluran air berfungsi untuk menyalurkan air turah (excess water) dari sumber air ke daerah penampungan air, yang berada di sebelah bawah DAS. Daerah penampungan air dapat berupa danau atau laut.
2.5 Pemukiman Penduduk pada Daerah Aliran Sungai
Permukiman berdasarkan UU Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Dengan demikian perumahan merupakan wadah fisik, sedangkan permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dengan unsur budaya dan lingkungannya.
Menurut Hadi (2001) permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu mengakomodasikan dan mampu mendorong proses perkembangan kehidupan di dalamnya secara wajar dan seimbang dengan mamadukan kepentingan ekonomi, ekologi, dan sosial.
meningkatnya laju urbanisasi yang berpotensi menyebabkan terabaikannya lingkungan di perkotaan terutama di daerah pinggiran dimana masyarakat miskin umumnya bermukim.
Kawasan bantaran sungai adalah contoh tipe lahan dengan karakteristik tersebut di atas, dimana mayoritas penduduknya miskin hidup dan bermukim di sana. Fasilitas fisik utama dan pelayanan dasar di kawasan tersebut sangatlah tidak memadai. Pelayanan pemerintah terhadap penanganan sampah, penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan belum dapat dikatakan baik karena sejumlah alasan. Pertama, hunian tersebut umumnya ilegal, sehingga penyediaan fasilitas pelayanan umum tidak memungkinkan. Kedua, penghuni biasanya berstatus miskin, sehingga mereka tidak memiliki kemampuan untuk membayar biaya pelayanan, dan dari sudut pandang penyedia layanan, hal ini tidak memberikan keuntungan. Ketiga, adanya peringatan secara terus menerus dari pemerintah mengenai ketidakpastian status hukum dari pemukim, mengakibatkan enggannya penyedia layanan untuk mengembangkan kualitas pelayanan di kawasan tersebut (SEA-UEMA, 2010).
2.6 Sistem Pengolahan Air Bersih
Kesulitan dalam penyediaan infrastruktur penyediaan air bersih sudah mulai berlangsung sejak lama. Persoalan-persoalan yang ada antara lain meliputi: keterbatasan dana dari pemerintah, peningkatan jumlah penduduk yang terus berlangsung terutama di kota-kota besar, euforia otonomi daerah yang cenderung kebablasan dari kabupaten/kota menjadi beberapa penyebab perkembangan infrastruktur kalah cepat dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan penduduk yang ada. Pelayanan air bersih belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan air bersih baik di kota maupun di desa (Kodoatie, 2003).
Sifat dan jenis pengolahan tergantung kualitas air baku yang akan diolah dan air yang akan diinginkan. Proses yang umumnya digunakan adalah seperti berikut:
1. Mata air, karena kualitas airnya cukup baik, biasanya tidak diperlukan perlakuan khusus dalam pengolahannya, hanya diberikan desinfektan (Chlor).
2. Sumur dangkal, perlakuan dalam pengolahannya kurang lebih sama dengan mata air.
3. Sumur dalam, pada umumnya kualitas air baku baik, maka hanya dibubuhkan desinfektan saja, namun banyak juga sumur dengan kandungan Fe dan Mn tinggi, sehingga diperlukan perlakuan khusus dalam pengolahannya dengan memerlukan unit pengolahan Fe dan Mn removal dan aerator dan lain-lain.
pengolahannya yang memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam pembangunan instalasi pengolahannya maupun dalam operasional dan pemeliharaannya.
2.7 Sistem Penyediaan Air Bersih Individual dan Komunitas
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan paling esensial bagi kehidupan manusia, sehingga untuk memenuhinya perlu dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Selain untuk dikonsumsi air bersih juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kesejahteraan hidup melalui upaya peningkatan derajat kesehatan (Sutrisno, 1991).
Tujuan utama sistem penyediaan air adalah untuk menyediakan air yang cukup berlebihan, yakni untuk menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang cukup. Tetapi pada masa kini ada pembatasan dalam jumlah air yang dapat diperoleh karena pertimbangan penghematan dan adanya keterbatasan sumber air (Noerbambang, 1993).
Dilihat dari sudut bentuk dan tekniknya, sistem penyediaan air bersih dapat dibedakan atas 2 macam sistem yaitu (Chatib dalam I’tishom, 2010):
1. Sistem penyediaan air bersih individual
dibangun oleh pengembang. Berdasarkan uraian tersebut yang termasuk kedalam sistem ini adalah sumur gali, sumur pompa tangan dan sumur bor (untuk pelayanan suatu lingkungan perumahan tertentu).
2. Sistem penyediaan air bersih komunitas/perkotaan
Sistem penyediaan air bersih komunitas/perkotaan merupakan sistem penyediaan air bersih untuk masyarakat umum atau skala kota, dan untuk pelayanan yang menyeluruh, termasuk untuk keperluan rumah tangga (domestik), sosial maupun untuk industri. Pada umumnya sistem yang dikembang secara komunal merupakan suatu sistem yang lengkap dari segi sarana dan prasarananya, baik ditinjau dari aspek tekniknya maupun dari aspek pelayanan yang diberikan. Adapun sumber air baku yang dipergunakan umumnya adalah air sungai, air danau yang memiliki kuantitas yang cukup memadai. Sistem ini juga dapat mempergunakan beberapa macam sumber sekaligus dalam operasionalnya sesuai kebutuhannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air bersih perkotaan adalah sebagai berikut (Linsley et.al dalam Raharjo, 2002):
1. Iklim, kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, mencuci, memasak. Menyiram tanaman semakin tinggi pada saat musim kemarau tiba.
mencukupi dan taraf hidupnya yang lebih rendah. Meningkatnya kualitas hidup kehidupan penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas hidup yang diikuti pula dengan meningkatnya kebutuhan akan air bersih.
3. Harga air dan meteran, bila harga air mahal orang akan lebih menahan diri untuk mempergunakan air bersih. Selain itu langganan yang di jatah air dengan sistem meteran cenderung jarang mempergunakan air bersih.
4. Ukuran kota, ukuran kota diindikasikan dengan jumlah sarana dan prasarana yang dimiliki suatu kota seperti industri, perdagangan, taman dan sebagainya, maka kebutuhan akan air bersih juga meningkat.
Menurut Suripin (2004), penyediaan air bersih pada dasarnya memerlukan air yang langsung dapat diminum (portable water). Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi, transportasi.
spesiesnya tidak dapat diidentifikasi sekalipun dengan alat bantu mikroskop. Bakteri yang dapat menimbulkan penyakit disebut bakteri pathogen, sedangkan yang tidak membahayakan bagi kesehatan disebut nonpathogen. Didalam air juga terdapat virus yaitu organisme penyebab infeksi yang lebih kecil dari bakteri umum (Suripin, 2004).
Besarnya tingkat konsumsi dan kebutuhan air bersih bagi setiap orang sangat dipengaruhi tingkat aktivitas, pola hidup dan kondisi sosial ekonomi. Kebutuhan akan air bersih tidak saja menyangkut kuantitas akan tetapi juga menyangkut kualitas sesuai dengan peruntukannya, dimana setiap peruntukan akan memiliki baku mutu tersendiri, dan baku mutu air minum tentunya akan lebih ketat jika dibandingkan dengan baku mutu air untuk kebutuhan lain seperti cuci mobil ataupun air untuk keperluan industri (Soemarwoto, 2001).
Peranan air bersih dalam kehidupan masyarakat begitu penting, karena selain menjadi bahan konsumsi yang dibutuhkan untuk minum dan memasak, air juga dapat menjadi media dalam menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, karena air mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan bahan-bahan padat berbahaya, mengabsorbsi gas-gas, dan bahan cair lainnya, sehingga kandungan bahan atau zat-zat tersebut dalam air pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek gangguan kesehatan bagi pemakainya (Sutrisno, 1991).
Pengelolaan penyediaan air bersih yang dilakukan oleh masyarakat pada dasarnya merupakan pembentukan rasa memiliki masyarakat pada air bersih, mulai dari eksplorasi sumber air, eksploitasi, dan pengelolaan air, yang memiliki prinsip berkelanjutan. Hal ini membentuk tanggung jawab komunitas yang mengikat secara emosional setiap elemen dalam masyarakat (Piyasena, 2000).
[image:51.612.118.523.416.588.2]Parameter air yang ada di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air disebutkan bahwa klasifikasi mutu air kelas 1 (satu), yaitu air yang peruntukannya
dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air seperti pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Kriteria Mutu Air Kelas 1
No Parameter
Satuan
Kadar Maksimum yang
Diperbolehkan
Keterangan
A.
Fisika
1
Suhu
oC
Deviasi 3
Tidak berbau
2
Residu Terlarut
mg/L1000
-
3
Residu Tersuspensi
mg/L50
-
B. Kimia
1
Arsen
mg/L
0,05-
2
Klorida
mg/L
6003
Mangan
mg/L
0,1-
4
Kromium valensi 6
mg/L
0,05
-
5
Selenium
mg/L
0,01
-
Sumber : PP Nomor 82 Tahun 2001
2.8 Pencemaran Air
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak lagi sesuai lagi dengan peruntukannya. Adanya benda-benda asing mengakibatkan air tidak dapat digunakan secara normal disebut dengan polusi/pencemaran. Kebutuhan makhluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batasan-batasan pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda (Sunu, 2001).
2.8.1 Indikator Pencemaran Air
Pencemaran air sungai cenderung meningkat, khususnya sungai-sungai yang melintasi perkotaan dan pemukiman yang padat. Sebagian besar limbah rumahtangga, pasar, rumah sakit dan sebagainya yang dibuang langsung kesungai, akan menyebabkan kualitas air sungai akan menurun. Meningkatnya kegiatan manusia, apabila tidak diimbangi dengan kesadaran semua pihak, akan berpotensi memberikan kontribusi pada pencemaran air sungai (Sunu, 2001).
Pengujian diperlukan untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, antara lain (Sunu, 2001):
a. Nilai pH, keasaman, dan alkalinitas b. Suhu
c. Warna, bau, dan rasa d. Jumlah padatan e. Nilai BOD/COD
f. Pencemaran mikroorganisme patogen g. Kandungan minyak
Berdasarkan cara pengamatannya, pengamatan indikator dan komponen
pencemaran air lingkungan dapat digolongkan menjadi, (Wardhana, 1995) :
1.
Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu air,perubahan rasa dan warna air.
2.
Pegamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan air berdasarkan zat kimia yang
terlarut, perubahan pH.
3.
Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada didalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.
Ketiga pengamatan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Masing-masing saling mengisi agar diperoleh hasil pengamatan yang lengkap dan
cermat. air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi
manusia.
Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran air dapat berupa :
1.
Air menjadi tidak bermanfaat lagi
Air yang tidak bermanfaat lagi akan dimanfaatkan lagi akibat pencemaran air
merupakan kerugian yang terasa langsung oleh manusia. Kerugian langsung ini pada
umumnya disebabkan oleh terjadinya pencemaran air oleh berbagai macam
komponen pencemar air. Bentuk kerugian langsung ini antara lain berupa :
a.
Air tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga
memulihkannya.padahal air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah tangga sangat
banyak, mulai untuk minum, memasak, mandi, dan mencuci dan lain sebagainya.
Gambaran berapa banyak air bersih yang diperlukan orang Indonesia yang tinggal
dikota untuk setiap orang perhari dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2. Kebutuhan air per orang per hari
Keperluan
Air yang dipakai
(liter)
Minum
Memasak, kebersihan dapur
Mandi, kakus
Cuci Pakaian
Air Wudhu
Air untuk kebersihan rumah
Airuntuk meyiram tanam-tanaman
Air untuk mencuci kenderaaan
Air untuk keperluan lain-lain
2
14,5
20
13
15
32
11
22,5
20
Jumlah
150
Sumber : Whardana, 1995
b.
Air tidak dapat lagi digunakan untuk keperluan industri
c.
Air tidak dapat lagi digunakan untuk keperluan pertanian
2.
Air menjadi penyebab timbulnya penyakit.
Sebagian besar penyakit dikaitkan dengan adanya hubungan interaktif antara
2.9 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis hubungan kualitas air sungai Belumai sebagai air mandi dan cuci dengan keluhan kesehatan pengguna air adalah Teori Simpul Kejadian Penyakit (Achmadi, 2008), dapat dilihat pada gambar berikut
[image:55.612.119.501.231.464.2]
(Sumber : Achmadi, 2008)
Gambar 2.1. Teori Simpul Kejadian Penyakit
Simpul 1 : Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agent penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan). Umumnya melalui produk bahan beracun yang dihasilkannya ketika berada dalam tubuh, atau secara langsung dapat mencederai sebagian atau seluruh bagian tubuh manusia sehingga menimbulkan gangguan fungsi maupun morfologi (bentuk organ tubuh).
Transmisi
- Air
- Udara
- Makanan
- dll Sumber
Penyakit
- Alamiah
d
Penduduk
(Populasi
Dampak
Sakit
Iklim dan Topografi Manajemen Penyakit
Simpul 2 : Media Transmisi Penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit pada hakikatnya hanya ada 5 komponen lingkungan sebagai media transmisi penyakit yaitu udara, air, tanah, binatang/serangga, dan manusia. Media transmisi tidak akan memiliki potensi mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit.
Simpul 3 : Perilaku Pemajanan (Behavioural Exposure) adalah hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduknya berikut perilakunya. Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agent penyakit).
Simpul 4 : Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.
Variabel suprasistem, berupa variabel iklim, topografi, temporal dan suprasistem lainnya yaitu keputusan politik berupa kebijakan mikro yang bisa mempengaruh semua simpul.
Landasan teori dalam penelitian mengacu pada konsep teori simpul bahwa terjadinya penyakit berbasis penularan air pada pengguna air di Kecamatan Tanjung Morawa disebabkan oleh empat simpul yang mencakup:
(1) Simpul pertama, yaitu sumber penyakit yaitu komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan melalui kontak langsung dengan kandungan bahan kimiawi yang tidak ditoleransi (dalam penelitian ini unsur/zat kimia pada air Sungai Belumai).
(3) Simpul ketiga, yaitu perilaku pemajanan, yaitu kebiasaan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh pengguna air yang berpotensi terhadap terjadi keluhan penyakit (dalam penelitian ini: kelompok resiko pemajanan, frekuensi pemajanan dan durasi pemajanan dengan air Sungai Belumai).
(4) Simpul ke empat, yaitu kejadian penyakit, adalah bukti nyata atau outcome dari keadaan kualitas air, dan perilaku pengguna yang dapat diidentifikasi melalui diagnosis secara laboratorium maupun anamnase, atau pengukuran-pengukuran lainnya tergantung penyakit yang dialami (dalam penelitian ini adalah keluhan penyakit pengguna air Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung Morawa yaitu keluhan gangguan kulit dan mata).
2.10. Kerangka Konsep
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa variabel independen dalam penelitian ini mencakup kualitas kimia air sungai dan penggunaan air untuk mandi dan cuci . Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keluhan kesehatan berupa kulit gatal, merah dan panas serta mata merah, gatal dan panas.
Kualitas Air Sungai
(Kualitas Kimia) a. Arsen
b. Klorida
Keluhan Kesehatan
- Kulit gatal, merah dan panas
- Mata merah, gatal dan panas
Penggunaan Air Sungai sebagai Air Mandi dan Cuci
- Lama Tinggal - Frekuensi Kontak
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah survai bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian
cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas air Sungai
Belumai dan penggunaan air sungai sebagai air mandi dan cuci dengan keluhan
kesehatan (kulit dan mata) pada masyarakat di Kecamatan Tanjung Morawa.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Belumai Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.
Alasan pemilihan lokasi penelitian di lingkungan Daerah Aliran Sungai Belumai adalah :
1. Masih banyak masyarakat yang memanfaatkan air sungai.
2. Banyaknya rumah-rumah penduduk di sekitar Daerah Aliran Sungai Belumai 3. Banyaknya industri yang membuang air limbah di Daerah Aliran Sungai Belumai 4. Menurut data dari Puskesmas setempat bahwa angka kesakitan penduduk untuk
dermatitis, penyakit mata, dan diare cukup tinggi.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh penduduk yang tinggal di sepanjang aliran sungai pada lima Desa di Kecamatan Tanjung Morawa, jumlah populasi sebanyak 284 orang, sedangkan objek penelitian yang digunakan adalah air Sungai Belumai di Kecamatan Tanjung Morawa.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim disepanjang aliran Sungai Belumai dan memanfaatkan sungai untuk keperluan mandi dan cuci.
Besarnya sampel ditentukan dengan mempergunakan rumus sebagai berikut (Lameshow, 1997) sebagai berikut :
Z21-α/2P(1-P)N
n =
d2(N-1) + Z21-α/2P(1-P) Keterangan :
n = Besar sampel
Z21-α/2 = Tingkat kepercayaan 95% = 1,96 P = Proporsi responden 50% = 0,5 N = Besar populasi = 284
d = Tingkat kesalahan = 5% =0,05
(1,96) (0,5)(1-0,5)(284) n =
139,16 n =
0,7075 + 0,49
139,16
n = = 116,208 ≈ 117
1,1975
berdasarkan rumus di atas diperoleh besar sampel (sample size) sebanyak 117 orang
[image:61.612.119.523.481.655.2]Menentukan jumlah sampel dari tiap desa di Kecamatan Tanjung Morawa dilakukan dengan metode alokasi sebanding (Gasperz, 1991) sebagai berikut :
Tabel 3.1. Distribusi Sampel menurut Desa
No Desa Jumlah Populasi Jumlah Sampel
1 Limau Manis 14 6
2 Dagang Kelambir 70 29
3 Tanjung Morawa A 75 31
4 Dalu Sepuluh A 65 26
5 Dalu Sepuluh B 60 25
Setelah diperoleh jumlah sampel dari masing-masng desa, maka selanjutnya dilakukan penentuan/pemilihan sampel di masing-masing desa yang dilakukan dengan cara simple random sampling sebanyak jumlah yang ditentukan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Jenis dan Sumber Data
1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melakukan pemeriksaan s