• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Literasi Informasi dengan Pendidikan, Lama Kerja

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Hubungan Literasi Informasi dengan Pendidikan, Lama Kerja

Penelitian ini menyarankan 4 hipotesis yang mencerminkan interaksi dari masing-masing 2 variabel independen dengan 3 variabel dependen. Analisis bivariat dilakukan pada variabel dependen dan independen. Hasil analisis bivariat literasi informasi disajikan sebagai berikut.

4.4.1 Tingkat Pendidikan

Sesuai dengan hipotesis penelitian sebelumnya, tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan peneliti dan literasi informasi. Data pada tabel 4.3 menunjukkan berpengaruh positif namun tidak signifikan (r = 0,176, p > 0,01). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan peneliti, semakin tinggi literasi informasinya namun tidak berkorelasi. Studi yang dilakukan Kurbanoglu (2003) melaporkan adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan dan literasi informasi. Artinya, literasi informasi meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Selain itu, Al Daihani dan Rehman (2007) menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal korelasi antara tingkat pendidikan dan literasi informasi. Namun dalam penelitian ini studi yang telah dilakukan sebelumnya tersebut tidak sejalan, dengan demikian hipotesis (H1) untuk pendidikan ditolak.

4.4.2 Lama Kerja

Menyinggung korelasi antara lama kerja dengan literasi informasi, tidak ada penelitian khusus mengukur langsung korelasi tersebut. Oleh karena itu, tidak ada studi untuk membandingkan hasil dari penelitian yang dilakukan. Hasil dari analisis tidak ditemukan adanya korelasi antara lama kerja dengan literasi informasi peneliti. Demikian pula, dalam beberapa studi yang dilakukan sebelumnya (Brand-Gruwel dkk, 2005; Lloyd, 2007), lama kerja didefinisikan dengan mengelompokkan peserta sebagai pemula dibandingkan dengan ahli, dan studi ini menemukan perbedaan signifikan terhadap pengalaman para peserta dalam hal penggunaan informasi. Lebih khusus lagi, Brand-Gruwel dkk. (2005) menemukan bahwa para ahli menghabiskan banyak waktu untuk mendefinisikan kebutuhan informasi. Para ahli dilaporkan menggunakan sumber informasi lebih sering. Namun, temuan studi tersebut tidak sejalan dengan temuan penelitian ini. Hipotesis kedua diasumsikan ada hubungan antara literasi informasi peneliti dan lama kerja. Data pada tabel 4.3 menunjukkan berpengaruh terbalik namun tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama kerja seorang peneliti, semakin rendah literasi informasinya namun tidak berkorelasi (r = 0,344, p > 0,01). Artinya, hipotesis (H1) untuk lama kerja ditolak.

41

4.4.3 Jabatan Fungsional Peneliti

Berdasarkan literatur tentang literasi informasi, hipotesis penelitian ini merumuskan ada korelasi antara literasi informasi peneliti dengan jabatan mereka. Al Daihani dan Rehman (2007) meneliti variasi iterasi informasi dari petugas polisi berdasarkan variabel karakteristik individu termasuk pengaruh pangkat dan mereka menemukan perbedaan signifikan terhadap literasi informasi. Meskipun, Al Daihani dan Rehman (2007) menemukan perbedaan signifikan antara kepangkatan dengan literasi informasi, penelitian ini tidak menemukan perbedaan signifikan antara literasi informasi peneliti dengan kepangkatan dalam hal ini jenjang fungsional yang dimiliki seorang peneliti. Data menunjukkan korelasi terbalik dan tidak signifikan antara literasi informasi dengan kepangkatan yang diuji dengan menggunakan analisis korelasi. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi pangkat peneliti, semakin rendah literasi informasinya dan tidak ada korelasi statistik yang signifikan antara variabel (r = 0,402, p > 0,01). Artinya, hipotesis (H1) untuk jabatan ditolak.

4.5. Publikasi Hasil Penelitian

Pengumpulan data primer dari hasil studi pustaka berdasarkan ajuan fungsional pada tahun 2011 yang dilakukan untuk mengetahui jumlah publikasi hasil penelitian yang terbit dalam jurnal ilmiah terakreditasi dan yang tidak terakreditasi, tampak pada gambar berikut:

Gambar 3. Perbandingan jumlah publikasi hasil penelitian yang terbit di jurnal terakreditasi dan tidak terakreditasi

Gambar pada halaman sebelumnya menunjukkan 58,5% publikasi hasil penelitian pada 2011 terbit dalam jurnal ilmiah terakreditasi, sedangkan sisanya 41,5% terbit dalam jurnal tidak terakreditasi. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam penilaian jabatan fungsional, publikasi hasil penelitian berupa karya tulis ilmiah tidak semata-mata yang terbit dalam jurnal saja namun dapat terbit dalam bentuk buku dan proceeding.

Menyinggung korelasi antara publikasi hasil penelitian dengan literasi informasi, tidak ada studi khusus yang telah dilakukan untuk mengukur hubungan ini. Oleh karena itu, tidak ada studi untuk membandingkan hasil dari penelitian yang dilakukan. Hasil analisis menunjukkan korelasi literasi informasi dan publikasi hasil penelitian memiliki nilai 0,026 yang dapat dikategorikan memiliki hubungan yang lemah dan berdasarkan uji signifikansi hasilnya menunjukkan nilai 0,891 (0 > 0,01) yang berarti asosiasi kedua variabel tidak signifikan, maka hipotesis (H1) untuk publikasi hasil penelitian ditolak.

Pada bab dua (tabel 2.3) disebutkan bahwa tampak beberapa kesamaan yang tersirat antara standar literasi informasi ACRL dengan kriteria akreditasi jurnal ilmiah sebagai salah satu bentuk publikasi hasil penelitian. Data yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini:

43

Tabel 4.4 Publikasi hasil penelitian

Nomor Pertanyaan

Kuesioner

Publikasi hasil penelitian

Penilaian

Frekuensi Bobot Persentase

26

Kesesuaian nama dengan spesialisasi bidang ilmu

4 4 16 13,3%

3 5 15 16,7%

2 18 36 60%

1 3 3 10%

27

Sistematika dan konsistensi penulisan

4 9 36 30%

3 12 36 40%

2 7 14 23,3%

1 2 2 6,7%

28

Pelibatan mitra bestari sebagai penelaah

4 14 56 46,7%

3 8 24 26,7%

2 4 8 13,3%

1 4 4 13,3%

29

Publikasi ditujukan kepada masyarakat ilmiah

4 8 32 26,7%

3 10 30 33,3%

2 11 22 36,7%

1 1 1 3,3%

30

Keorisinilan pada kemajuan ilmu dan teknologi

4 5 20 16,7%

3 7 21 23,3%

2 9 18 30%

1 9 9 30%

Dari hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa asosiasi antara literasi informasi dengan publikasi hasil penelitian memiliki hubungan yang lemah dan tidak signifikan. Hal tersebut dapat dipahami berdasarkan distribusi frekuensi yang tampak pada tabel 4.4 bahwa sebanyak 60% responden merasa tidak perlu adanya kesesuaian nama dengan spesialisasi bidang ilmu sehingga hal ini bertolak belakang dengan kemampuan menentukan jenis dan batas informasi yang diperlukan sebagaimana terdapat dalam standar pertama ACRL. Hanya sebanyak 40% responden merasa perlu adanya sistematika dan konsistensi penulisan, namun jumlah ini belum cukup bila disandingkan dengan persyaratan kedua ACRL yaitu kemampuan mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis.

Selanjutnya sebagian besar responden (46,7%) menyatakan bahwa pelibatan mitra bestari sebagai penelaah memang sangat diperlukan, hal ini sesuai dengan standar ketiga ACRL yaitu kemampuan mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis. Selanjutnya hanya 26,7% responden saja yang menyatakan sangat perlu publikasi ditujukan kepada masyarakat ilmiah, angka tersebut termasuk kecil untuk memenuhi standar keempat ACRL berupa kemampuan menggunakan dan mengkomunikasikan informasi dengan efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Terakhir sebanyak 16,7% responden saja yang merasa sangat perlu adanya keorisinilan pada kemajuan ilmu dan teknologi, nilai tersebut tidak memadai untuk memenuhi kriteria kelima ACRL yaitu kemampuan memahami isu ekonomi hukum dan sosial seputar penggunaan akses informasi secara etis dan legal.

Seorang peneliti dikatakan memiliki produktivitas tinggi bila banyak menghasilkan karya ilmiah. Semakin banyak karya yang di terbitkan dalam jurnal maka banyak orang yang akan membaca hasil karyanya dan akan dimanfaatkan oleh orang lain sebagai referensi penelitian yang baru (Setyaningsih, 2004). Hal yang hampir senada dengan pendapat tersebut dinyatakan oleh Mustangimah yang dikutip oleh Sembiring (2006), bahwa produktivitas adalah ―banyaknya karya tulis yang dihasilkan oleh seseorang secara individual dalam subjek tertentu dan diterbitkan pada jurnal-jurnal ilmiah dalam subjek yang bersangkutan dalam kurun waktu tertentu‖. Kesimpulan dari kedua pengertian diatas bahwa produktivitas tampak dari banyaknya karya yang dihasilkan oleh seorang peneliti dalam subjek bidang ilmu tertentu, baik dalam bentuk tercetak maupun elektronik yang diterbitkan pada jurnal ilmiah. Sikap yang produktif merupakan suatu bentuk komitmen untuk maju dan menjadi lebih baik. Dengan demikian seorang peneliti akan selalu melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bidang apapun.

Komponen literasi informasi harus terintegrasi dengan kebijakan lembaga, khususnya, institusi harus dapat menyediakan sumber-sumber informasi bermutu dan sarana teknologi komunikasi yang memadai. Implikasi ini sesuai dengan konsep Kuhlthau (1996) dengan menerapkan zona intervensi. Menurut Kuhlthau, zona intervensi adalah pengguna informasi membutuhkan bantuan jika tidak ia akan mengalami kesulitan. Dalam konteks ini, peran struktural sebagai pengambil

45

kebijakan masa depan diperlukan untuk mengidentifikasi zona intervensi guna peningkatan publikasi hasil penelitian.

4.6. Literasi informasi

4.6.1. Kemampuan menentukan jenis dan batas informasi yang diperlukan

Standar pertama yang menunjukkan seorang peneliti dikatakan baik literasi informasinya adalah kemampuan menentukan batas dan jenis informasi. Kemampuan peneliti tersebut diukur dengan pertanyaan kuesioner nomor empat sampai dengan tujuh. Jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.5 Menentukan sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan

Nomor Pertanyaan

Kuesioner

Menentukan sifat dan cakupan informasi yang

dibutuhkan

Penilaian

Frekuensi Bobot Persentase

4

Mendefinisikan kebutuhan informasi

4 24 96 80%

3 0 0 0%

2 0 0 0%

1 6 6 20%

5

Mengidentifikasi beragam jenis, format dan sumber-sumber informasi yang potensial

4 18 72 60%

3 10 30 33,3%

2 1 2 3,3%

1 1 1 3,3%

6

Mempertimbangkan biaya dan manfaat dari pencarian informasi yang dibutuhkan

4 7 28 23,3%

3 3 9 10%

2 17 34 56,7%

1 3 3 10%

7

Mengevaluasi kembali sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan

4 10 40 33,3%

3 10 30 33,3%

2 10 20 33,3%

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa 80% responden dapat merumuskan terlebih dahulu kebutuhan informasi dan sisanya menyatakan langsung melakukan pencarian informasi. Responden menentukan kebutuhan informasinya kemudian membuat perincian tentang topik atau subjek yang dibutuhkan sehingga dapat ditentukan sumber informasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Cara tersebut termasuk dalam kegiatan merumuskan kriteria informasi yang dibutuhkan.

Sebanyak 60% responden dapat mengidentifikasi beragam jenis, format dan sumber informasi yang potensial. Peneliti mengidentifikasi jenis dan format informasi, dengan mengetahui bagaimana informasi dihasilkan baik secara formal dan informal yang kemudian diolah dan disebarkan. Kegiatan tersebut termasuk juga memahami jenis dan mengetahui bagaimana sumber informasi yang sesuai dapat ditemukan baik dalam bentuk cetak maupun elektronik, dan memilih format yang sesuai dengan kebutuhan.

Namun, pada tabel 4.5 terlihat hanya 23,3% responden yang memiliki kemampuan mempertimbangkan biaya dan manfaat dari pencarian informasi. Hal tersebut terjadi karena peneliti jarang mempertimbangkan biaya informasi yang dilakukan. Awal saat mencari informasi, biaya dalam proses pencarian yang dilakukan tidak menjadi pertimbangan utama. Hal ini menurut responden disebabkan biaya yang diperlukan dalam mencari informasi tidak menjadi faktor pertimbangan utama.

Kemampuan mengevaluasi kembali sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkan memiliki persentase jawaban yang sama antara selalu, sering dan kadang-kadang sebanyak 33,3%. Menurut ACRL (2000) seseorang dikatakan baik literasi informasinya apabila selalu mengevaluasi kembali sifat dan cakupan informasi yang dibutuhkannya. Mengevalusi kembali batasan informasi diartikan bahwa peneliti mengkaji kembali kebutuhan informasinya untuk memperjelas, memperbaiki ataupun menentukan kembali inti pertanyaan sesungguhnya yang dibutuhkan. Hal ini juga dapat diartikan mendeskripsikan kriteria yang dipakai saat menentukan pilihan seperti mengidentifikasi subjek, kata kunci, memilih dan memahami bentuk penyajian yang dibutuhkan serta menentukan lokasi sumber informasi yang sesuai dengan topik.

47

Menurut Bruce (1999) kemampuan untuk berpikir kritis, beradaptasi dengan situasi baru adalah keterampilan yang sangat penting bagi orang yang sadar literasi informasi. Masih berdasarkan pendapat Bruce bahwa seseorang memiliki pengalaman informasi dengan cara yang tidak sama dan ada lebih dari satu definisi untuk orang yang paham literasi informasi, sehingga kemampuan menentukan sifat dan cakupan informasi tiap orang tentunya pula berbeda-beda.

4.6.2. Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien

Standar kedua menunjukkan peneliti dikatakan baik literasi informasinya bila mampu mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien. Literasi informasi tersebut diukur dengan pertanyaan kuesioner nomor delapan sampai dengan dua belas, jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.6 Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien

Nomor Pertanyaan

Kuesioner

Mengakses informasi yang dibutuhkan secara

efektif dan efisien

Penilaian

Frekuensi Bobot Persentase

8

Menyeleksi metode pencarian atau sistem temu kembali informasi yang paling tepat untuk mencari informasi yang dibutuhkan 4 12 48 40% 3 17 51 56,7% 2 0 0 0% 1 1 1 3,3% 9

Membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif

4 14 56 46,7%

3 11 33 36,7%

2 4 8 13,3%

1 1 1 3,3%

10

Menemukan kembali innformasi secara on-line atau secara pribadi

4 13 52 43,3%

3 9 27 30%

2 3 6 10%

1 1 1 3,3%

11

Mengubah strategi penelusuran jika perlu

4 27 108 90%

3 3 9 10%

2 0 0 0%

1 0 0 0%

12

Mengutip, mencatat dan mengolah informasi dan sumber-sumbernya

4 26 104 86,7%

3 1 3 3,3%

2 0 0 0%

1 2 2 6,7%

Data pada tabel 4.6 terlihat bahwa responden memiliki kemampuan yang kurang dalam menyeleksi metode pencarian yang paling tepat untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Hal tersebut tampak karena sebagian besar responden (56,7%) memilih jawaban menggunakan berbagai metode pencarian, seseorang yang baik literasi informasinya akan memilih cara penelusuran yang efektif serta efisien. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi dan cara penelusuran yang tersedia, lalu mengetahui kelebihan dan kekurangan kemudian

49

melalukan strategi penelusuran dengan melakukan teknik pencarian yang paling sesuai (ACRL, 2000).

Sebanyak 46,7% responden dapat membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif. Untuk mengetahui suatu sumber informasi yang tepat maka seseorang perlu membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif. Dari persentase jawaban yang diperoleh tersirat bahwa responden memiliki pengetahuan yang kurang lengkap dalam menentukan sumber-sumber informasi yang sesuai karena sebagian besar responden memilih jawaban berbeda. Kemampuan mengakses informasi dengan efektif juga terlihat dari pengetahuan menemukan kembali informasi secara online atau secara pribadi. Salah satu cara untuk mengukur adalah dengan penerapan praktis pada pertanyaan nomor sepuluh, mengenai arti strategi boolean operator. Data pada tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 43,3% peneliti mampu mengartikan strategi boolean

operator, sedangkan sebagian kecil peneliti 3,3% mengartikan sebagai pencarian

dengan penggalan kata. Boolean operator adalah strategi penelusuran dengan menggunakan kata AND, OR dan NOT pada mesin pencari. Tiap-tiap kata memiliki fungsi yang berbeda dan memungkinkan hasil yang lain melalui penggabungan dua kata atau lebih. Dengan menerapkan strategi boolean operator maka seseorang dapat memperluas atau mempersempit cakupan informasi berdasarkan hubungan antar kata. Berdasarkan jawaban yang diperoleh disimpulkan bahwa mayoritas responden mengetahui strategi penelusuran yang dilakukan secara online dengan menggunakan boolean operator, hal ini menyiratkan literasi informasi responden sudah baik.

Sebanyak 90% responden dapat mengubah strategi penelusuran bila perlu. Hal tersebut diukur dari pertanyaan kuesioner nomor sebelas, dari data tabel 4.6 sebelumnya menunjukkan responden menyatakan bahwa mereka akan merubah strategi penelusuran saat mengalami kesulitan menemukan informasi di perpustakaan dengan bertanya pada pustakawan. Kemandirian dalam memperoleh informasi memang menjadi fokus literasi informasi, namun kecenderungan menemukan informasi yang sesuai juga diperlukan, maka peneliti perlu merubah strategi penelusuran saat mengalami kesulitan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan.

Sebanyak 86,7% responden mampu mengutip, mencatat dan mengolah informasi dan sumber-sumbernya. Pengetahuan responden tentang hal tersebut diketahui melalui pertanyaan kuesioner nomor dua belas. Jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut, manakah referensi yang mengacu pada artikel jurnal adalah Steinberg, F. 1998. Physical and Spatial Quality of Cities in the HABITAT II Agenda: A Concern for Architects and Urban Planners. Open House

International, 23(3): 24-29. Dari jawaban yang diperoleh dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar responden dapat memenuhi kriteria yang disiratkan dalam indikator kesembilan yang ditetapkan ACRL.

Proses dasar literasi seseorang dapat dilihat melalui bagaimana ia mengakses dan mengkonsumsi suatu isi media atau sumber informasi. Hobbs (2001) menerangkan sebagai kemampuan menemukan dan mengorganisasi informasi dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, akses mengacu pada suatu proses yang berarti lebih dari sekedar keberadaan fisik suatu dokumen, termasuk di dalamnya adalah bagaimana menggunakan sarana mesin pencari untuk mengetahui bagaimana menjalankan sebuah perangkat lunak guna pencapaian tujuan dan sebagai sarana interaksi sosial dengan orang lain.

4.6.3. Mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya secara kritis dan menggabungkan informasi terpilih ke dalam dasar-dasar pengetahuan dan sistem nilainya

Standar ketiga dari literasi informasi adalah kemampuan mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya secara kritis. Pengetahuan responden terhadap standar tersebut tersirat dalam indikator sepuluh sampai enam belas, dalam kuesioner diketahui melalui pertanyaan nomor ketiga belas sampai kesembilan belas. Uraian untuk indikator-indikator tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

51

Tabel 4.7 Mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya secara kritis

Nomor Pertanyaan

Kuesioner

Mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya secara kritis dan menggabungkan informasi terpilih ke dalam dasar-dasar pengetahuan dan

sistem nilai

Penilaian

Frekuensi Bobot Persentase

13

Meringkas ide utama yang dapat dikutip dan informasi yang terkumpul

4 24 96 80%

3 5 15 16,7%

2 0 0 0%

1 0 0 0%

14

Mengeluarkan dan menggunakan kriteria awal untuk mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya

4 27 108 90%

3 0 0 0%

2 2 4 6,7%

1 1 1 3,3%

15

Mengumpulkan ide-ide utama untuk membangun konsep baru

4 8 32 26,7%

3 10 30 33,3%

2 12 24 40%

1 0 0 0%

16

Membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu untuk menentukan nilai tambahnya, kontradiksi atau karakteristik unik lain dari informasi

4 26 104 86,7%

3 4 12 13,3%

2 0 0 0%

1 0 0 0%

17

Menentukan apakah pengetahuan baru memiliki dampak terhadap sistem nilai seseorang dan menentukan cara untuk menyatukan perbedaan-perbedaan 4 19 76 63,3% 3 0 0 0% 2 11 22 36,7% 1 0 0 0% 18

Membuktikan kebenaran dan pemahaman serta interpretasi informasi melalui diskusi dengan individu lain, para ahli atau praktisi

4 18 72

3 1 3 3,3%

2 5 10

1 6 6

19

Menentukan apakah pertanyaan (query) awal perlu direvisi

4 14 56

3 3 9

2 7 14

Tabel 4.7 menunjukkan 80% responden dapat meringkas ide utama, hal tersebut tampak melalui penggunaan sumber informasi yang diperlukan untuk mengetahui alamat secara lengkap, data menunjukkan sebagian besar responden memilih direktori sebagai jawaban yang sesuai.

Indikator kesebelas adalah bagaimana responden mengeluarkan dan menggunakan kriteria awal untuk mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya. Penerapan praktisnya terlihat dari pertanyaan kuesioner keempat belas, bagaimana menggunakan referensi dengan gambar pdf. Jawabannya tampak dari tabel di atas, bahwa 90% responden menyatakan bahwa artikel dalam format pdf tersedia secara elektronik dalam bentuk full-text. Jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden memenuhi indikator ACRL kesebelas, karena akrab dengan teknologi informasi yang merupakan salah satu ciri peneliti dengan literasi informasi yang baik.

Indikator berikut adalah kemampuan mengumpulkan ide-ide utama untuk membangun konsep baru yang tertuang dalam pertanyaan kuesioner nomor lima belas, jawaban responden terlihat dari data yang tersaji pada tabel 4.7 berdasarkan data tersebut tampak bahwa mayoritas 40% responden jarang mengumpulkan ide-ide utama dari informasi yang didapat untuk membangun konsep baru. Menurut responden, mereka jarang mengumpulkan ide-ide utama untuk membangun konsep baru karena pada dasarnya responden dibiasakan untuk fokus pada satu bidang penelitian guna membangun keahlian atau pengkhususan.

Indikator berikut adalah membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu untuk menentukan nilai tambah, kontradiksi atau karakteristik unik lain dari informasi. Indikator tersebut tertuang dalam pertanyaan kuesioner keenam belas, yaitu bagian dokumen manakah yang dilihat pertama kali untuk mengetahui subjek yang dimaksud. Jawaban responden dapat dilihat dalam tabel 4.7 pada halaman sebelumnya. Data menunjukkan bahwa dalam menentukan subjek sebuah dokumen 86,7% responden menyatakan yang pertama kali dilihat saat menentukan subjek dokumen adalah judul dan abstrak. Berdasarkan mayoritas jawaban tersebut maka sebagian besar peneliti memiliki literasi informasi yang baik. Efisiensi waktu akan diperoleh ketika suatu subjek bahan pustaka dapat diketahui dengan melihat judul dan abstrak, kemudian dapat

53

ditentukan apakah bahan pustaka yang dimaksud sesuai atau tidak dengan kebutuhan informasi.

Indikator selanjutnya adalah apakah pengetahuan baru memiliki dampak terhadap sistem nilai seseorang dan menentukan cara untuk menyatukan perbedaan-perbedaan. Kemampuan tersirat dari pertanyaan kuesioner nomor delapan belas, apa yang peneliti lakukan untuk mengevaluasi informasi yang telah diperoleh. Pilihan jawaban terlihat dalam tabel 4.7, data dari tabel terlihat bahwa dalam proses mengevaluasi informasi yang telah diperoleh maka lebih dari setengah jumlah responden dapat memberikan jawaban yang sesuai dengan memilih jawaban membaca dokumen secara utuh. Dari jawaban di atas mayoritas responden mengindikasikan literasi informasi yang baik karena dapat mengevaluasi informasi yang diperolehnya secara kritis.

Penerapan praktis indikator kelima belas tersirat dalam pertanyaan kuesioner nomor delapan belas, berikut hasil data yang dirangkum dalam bentuk tabel 4.7, dari data yang diperoleh tampak bahwa dalam proses evaluasi informasi maka 60% responden melakukan kegiatan mendiskusikan dengan ahli dan pakar; mengevaluasi informasi tersebut dengan pengetahuan yang dimiliki; dan membandingkan dengan pengetahuan terbaru. Seseorang yang memiliki literasi informasi yang baik dapat melakukan evaluasi informasi dan sumbernya dengan menguji, membandingkan informasi yang diperoleh dengan informasi lain untuk melihat kesesuaian informasi yang didapat. Selain itu sebagai sarana pendukung dan mendiskusikan dengan para ahli dan pakar di bidangnya. Responden juga memiliki pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan latar belakang pendidikan yang dimilikinya, pengetahuan yang telah diperoleh tersebut dapat dijadikan sarana evaluasi terhadap informasi yang diperoleh. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memenuhi kriteria yang disiratkan indikator kelima belas dengan baik.

Penerapan praktis berikutnya tertuang dalam pertanyaan kuesioner nomor sembilan belas guna melihat indikator tentang apakah pertanyaan awal perlu direvisi melalui penilaian kredibilitas suatu informasi, data tersaji dalam tabel 4.7 Data tersebut menunjukkan bahwa hanya 46,7% jawaban benar yang dipilih yang menyatakan kredibilitas informasi terlihat dari penanggung jawab informasi.

Penilaian baik atau tidaknya suatu informasi ditentukan melalui sejauh mana sebuah sumber informasi dapat dipercaya kualitas dan keabsahannya. Kredibilitas dapat dilihat dari segi penanggung jawab, proses informasi dibuat dan tujuan dibentuknya sumber informasi tersebut. Dari jawaban pada tabel sebelumnya dapat disimpulkan bahwa responden memiliki kemampuan yang cukup dalam menentukan apakah pertanyaan awal perlu direvisi.

Kemampuan mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya merupakan kegiatan yang tak terpisahkan hal ini juga senada dengan pendapat Lowe dan Eisenberg (2005) yang menyatakan meski literasi informasi dikembangkan dalam bidang perpustakaan dan ilmu informasi, prosesnya dapat digunakan dalam situasi pekerjaan yang membutuhkan dan menggunakan informasi sebagai pemecahan masalah maka proses ini dapat dijalankan dalam sebuah situasi yang melibatkan peneliti dalam kegiatan mengevaluasi informasi dalam proses penelitian.

4.6.4. Secara individu atau sebagai anggota dan suatu kelompok menggunakan informasi secara efektif untuk memenuhi tujuan

Dokumen terkait