• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN MOTIF TERHADAP TINDAKAN PILIHAN JUNK FOOD

Bab sebelumnya telah membahas perbandingan tindakan pilihan junk food

antara remaja berstatus gizi gemuk dengan remaja berstatus gizi normal. Tindakan pilihan pangan tersebut dapat diketahui dengan melihat frekuensi mengonsumsi

junk food dan keragaman pangan jenis junk food yang dikonsumsi oleh remaja berstatus gizi gemuk dan normal dalam waktu satu bulan. Selanjutnya, pada bab ini membahas apa yang melatar belakangi dan bagaimana tindakan pilihan pangan pada remaja. Maksud tindakan pada penelitian ini merupakan tindakan atau praktik sosial yang dilakukan remaja sehari-hari yang merupakan hasil dari pengaruh berbagai hal.

Menurut Weber tindakan sosial dapat dilihat melalui pendekatan

“obyektif” dan pendekatan “subyektif” (Johnson 1986). Pendekatan “obyektif”

merupakan analisa yang hanya berhubungan dengan gejala yang dapat diamati

(benda fisik atau perilaku nyata). Sementara pendekatan “subyektif” berusaha

memperhatikan gejala-gejala yang sukar diamati secara kasat mata seperti perasaan, pikiran dan motif-motif yang dimiliki individu. Pendekatan “obyektif’ pada penelitian ini digambarkan oleh karakteristik individu sedangkan pendekatan

“subyektif” digambarkan dengan motif utama piilihan pangan pada remaja. Pada

penelitian ini terdapat tujuh motif yang dimiliki oleh remaja yaitu (1) ekonomi, (2) suasana hati, (3) memenuhi rasa kenyang, (4) kemudahan mendapat pangan, (5) daya tarik sensorik, (6) familiaritas, dan (7) menjaga kesehatan. Berdasarkan pendekatan-pendekatan tersebut maka bab ini akan membahas hubungan motif pilihan junk food dengan frekuensi makan pangan jenis junk food serta membahas hubungan motif pilihan junk food dengan keragaman jenis junk food yang dikonsumsi remaja.

Hubungan Motif Utama Pilihan Junk food dengan Frekuensi Mengonsumsi

Junk food

Hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan frekuensi mengonsumsi junk food diuji menggunakan uji statistik. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji Chi-Square dalam Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai α yang diperoleh dari pengolahan data motif utama dengan frekuensi mengonsumsi

junk food pada remaja berstatus gizi gemuk memiliki nilai lebih dari 0.05. Nilai α

yang didapat adalah sebesar 0.42, melihat nilai signifikasi tersebut maka H0

diterima dan H1 ditolak. Berdasarkan uji hipotesis tersebut maka dapat

disimpulkan tidak terdapat hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan frekuensi mengonsumsi junk food pada remaja berstatus gizi gemuk. Selain diuji menggunakan uji Chi-Square, data disajikan dalam bentuk tabulasi silang seperti yang terdapat Tabel 16. Berikut merupakan tabulasi silang yang menghubungkan motif utama pilihan pangan dengan frekuensi makan pangan jenis junk food

Tabel 16 Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi gemuk menurut frekuensi mengonsumsi junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016

Motif Utama Pilihan Junk Food

Frekuensi Mengonsumsi Junk Food

Total α

(Chi- Square)

Jarang Sering Sering

Sekali n % n % n % n % Rasional Instrumental  Ekonomi 4.0 30.8 2.0 15.4 7.0 53.8 13.0 100.0 0.42  Memenuhi rasa kenyang 1.0 33.3 2.0 66.7 0.0 0.0 3.0 100.0  Kemudahan mendapat pangan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0  Menjaga Kesehatan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Tradisional  Familiaritas 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 100.0 1.0 100.0 Afektif  Suasana hati 1.0 33.3 1.0 33.3 1.0 33.3 3.0 100.0

 Daya tarik sensorik

5.0 55.6 1.0 11.1 3.0 33.3 9.0 100.0

Total 11.0 37.9 6.0 20.7 12.0 41.4 29.0 100.0

Hasil tabulasi silang menujukkan sebagian besar remaja berstatus gizi gemuk memiliki motif utama ekonomi dan memenuhi rasa kenyang, kedua motif ini masuk diklasifikasikan dalam motif rasional instrumental. Motif utama familiaritas yang merupakan bagian dari motif tradisional sedangkan motif utama suasana hati dan daya tarik sensorik yang masuk dalam klasifikasi tindakan afektif. Frekuensi mengonsumsi junk food yang dimiliki sebagian besar remaja berstatus gizi gemuk masuk dalam kategori sering, namun tidak jauh berbeda dengan persentase remaja yang memiliki frekuensi mengonsumsi junk food

kategori jarang. Hasil tabulasi silang tersebut menujukkan tidak adanya hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan frekuensi mengonsumsi junk food

pada remaja berstatus gizi gemuk. Hal tersebut terlihat pada remaja yang memiliki motif utama suasana hati, karena tidak ada perbedaan kategori dalam frekuensi mengonsumsi junk food. Ketika remaja memiliki motif utama ekonomi maka frekuensi mengonsumsi junk food masuk dalam kategori sering. Sebagian besar remaja sangat memperhitungkan harga junk food yang mereka konsumsi. Uang saku merupakan hal lain yang memengaruhi frekuensi mengonsumsi junk food

pada remaja. Uang saku merupakan hal yang sangat memengaruhi frekuensi mengonsumsi junk food pada remaja.

Selain remaja dengan motif utama ekonomi, remaja dengan motif utama familiaritas masuk dalam frekuensi mengonsumsi junk food kategori sering, yaitu sebanyak 100 persen. Motif utama familiaritas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah remaja menyukai pangan yang sudah biasa atau sering remaja konsumsi. Kebiasaan mengonsumsi pangan tertentu terjadi karena para remaja sudah diperkenalkan terhadap rasa pangan tersebut sejak kecil oleh orangtua. Hal tersebut sesuai pernyataan yang diungkapkan responden sebagai berikut:

“... Udah kebiasaan dari kecil suka dikasi makan fried chicken sama ibu, jadi keterusan deh sekarang suka sama frien chichen... Hampir tiap hari aku makan pake fried chicken ...(MGA (18), motif utama familiaritas)

Remaja yang memiliki motif utama memenuhi rasa kenyang sebagian besar memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori sering. Remaja yang memiliki motif utama memenuhi rasa kenyang lebih memilih mengonsumsi pangan lengkap (full meal) untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya berupa rasa kenyang. Ketika waktu istirahat sekolah remaja berstatus gizi gemuk senang mengonsumsi pangan lengkap (full meal), sehingga pada waktu istirahat mereka tidak terlalu mengonsumsi banyak junk food. Namun berdasarkan pengamatan langsung terhadap remaja berstatus gizi gemuk di SMAN 3 Cimahi, remaja senang membeli pangan junk food ketika pergantian waktu pelajaran. Remaja berstatus gizi gemuk menjadikan junk food sebagai “ganjel perut” pencegah rasa

lapar untuk sementara waktu. Jenis junk food yang sering mereka konsumsi adalah gorengan dan soft drink atau minuman kemasan yang mengandung tinggi gula.

Soft drink yang sering dikonsumsi oleh remaja di SMAN 3 Cimahi adalah teh gelas, teh pucuk, ale-ale dan beberapa minuman kemasan lainnya. Kondisi tersebut diperkuat oleh penyataan responden berstatus gizi sebagai berikut:

“... makan ya biar kenyang atuh teh. Kalo istirahat belinya ayam pake nasi biar bikin kenyang, soalnya nasinya banyak ... Jajan gorengan sama beli minuman mah untuk ganjel perut teh, tadi lapar mumpung gak ada guru jadi beli gorengan dulu ke kantin.” (TLE (17) motif memenuhi rasa kenyang)

Sedangkan remaja yang memiliki motif utama daya tarik sensorik mayoritas memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang. Motif daya tarik sensorik merupakan alasan remaja memilih pangan karena penampilan pangan yang menggugah selera dan rasa pangan yang lezat. Salah satu hal yang pertama remaja lakukan untuk menyeleksi pangan yang akan dikonsumsi yaitu melalui tampilan pangan tersebut. Menurut remaja tampilan yang menarik dan menggugah selera memungkinkan rasa pangan tersebut lezat. Remaja yang memiliki motif utama daya tarik sensorik, memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang karena junk food yang penampilannya menggugah selera jarang ditemukan di sekolah. Junk food yang penampilannya dapat menggugah selera tersebut biasanya remaja dapatkan melalui sosial media seperti instagram.

Penampilan junk food yang menggugah selera dan berbentuk lucu bagi remaja menyebabkan remaja mengonsumsi junk food tersebut. Hambatan lain yang mengakibatkan remaja yang memiliki motif utama daya tarik sensorik, memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang adalah harga pangan yang kurang terjangkau. Hal tersebut sesuai dengan yanng diungkapkan oleh salah satu responden:

...Aku suka banget nyobain makanan yang di instagram keliatannya lucu-lucu terus kayanya enak-enak ... jadi aku jarang

beli makanan kaya gitu soalnya harganya rada mahal.” (POK

(16) motif utama daya tarik sensorik)

Sama seperti remaja berstatus gizi gemuk, pada remaja berstatus gizi normal tidak terdapat hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan frekuensi mengonsumsi junk food. Hubungan antara motif utama pilihan junk food

dengan frekuensi mengonsumsi junk food diuji menggunakan uji statistik. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji Chi-Square dalam Tabel 17 dapat

dilihat bahwa nilai α yang diperoleh dari pengolahan data motif utama dengan

frekuensi mengonsumsi junk food pada remaja berstatus gizi normal memiliki

nilai lebih dari 0.05. Nilai α yang didapat adalah sebesar 0.39, berdasarkan nilai signifikasi tersebut maka H0 diterima dan H1 ditolak. Berdasarkan uji hipotesis

tersebut maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan frekuensi mengonsumsi junk food pada remaja berstatus gizi normal. Selain diuji menggunakan uji Chi-Square, data disajikan dalam bentuk tabulasi silang seperti yang terdapat Tabel 17. Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut dapat dilihat tidak terdapat perbedaan motif utama yang dimiliki remaja berstatus gizi gemuk dengan remaja berstatus gizi normal. Pada remaja berstatus gizi normal memiliki motif utama ekonomi yang tergolong dalam motif rasional instrumental. Motif lain yang dimiliki remaja berstatus gizi normal adalah motif afektif yang terdiri atas motif suasana hati dan daya tarik sensorik.Tabel 17 merupakan tabulasi silang yang menghubungkan motif utama pilihan pangan dengan frekuensi makan pangan jenis junk food

Tabel 17 Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi normal menurut frekuensi mengonsumsi junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016

Motif Utama Pilihan Junk Food

Frekuensi Mengonsumsi Junk food

Total α

(Chi- Square)

Jarang Sering Sering

Sekali n % n % n % n % Rasional Instrumental  Ekonomi 5.0 33.3 4.0 26.7 6.0 40.0 15.0 100.0 0.39  Memenuhi rasa kenyang 0.0 0.0 1.0 100.0 0.0 0.0 1.0 100.0  Kemudahan mendapat pangan 0.0 0.0 0.0 0.0 2.0 100.0 2.0 100.0  Menjaga Kesehatan 1.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 100.0 Tradisional  Familiaritas 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Afektif  Suasana hati 1.0 33.3 33.3 33.3 1.0 33.3 3.0 100.0  Daya tarik sensorik 5.0 55.6 3.0 33.3 1.0 11.1 9.0 100.0 Total 12.0 38.7 9.0 29.0 10.0 32.3 31.0 100.0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 17 menujukkan tidak ada hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan frekuensi mengonsumsi junk food. Hal

tersebut bisa terlihat dari tidak adanya perbedaan yang signifikan antara persentase remaja yang memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang dengan sangat sering. Pada remaja yang memiliki motif utama ekonomi, sebagian besar dari mereka memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori sangat sering. Sama seperti remaja berstatus gizi gemuk, remaja berstatus gizi normal juga memperhatikan harga pangan yang dapat terjangkau oleh uang saku. Semakin remaja mempertimbangkan atau memilih pangan atau junk food yang memiliki harga terjangkau maka akan semakin banyak junk food yang mereka beli dan konsumsi.

Terdapat remaja yang memiliki motif memenuhi rasa kenyang dengan frekuensi mengonsumsi junk food kategori sering. Remaja yang memiliki motif memenuhi rasa kenyang akan mengonsumsi junk food ketika merasa lapar saja. Remaja berstatus gizi normal ini tidak akan membeli atau mengonsumsi junk food

jika dirinya sudah mengonsumsi pangan lengkap (full meal) dari rumah. Jenis junk food yang sering dikonsumsi oleh remaja berstatus gizi normal adalah gorengan. Remaja mengganti jenis pangan lengkap (full meal) dengan gorengan untuk memenuhi rasa kenyang. Remaja akan mengonsumsi gorengan jika dirinya tidak sempat sarapan di rumah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan salah satu responden sebgai berikut:

“Jajan kalo ngerasa laper aja, biasanya kalo ga sempet sarapan dirumah aku jajan gorengan soalnya bikin kenyang.” (ILA

(18)motif utama memenuhi rasa kenyang)

Remaja yang memiliki motif utama kemudahan mendapat pangan, menujukkan frekuensi mengonsumsi junk food pada ketegori sering. Maksud motif utama kemudahan mendapat pangan adalah alasan remaja memilih pangan

junk food karena pangan tersebut mudah ditemukan dan dapat dibeli dengan mudah. Remaja yang memiliki motif utama kemudahan mendapat pangan cenderung tidak terlalu banyak menyeleksi pangan yang mereka konsumsi. Hal terpenting bagi mereka dalam mengonsumsi pangan adalah pangan tersebut mudah didapatkan, hal tersebut menyebabkan frekuensi mengonsumsi junk food

termasuk dalam kategori sering. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan salah satu responden sebagai berikut:

makan mah makan apa aja teh asal bisa dimakan, yang ada di depan mata ya aku makan ... apa yang ada di kantin sekolah selagi

aku mau makan ya aku beli.” (MAE (17) motif utama kemudahan

mendapat pangan)

Remaja yang memiiki motif utama menjaga kesehatan, memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang. Maksud motif kesehatan pada remaja yang memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang adalah alasan memilih junk food agar tidak sakit. Hal yang dilakukan oleh remaja untuk memilih junk food yang dikonsumsi yaitu dengan menyeleksi junk food

berdasarkan kebersihan dari tempat pembuatan dan penjual junk food tersebut. Remaja berpikir jika pangan yang dikonsumsi kotor maka akan menimbulkan penyakit bagi tubuhnya. Remaja yang memiliki motif kesehatan dengan cara

memperhatikan kebersihan pangan, sangat sering menyeleksi pangan yang akan mereka konsumsi maka frekuensi mengonsumsi pangan atau junk food kategori jarang. Hal tersebut didukung oleh pernyataan responden yang memiliki frekuensi mengonsumsi junk food kategori jarang yang mengungkapkan:

“... Aku kalo milih makanan, mikirin dulu bagus ga untuk kesehatan ... yang paling penting sih kalo jajan liat dulu si emang yang jualannya bersih ga, terus tempat dagangnya bersih ga. Soalnya kalo kotor jijik liatnya lagian takut bikin sakit

perut....” (LAL (17), motif utama kesehatan dengan frekuensi

mengonsumsi pangan kategori jarang)

Remaja yang memiliki motif utama suasana hati akan memiliki bermacam- macam frekuensi mengonsumsi junk food yaitu jarang, kadang-kadang dan sering. Hal tersebut terjadi ketika remaja beralasan mengonsumsi junk food karena keinginan yang timbul dengan sendirinya dari dalam diri. Selain itu hal tersebut terlihat pada remaja yang sedang memiliki suasana hati baik atau perasaan senang, maka frekuensi mengonsumsi pangan junk food masuk dalam kategori jarang. Namun, ketika remaja berstatus gizi normal memiliki suasana hati atau perasaan yang kurang baik, maka ia akan sering memakan pangan junk food pedas. Hal ini dibuktikan pada beberapa responden memilih pangan berasa pedas seperti seblak pada saat mereka merasa stres atau pusing. Mereka beranggapan bahwa makanan yang memiliki rasa pedas dapat menghilangkan rasa stres. Hal tersebut didukung oleh pernyataan responden yang mengungkapkan:

“... tergantung mood teh kalo lagi bad mood atau pusing biasanya

aku makan bakso atau seblak ... biar ga pusing lagi gitu teh langsung seger rasanya.(QAU(16), motif utama suasana hati)

Hubungan Motif Utama Pilihan Junk food dengan Keragaman Jenis Junk food yang Dikonsumsi

Hubungan variabel morif utama pilihan pangan dengan keragaman jenis

junk food yang dikonsumsi oleh remaja dilihat menggunakan uji statistik Chi- Square dan data tabulasi silang (Tabel 18). Berdasarkan hasil uji statistik Chi- Square dalam Tabel 18 didapatkan nilai α lebih dari 0.05 yaitu sebesar 0.36, untuk hubungan antara motif utama pilihan pangan dengan keragaman jenis pangan yang dikonsumsi remaja berstatus gizi gemuk. Berdasarkan hasil tersebut maka H0 diterima dan H1 ditolak. Dapat ditarik kesimpulan dari hasil tersebut, bahwa

tidak terdapat hubungan atara motif utama pilihan junk food dengan keragaman jenis pangan yang dikonsumsi remaja berstatus gizi gemuk. Tabel 18 menunjukkan persentase remaja berdasarkan keragaman jenis pangan dengan morif utama remaja berstatus gizi gemuk.

Tabel 18 Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi gemuk menurut keragaman jenis junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016

Motif Utama Pilihan Junk Food

Keragaman Jenis Junk Food

Total α

(Chi- Square)

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Rasional Instrumental  Ekonomi 4.0 30.8 5.0 38.5 4.0 30.8 13.0 100.0 0.36  Memenuhi rasa kenyang 3.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.0 100.0  Kemudahan menjaga pangan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0  Menjaga Kesehatan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0 Tradisional  Familiaritas 0.0 0.0 1.0 100.0 0.0 0.0 1.0 100.0 Afektif  Suasana hati 2.0 66.7 0.0 0.0 1.0 33.3 3.0 100.0

 Daya tarik sensorik

3.0 33.3 4.0 44.4 2.0 22.2 9.0 100.0

Total 12.0 41.4 10.0 34.5 7.0 24.1 29.0 100.0

Hasil dari tabulasi silang (Tabel 18) tersebut menujukkan motif utama pilihan junk food yang dimiliki remaja tidak membedakan keragaman jenis junk food yang dikonsumsi. Remaja dengan motif utama memenuhi rasa kenyang memiliki keragaman pangan jenis junk food yang rendah. Kondisi ini terjadi karena remaja hanya mempertimbangkan banyaknya pangan atau kuantitas pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi rasa kenyang tanpa mempertimbangkan kualitas atau keragaman pangan yang dikonsumsi. Dorongan remaja mengonsumsi pangan atau junk food untuk memenuhi kebutuhan tubuh berupa rasa kenyang. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan responden sebagai berikut:

“Makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh aja yang penting

makanan itu bikin kenyang ... (MHR (18) motif utama memenuhi rasa kenyang)

Remaja berstatus gizi gemuk yang memiliki motif utama suasana hati, dengan keragaman jenis junk food yang dikonsumsi masuk dalam kategori rendah. Hal tersebut digambarkan dengan remaja memilih junk food berdasarkan suasana hati atau perasaan yang sedang dirasakan. Sebagian besar remaja berpersepsi pangan atau junk food dengan rasa pedas dapat memperbaiki suasana hati atau menghilangkan pikiran yang stress. Selain itu remaja yang memiliki motif utama suasana hati dapat juga digambarkan dengan remaja hanya memilih junk food

dengan rasa yang mereka suka, sehingga remaja cenderung mengonsumsi pangan tertentu saja. Pada umumnya remaja menyukai rasa pedas dan gurih pada junk food. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut:

“... suka beli gorengan atau ayam goreng tiap istirahat soalnya

suka sama rasanya gurih berminyak, pokonya aku suka deh

...“(MRM (17) motif utama suasana hati)

Remaja berstatus gizi gemuk yang memiliki motif utama ekonomi, familiaritas, dan daya tarik sensorik, dengan keragaman jenis junk food kategori sedang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, remaja dengan motif utama ekonomi memiliki alasan karena harga pangan yang terjangkau. Rata-rata remaja mendapatkan uang saku setiap satu minggu sekali atau satu bulan sekali, hal tersebut menyebabkan remaja harus pandai memilih pangan berdasarkan harga. Remaja cenderung memilih jenis pangan yang sama setiap harinya karena sudah pasti memiliki harga yang murah dan terjangkau oleh uang saku. Alasan tersebut membuat keragaman jenis junk food yang dimiliki remaja masuk dalam kategori sedang. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah satu responden berikut:

“... dikirimin uang sama mamah seminggu sekali kalo mamah lagi pulang, kadang dikasihnya sebulan sekali, jadi harus milih makanan yang murah biar uangnya cukup sampai dikirimin

mamah lagi ...” (RDP (17) motif utama ekonomi)

Remaja yang memiliki motif utama familiaritas, dengan keragaman jenis

junk food kategori sedang. Kondisi ini digambarkan oleh remaja memilih pangan yang memiliki rasa mirip dengan rasa pangan yang sering dikonsumsi sejak kecil dan tersedia dirumah. Sedangkan remaja yang memiliki motif daya tarik sensorik, digambarkan dengan keinginan remaja menonsumsi pangan yang memiliki rasa lezat. Remaja sangat menyukai mengonsumsi pangan lezat, namun engga mengonsumsi pangan yang tidak biasa mereka konsumsi karena takut pangan jenis baru tersebut tidak rasa yang lezat. Remaja akan mengonsumsi pangan jenis baru jika mendapat rekomendasi dari teman-teman sebaya.

Seperti remaja berstatus gizi gemuk, pada remaja berstatus gizi normal tidak terdapat hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan keragaman jenis junk food yang dikonsumsi. Hubungan antara motif utama pilihan junk food

dengan keragaman jenis junk food yang dikonsumsi diuji menggunakan uji statistik. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji Chi-Square dalam Tabel

17 dapat dilihat bahwa nilai α yang diperoleh dari pengolahan data motif utama dengan keragaman jenis junk food yang dikonsumsi pada remaja berstatus gizi normal memiliki nilai lebih dari 0.05. Nilai α yang didapat adalah sebesar 0.83, berdasarkan nilai signifikasi tersebut maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Berdasarkan uji hipotesis tersebut maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan keragaman jenis junk food

pada remaja berstatus gizi normal. Selain diuji menggunakan uji Chi-Square, data disajikan dalam bentuk tabulasi silang seperti yang terdapat Tabel 19.

Tabel 19 Jumlah dan persentase remaja berstatus gizi normal menurut keragaman jenis junk food dan motif utama pilihan junk food, di SMAN 3 Cimahi, tahun 2016

Motif Utama Pilihan Junk food

Keragaman Jenis Junk Food

Total α

(Uji Chi Square)

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n % Rasional Instrument al  Ekonomi 3.0 20.0 8.0 53.3 4.0 26.7 15.0 100.0 0.83  Memenuhi rasa kenyang 1.0 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 100.0  Kemudaha n mendapat pangan 0.0 0.0 1.0 50.0 1.0 50.0 2.0 100.0  Menjaga Kesehatan 0.0 0.0 1.0 100.0 0.0 0.0 1.0 100.0 Tradisional  Familiarita s 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Afektif  Suasana hati 1.0 33.3 1.0 33.3 1.0 33.3 3.0 100.0  Daya tarik sensorik 2.0 22.2 5.0 55.6 2.0 22.2 9.0 100.0 Total 7.0 22.6 16.0 51.6 8.0 25.8 31.0 100.0

Hasil tabulasi silang tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan antara motif utama pilihan junk food dengan keragaman jenis junk food. Hal tersebut terlihat dari remaja yang memiliki motif utama ekonomi, menjaga kesehatan dan daya tarik sensorik, memiliki keragaman jenis junk food yang sama yaitu kategori sedang. Remaja yang memiliki motif utama ekonomi, digambarkan dengan uang saku yang terbatas sehingga remaja mengonsumsi jenis junk food yang tersedia di kantin sekolah. Hal tersebut disebabkan harga pangan dikantin sekolah sangat terjangkau dan menu yang tersedia di kantin setiap harinya sama. Sementara remaja yang memiliki motif utama menjaga kesehatan, mengonsumsi keragaman jenis junk food kategori sedang. Hal tersebut digambarkan dengan remaja yang memilih pengan berdasarkan kebersihan pedagang. Kebersihan pedagang dinilai penting, remaja memiliki pengetahuan pangan yang tidak terjaga kebersihannya akan menimbulkan penyakit seperti sakit perut selain itu remaja merasa jijik jika mengonsumsi pangan yang tidak terjaga kebersihannya. Sehingga remaja hanya membeli pangan (junk food) dibeberapa pedagang yang dinilai bersih oleh remaja, dan menyebabkan junk food yang dikonsumsi oleh remaja kurang beragam.

Motif utama yang termasuk dalam motif afektif yang dimiliki remaja dengan keragaman jenis junk food kategori sedang adalah motif utama suasana hati dan daya tarik sensorik. Remaja yang memiliki motif utama suasana hati

Dokumen terkait