• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Hubungan Panjang-Bobot

Analisis panjang dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan di alam. Hubungan panjang berat menggunakan persamaan eksponensial sebagai berikut (Lagler 1972; Jennings et al. 2001) :

W = aLb Keterangan :

W = berat total udang (gram) L = panjang total udang (mm) a dan b = konstanta hasil regresi

Untuk mempermudah perhitungan, maka persamaan di atas dilogaritmakan sehingga menjadi persamaan linear sebagai berikut (Jennings et al. 2001) :

loge W = loge a + b loge L

Hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b. Jika b = 3, maka hubungannya bersifat isometrik (pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat). Jika n ≠ 3, maka hubungan yang terbentuk adalah allometrik (pertambahan panjang tidak sebanding dengan pertambahan berat). Jika b > 3, maka hubungannya bersifat allometrik positif (pertambahan berat lebih dominan dari pertambahan panjangnya), sedangkan jika b < 3, maka hubungan yang terbentuk bersifat allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan dari pertambahan beratnya).

Untuk menentukan bahwa nilai b = 3 atau tidak sama dengan 3, maka digunakan uji-t, dengan rumus (Walpole 1993):

Thit = Sb

3

 hipotesa :

Ho : b = 3 pola pertumbuhan isometrik H1 : b ≠ 3 pola pertumbuhan allometrik

Selanjutnya Thit yang didapat akan dibandingkan dengan Ttabel pada selang kepercayaan 95%. Jika Thit > Ttabel, maka tolak Ho, dan sebaliknya jika Thit < Ttabel, maka terima Ho.

3.4.3. Rasio kelamin

Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah udang jantan dengan udang betina. B = jumlah udang betina (ekor)

Selanjutnya untuk menentukan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jantan dan kelamin betina, maka dilakukan uji Chi-Square (Steel & Torrie 1980 in

X2 = nilai bagi peubah acak X2 yang mempunyai sebaran penarikan contoh yang mendekati Chi-Kuadrat

Oi = frekuensi udang jantan dan betina yang teramati ei = frekuensi harapan dari udang jantan dan betina

Nilai X2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran khi-kuadrat. Untuk penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan X2 hitung dan X2 tabel pada

selang kepercayaan 95%. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel, maka keputusannya adalah menolak hipotesa nol (Ho). Jika nilai X2 hitung < X2 tabel, maka keputusannya adalah terima hipotesa nol (Ho) (Walpole 1993).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sebaran Frekuensi Panjang

Udang contoh yang didapatkan selama penelitian berjumlah 586 ekor terdiri 250 ekor berjenis kelamin jantan dan 329 ekor berjenis kelamin betina. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa panjang minimum udang mantis adalah 27,5 mm, sedangkan panjang maksimumnya adalah 228 mm. Udang mantis paling banyak ditemukan pada selang kelas 33,11-34,97 mm sebanyak 213 ekor dan yang paling sedikit terdapat pada selang kelas 27,5-29,36 mm sebanyak 5 ekor (Gambar 4).

Gambar 8. Sebaran frekuensi udang mantis (H. raphidea) selama penelitian Dari 250 ekor udang mantis yang berjenis kelamin jantan diketahui bahwa panjang minimum yang didapat adalah 52 mm, sedangkan panjang maksimumnya adalah 228 mm. Sedangkan dari 329 ekor udang mantis betina, panjang minimum yang didapat adalah 27,5 mm dan panjang maksimumnya adalah 226 mm. Udang mantis jantan dan betina paling banyak ditemukan pada selang kelas yang sama, yakni 33,11-34,97 mm masing-masing sebanyak 90 ekor dan 123 ekor. Udang mantis jantan paling sedikit terdapat pada selang kelas 42,36-44,32 mm dan 46,2-48,06 mm sebanyak 2 ekor, sedangkan untuk udang mantis betina paling sedikit terdapat pada selang kelas 44,33-46,19 mm sebanyak 2 ekor.

Gambar 9. Sebaran frekuensi udang mantis (H. raphidea) berdasarkan jenis kelamin selama penelitian

Dari sebaran frekuensi panjang, dapat terlihat ukuran udang mantis yang tertangkap termasuk berukuran kecil. Hal ini diduga karena lokasi pengambilan udang contoh yang berada di sekitar perairan estuari dan hutan mangrove. Sebagian besar krustasea berasosiasi kuat dengan perairan estuari dan hutan mangrove. Udang mantis dalam siklus hidupnya beruaya dari perairan pantai ke arah laut, kemudian induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan pantai, muara sungai atau perairan berhutan bakau untuk berlindung, sebagai daerah untuk mencari makanan (feeding ground) dan daerah asuhan (nursery ground) (Ohtomi et al.

2005). Selain itu, faktor lain yang menyebabkan kecilnya ukuran udang mantis yang tertangkap antara lain keterwakilan udang contoh yang diambil dan proses rekrutmen yang terjadi sehingga udang mantis yang ditangkap merupakan udang-udang muda.

4.2. Hubungan Panjang-Bobot

Sebagian besar individu udang akan tumbuh sepanjang hidupnya sehingga pertumbuhan merupakan salah satu aspek biologi udang yang dipelajari secara intensif. Oleh karena itu, pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang menunjukkan kesehatan udang secara individu dan juga populasi. Analisis mengenai hubungan panjang-bobot udang mantis dilakukan dengan memisahkan antara udang mantis jantan dengan udang mantis betina. Hal ini diduga karena terdapat perbedaan

pola pertumbuhan antara udang mantis jantan dan udang mantis betina. Nilai koefisien pertumbuhan udang mantis jantan yang didapat sebesar 3,009, sedangkan udang mantis betina sebesar 2,932 (Gambar 5). Secara keseluruhan tanpa pemisahan jenis kelamin diperoleh koefisien pertumbuhan sebesar 2,933. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh berkisar antara 0,844-0,965. Dari hasil uji t, terlihat bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti penolakan terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa nilai b=3 (allometrik).

Pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang-bobot udang mantis hasil penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pola pertumbuhan udang mantis H. raphidea pengambilan contoh di lapangan

Udang

Contoh N B W = aLb Pola pertumbuhan

(setelah dilakukan uji t dengan α=0,05) Jantan 250 3,009 0,965 W = 0,008 L 3,009 Isometrik Betina 329 2,933 0,939 W = 0,009L 2,933 Isometrik

(a) (b)

Gambar 10. Grafik hubungan panjang-bobot udang mantis jantan (a) dan betina (b) pengambilan contoh di lapangan

Nilai determinasi yang diperoleh dari hubungan panjang-bobot udang mendekati 1 (Gambar 6). Walpole (1993) menyatakan jika nilai koefisien determinasi mendekati 1 atau -1, maka terdapat hubungan linear yang sangat erat antara kedua variabel. Hal ini berarti terdapat hubungan yang sangat erat antara

panjang dan bobot tubuh udang mantis di lokasi pengamatan. Pola pertumbuhan udang mantis jantan dan betina adalah isometrik, artinya udang mempunyai pertumbuhan panjang dan bobot yang seimbang, dalam artian pertumbuhan panjang selalu diiringi dengan pertumbuhan bobot. Pola pertumbuhan seperti ini menandakan lingkungan perairan masih mendukung untuk pertumbuhan udang mantis.

Secara energi, pertumbuhan adalah perubahan kalori yang disimpan dalam jaringan reproduksi. Pertumbuhan terjadi karena adanya sisa energi yang dihasilkan dari proses metabolisme pada tubuh ikan. Proses metabolisme dikontrol oleh hormon pertumbuhan yang dikeluarkan oleh pituitary dan hormon steroid dari gonad. Tingkat pertumbuhan pada udang berubah-ubah yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu perairan, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan lama penyinaran. Beberapa faktor berinteraksi dengan faktor lain yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan seperti derajat kompetisi, jumlah serta kualitas makanan yang dicerna, umur, dan tahap kematangan ikan (Moyle & Cech 2004).

Hubungan antara panjang dengan berat dapat memberikan informasi tentang kondisi biota. Berat biota akan meningkat yang berhubungan dengan meningkatnya volume (Jennings et al. 2001).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor-faktor ini ada yang dapat dikontrol dan ada juga yang tidak. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sulit dikontrol, seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Dalam suatu budidaya, faktor keturunan mungkin dapat dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari udang yang baik pertumbuhannya. Tetapi, jika di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan. Di daerah tropis, makanan merupakan faktor yang lebih penting daripada suhu perairan (Effendie 2002). Faktor kepadatan ternyata juga mempengaruhi pertumbuhan sebagian besar krustasea (Carmona-Osalde et al. 2004). Kepadatan yang tinggi akan menyebabkan pertumbuhan udang akan lebih lambat dikarenakan kompetisi dalam mendapatkan makanan. Kepadatan udang mantis (H. raphidea) di perairan Kuala Tungkal memiliki kisaran antara 9-79 ind/km2, dengan kepadatan tertinggi berada pada daerah yang paling dekat dengan

mangrove (Pratiwi 2010). Pola pertumbuhan isometrik atau allometrik tidaklah selalu tetap pada suatu spesies. Perbedaan nilai b dapat terjadi pada spesies yang sama di lokasi berbeda atau lokasi yang sama pada musim berbeda. Perubahan pola pertumbuhan juga diduga adanya perubahan komposisi makanan dan kompetisi pada saat musim berganti.

4.3. Aspek Reproduksi

Dokumen terkait