• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Positif dengan Orang Lain

C. Hasil Analisis Tematik/Interpretatif Psychological Well-Being

4. Hubungan Positif dengan Orang Lain

Informan A mulai memikirkan dan khawatir ketika keluarganya mengetahui bahwa dirinya lesbian. Dari hal itu informan merasa bahwa tetap harus menjaga nama baik keluarga,

Cuma ketika mulai banyak wacana-wacana yang menentang ya menentang kayak ya udah mulai banyak wacana-wacana kontra, normal gak normal, sakit gak sakit. Yang pertama kali aku rasain adalah, “aduh ini gimana kalau keluarga tau” itu pertama pasti. Karena ketika keluarga tau otomatis kan harus menjaga, apa ya namanya, ya nama baik lah atau apa lah, kayak gitu (S.A.61-67).

Informan mampu terbuka dan mengakui kepada keluarga bahwa dirinya mempunyai orientasi seksual lesbian,

Ketika aku ditanya aku jawab iya saat ditanya punya orientasi seksual yang berbeda ya sejauh ini keluargaku nggak pernah menentang apapun (S.A.128-130).

Orang tua informan cukup bijaksana menanggapi pengakuan informan tentang orientasi seksualnya. Sehingga informan tetap memiliki

hubungan baik dengan keluarganya meskipun sempat bersitegang dengan kakaknya. Namun akhirnya informan tetap berhubungan baik dengan keluarganya dan tidak ada konflik yang berarti dan masalah terselesaikan.

Kalau sama orang lain sebenarnya coming out ku ini nggak terlalu spesial, kalau sama keluarga mereka nggak memberikan respon yang keras, mungkin mereka agak kaget tapi mereka cukup bijaksana dengan “ o ya udah lah kalau kamu memang kayak gitu mau gimana lagi” bukan yang lantas kamu harus menikah atau kamu harus ke psikolog atau apa itu nggak (S.A.185-190)

Mereka tidak memberikan reaksi keras, pada saat aku jawab “ya aku lesbian gitu”, mereka gak bereaksi keras. Jadi, hari itu juga clear. Nggak ada konflik apa-apa. Cuma pada saat mulai sering banyak orang yang bertanya segala macem mungkin keluarga tuh mikirnya udah mulai ke yang tetangga yang nanya apa, keluarga besar nanya apa. Kayak gitu aja sih. Dan itu bisa diselesaikan (S.A.213-218)

Selain dengan keluarga, informan juga mulai terbuka dengan orang lain meskipun secara tidak langsung.

Pada saat sama orang lain itu coming out kan sebenarnya karena moment aku ngeluarin buku, bukunya tentang lesbian. Disitu kayak orang berbondong-bondong untuk mau tau kehidupan lesbian kayak apa. Akhirnya jadi yang wawancara sana-sini. Mereka ngak mau tau aku seperti apa tapi mau tau seperti apa lesbian itu (S.A.194-198).

Dengan keterbukaan dengan keluarga, informan merasa mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari keluarga, sehingga informan A diharapkan dapat menjaga diri dan nama baik diri dan keluarganya,

Kalau sama keluarga jelas selesai ya clear, yang aku jaga ketika mereka sudah mau menerima aku, aku ngak boleh sembaranganlah ibaratnya aku jangan jadi orang yang bajingan. Tapi kalau sama orang luar aku lebih nggak peduli karena nggak papa (S.A.204-207)

Selain dengan keluarga, informan A mempertimbangkan untuk terbuka di tempat kerja tentang orientasi seksualnya. Informan tidak menutupi tentang dirinya, namun tetap berusaha menyesuaikan dengan lingkungan tempatnya bekerja. Informan mulai terbuka dengan pertanyaan teman kerjanya terkait\ orientasi seksualnya. (S.A.263-273)

Selain itu, informan A juga terbuka dengan memberikan wacana tentang lesbian kepada masyarakat melalui wawancara dengannya

Mereka memanfaatkan ku dengan wawancara atau apapun, tapi itu malah bagus karena aku dapat memberikan wacana kemasyarakat luas dan biarkan mereka berfikir sendiri, lebih kesitu sih (S.A.208- 210).

Bahkan hubungan informan A dengan pasangannya tetap diterima oleh keluarga,

Maksudnya, kalo menurutku jauh lebih santai gitu lho, karena udah nggak ada lagi yang ditutup-tutupi kan. Kayak tadi aku bilang aku bisa bawa pasanganku pulang ke rumah, pasanganku bisa deket sama orangtuaku, orangtuaku juga jadi lebih tenang mungkin karena aku punya pasangan yang bakal jagain aku juga (S.A.280-285)

Berbeda dengan informan A, informan B awalnya memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya,

Kalo dulu, sempat aku melewati fase memberontak saat remaja. Bapak-ibukku tuh keras, tapi bukan keras main fisik, tapi main doktrin. Kan sama aja njebol itu luar biasa. Yang kulakukan adalah

aku memberontak terhadap seluruh larangan. Nah, fase kedua adalah kemarahanku bukan lagi hanya soal orientasi seksual. Bagiku waktu itu aku merasa harus ada titik ketika mereka harus menerimaku apa adanya. Tetapi justru kemarahanku adalah aku merasa dibedakan karena aku sulung. Ada hal-hal yang harus menjadi tanggung jawabku sebagai sulung. Misalnya, ketika orangtuaku ribut, itu tanggung jawab sulung untuk menyelesaikan. Bagiku itu tidak oke (S.B.317-327).

Informan belum dapat terbuka dengan orang tuanya dan karena merasa terus didesak untuk menikah. Informan merasa tidak nyaman dan akhirnya tidak pernah berkomunikasi lagi dalam waktu yang sangat lama,

Sampe titik terakhir, beberapa tahun lalu, aku merasa terjebak karena aku hidup dengan pasanganku yang kedua, perempuan. Dia pergi, yang di rumah cuma aku. Adekku pergi karena kami sewa rumah bareng. Dan bapak-ibukku datang dan terbukalah diskusi itu. Aku tidak banyak menjawab. Aku hanya bilang nggak, nggak, nggak. Setelah itu aku cukup marah sama orangtuaku. Aku tidak berkomunikasi sama mereka. Aku tidak pulang juga ke kampung halaman yang tidak begitu jauh itu. Itu adalah terakhir kali mereka mendesakku. Sampe sekarang belum pernah ada obrolan lagi (S.B.291-300).

Informan B hanya dapat terbuka dengan adik laki-lakinya mengenai orientasi seksualnya dan tidak ada konflik dari keterbukannya tersebut (S.B.252-256).

Dengan kedua adekku baik-baik saja. Mereka jenis yang cukup mensupportku di banyak hal pun kalo ada konflik bukan soal orientasi seksual (S.B.398-400).

Di lingkungan kerja, informan B memiliki relasi yang baik dengan rekan kerja. Berbeda hubungan antara informan B dengan orang tuanya, informan merasa terkekang karena banyak doktrin dari orang tuanya yang membuat informan memberontak. Selain doktrin, informan merasa marah dengan orang tuanya karena ada banyak hal-hal yang menjadi tanggung

jawab anak sulung yang menurut informan tidak pada tempatnya (S.B.317- 321, 323-327).

Selama berproses, informan menemukan bahwa saat dirinya memiliki kesempatan menyuarakan aspirasi sebagai lesbian, tetapi informan berpikir akan menyakiti banyak pihak ketika aspirasi tersebut disandingkan dengan agama. (S.B.360-370).

Pada akhirnya, informan mulai terbuka dengan keluarganya dan mulai menyadari bahwa adik-adiknya cukup suportif, dan orang tua yang membutuhkannya karena kesepian (S.605-610).

Dokumen terkait