• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ringkasan yang terdapat dalam bagian ini hanya mencakup fakta-fakta yang relevan dengan analisis yang akan dibuat.

Rumania mengeluarkan peraturan pemerintah Government Decision 194/1999 yang menyatakan daerah-daerah tertentu sebagai daerah terbelakang selama jangka waktu 10 tahun dimulai sejak 1 April 1999. Kemudian, pemerintah juga mengeluarkan Decision 525/1999 yang berisi metode norma untuk penerapan Ordinansi 1998, antara lain investor yang berhak menerima insentif adalah investor yang telah mendapatkan sertifikat permanen dari Regional Development Agency. Selama tahun 2000 sampai tahun 2002, ketiga perusahaan Claimants menerima sertifikat investor permanen dengan masa berlaku sampai 1 April 2009. Insentif ini digunakan oleh Claimants untuk membangun pabrik pengolahan makanan.

Pada tanggal 1 Februari 1993, Rumania dan European Community (yang merupakan predesesor Uni Eropa) menandatangani Europe Agreement yang berlaku pada tanggal 1 Februari 1995. Perjanjian tersebut mewajibkan Rumania untuk melakukan harmonisasi terhadap peraturan nasionalnya baik yang berlaku sekarang maupun di masa depan agar bersesuaian dengan peraturan yang disepakati Uni Eropa. Pada tanggal 22 Juni 1995, Rumania mendaftarkan diri untuk keanggotaan Uni Eropa. Selama masa tahun 1995 sampai 2000, beberapa dokumen dan pernyataan dikeluarkan oleh Uni Eropa yang menggarisbawahi pentingnya penyesuaian hukum di negara anggota dengan yang disepakati Uni Eropa. Pada tanggal 15 Mei 2000, Dewan Persaingan Usaha Rumania menyatakan bahwa Ordinansi 1998 merupakan ancaman bagi persaingan usaha dan meminta agar peraturan tersebut dicabut. Sebulan kemudian, pemerintah Rumania

mengamandemen Ordinansi 1998 namun dalam tingkat yang lebih rendah daripada yang direkomendasikan Dewan Persaingan Usaha. Akibatnya, Dewan Persaingan Usaha meminta kepada pengadilan Rumania agar Ordonansi tersebut dicabut, namun aksinya diberhentikan oleh pengadilan dengan alasan bahwa Dewan Persaingan Usaha tidak memiliki kewenangan untuk meminta penghapusan pemberian insentif.

Pada tanggal 1 Agustus 2000, Rumania menerbitkan kebijakan yang menyatakan ia menerima seluruh acquis communautaire314 Uni Eropa dan tidak meminta periode transisi maupun pengecualian apapun, serta menyatakan bahwa ia akan menerapkan hukum Uni Eropa secara keseluruhan. Namun, Rumania menambahkan bahwa negara perlu memberikan bantuan bagi sektor dan daerah sensitif tertentu akibat sulitnya ekonomi Rumania selama masa transisi ke ekonomi pasar.

Pemerintah Rumania telah menerbitkan beberapa dokumen kepada Komisi Uni Eropa yang menjelaskan secara detil skema bantuan negara yang diberikan pemerintah, termasuk Ordinansi 1998. Uni Eropa berpendapat bahwa skema tersebut membutuhkan penyesuaian dengan hukum Uni Eropa. Akan tetapi, pada tanggal 7 November 2001, Rumania mengeluarkan amandemen terhadap Ordinansi 1998 yang mengembalikan insentif seperti semula. Pada Juni 2002,

Acquis communautaire merupakan konsep yang sangat penting dalam Uni 314

Eropa yang mencakup semua perjanjian, legislasi Uni Eropa, perjanjian dan standar internasional, putusan pengadilan, ketentuan hak-hak fundamental, dan prinsip horizontal dalam perjanjian seperti misalnya prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi. Sumber: http://en.euabc.com/word/12

Rumania melaporkan bahwa bantuan negara (termasuk Ordonansi 1998) harus disesuaikan dan pemerintah memulai pembicaraan dengan pihak penerima insentif untuk mencari jalan keluar. Setelah itu, Rumania mengeluarkan amandemen Ordinansi 1998 yang membatasi insentif yang diberikan secara signifikan.

Pada tahun 2003, Uni Eropa mengeluarkan dokumen yang meminta Rumania untuk menyesuaikan pemberian bantuan negara tersebut atau menghentikannya sama sekali. Akan tetapi, tanpa mengindahkan permintaan tersebut, Rumania kembali mengeluarkan peraturan yang mengembalikan seluruh insentif seperti semula pada Ordinansi 1998 pada tanggal 23 Februari 2003. Pada Juni 2004, Rumania memperketat seluruh bantuan negara untuk memenuhi persyaratan, kemudian pada Agustus 2004, Rumania memutuskan untuk kembali mencabut Ordonansi 1998 yang berlaku secara efektif sejak 22 Februari 2005 (dengan pengecualian insentif terhadap pajak penghasilan).


Claimants menyatakan ia berhak menerima insentif sampai tahun 2009 sebagaimana dinyatakan oleh sertifikat investor permanen. Akan tetapi, Rumania mencabut pemberian insentif pada 22 Februari 2005. Menurut Claimants, tindakan pemerintah Rumania telah merusak legitimate expectations, menyebabkan ketidakstabilan dalam rezim regulasi, tidak menunjukkan transparansi dan konsistensi, serta dilakukan dengan itikad buruk, dan oleh karena itu telah melanggar kewajibannya untuk bertindak secara adil dan setara.

Sementara itu, Respondent menyatakan bahwa setiap negara berhak melaksanakan hak kedaulatannya untuk meregulasi dan meningkatkan

kesejahteraan publik dengan cara yang tidak diskriminatif dan tanpa melanggar ketentuan perjanjian investasi. Tanpa adanya janji pemerintah untuk menjaga stabilitas kerangka hukum, negara bebas untuk melakukan amandemen kapanpun dirasa perlu. Menurut Respondent, pemerintah tidak berjanji bahwa insentif dalam Ordonansi 1998 tidak akan mengalami perubahan sampai tahun 2009, dan tindakannya dilakukan dalam rangka untuk memenuhi kebijakan Uni Eropa.

ii. FET dalam Dalil Gugatan dan Putusan

Claimants mendalilkan bahwa tindakan pemerintah Rumania telah melanggar standar FET sebagaimana terdapat dalam Pasal 3 Ayat (2) Sweden-Romania BIT yang berbunyi sebagai berikut:

ARTICLE 2

PROMOTION AND PROTECTION OF INVESTMENTS 3. Each Contracting Party shall at all times ensure fair and equitable treatment of the investments by investors of the other Contracting Party and shall not impair the management, maintenance, use, enjoyment or disposal thereof, as well as the acquisition of goods and services or the sale of their production, through unreasonable or discriminatory measures.

Menurut Claimants, standar FET yang terdapat pada Pasal 2 Ayat (3) tersebut di atas merupakan standar otonom sebagai tambahan terhadap hukum internasional, dan oleh karena itu, tidak terikat pada batasan-batasan standar

minimum internasional dalam hukum kebiasaan internasional.315 Claimants juga berpendapat bahwa standar FET memiliki pengertian yang spesifik dan tidak untuk ditafsirkan secara subjektif sebagaimana putusan ex aequo et bono.316 Interpretasi terhadap ketentuan perjanjian yang berisi standar FET harus dilakukan dengan interpretasi perjanjian sebagaimana diatur oleh Pasal 31 dan 32 Konvensi Wina, yaitu penafsiran terhadap arti sesungguhnya dari istilah, konteks, serta objek dan tujuan perjanjian, terutama bagian preambul.317

Mengenai konteks pasal tersebut, apabila dibandingkan dengan standar lain dalam BIT yang relatif (seperti prinsip national treatment dan MFN), standar FET merupakan suatu standar yang bersifat absolut yang membutuhkan satu rujukan pasti. Dengan demikian, tidaklah sah apabila Rumania mendalilkan bahwa investor berkebangsaan Rumania dan investor dari negara lain juga menderita dampak yang sama akibat pencabutan insentif tersebut.318 Sebaliknya, Claimants berpendapat bahwa penafsiran standar FET haruslah menguntungkan kerjasama ekonomi kedua negara sebagaimana direfleksikan dalam preambul BIT. Menurutnya, pengecualian pajak dan pemberian insentif yang dijanjikan untuk jangka waktu tertentu telah menarik perhatian investor, namun kemudian

Claimant’s Statement of Claims, 9 Maret 2007, para. 183-192. 315

Claimants mengutip beberapa putusan antara lain Tecmed v. Mexico, Azurix 316

v. Argentina, dan ADF v. US.

Claimant’s Statement of Claims, op. cit., para. 194-200. Preambul dari 317

Sweden-Romania BIT berbunyi “…to intensify economic cooperation to the mutual benefit of both States and to maintain fair and equitable conditions for investments by investors of one Contracting Party in the territory of the other Contracting Party” and recognizes “that the promotion and protection of such investments favour the expansion of the economic relations between the two Contracting Parties and stimulate investment initiatives…”

Ibid., para. 201-203. 318

mencabut insentif ini secara sepihak, tidaklah mendukung kerjasama ekonomi maupun menstimulasi kegiatan investasi.319

Dalam gugatannya, Claimants menyatakan setidaknya terdapat enam tindakan host state sebagai pelanggaran terhadap prinsip FET, yaitu:

-

pelanggaranterhadap legitimate expectations investor oleh pemerintah;

-

perlakuan yang tidak konsisten terhadap investasi oleh badan ataupun

pejabat pemerintah;

-

kurangnya transparansi yang menghambat kemampuan investor untuk melaksanakan investasi atau untuk memahami persyaratan yang diinginkan pemerintah agar investasi dapat berjalan sukses;

-

kegagalan pemerintah untuk memberikan pemberitahuan awal mengenai adanya tindakan pemerintah yang akan berdampak negatif terhadap investasi.

-

perlakuan pemerintah terhadap investasi yang dilakukan dengan itikad buruk;

-

tindakan yang bersifat diskriminatif.320

Claimants menggugat bahwa Rumania telah memperlakukan investasinya di bawah standar perlakuan yang diwajibkan oleh standar FET dalam BIT, bahwa Rumania telah gagal dalam memberikan kerangka hukum yang stabil, tidak bertindak secara terbuka, serta beritikad buruk terhadap investasinya.

Ibid., para. 205-206. 319

Ibid., para. 376, 374. 320

Mahkamah dalam kasus ini mengamati bahwa standar FET tidak menjamin investor akan stabilitas hukum suatu negara, dan oleh karenanya, setiap negara memiliki hak untuk mengubah peraturan hukum yang sedang berlaku, kecuali terdapat klausa stabilisasi atau komitmen tertentu dari negara.321 Menurutnya, negara boleh mengubah peraturan hukumnya, selama:

-

Legitimate expectations investor harus dilindungi;

-

Tindakan negara harus memenuhi kewajaran secara substansial (tidak sewenang-wenang atau diskriminatif);

-

Tindakan negara harus memenuhi kewajaran secara prosedural (sesuai due process of law dan melalui proses administrasi yang adil).

Apabila perubahan legislasi gagal memenuhi syarat ini, terdapat kemungkinan munculnya pertanggungjawaban internasional meskipun secara hukum domestik, amandemen tersebut dinyatakan sah.

Dalam kasus ini, Sweden-Romania BIT tidak mengandung klausa stabilisasi, juga tidak terdapat komitmen pemerintah Rumania bahwa Ordonansi 1998 tidak akan diubah. Dengan demikian, sengketa ini hanya dapat dianalisis dari sudut pandang apakah terdapat pelanggaran terhadap legitimate expectation. Pandangan mahkamah bahwa hak negara dalam meregulasi haruslah dipertimbangkan dalam mengkaji legimate expectations dilakukan sesuai dengan putusan-putusan arbitrase sebelumnya seperti dalam kasus Lemire v. Ukraine dan kasus El Paso Energy v. Argentina. Para pihak dalam sengketa ini sepakat bahwa

Ioan Micula v. Romania, op. cit., para. 605. 321

agar terdapat pelanggaran FET karena legitimate expectations, Claimants harus dapat membuktikan bahwa: Rumania memberikan janji atau jaminan yang digunakan Claimants untuk menggantungkan nasib investasinya, serta harapan tersebut harus masuk akal.322

Mahkamah memutuskan bahwa tindakan Rumania telah mencerminkan sebuah janji bahwa tidak akan terjadi perubahan terhadap insentif yang diberikan selama jangka waktu berlaku, yaitu sampai 1 April 2009.323 Janji tersebut haruslah dilimpahkan kepada badan pemerintah yang berwenang, tetapi tidak harus dalam bentuk yang spesifik (berbeda dengan perlindungan yang diberikan umbrella clause).324 Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa (i) Ordinansi 1998 dibuat dengan tujuan untuk menarik investasi di daerah tertinggal, (ii) untuk mendapat insentif, Claimants harus memenuhi kriteria dan kewajiban tertentu (diantaranya mencakup laporan tentang jangka waktu investasi, perekrutan tenaga kerja, dll), dan (iii) sertifikat investor permanen dikeluarkan untuk berlaku sampai 1 April 2009.

Menurut Claimants, ekspansi bisnis Claimants di Rumania bergantung pada insentif Ordonansi 1998. Pengembangan akan bisnis tersebut bahkan telah dimulai, meskipun belum selesai akibat terkendala pencabutan insentif. Mahkamah menolak dalil ini dan menyatakan bahwa investasi Claimants tidak

Ibid., para. 668. 322

Ibid., para. 677. 323

Lihat C. McLachlan, L. Shore, dan M. Weiniger, International Investment 324

Arbitration, Substantive Principles, (Oxford: Oxford University Press, 2007), hlm. 238; August Reinisch, Standards of Investment Protection, (Oxford: Oxford University Press, 2008), hlm. 126; Sornarajah, op. cit., hlm. 354; Dolzer dan Schreuer, op. cit., hlm. 145.

didirikan berdasarkan Ordinansi 1998. Legitimate expectations hanya dapat berlaku pada saat Claimants menerima sertifikat (tahun 2000-2002) dan ekspektasi tersebut berhenti ketika pemerintah Rumania mencabut pemberian insentif tanpa kompensasi pada saat dikeluarkannya Ordonansi 2004. Dengan demikian, BIT hanya dapat melindungi investasi investor yang dibuat selama masa 1 Juni 2000 sampai 31 Agustus 2004.325

Mahkamah menyatakan pandangannya bahwa beban pembuktian berada pada Claimants untuk membuktikan bahwa Rumania telah memberikan janji dan mereka menggantungkan diri pada janji tersebut, tetapi juga harus membuktikan bahwa harapan Claimants terhadap janji tersebut adalah wajar menurut hukum Uni Eropa dan hukum nasional Rumania.326 Pendekatan ini cukup menjanjikan, karena apabila sebaliknya, sebagaimana terdapat dalam kasus Maffezini327 maka BITs akan menjadi polis asuransi terhadap keputusan bisnis yang buruk; dimana hal tersebut bukanlah merupakan tujuan dari perlindungan investasi.

Pada bagian analisis terhadap isu transparansi dan konsistensi yang muncul dari standar FET, Mahkamah memutus berdasarkan putusan dalam kasus Tecmed v. Mexico, tetapi kemudian menambahkan bahwa transparansi dan konsistensi haruslah diuji berdasarkan kondisi dan situasi kasus agar kewajiban yang ditumpukan kepada negara cukup realistis.

Ioan Micula v. Romania, op. cit., para. 722. 325

Ibid., para. 690; P. Muchlinski, Caveat Investor? The Relevance of the 326

Conduct of Investor under the Fair and Equitable Treatment Standard, International and Comparative Law Quarterly (2006), Vol. 55 No. 4, hlm. 527.

Maffezini v. Spain, op. cit., para. 64. 327

Mayoritas anggota tribunal memutuskan bahwa Rumania telah melakukan pelanggaran terhadap BIT dengan cara berjanji akan memberikan insentif selama jangka waktu tertentu kepada Claimants. Selain itu, tindakan Rumania mencerminkan adanya bujukan sehingga Rumania harus menanggung akibat seluruh pernyataan dan tindakannya. Mahkamah menyimpulkan bahwa wajar bagi Claimants untuk percaya bahwa insentif tersebut adalah sah berdasarkan hukum Rumania dan akan bertahan selama jangka waktu 10 tahun secara penuh.328 Selain itu, Rumania juga tidak bertindak transparan dengan tidak memberitahukan Claimants mengenai adanya kemungkinan penghapusan insentif tanpa kompensasi sebelum jangka waktu berakhir. Dalam putusannya, Mahkamah menolak petitum bahwa Rumania telah bertindak dengan itikad buruk serta menolak argumen Claimants mengenai ketidakwajaran dan ekspropriasi.

Ioan Micula v. Romania, op. cit., para. 870. 328

4. Analisis Terhadap Penerapan Prinsip Fair and Equitable Treatment dalam Penyelesaian Sengketa Investasi yang Berasal dari BITs Dilihat dari Kasus-Kasus di Atas

Secara umum, mahkamah arbitrase dapat menggunakan lima sumber dalam menafsirkan FET, yaitu: itikad baik dalam penafsiran suatu perjanjian, objek dan tujuan perjanjian, norma hukum internasional yang terkait, serta keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana sebagai sumber subsider.329

Dalam putusan Tecmed v. Mexico, mahkamah hanya menyatakan bahwa “…understands that the scope of the undertaking of fair and equitable treatment under Article 4(1) of the [Mexico-Spain BIT] is that resulting from autonomous interpretation, taking into account the text of Article 4(1) according to its ordinary meaning (Article 31(1) of the Vienna Convention.330 Namun, mahkamah tidak membahas ataupun memberikan penjelasan terhadap pengertian prinsip FET. Selain itu, mahkamah juga tidak menjelaskan alasan tidak dipertimbangkannya sumber penafsiran tambahan sebagaimana diatur Pasal 32 Konvensi Wina.331

Prinsip legitimate expectations yang dalam kasus ini menjadi alasan utama pertimbangan terhadap pelanggaran prinsip FET memang memiliki peran yang cukup penting karena banyak dipraktikkan oleh negara-negara penganut sistem

Trinh Hai Yen, The Interpretation of Investment Treaties, (The Hague: M. 329

Nijhoff, 2014), hlm. 132. Ibid., para. 155. 330

Pasal 32 Konvensi Wina berbunyi: “Recourse may be had to supplementary 331

means of interpretation, including the preparatory work of the treaty and the circumstances of its conclusion, in order to confirm the meaning resulting from application…or interpretation…”

hukum common law.332 Namun, perlu diingat bahwa sebuah doktrin yang hanya berlaku di satu sistem hukum tidak dapat menjadi dasar doktrin tersebut berlaku sebagai norma hukum internasional. Selain itu pula, para arbiter yang dipilih untuk memutus dalam sengketa ini semuanya merupakan ahli hukum yang berlatarbelakang sistem hukum civil law.

Apabila diteliti lebih lanjut, mahkamah dalam sengketa ini menafsirkan prinsip FET dengan adanya legitimate expectations investor yang dilanggar. Akan tetapi, kewajiban host state untuk memenuhi ekspektasi tersebut harus dibuktikan dengan adanya janji yang diberikan oleh perwakilan pemerintah host state. Pandangan ini antara lain dianut oleh mahkamah arbitrase dalam kasus EDF Ltd. v. Romania,333 dimana disebutkan bahwa kecuali pemerintah host state memberikan janji tertentu kepada investor, investor tidak dapat bergantung pada BITs. BITs bukanlah suatu polis asuransi yang memberikan jaminan terhadap resiko adanya perubahan dalam kerangka hukum dan ekonomi host state. Ekspektasi investor yang demikian tidaklah sah dan masuk akal.

Kenyataannya, prinsip FET seharusnya mendukung dan memberikan kebebasan kepada host state untuk menetapkan dan menjalankan hukum nasionalnya. Selain itu, prinsip FET seharusnya lebih dihubungkan dengan due process of law dalam proses administrasi dan pengambilan keputusan, yaitu W. Wade dan C.F. Forsyth, Administrative Law, 9th ed., (Oxford: Oxford 332

University Press, 2004), hlm. 372-376. Doktrin legitimate expectation pertama kali digunakan dalam hukum Inggris sebagai dasar judicial review terhadap hukum administrasi negara dengan tujuan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan.

EDF (Services) Ltd. v. Romania, ICSID Case No. ARB/05/13, Award, 8 333

kewajiban host state untuk memastikan agar hukum yang telah dibuat itu dilaksanakan secara konsisten.

Dalam kasus PSEG v. Turkey, mahkamah arbitrase menafsirkan prinsip FEt sebagai prinsip yang melengkapi norma hukum internasional. Prinsip ini dipakai apabila diperlukan ganti rugi terhadap investor tetapi fakta-fakta kasus tidak cukup untuk memenuhi syarat ekspropriasi tidak langsung. Sama seperti putusan kasus Tecmed, putusan dalam kasus ini juga tidak melakukan penafsiran berdasarkan ordinary meaning dari klausa FET yang ada dalam US-Turkey BIT, melainkan berdasarkan rujukan terhadap beberapa putusan mahkamah arbitrase sebelumnya dalam kasus yang serupa. Penafsiran yang digunakan antara lain tindakan host state yang inkonsisten (dari putusan MTD v. Chile), perubahan peraturan dan kerangka hukum secara sewenang-wenang (dari Tecmed v. Mexico), dan kewajiban untuk memastikan lingkungan hukum yang stabil dan dapat diprediksi (dari Occidental v. Ecuador).

Masih mengutip standar Tecmed, mahkamah dalam kasus ini menitikberatkan pada isu legitimate expectations yang timbul apabila host state memberikan janji yang digunakan oleh investor sebagai tumpuan bagi kelangsungan investasinya. Akan tetapi, dari fakta atas kasus tersebut dapat diketahui bahwa pemerintah host state tidak pernah memberikan janji ataupun jaminan dalam bentuk apapun kepada investor. Bahkan, hal ini diakui oleh mahkamah arbitrase sendiri dalam pertimbangannya.334 Unsur lainnya yaitu itikad

PSEG v. Turkey, op. cit., para. 242-244. 334

buruk maupun kesengajaan juga tidak ditemukan dan tidak terpenuhi oleh host state dalam kasus ini.

Sebaliknya, pelanggaran FET justru ditemukan akibat kelalaian dalam proses administrasi dan negosiasi. Pertimbangan mahkamah bahwa kegagalan dalam mencari jalan keluar dari perselisihan serta kurangnya komunikasi telah menunjukkan kelalaian dan inkonsistensi serius dalam proses administrasi. Hal ini sendiri sangat kontradiktif terhadap penafsiran mahkamah sebelumnya tentang itikad baik. Meskipun mahkamah telah berhasil dalam menerapkan beberapa prinsip dalam mengkaji pelanggaran FET, namun penerapannya tidak dibarengi dengan pertimbangan maupun penjelasan yang memuaskan.

Berbeda dengan kasus Ioan Micula v. Romania, dimana baik mahkamah maupun kedua pihak menyepakati posisi FET sebagai suatu prinsip yang otonom tanpa terikat standar minimum internasional. Penafsiran FET yang digunakan dalam putusan ini adalah penafsiran berdasarkan ketentuan Pasal 31 dan Pasal 32 Konvensi Wina, yaitu dengan ordinary meaning serta berdasarkan objek dan tujuan perjanjian. Dalam hal ini, muncul isu bahwa Konvensi Wina tidak berlaku mengikat bagi Rumania karena Rumania bukan merupakan negara anggota pada Konvensi Wina. Namun perlu diingat bahwa Konvensi Wina juga mencerminkan hukum kebiasaan internasional335 dan oleh karena itu dapat berlaku bagi Rumania.

Case Concerning the Territorial Dispute (Libyan Arab Jamahiriya v. Chad), 335

Tidak hanya itu, putusan ini juga memberikan deskripsi lengkap atas pengertian masing-masing istilah dari klausa FET.

Putusan dalam kasus ini menyentuh sejumlah isu yang tidak terselesaikan dalam arbitrase sengketa investasi internasional. Dalam kaitannya dengan isu Uni Eropa, Mahkamah menyatakan bahwa tidak terdapat pertentangan antara ketentuan BIT dengan hukum Uni Eropa, dan bahwa hukum Uni Eropa dapat dianggap sebagai bagian yang melatarbelakangi kasus ini. Baik Sweden-Romania BIT maupun Perjanjian Aksesi tidak mencantumkan ketentuan yang mengatur satu sama lain, oleh karena itu, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa baik Rumania maupun Swedia memiliki niat untuk melanggar ataupun mengubah kewajiban mereka berdasarkan BIT yang telah disepakati. Akan tetapi, Mahkamah dalam kasus Electrabel v. Hungary336 berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa hukum yang berlaku dalam penyelesaian sengketa adalah hukum Uni Eropa dan bukan BIT.

Selain itu, Mahkamah dalam kasus ini juga merumuskan faktor-faktor yang membentuk standar FET yaitu: “the concept of transparency,337 stability and the protection of the investor’s legitimate expectations…compliance with contractual obligations, procedural propriety and due process, actions in good faith338 and freedom from coercion and harassment.339” Dapat dilihat bahwa

Electrabel S.A. v. Hungary, ICSID Case No. ARB/07/19, Decision on 336

Jurisdiction, 30 November 2012, para. 7.75.

Ioan Micula v. Romania, op. cit.,para. 530-533. 337

Ibid., para. 831. 338

Ibid., para. 519. 339

mahkamah tidak lagi terikat pada pembahasan akan definisi prinsip FET atau apakah prinsip tersebut berdiri sendiri atau diatur oleh standar lainnya; melainkan lebih fokus pada identifikasi cakupan dari standar FET, antara lain legitimate expectations, itikad baik, due process of law, transparansi dan stabilitas dalam peraturan perundang-undangan. Meskipun sesungguhnya, mahkamah juga dapat mempertimbangkan kedaulatan negara dalam meregulasi serta prinsip pembangunan berkelanjutan, karena tujuan awal diberikannya insentif tersebut adalah untuk membantu pemerintah membangun daerah-daerah tertinggal di Rumania. Meskipun demikian, berdasarkan perkembangan prinsip FET sampai saat ini, rumusan mahkamah dalam kasus ini merupakan metode yang paling lengkap dan komprehensif dalam menjelaskan kontur standar FET yang rumit.

Dalam kasus-kasus yang didiskusikan di atas, dapat dilihat adanya perkembangan pada penerapan prinsip FET oleh arbitrase internasional dalam penyelesaian sengketa investasi yang muncul dari BITs. Semakin spesifik prinsip-prinsip perlindungan FET yang diterapkan maka semakin mudah pula dalam menentukan ada tidaknya pelanggaran terhadap prinsip FET. Untuk kemudahan pemahaman, ringkasan dari ketiga kasus di atas dapat dilihat pada Tabel No. 4.1. berikut ini:

Tabel No. 4 Ringkasan Analisis Perbandingan Perkara

Dokumen terkait