• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

6.1 AnanlisiS Univariat

6.2.10 Hubungan Riwayat Penyakit ISPA dengan Status Gizi Anak Balita

Gambar 6.23 Diagram Bar Prevalens Rate Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit ISPA di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate status gizi kurang lebih tinggi pada anak yang pernah menderita ISPA yaitu 52,2% dibanding status gizi kurang pada anak yang tidak menderita ISPA yaitu 30,6%. Sedangkan prevalens rate

status gizi baik lebih tinggi pada anak yang tidak menderita ISPA yaitu 69,4% dibanding status gizi baik pada anak yang menderita ISPA yaitu 47,8%. Ratio Prevalens = 1,708 (95% CI : 0,993-2,935). Riwayat ISPA bukan merupakan faktor resiko terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.

Hasil analisa statistik diperoleh nilai p=0,034, artinya ada hubungan asosiasi yang signifikan antara riwayat penyakit ISPA dengan status gizi anak balita. Dapat dilihat bahwa nilai ratio prevalens tidak sejalan dengan nilai p, hal ini karena jumlah faktor resiko yang mengalami efek jauh lebih banyak (36 orang) dibanding dengan tanpa faktor resiko yang mengalami efek kurang gizi (11 orang)

Penyakit infeksi sangat mempengaruhi status gizi anak balita. Anak yang mendapat makanan cukup, tetapi sering diserang penyakit infeksi akhirnya dapat menderita Kekurangan Energi Protein (KEP). Sebaliknya anak yang makan tidak cukup, daya tahan tubuhnya akan melemah sehingga dalam keadaan demikian mudah diserang penyakit, kurang nafsu makan dan akhirnya menyebabkan terjadinya KEP.13

Hasil ini sejalan dengan penelitian Hermansyah (2002) di Kota Sawahlunto dengan desain cross sectional yang mendapatkan hasil bahwa ada perbedaan proporsi kejadian KEP antara anak yang sakit ISPA dibanding anak yang tidak sakit ISPA (p=0,000).23

6.2.11 Hubungan Riwayat Diare dengan Status Gizi Anak Balita.

Gambar 6.24 Diagram Bar Prevalens Rate Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Diare di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate status gizi kurang lebih tinggi pada anak yang menderita diare yaitu 57,4% dibanding status gizi kurang pada anak yang tidak menderita diare yaitu 34,5%. Sedangkan prevalens rate status gizi baik lebih tinggi pada anak yang tidak menderita diare yaitu 65,5% dibanding status gizi pada anak yang menderita diare yaitu 42,6%. Ratio Prevalens = 1,666 (95% CI : 1,082-2,565). Riwayat diare merupakan faktor resiko terhadap kejadian gizi kurang pada anak balita.

Hasil analisa statistik diperoleh nilai p=0,019, artinya ada hubungan asosiasi yang signifikan antara riwayat diare dengan status gizi anak balita.

Terdapat hubungan yang erat antara diare dan gizi kurang pada anak balita. Diare dapat menyebabkan gizi kurang dan sebaliknya gizi kurang merupakan faktor

pemicu terjadinya diare. Oleh karena itu penaggulangan diare merupakan salah satu program yang efektif dalam pencegahan masalah gizi kurang. Terjadi hubungan timbal balik antara kejadian infeksi dengan KEP.4

Hasil ini sejalan dengan penelitian Mustafa (2005) di Kota Banda Aceh dengan desain cross sectional mendapatkan hasil bahwa ada hubungan yang kuat antara penyakit infeksi diare dengan status gizi balita, dengan Rasio Prevalens sebesar 2,21 (p=0,032).34

6.2.12 Hubungan Kesehatan Lingkungan dengan Status Gizi Anak Balita

Gambar 6.25 Diagram Bar Prevalens Rate Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Kesehatan Lingkungan di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2010.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa prevalens rate status gizi kurang lebih tinggi pada anak dengan kesehatan lingkungan tidak baik yaitu 64,7% dibanding status gizi kurang pada anak dengan kesehatan lingkungan baik yaitu 40,9%. Sedangkan prevalens rate status gizi baik lebih tinggi pada anak dengan kesehatan

lingkungan baik yaitu 59,1% dibanding dengan status gizi baik pada anak dengan kesehatan lingkungan tidak baik yaitu 35,3%. Ratio Prevalens = 1,582 (95% CI : 1,027-2,435). Kesehatan lingkungan merupakan faktor resiko terhadap kejadian gizi kurang.

Hasil analisa statistik diperoleh nilai p=0,071, artinya tidak ada hubungan asosiasi yang signifikan antara kesehatan lingkungan dengan status gizi anak balita. Dapat dilihat bahwa nilai rasio prevalens tidak sejalan dengan nilai p, hal ini karena jumlah faktor resiko yang mengalami efek jauh lebih sedikit (11 orang) dibanding dengan jumlah yang bukan faktor resiko yang mengalami efek (36 orang).

Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai penyakit antara lain diare, kecacingan dan infeksi saluran pencernaan yang dapat menyebabkan kekebalan anak menurun yang dapat berlanjut pada gangguan malabsorbsi dan gangguan status gizi anak balita.18

Hal ini sejalan dengan penelitian Mustafa (2005) di Kota Banda Aceh dengan menggunakan desain cross sectional didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kesehatan lingkungan dengan status gizi anak balita dengan nilai p=0,499.34

6.3 Analisis Multivariat

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik berganda, estimasi probabilitas atau peluang seorang anak menderita status gizi kurang di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan dapat diketahui secara matematik yaitu :

P = 1 x 100%

Model regresi logistik mempergunakan asumsi, misal untuk melihat estimasi faktor resiko (Xn) ada nilainya yaitu = 1, jika estimasi faktor resiko (Xn) tidak ada nilainya = 0. Contoh jika berat badan lahir rendah dan tidak diberikan kolostrum maka diberi nilai X1,X2 = 1 dan estimasi faktor resiko lainnya dianggap tidak ada = 0, maka estimasi probabilitas adalah :

P = 1 x 100%

1 + e-(-10,255 + 2,828(1) + 2,299(1) P = 1,98%

Artinya = anak balita dengan berat badan lahir rendah dan tidak diberikan kolostrum memiliki perkiraan resiko (risk estimated) untuk terkena gizi kurang sebesar 1,98%.

Kolostrum dapat memberikan perlindungan terhadap bayi sampai umur 6 bulan pertama. Kemudian status gizi ibu yang baik berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dalam kandungan serta berpengaruh terhadap kualitas ASI terutama kualitas kolostrum yang diberikan kepada anaknya.18

Hasil analisis multivariat pada penelitian Azrimaidaliza (2006) memperoleh hasil bahwa variabel yang paling dominan terhadap status gizi anak adalah umur, berat badan lahir, IMT ibu dan jumlah anak dalam keluarga.43

Dokumen terkait