• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sifat Anatomi dan Kimia Kayu dengan Sifat Akustik Kayu

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Hubungan Sifat Anatomi dan Kimia Kayu dengan Sifat Akustik Kayu

Nilai rata-rata sifat akustik pada jenis kayu yang diteliti berdasarkan arah radial, tangensial, dan campuran disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Sifat akustik kayu keenam jenis kayu

Jenis kayu Kecepatan ultrasonik (m/detik) Sound Damping (δ) PR PT PC PR PT PC Softwood Pinus merkusii 6119,435 5531,006 6557,523 0,058 0,077 0,070 Rata-rata 6069 0,068 Pinus insularis 5779,611 5433,704 5769,472 0,060 0,083 0,088 Rata-rata 5661 0,077 Hardwood Dalbergia latifolia 6187,278 5812,667 6261,889 0,062 0,068 0,074 Rata-rata 6087 0,068 Swietania mahagoni 5475,667 5324,556 5113,500 0,076 0,067 0,061 Rata-rata 5305 0,068 Maesopsis eminii 5536,167 5413,056 5002,167 0,079 0,106 0,107 Rata-rata 5317 0,097 Acacia mangium 5245,333 5198,278 5409,833 0,075 0,084 0,081 Rata-rata 5284 0,080 (Sumber : Baihaqi 2009)

Kecepatan ultrasonik dan sound damping merupakan parameter yang dapat menentukan kualitas kayu sebagai bahan alat musik. Oliveira et al. (2002) dan Bucur (2006) menyatakan bahwa kadar air, arah serat, panjang serat, porositas dinding sel, daerah kristalin pada dinding sel, dan struktur lingkaran tumbuh dapat mempengaruhi kecepatan gelombang. Peredaman kayu (sound damping) dipengaruhi oleh jenis, kadar air, arah getaran (longitudinal, transversal, torsional atau puntiran), dan cara getaran (Tsoumis 1991).

Selain itu, secara ringkas struktur anatomi dan karakter sel kayu yang umum digunakan untuk alat musik adalah berserat panjang, arah serat lurus, tekstur baik, memiliki susut yang rendah, ringan, bebas dari penyakit dan cacat, serta kadar air yang sesuai dengan kadar air kesetimbangan, kuat, keras dan lain-lain. Walaupun demikian pemanfaatan struktur anatomi dan karakter kayu ini tergantung tujuan penggunaan alat musik itu sendiri (Ardhianto 2002).

Dari Tabel 6 dapat dilihat nilai rataan sifat akustik kayu dari penelitian Baihaqi (2009) yang menggunakan bahan jenis kayu yang sama yaitu nilai kecepatan ultrasonik tertinggi terdapat pada jenis softwood yaitu sekitar 6000 m/detik, sedangkan untuk jenis hardwood sekitar 5000 m/detik. Menurut Bucur (2006), untuk jenis kayu yang biasa digunakan sebagai bahan alat musik dari kelompok softwood (jenis spruce) memiliki kecepatan gelombang suara 5500-6500 m/detik, sementara itu untuk jenis kayu hardwood (maple), dan rosewood (Dalbergia sp.) adalah 4000-5000 m/detik. Pinus merkusii memiliki kecepatan terbesar, nilai kecepatan pada Pinus insularis tidak berbeda dengan nilai kecepatan pada sonokeling, akan tetapi berbeda nyata dengan mangium, mahoni, dan kayu afrika.

Kehomogenan struktur sel kayu pada jenis softwood, dimana selnya didominasi oleh sel trakeida memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kecepatan gelombang ultrasonik. Pada jenis hardwood struktur sel lebih heterogen yaitu terdiri dari serat dan pembuluh. Pembuluh dalam jenis hardwood dapat memperlambat laju kecepatan gelombang. Pada jenis hardwood, jenis sonokeling memiliki kecepatan paling tinggi dibandingkan dengan jenis hardwood lainnya. Hal ini diduga karena selain jumlah rata-rata pembuluh per mm²nya yang paling jarang dibandingkan dengan yang lain, juga dikarenakan sudut mikrofibrilnya yang paling kecil dibandingkan jenis hardwood lainnya.

Jenis softwood juga memiliki serat yang panjang dibandingkan dengan

hardwood. Dimana nilai panjang serat rata-rata jenis softwood 5312 µm,

sedangkan hardwood 1105,25 µm. Menurut Fengel dan Wegener (1995), kayu spruce (softwood) memiliki panjang serat 1700 – 3700 µm dan diameter serat 20-40 μm. Kayu maple (hardwood) memiliki panjang serat 1000-3000 μm (Bucur 2006). Menurut Oliveira et al. (2002) dan Bucur (2006), semakin panjang serat maka semakin cepat aliran rambat gelombangnya. Selain itu, jenis softwood juga memiliki dinding sel yang tebal dibandingkan dengan jenis hardwood. Semakin tebalnya suatu dinding sel mengakibatkan porositas sel menjadi kecil sehingga dapat mempercepat rambat gelombang. Hal ini pun terjadi pada bagian kayu akhir yang memiliki dinding sel yang tebal dibandingkan dengan kayu awal, sehingga pada bagian kayu akhir ini kecepatan gelombangnya tinggi (Bucur 2006).

Berdasarkan nilai sudut mikrofibril dan indeks kristalinitas (Tabel 3), jenis softwood memiliki nilai rata-rata sudut mikrofibril lebih kecil (20,44º) dibandingkan dengan hardwood (21,64º). Menurut Deresse et al. (2003), semakin kecil sudut mikrofibril kayu maka arah serat semakin sejajar terhadap sumbu panjang sel sehingga laju kecepatan gelombang semakin cepat.

Untuk besaran nilai rata-rata indeks kristalinitas dari masing-masing jenis, jenis softwood nilainya lebih kecil dibandingkan dengan hardwood. Menurut Olieveira et al. (2002), daerah kristalin pada dinding sel lebih cepat mengalirkan gelombang ultrasonik dibandingkan dengan daerah amorph. Tetapi berdasarkan data yang ada, jenis softwood memiliki nilai indeks kristalinitas yang kecil dengan kadar selulosa yang tinggi. Jenis hardwood memiliki nilai indeks kristalinitas yang besar dengan kadar selulosa yang lebih kecil. Kemungkinan faktor yang mempengaruhinya yaitu bagian sampel yang diambil tidak berkesinambungan, dimana sampel untuk komponen kimia diambil dari bagian keseluruhan sedangkan sampel untuk pengujian sifat ultrastruktur diambil hanya dari bagian tertentu. Selain itu, faktor penyebab yang lainnya adalah perbedaan umur dari masing-masing jenis. Dalam Bucur (2006) nilai indeks kristalinitas pada kayu spruce bervariasi dari umur 1-120 tahun, yang kemudian nilai tersebut konstan dengan nilai maksimum terdapat pada umur 4 dan 100 tahun.

Apabila dilihat dari komponen kimianya, kadar selulosa pada jenis

softwood lebih tinggi dibandingkan dengan hardwood. Kecepatan gelombang

semakin cepat pada dinding sel yang mengandung derajat polimerisasi (DP) yang tinggi. Hal ini karena semakin besarnya kontinuitas elastis dan kristalin bahan. Untuk itu kecepatan gelombang terbesar terjadi pada lapisan selulosa (DP 1000-1500) diikuti hemiselulosa (DP 5-200) dan paling lambat ketika melewati lapisan lignin (DP 5-60) (Olieveira et al. 2002). Besarnya kadar selulosa pada kayu diduga dapat mempengaruhi kecepatan gelombang ultrasonik semakin cepat.

Untuk mengetahui hubungan antara sifat akustik dengan sifat kimia dilakukan analisis statistik dengan regresi linier sederhana. Dari persamaan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pendugaan nilai sifat akustik melalui penentuan sifat kimia. Apabila nilai koefisien determinasi (R2) tinggi

maka hubungan regresi kedua variabel yang dianalisa semakin erat atau semakin linier sehingga dapat menduga variabel tak bebas berdasarkan variabel bebasnya.

Gambar 16. Hubungan kadar selulosa dengan sifat akustik

Berdasarkan Gambar 16 diketahui nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada kadar selulosa 47,26-54,10% berkisar antara 5000-6000 m/detik. Hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik dengan selulosa sangat baik dimana nilai r = 0,76 dan nilai R2 = 58,18 %, sedangkan hubungan selulosa dengan sound

damping kurang baik karena nilai r kecil yaitu 0,19 dan R² = 3,8%. Apabila

hubungan ini di modelkan (Tabel 8), diperoleh signifikansi tidak nyata pada taraf nyata 5%.

Gambar 17. Hubungan kadar lignin dengan sifat akustik

Menurut Sanjaya (2001), lignin adalah amorph (non kristalin). Kecepatan gelombang paling lambat terjadi pada daerah lignin. Jenis softwood memiliki kadar lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan hardwood. Kadar lignin yang tinggi pada jenis softwood tidak berpengaruh terhadap kecepatan gelombang karena pada kenyataannya jenis softwood memiliki nilai kecepatan gelombang

ultrasonik yang lebih tinggi dibandingkan hardwood. Struktur anatomi pada jenis

softwood diduga lebih berpengaruh terhadap kecepatan gelombang.

Berdasarkan Gambar 17 hubungan antara kadar lignin dengan kecepatan ultrasonik dikatakan baik karena memiliki nilai r = 0,65 dan R2 = 42,3%, dan hubungan kadar lignin dengan sound damping baik karena memiliki nilai r yang cukup besar yaitu r = 0,737 dan R2 = 54,4%. Berdasarkan pengujian parameter model diperoleh bahwa peubah lignin berpengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%.

Gambar 18. Hubungan kadar hemiselulosa dengan sifat akustik

Hemiselulosa merupakan senyawa amorph, karena banyak percabangan pada rantai molekulnya (Sanjaya 2001). Jenis hardwood memiliki nilai kadar yang lebih besar dibandingkan dengan softwood. Dengan tingginya kadar hemiselulosa diduga dapat memperlambat laju kecepatan gelombang. Sementara itu, Gambar 18 menunjukkan hubungan kadar hemiselulosa dengan parameter akustik (kecepatan gelombang ultrasonik dan sound damping) sangat baik. Hubungan kadar hemiselulosa dengan kecepatan gelombang ultrasonik memiliki nilai r = 0,79 dan R2 = 62,6%, sedangkan hubungan kadar hemiselulosa dengan

soud damping memiliki nilai r = 0,68 dan R2 = 46,4%. Dari pengujian parameter model diperoleh bahwa peubah hemiselulosa berpengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%.

Gambar 19. Hubungan kadar zat ekstraktif dengan sifat akustik

Jenis hardwood memiliki kadar zat ekstraktif yang lebih tinggi dibandingkan pada softwood. Diduga dengan adanya zat ekstraktif ini, sifat permeabilitas kayu menjadi rendah. Menurut Oliveira et al. 2002 dan Bucur 2006, permeabilitas yang rendah akan mempercepat kecepatan gelombang ultrasonik. Akan tetapi, nilai kecepatan gelombang ultrasonik hardwood lebih lambat. Zat ekstraktif diduga tidak berpengaruh besar dikarenakan bersifat non-struktural. Pada Gambar 19 menunjukkan bahwa hubungan antara kadar zat ekstraktif larut etanol-benzene dengan sifat akustik (kecepatan ultrasonik dan sound damping) kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kadar zat ekstraktif kurang baik untuk menduga nilai parameter akustik. Berdasarkan pengujian parameter model diperoleh bahwa peubah zat ekstraktif berpengaruh tidak nyata pada taraf nyata 5%.

Dari Tabel 6 diperoleh nilai sound damping pada hardwood lebih tinggi dibandingkan softwood. Hal ini diduga karena hardwood memiliki struktur sel yang kompleks. Pada jenis hardwood, terdapat sel pembuluh yang berfungsi menyalurkan cairan dan mineral yang diduga bisa meredam suara. Selain itu juga terdapatnya parenkim yang berfungsi sebagai penyimpan cadangan makan. Diantara jenis-jenis hardwood, kayu afrika dan mangium memiliki nilai sound

damping yang tinggi dibandingkan dengan jenis hardwood lainnya. Hal ini diduga

disebabkan karena kedua jenis tersebut memiliki diameter pembuluh/pori yang paling besar dibandingkan dengan jenis yang lain sehingga mampu menahan gelombang lebih lama.

Berdasarkan pola pemotongan arah pada kayu yang diteliti, nilai kecepatan gelombang pada arah radial lebih besar dibandingkan dengan nilai arah tangensial (Baihaqi 2009). Hal ini diperkuat oleh Karlinasari (2007) dalam pengujiannya menggunakan kayu jati, sengon, dan kayu afrika dimana arah serat mempengaruhi kecepatan gelombang. Kecepatan gelombang lebih cepat pada arah longitudinal (searah serat), diikuti arah radial, dan yang terlama adalah pada arah tangensial.

Berdasarkan penampang tangensial kayu (Gambar 6.d-11.d) susunan sel jari-jari memotong sumbu memanjang tapi searah jaringan radial akibatnya gelombang merambat lebih cepat dibandingkan dengan arah tangensial. Pada penampang radial (Gambar 6.c-11.c), susunan jari-jarinya memanjang vertikal dan tersusun jarang-jarang sehingga gelombang merambat lebih lambat.

Pada arah radial, rambatan gelombang akan melewati lapisan lignin untuk mencapai selulosa akibatnya akan terjadi perlemahan/atenuasi karena dilewatinya daerah amorph dan inelastis. Kecepatan rambatan gelombang terendah terjadi pada arah tangensial karena gelombang melewati wilayah yang memiliki kadar lignin dan hemiselulosa yang besar yang menyebabkan banyak perlemahan yang dijumpai oleh gelombang (Oliveira et al. 2002). Selain itu juga, pada Baihaqi (2009) disebutkan bahwa nilai sound damping pada papan arah tangensial lebih besar dibandingkan pada papan arah radial kecuali jenis mahoni. Hal ini dipengaruhi oleh susunan sel jari-jari dari masing-masing arah kayu. Perbedaan ini dapat memberikan pengaruh yang signifikan untuk memotong perambatan gelombang.

Kecepatan gelombang yang tinggi dengan nilai sound damping (peredam suara) rendah adalah prasyarat kayu sebagai bahan alat musik. Apabila kecepatan gelombang rendah, sedangkan nilai sound damping tinggi maka bahan tersebut cocok digunakan sebagai peredam suara (Bucur 2006). Jenis softwood (Pinus

merkusii dan Pinus insularis), jenis hardwood yaitu sonokeling dan mahoni dapat

dijadikan sebagai bahan alat musik. Untuk jenis mangium dan kayu afrika lebih cocok digunakan untuk peredam suara (Baihaqi 2009).

Untuk penggunaan kayu sebagai alat musik, prasyaratnya memiliki kecepatan gelombang yang tinggi. Kecepatan gelombang yang tinggi tersebut didukung dengan struktur anatomi yang homogen, berserat panjang, indeks

kristalinitas yang tinggi, kadar selulosa tinggi, kadar lignin rendah, sudut mikrofibril yang kecil, kadar air rendah, dinding sel dengan porositas dan permeabilitas yang rendah, persentase kayu akhir tinggi, dan pada arah serat melintang. Sementara itu, untuk penggunaan kayu sebagai peredam suara memiliki karakteristik kayu kebalikan dari yang disebutkan diatas.

Tabel 8. Rangkuman model dan analisis regresi linier hubungan antara sifat akustik dengan sifat kimia kayu

Parameter (x dan y) Model regresi r Signifikansi model (α = 0,05) Selulosa dan kecepatan ulrasonik y = 115,3x - 307,9 0,7627 0,5818 0,0778tn

Selulosa dan sound damping y = 0,121 - 0,000x 0,1959 0,0384 0,7099tn

Lignin dan kecepatan ulrasonik y = 231,7x - 339,5 0,6509 0,4237 0,1615tn

Lignin dan sound damping y = 0,278 - 0,007x 0,7378 0,5443 0,0941tn

Hemiselulosa dan kecepatan ulrasonik y = 7501 - 72,40x 0,7913 0,6262 0,0608tn

Hemiselulosa dan sound damping y = 0,001x + 0,027 0,6816 0,4646 0,1359tn

Zat ekstraktif dan kecepatan ulrasonik y = 6788 - 186,7x 0,5488 0,3012 0,2594tn

Zat ekstraktif dan sound damping y = 0,006x + 0,036 0,6261 0,3920 0,1835tn Keterangan : tn = tidak nyata

BAB V

Dokumen terkait