• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Anatomi

4.1.1.2. Kayu Teras dan Kayu Gubal

Gambar 5 menunjukkan perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras dari masing-masing jenis kayu. Kayu gubal dicirikan dengan warna kayu yang lebih terang dibandingkan dengan kayu teras.

Pinus merkusii Pinus insularis Sonokeling

Mahoni Mangium Kayu afrika

Gambar 5. Kayu teras dan kayu gubal dalam suatu potongan melintang

Berdasarkan proporsi kayu gubal dan kayu teras, kayu Pinus merkusii,

Pinus insularis, sonokeling dan mahoni memiliki proporsi kayu gubal yang lebih

besar dibanding kayu terasnya (Tabel 1).

Tabel 1. Kerapatan dan persentase kayu teras-kayu gubal

Jenis kayu ρ (gram/cm³) Persentase (%)

Kayu Teras Kayu Gubal Kayu Teras Kayu Gubal

Softwood Pinus merkusii 0,56 0,54 15,79 84,21 Pinus insularis 0,58 0,57 36,05 63,95 Hardwood Dalbergia latifolia 0,70 0,69 41,25 58,76 Swietania mahagoni 0,61 0,61 22,66 77,34 Maesopsis eminii 0,48 0,45 62,16 37,84 Acacia mangium 0,54 0,53 79,83 20,17

Sementara itu, persentase kayu teras pada jenis mangium dan kayu afrika lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya. Hal itu dikarenakan kedua jenis ini termasuk jenis kayu cepat tumbuh, dimana pematangan kayunya lebih cepat dan pembentukan kayu terasnya pun semakin cepat pula. Kayu teras merupakan bagian kayu yang sebagian besar sel-selnya telah mati karena proses menebalnya dinding sel. Semakin tinggi persentase kayu teras dibandingkan dengan kayu gubal dapat mengindikasikan tingginya zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu (Tabel 6).

Dari Tabel 1 juga dapat diketahui meskipun rata-rata kerapatan kayu teras lebih tinggi dibandingkan dengan kayu gubal, tetapi nilainya tidak berbeda jauh antara keduanya. Pada umumnya bentuk sel-sel pada kayu gubal dan teras tidak mengalami perubahan kecuali pada kayu awal dan kayu akhir. Yang membedakan antara kayu gubal dan kayu teras hanyalah keberadaan zat-zat aromatik (ekstraktif) pada kayu teras saja (Fengel dan Wegener 1995). Zat ekstraktif merupakan zat-zat tertentu yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, salah satunya adalah untuk mencegah serangan hama dan penyakit pada kayu sehingga kayu memiliki keawetan alami yang tinggi. Oleh karena itu, kayu teras menjadi salah satu faktor penentu kualitas kayu jika ditinjau dari kekuatan dan keawetan kayunya. Kayu teras dikenal memiliki sifat kayu yang lebih berat, lebih kuat, lebih indah gambarnya dan lebih tahan terhadap pembusukan bila dibandingkan dengan sifat kayu gubal (Hillis 1987).

4.1.1.3. Tekstur

Kayu Pinus merkusii dan Pinus insularis (softwood) memiliki tekstur kasar karena memiliki nilai diameter serat lebih dari 45 μm yaitu masing-masing 48,74 μm dan 53,25 μm. Jenis sonokeling, mahoni, mangium, dan kayu afrika

(hardwood) memiliki tekstur halus karena diameter serat kurang dari 30 μm

dengan nilai masing-masing 19,17; 18,34; 19,43; dan 25,08 μm (Tabel 2).

4.1.2. Karakteristik Mikroskopik Kayu 4.1.2.1. Serat

Serat berfungsi sebagai penyedia tenaga mekanik pada batang karena mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal

jika lumen atau rongga selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding. Dari ciri inilah dapat dipahami bahwa serat berfungsi sebagai penguat batang pohon. Serabut kayu hardwood jauh lebih pendek daripada trakeida kayu

softwood (Haygreen et al. 2003).

Tabel 2. Dimensi serat kayu

Jenis kayu serat (μm) Panjang

Diameter serat (μm) Diameter lumen (μm) Tebal dinding (μm) Softwood Pinus merkusii 5155 48,74 32,80 7,97 Pinus insularis 5469 53,25 37,37 7,94 Rata-Rata Softwood 5312 51,00 35,09 7,96 Hardwood Dalbergia latifolia 1043 19,17 11,97 3,60 Swietenia mahagoni 1047 18,34 12,54 2,90 Maesopsis eminii 1209 25,08 18,00 3,54 Acacia mangium 1122 19,43 13,37 3,03 Rata-Rata Hardwood 1105,25 20,51 13,97 3,27

Dalam Tabel 2 jenis softwood memiliki panjang serat yang lebih panjang (lebih dari 5000 μm) dibandingkan dengan jenis hardwood (1000 μm). Ukuran ini juga berlaku untuk diameter serat yaitu diameter lumen dan tebal dinding serat, dimana jenis softwood memiliki nilai lebih tinggi (lebih dari 40 μm) dibandingkan jenis hardwood (20 μm).

Jenis kayu spruce (Picea sp.) dan maple (Acer spp.) merupakan jenis yang memiliki sifat akustik yang baik dimana kayu spruce memiliki panjang serat berkisar 2900-3000 μm dengan diameter serat 20-40 μm. Kayu maple memiliki panjang serat sekitar 1000 μm dan diameter serat sekitar 30 μm. (Bucur 2006; Tsoumis 1991). Perbedaan ukuran sel serat dipengaruhi oleh umur pohon maupun jenis kayu itu sendiri.

4.1.2.2. Pembuluh (Pori)

Jenis Pinus merkusii dan Pinus insularis (softwood) tidak memiliki pembuluh. Jenis sonokeling, mangium, dan kayu afrika mempunyai sebaran pori baur sedangkan mahoni memiliki sebaran pori baur dan sebaran pori tata lingkar. Dari penampang melintang (Gambar 6.b-11.b) dapat dihitung diameter tangensial

rata-rata dan frekuensi pembuluh tiap jenis yaitu sonokeling 120,5 µm dan frekuensi 2-6 per mm²; mahoni 99,63 µm dengan frekuensi 3-8 per mm²; akasia 127,75 µm dengan frekuensi 2-8 per mm²; dan kayu afrika 137,75 µm dengan frekuensi 2-7 per mm². Berdasarkan klasifikasi Den Berger (1925) dalam Pandit dan Prihatini (2005), semua jenis kayu hardwood yang diteliti memiliki frekuensi pori jarang sampai agak jarang. Umumnya semua jenis kayu hardwood memiliki ukuran pori agak kecil, kecuali mahoni yang memiliki ukuran kecil. Kelompok pori pada sonokeling, mahoni dan mangium adalah soliter dan berganda radial 2-3 pori, sedangkan kayu afrika berpori soliter dan berganda radial.

Pada Bucur (2006), kayu spruce tergolong jenis softwood yang tidak memiliki pembuluh dan kayu maple (hardwood) memiliki pembuluh dimana termasuk kedalam kelompok soliter, berdiameter 25-150 µm, dan berjumlah 30-50 pori per mm².

4.1.2.3. Parenkim

Menurut penyusunnya, parenkim dibedakan menjadi 2 macam yaitu parenkim aksial yang tersusun vertikal dan parenkim jari-jari yang tersusun secara horisontal.Dari arah melintang, jenis Pinus merkusii dan Pinus insularis

(softwood) terlihat memiliki sel parenkim aksial yang berbentuk kotak/persegi

empat dan juga sel parenkim jari-jari yang nampak seperti garis-garis tipis yang mengarah ke empulur (Gambar 6.a dan 7.a). Parenkim aksial sonokeling (Gambar 8.a) bertipe paratrakea selubung bentuk sayap dan pita konfluen, mahoni (Gambar 9.a) umumnya bertipe paratrakea bentuk selubung dan ada yang membentuk pita-pita konsentris; kayu afrika (Gambar 10.a) bertipe paratrakea bentuk sayap dan konfluen; sedangkan mangium (Gambar 11.a) bertipe paratrakea bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang cenderung bentuk sayap pada pembuluh yang kecil.

4.1.2.4. Jari-Jari

Jika dilihat pada penampang melintang, jenis Pinus merkusii memiliki ketebalan jari-jari 18 µm, Pinus insularis 17 µm, sonokeling 18,25 µm, mahoni 31,5 µm, mangium 15,63 µm dan kayu afrika 25,75 µm. Frekuensi jari-jari untuk jenis Pinus merkusii 2-5, Pinus insularis 3-6; sonokeling 10-15, mahoni 5-9,

mangium 5-9 dan kayu afrika 3-7. Berdasarkan klasifikasi kayu dari jumlah jari-jarinya (Den Berger 1925 dalam Pandit dan Prihatini 2005) jenis softwood memiliki jari-jari yang jarang. Sedangkan untuk jenis hardwood sangat beragam jumlahnya, mulai dari jarang sampai banyak.

Dilihat dari penampang radial (Gambar 6.d-11d) susunan jari-jari jenis

softwood homogen yaitu uniseriat, sedangkan jenis hardwood multiseriat.

Sonokeling, mahoni dan kayu afrika memiliki susunan jari-jari fusiform, sedangkan mangium susunannya uniseriat. Sementara itu kayu spruce memiliki dua susunan jari-jari yaitu uniseriat dan fusiform, dengan jumlah jari-jari 80-100 per cm, sedangkan kayu maple memiliki ciri jari-jari homoselular yang terdiri dari 1-20 seriat (Bucur 2006).

Jari-jari berpengaruh pada sifat-sifat kayu. Jari-jari dapat menghambat perubahan dimensi pada arah radial, dan pengaruh ini didukung kenyataan bahwa pada pengeringan, penyusutan kayu pada arah radial lebih kecil daripada penyusutan kayu pada arah tangensial. Jari-jari juga berpengaruh pada kekuatan kayu karena jari-jari membentuk bidang-bidang radial yang lemah (Haygreen et al. 2003).

Keterangan : a) Penampang lintang (30x), b) Penampang lintang (96x), c) Penampang radial (300x), dan d) Penampang tangensial (300x)

Gambar 6. Penampang kayu Pinus merkusii

6.a 6.b

Keterangan : a) Penampang lintang (30x), b) Penampang lintang (96x), c) Penampang radial (96x), dan d) Penampang tangensial (300x)

Gambar 7. Penampang kayu Pinus insularis

7.a 7.b

Keterangan : a) Penampang lintang (30x), b) Penampang lintang (96x), c) Penampang radial (300x), dan d) Penampang tangensial (300x)

Gambar 8. Penampang kayu sonokeling (Dalbergia latifolia)

8.a 8.b

Keterangan : a) Penampang lintang (30x), b) Penampang lintang (96x), c) Penampang radial (300x), dan d) Penampang tangensial (96x)

Gambar 9. Penampang kayu mahoni (Swietenia mahagoni)

9.a 9.b

Keterangan : a) Penampang lintang (30x), b) Penampang lintang (96x), c) Penampang radial (96x), dan d) Penampang tangensial (300x)

Gambar 10. Penampang kayu afrika (Maesopsis eminii)

10.a 10.b

Keterangan : a) Penampang lintang (30x), b) Penampang lintang (96x), c) Penampang radial (300x), dan d) Penampang tangensial (96x)

Gambar 11. Penampang kayu mangium (Acacia mangium)

11.a 11.b

Dokumen terkait