• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN KRAMA DESA BERALIH AGAMA YANG MENEMPATI TANAH KARANG DESA

3.2. Hubungan Tanah Desa dengan Krama Desa

c. Penyakit atau Kepercayaan

Karena kena penyakit bertahun-tahun tidak sembuh atau bahkan karena kepercayaannya yang sudah tipis terhadap agama Hindu, ada kalanya orang beralih agama lain seperti misalnya beralih ke agama Kristen. Begitu juga terhadap krama Desa Pakraman Katung, I Nengah dadab.

Dia menjelaskan saat penulis wawancarai pada tanggal 29 januari 2017 sebagai berikut:

“Saya sampai bisa beralih agama ke kristen karena saya mempunya sodara perempuan yang menikah dengan orang kristen dan dia pun beralih agama juga, pada saat saya terkena penyakit yang hampir membuat saya mengambil jalan keluar yang salah, pada saat itu juga sodara perempuan saya menyarankan untuk bertemu seorang pendeta yang berada di desa paku seba taro , pada saat itu tanggan saya di pegang oleh seorang pendeta itu dan dia mengatakan bahwa hanya dengan beralih agama penyakit saya bisa hilang, karena penyakit yang saya derita itu bersumber dari perbuatan seseorang yang merasa tersaingi usahanya oleh saya, jadi pada saat itu juga saya memutuskan untuk beralih agama dan di laksanakan ritual suci dan pemberkatan serta doa-doa yang di bacakan oleh pendeta tersebut, dari saat itu pula saya merasa sehat karena dengan beralih agama”.

3.2. Hubungan Tanah Desa dengan Krama Desa

Tanah Desa yaitu tanah yang dipunyai atau dikuasi oleh Desa Adat yang bisa didapat melalui usaha-usaha pembelian ataupun usaha lainnya. Kalau tanah desa ini berupa tanah pertanian (sawah, ladang) akan digarap oleh

krama desa (anggota desa) dan penggarapannya diatur dengan membagi-bagikan secara perorangan maupun secara kelompok yang kemudian hasilnya diserahkan oleh penggarap kepada desa adat.

31

Penduduk Desa Katung yang Beragama Hindu dan yang sudah beralih Agama (Kristen) dapat di gambarkan melalui tabel sebagai berikut:

Penduduk Desa Katung

Jenis Kelamin

Agama

Laki-Laki Perempuan Jumlah

Hindu 1.646 1.354 3.000

Kristen 5 1 6

Selain itu yang termasuk tanah desa adalah : Tanah pasar, tanah lapang, tanah kuburan, tanah bukti (tanah-tanah yang diberikan kepada pejabat/pengurus Desa Adat selama memegang jabatan). Di dalam hukum adat, antara masyarakat sebagai satu kesatuan dan tanah yang di kuasainya terdapat hubungan yang bersifat religius, magis.18

Hubungan ini menjadi dasar bahwa tanah desa dengan krama desa sangat erat kaitannya, karena suatu wilayah desa atau desa pakraman

membutuhkan suatu masyarakat, apabila suatu desa tidak mempunyai masyarakat maka, suatu pemerintahan desa tidak akan bisa dijalankan dan juga tanpa tanah desa krama desa pun tidak dapat memiliki tempat tinggal ,dan tidak bisa menjalankan tradisi turun-temurun dalam ikatan kahyangan

18 I Gusti Ngurah Tara Wiguna, 2009, “ Hak-hak atas Tanah Pada Masa Bali Kuno”, Udayana University Press,. Denpasar,. Hal. 10.

32

tiga. Krama desa dalam hal tanah karang desa mempunyai hak dan kewajiban , krama desa yang sudah masuk mebanjar berhak menempati karang desa, berhak mewarisi tanah karang desa yang di tinggalkan oleh orang tua atau pewaris, di samping hak tersebut juga memiliki kewajiban yakni, ngayahan

banjar, gotong royong , membayar urunan ( iuran ). Salah satu landasan filosofis yang ada dalam palemahannya didasarkan pada hak ulayat desa yang muncul serta merta sebagai konsekwensi dari ikatan religio magis, yang harus diakui sebagai ikatan hukum antara masyarakat dengan tanahnya. Ikatan yang bersifat religio magis (keagamaan) menyebabkan timbulnya ikatan hukum antara manusia dengan tanahnya dan ini melahirkan hak dan kewajiban bagi manusia dengan tanahnya.

Penguasaan tanah bagi persekutuan hukum desa adat ( pakaraman ) didasarkan pada kesatuan Parimandala dan Kahyangan (Pura) milik desa. Ini kemudian diwujudkan dalam ikatan berupa ayahan yang sekaligus merupakan yadnya. Tanah difungsingkan dalam tiga bentuk yaitu pungsi keagamaan, sosial dan ekonomis.

Pemilikan tanahpun bervariasi sejalan dengan fungsinya. Berdasarkan pemiliknya dapat dibedakan,tanah milik desa (druwe desa ) , tanah milik pribadi (perorangan) dan tanah milik pura. Menurut ter haar kesadaran mengenai adanya hubungan masyarakat dengan tanah itu terbukti dari adanya

33

selamatan yang tetap di tempat-tempat tertentu yang dipimpin oleh kepala adat pada waktu permulaan mengerjakan tanah. Sedangkan keyakinan dari adanya pertalian antara hidup umat manusia dengan tanah juga kentara dari upacara pembersih dusun sehabis panen dan upacara pembersih desa.

Di bali upacara-upacara keagamaan sebagaimana di atas sampai sekarang masih ajeg di lakukan oleh masyarakat adat (misalnya

ngendagin,mecaru). Ini membuktikan ikatan masyarakat bali dengan tanahnya demikian kuatnya.19 Sebagaimana di ketahui bahwa tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Ada dua hal yang menyebabkan tanah sangat berhubungan dengan

krama desa atau tanah memiliki kedudukan yang sangat penting yaitu: 1. Karena sifatnya

Yang merupakan satu-satunya benda kekayaan yang bersifat tetap walaupun mengalami keadaan-keadaan yang bagaimanapun bahkan menjadi lebih menguntungkan misalnya sebidang tanah yang di atasnya di atasnya tumbuh berbagai macam tumbuhan.

2. Karena Fakta, bahwa tanah

Merupakan tempat tinggal dari kelompok orang, merupakan tempat di mana di bentuknya sebuah persekutuan atau krama desa, juga sebagai tempat dimana para krama yang meninggal dunia di kuburkan atau

19 I Gusti Ngurah Tata Wiguna, 2009,” Hak-hak atas Tanah pada masa Bali Kuno ” University Press hal. 78

34

dalam adat bali di sebut dengan di tanem, juga tanah merupakan tempat tinggal roh-roh leluhur.

Karena dari hal itulah sering di sebutkan bahwa hubungan tanah dengan

krama desa sangat erat kaitannya karena mereka merupakan suatu unsur yang berpasangan dan tak mungkin akan terpisahkan sesuai fungsi dan kegunaanya.

Melihat kenyataan yang demikian maka antara tanah dan krama desa terdapat hubungan yang sangat erat bersifat “Religius Magis” hubungan yang erat dan bersifat religius magis ini menyebabkan kelompok orang memperoleh hak untuk menguasai tanah dalam arti memanfaatkan tanah itu memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah itu serta berburu terhadap binatang-binatang yang ada.

Rupa-rupanya dari jaman dahulu tanah yang didiami oleh kelompok orang yang jelas ada yang sebagai pemimpin kelompok dapat mengatur penggunaan tanah yang sifatnya turun-temurun, sebagai sebuah warisan dari leluhurnya, kiranaya inilah yang disebut “tanah adat”.

Maka dari itu penggunaan tanah adat dapat berlaku ke dalam kelompok adat dan dapat juga berlaku keluar kelompok adat seperti:

1. Kelompok persekutuan itu beserta warganya yang berhak dengan bebas menggunakan tanah-tanah adat yang ada di sekitarnya. 2. Orang luar hanya boleh menggunakan tanah adat tersebut dengan

35

tersebut seseorang dianggap melakukan pelanggaran adat akan dikenakan sanksi adat sesuai ketentuan perarem atau awig-awig

desa adat tersebut.

3. Krama desa boleh mengambil manfaat dari wilayah atau desa adat tersebut sesuai kepentingan krama desa.

4. Benesa adat atau ketua sebuah kelompok dalam desa adat bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi di wilayah desa adat terutama dalam tindakan yang melanggar perarem atau awig-awig desa adat yang tidak bisa di toleransi lagi.

5. Hak atas tanah desa tidak dapat dilepaskan kecuali menerima hak

ayahan desa dari orang tua yang sudah meninggal. 3.3. Kedudukan Krama Beralih Agama

Krama Desa Pakraman Katung dalam hal tanah karang desa memiliki kedudukan yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan dari

krama desa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari penegasan pada

awig-awig.

“Sargah III Sukerta Tata Pakraman palet 2 indik krama pawos 4”

( Sarga III tentang tata krama Palet 2 di maksud krama Pawos 4)

36

(1). “ Sane kabawos krama desa adat inggih punika kulewarga sane agama hindu tur jenek mapaumahan saha ngamong karang desa utawi gunakaya, utawi carik ring wawidangan desa adat katung.

(Yang di maksud krama desa adalah keluarga yang beragama hindu yang tinggal dan memiliki sawah di desa katung).

(2). Sajaba punika sinanggeh tamiyu”.

(Selain itu di sebut Tamiyu).

Selanjutnya apabila dilihat dari pembagian krama desa adat, dapat di bagi menjadi 5 bagian, hal tersebut dapat dilihat dari ”pawos 5”

Krama desa wenten 5 (lima) pawos,luwere a. Krama ngarep

Inggih punika keluarga sane ngamong karang utawi nongosin tegal kantun carik.

( Merupakan Keluarga yang menempati karang dan kebun atau sawah)

Krama ngarep juga merupakan dari Sistem pakraman

berdasarkan ngemong karang ayahan :

Sistem ini umumnya dianut pada desa pakraman

yang masih sangat kuat pengaruh dari tanah adatnya. Ngemong karang ayahan berarti “memegang/menguasai

37

tanah milik desa (tanah ayahan desa atau tanah karang desa)”. Berdasarkan sistem ini maka status keanggotaan desa pakraman (krama desa) ini disebut krama ngarep .

b. Krama banjar karang

Inggih punika keluarga sane madruwe utawi ngamong karang ring daleman desa.

( Merupakan Masyarakat atau Keluarga yang Mempunyai Tempat atau karang di daleman Desa)

c. Krama Bala Angkep

Inggih Punika keluarga sane tanpa karang, tegal utawi carik sakewanten sampun mawiwahan.

( Merupakan keluarga yang tanpa karang, kebun atau sawah tetapi sudah menikah).

d. Krama tapukan

Inggih punika keluarga manut aksara a ring ajeng sakewanten durung antes ngayah (sane lanang durung mayusa 17 warsa utawi sane istri durung mayusa 16 warsa).

( Merupakan keluarga yang belum ngayah banjar karena umurnya yang laki-laki belum 17 tahun dan yang perempuan belum 16 tahun).

38

e. Krama Tamiyu

Inggih punika keluarga sane nenten beragame hindu lan nenten mipil utawi mecatat ring sejeroning desa pakraman Katung, nanging maduwe karang waris sane kaicen ring leluhur nyane pidan.

( Merupakan keluarga yang tidak beragama hindu dan tidak mipil serta tidak tercatat di desa pakraman Katung tetapi memiliki tanah waris yang di berikan oleh leluhur mereka).

Dengan berpedoman pada awig-awig desa adat Katung tersebut, dapatlah di katakan bahwa krama desa adat pengarep saja yang memiliki kedudukan terhadap tanah karang desa.

Adapun kedudukan krama desa dalam hal tanah karang desa adalah bagi krama desa yang beragama hindu dan tinggal di tanah karang desa memiliki kewajiban tedun mebanjar, membayar peturunan (iuran), gotong royong, ngayah di pura kahyangan tiga dan pura desa pakraman dengan hak antara lain, hak untuk menempati tanah karang desa, hak memakai fasilitas desa seperti setra (kuburan), balai banjar dan lain-lain.

Kedudukan krama desa beralih agama yaitu dalam lingkup desa

39

merupakan masyarakat yang tinggal atau menetap serta menempati tanah karang di lingkungan desa pakraman katung. Status tanah yang di tempatinya merupakan tanah waris yang di berikan atau di wariskan oleh leluhur mereka yang terdahulu, menurut benesa adat katung sebenarnya seseorang ahli waris dari suatu keluarga yang beralih agama dari agama hindu ke agama kristen maka ahli waris tersebut tidak lagi mempunyai hak dan kewajiban yang khusus namun hanya menjalankan kewajiban pada umumnya maupun terhadap pewaris, keluarga, dan masyarakat karena dengan beralih agama di anggap sudah terputus hubungan keluarga antara pewaris dengan ahli waris dan akibat hukunya pun seorang ahli waris tersebut akan kehilangan hak mewaris atas harta warisan pustaka orang tuanya, ini di sebabkan apabila ahli waris beralih agama karena ahli waris tersebut dianggap sudah tidak mampu lagi untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban adat maupun agama terhadap pewaris, keluarga, dan masyarakat. Namun pada kenyataan terhadap pengecualian dalam hal pewaris yang beralih agama dimana ahli waris tetap mendapat harta pustaka orang tuanya, hal ini disebabkan rasa belas kasih dan sayang orang tua si pewaris kepada anaknya si ahli waris, dalam hal ini bagi mereka yang telah beralih agama sudah tidak dapat lagi di masukan dalam komunitas adat yang apabila terjadi kematian yang

40

dialami oleh keluarga yang beralih agama maka masyarakat adat di likungan desa pakraman katung tidak akan memberikan suatu kewajiban yang berupa hal seperti membesuk dan menolong seperti hal yang lazim di lakukan oleh masyarakat bali pada umumnya yang beragama hindu, hak untuk memakai kuburan pun tidak diperbolehkan dan orang yang beralih agama pun akan di kremasikan oleh keluarga di tempat kremasi terdekat.

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Benesa adat Katung sebagai berikut: “ Apabila ada tanah Karang Desa ditempati oleh Krama

Desa beralih agama dari agama Hindu ke agama Lain ( Kristen ), maka pada dasarnya dia tidak boleh lagi tinggal di tanah karang desa tersebut karena tidak bisa menjalankan hak dan kewajiban sebagai krama desa, itu berarti tanah

karang desa yang ditempati sudah dikembalikan ke desa Pakraman Katung dan tanah tersebut sepenuhnya dikuasai oleh Desa Pakraman Katung, sehingga desa

pakraman Katung berhak untuk tanah tersebut, siapapun yang mau tinggal di tanah karang desa tersebut dia wajib menjadi anggota desa pakraman katung dan memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan awig-awig di desa pakraman

Katung “. ( Wawancara dengan Bapak I Ketut Mastrem pada tanggal 24 mei 2017 ).

Dokumen terkait