• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN KRAMA DESA BERALIH AGAMA YANG MENEMPATI TANAH KARANG DESA DI DESA PAKRAMAN KATUNG,KINTAMANI,BANGLI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEDUDUKAN KRAMA DESA BERALIH AGAMA YANG MENEMPATI TANAH KARANG DESA DI DESA PAKRAMAN KATUNG,KINTAMANI,BANGLI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEDUDUKAN

KRAMA

DESA BERALIH AGAMA

YANG MENEMPATI TANAH

KARANG

DESA DI

DESA

PAKRAMAN

KATUNG,KINTAMANI,BANGLI

OLEH :

GUSTI AYU PRIMA DEWI

NPM : 13 101 21 206

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

(2)

ii

KEDUDUKAN

KRAMA

DESA BERALIH AGAMA

YANG MENEMPATI TANAH

KARANG

DESA DI

DESA

PAKRAMAN

KATUNG,KINTAMANI,BANGLI

OLEH :

GUSTI AYU PRIMA DEWI

NPM : 13 101 21 206

Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa

(3)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) di batalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 06 Juni 2017

Gusti Ayu Prima Dewi NPM : 1310121206

(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL, 06 Juni 2017

PEMBIMBING I I MADE BUDIYASA ,SH.,MH. NIK. 230330018 PEMBIMBING II I KETUT SUKADANA, SH.,MH. NIK. 230330122 MENGETAHUI : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DEKAN,

DR. I NYM. PUTU BUDIARTHA, SH., MH NIP. 19591231 199203 1 007

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya sembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmatnya, sehingga penulis berhasil menyusun Skripsi berjudul “KEDUDUKAN KRAMA DESA BERALIH AGAMA YANG MENEMPATI TANAH KARANG DESA DI DESA PAKRAMAN KATUNG, KINTAMANI, BANGLI”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi guna menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Tujuan dari penulisan skripsi ini tidak lain merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa

Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat dan bahagia penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu sudah sepatutnya pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. dr. Dewa Putu Widjana, DA&E.,SP. Par.k. Rektor Universitas Warmadewa Denpasar- Bali

2. Bapak dr. I Nyoman Putu Budiartha, S.H.,M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar- Bali

3. Bapak I Made Budiyasa, S.H.,M.H. Selaku dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan saran-saran sehingga terselesaikan penulisan sekripsi ini.

4. Bapak I Ketut Sukadana, S.H.,M.H. Selaku dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan petunjuk dan saran-saran sehingga terselesaikan penulisan sekripsi ini.

5. Ibu Ida Ayu Putu Widiati, SH., MH. Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar-Bali dan selaku dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu , tenaga dan pikiran dalam penulisan skripsi ini sehingga terselesaikan penulisan sekripsi ini.

6. Ibu A.A Sagung Laksmi Dewi,SH.,MH. Wakil Dekan II di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar-Bali .

7. Bapak I Wayan Arthanaya, SH.,MH. selaku dosen Pembimbing Akademis . 8. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan dan membagi ilmu pengetahuan

kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar, Bali

9. Bapak /Ibu Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah melayani keperluan-keperluan penulis selama berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

(6)

vi

10. Seluruh sahabat dan rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dan memberikan petunjuk-petunjuk guna keperluan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

11. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sangat pribadi penulis kepada kedua Orangtua, Ayahanda I Gusti Ngurah Murda dan Ibunda I Dewa Ayu Rai Era Wati,dan Kakak tercinta I Dewa Ayu Era Candra Dewi ,atas dorongan, pengertian, dukungan dan kasih sayang yang besar sehingga terselesaikan sekripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa apa yang tersusun dalam skripsi ini jauh dari apa yang diharapkan secara ilmiah, disebabkan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman, maka dari itu segala kritik dan saran maupun bimbingan serta petunjuk-petunjuk sangat saya harapkan dalam usaha penyempurnaan skripsi ini.

Denpasar, 06 Juni 2017

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUANA ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ... v KATA PENGANTAR ... vi ABSTRAK ... ix ABSTRACT ... x DAFTAR ISI ... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitiaan ... 7 1.3.1 Tujuan Umum ... 7 1.3.2 Tujuan Khusus ... 8 1.4 Kegunaan Penelitiaan ... 8 1.4.1 Kegunaan Toritis ... 8 1.4.2 Kegunaan Parktis ... 8 1.5 Tinjauan Pustaka ... 9 1.6 Metode Penelitiaan ... 11

(8)

viii

1.6.1 Tipe Penelitiaan dan Pendekatan Masalah ... 11

1.6.2 Lokasi Penelitiaan ... 12

1.6.3 Sumber Data Hukum ... 12

1.6.4 Teknik Pemngumpulan Data ... 13

1.6.5 Analisis Data ... 13

BAB II PENGATURAN TANAH KARANG DESA DI DESA PAKRAMAN KATUNG, KINTAMANI, BANGLI 2.1 Gambaran Umum Desa Pekraman Katung ... 14

2.2 Pengaturan Tanah Karang Desa ... 16

2.3 Hak Dan Kewajiaban Krama Desa ... 22

BAB III KEDUDUKAN KRAMA DESA BERALIH AGAMA YANG MENEMPATI TANAH KARANG DESA DI DESA PAKRAMAN KATUNG, KINTAMANI, BANGLI 3.1 Paktor Penyebab Peralihan Agama ... 28

3.2 Hubungan Tanah Desa Dengan Krama Desa ... 30

3.3 Kedudukan Krama Beralih Agama ... 35

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan ... 41

4.2 Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN DAFTA

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Desa pakraman merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga, mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 yang di perbaharui menjadi Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2003 tentang Desa Pakraman Pasal 1 yang berbunyi:

“Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau

kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri”.

Dengan pengertian tersebut, desa pakraman merupakan lembaga tradisional yang bercorak sosial religius dan mempunyai pemerintahan yang bersifat otonom berdasarkan hak asal-usulnya.1 Dengan kata lain, dalam

penyelenggaraan pemerintahan, desa pakraman dapat menetapkan aturan-aturan yang dibuat sendiri yang disebut awig-awig.

1 I Nyoman Sirtha,Juli 2008,” Aspek Hukum Dalam Komplik Adat di Bali “, Udayana

(10)

2

Penyusunan awig-awig desa bersumber dari falsafah Tri Hita Karana, yaitu adanya keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dengan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dengan alam. Di Bali, selain berlaku sistem pemerintahan desa

pakraman, ada juga pemerintahan desa dinas. Kedua jenis desa tersebut mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda.

Desa pakraman mengatur urusan adat dan agama, sedangkan desa dinas mengatur urusan administrasi yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintahan desa di bawah kecamatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, desa pakraman dan desa dinas dapat berjalan secara harmonis, namun dapat juga terjadi konflik, karena adanya perbedaan kepentingan.2

Dengan berlakunya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 yang di perbaharui menjadi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman, maka masyarakat dalam wadah desa pakraman mempunyai landasan yang kuat untuk berperan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah, guna mewujudkan ketentraman dan ketertiban, serta untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

2 Tjokorda Raka Dherana, 1984, “ Desa Adat dan Awig-awig dalam Struktur Pemerintahan

(11)

3

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengakui keberadaan desa

pakraman sesuai dengan asal-usul dan adat-istiadat setempat, seperti ditentukan pada pasal 1 ayat 12 yang berbunyi :

“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten”.

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2001 yang di Perbaharui menjadi Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman. Perda ini pada prinsipnya tetap berpegang pada falsafah Tri Hita Karana, yang meliputi unsur parhyangan, pawongan, dan palemahan.

Namun, ada pula hal-hal baru yang dimaksudkan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat di era otonomi daerah.

Ada perbedaan istilah antara desa adat dan desa pakraman, namun filosofi dan unsur-unsur desa adat dan desa pakraman adalah sama. Selanjutnya, istilah desa yang digunakan adalah desa pakraman.

Sesuai dengan maksud Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 yang di Perbaharui menjadi Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2003, dan keberadaan desa pakraman diakui secara formal menurut peraturan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(12)

4

Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat Bali karena pengaruh modernisasi dan globalisasi di sektor pariwisata adakalanya menyebabkan tanah-tanah adat Bali mengalami pergeseran status dan fungsinya. Hal ini tampak jelas didaerah-daerah yang industri pariwisatanya berkembang sangat pesat, seperti antara lain di daerah Kabupaten Gianyar.

Pengembangan industri pariwisata seperti membangun penginapan, toko kesenian dan fasilitas penunjang lainnya.3 Adakalanya memakai

tanah-tanah adat, Hal inilah yang dapat menimbulkan perubahan status dan fungsi tanah-tanah adat, yang dapat berpengaruh terhadap hak-hak atas tanah. Perubahan status dan fungsi tanah-tanah adat menyebabkan masalah pertanahan menjadi kompleks, yang dapat menjadi sumber permasalahan hukum dan sosial yang terwujud dalam berbagai bentuk sengketa. Demikian pula halnya terhadap tanah pekarangan desa tidak luput dari sengketa dan kericuhan-kericuhan. Ada juga tindakan menelantarkan tanah pekarangan desa, artinya orang yang semula mempunyai hak atas tanah pekarangan desa tersebut kemudian meninggalkannya, sehingga hak dan kewajiban atas tanah tersebut tidak dilakukan.

3 I Made Suasthawa Dharmayuda,2001,”Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Bali”,hal.13

(13)

5

Dalam penyelesaian perselisihan-perselisihan4 tanah pekarangan desa

tersebut kepala desa maupun bendesa adat memegang peranan yang sangat penting. Kepala Desa maupun Bendesa Adat sebagai juru damai Agar desanya hidup damai dan tentram. Adanya perbedaan kepentingan diantara para pihak yang bersengketa terhadap tanah pekarangan desa, menyebabkan penyelesaian sengketa-sengketa atas tanah tersebut sulit diselesaikan.5

Wicara atau masalah hukum yang terjadi di lingkungan Banjar atau Desa Adat dapat berupa sengketa atau konflik (merebat, mecongkrah) dan dapat pula berupa pelanggaran hukum. Walaupun sama-sama merupakan masalah (wicara)

yang harus mendapat penyelesaian karena sama-sama mengganggu ketentraman masyarakat, antara wicara yang berupa sengketa dan berupa pelanggaran hukum penting untuk dibedakan karena tata cara penanganannya berbeda.

Banjar atau banjar adat adalah kelompok masyarakat yang merupakan bagian dari desa pakraman, serta merupakan suatu ikatan tradisi yang sangat kuat dalam suatu kesatuan wilayah. Dengan seorang atau lebih pemimpin, yang dapat bertindak ke dalam atau ke luar dalam rangka kepentingan warganya berupa material maupun inmaterial.6

4 I Made Pasek Diantha, 1983 “ Penyelesaian Sengketa Administrasi di Lingkunga Desa

Pakraman di Bali “ Udayana hal.2

5 Suasthawa Dharmayuda I Made,1996 “prinsip-prinsip dasar dalam Penyelesaian Kasus adat”,

Bali Post ,hal.6

(14)

6

Desa pakraman dipimpin prajuru adat7, yang terdiri dari bendesa adat dan

beberapa orang petajuh. Banjar adat dipimpin oleh prajuru banjar, yang terdiri dari kelihan banjar dan dibantu beberapa orang petajuh.8

Krama desa yang masih memenuhi syarat untuk menempati tanah karang

desa adalah krama desa yang masih melaksanakan kewajiban seperti ngayahang

desa, menjadi ahli waris, masih mebanjar, masih beragama Hindu, tinggal di rumah atau karang desa atau carik yang berada di wilayah Desa Adat.

Krama desa dalam hak tanah karang desa mempunyai hak dan kewajiban,

krama desa yang sudah masuk mebanjar berhak menempati karang desa, berhak mewarisi tanah karang desa yang ditinggalkan oleh orang tua atau pewaris, di samping hak tersebut juga memiliki kewajiban yakni, ngayahang

banjar, gotong royong, membayar urunan (iuran). Tidak semua krama desa mempunyai hak dan kewajiban yang sama, Agar tidak terjadi perselisihan dalam hak tanah karang desa, semua diatur dalam awig-awig dan perarem.9

Pada kenyataannya di masyarakat terjadi perbedaan, sehingga masyarakat (krama) adat yang beralih agama dari agama Hindu ke agama lain khusunya agama Kristen, tetapi masih tetap tinggal di lingkungan desa

pakraman.

7 Koesnoe,H.Moh, 1992 “ Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum”, hal 5 8 I Wayan Surpha, 1991, “ Eksistensi Desa Adat di Bali” ,PT.Upada Sastra, hal.17 9 Bushar Muhamad, 2002, ”Pokok-Pokok Hukum Adat ” hal.103

(15)

7

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Peneliti tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang : “Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Yang Menempati Tanah Karang Desa di Desa Pakraman Katung,Kintamani ,Bangli”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Tanah Karang Desa di Desa Pakraman

Katung,Kintamani,Bangli?

2. Bagaimana Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Terhadap Tanah

Karang Desa? 1.3 Tujuan

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Adapaun yang menjadi tujuan umum penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk melatih diri dalam penulisan karya ilmiah.

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang penelitian yang di lakukan oleh mahasiswa.

3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar.

(16)

8 1.3.2 Tujuan Khusus

Adapula beberapa Tujuan Khusus dari Penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Pengaturan Tanah Karang Desa di Desa Katung,Kintamani,Bangli.

2. Untuk mengetahui Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Terhadap Tanah Karang Desa.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis yang dijelaskan sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum terutama pemahaman mengenai Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Yang Menempati tanah karang desa di desa pakraman

katung,kintamani, Bangli. 1.4.2 Kegunaan Parktis

1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan penulis mengenai Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Yang Menempati tanah karang

desa di desa pakraman katung,kintamani, Bangli.

2. Bagi Masyarakat, dapat memberikan pemahaman lebih lanjut kepada masyarakat tentang Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Yang

(17)

9

Menempati tanah karang desa di desa pakraman katung,kintamani, Bangli.

3. Bagi Pemerintah, Sebagai masukan untuk membuat dan mengembangkan kebijakan-kebijakan baru yang berkaitan dengan Kedudukan Krama Desa Beralih Agama Yang Menempati tanah karang

desa di desa pakraman katung,kintamani, Bangli.

1.5 Tinjauan Pustaka

Menurut G. Sebastianus dan Beny K. Harman “Tanah dapat menjadi sumber permasalahan hukum dan sosial yang terwujud dalam berbagai bentuk sengketa yang terjadi antar individu satu dengan yang lain ataupun antara kelompok satu dengan yang lain ”.10

Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo,kata desa atau desi seperti juga halnya dengan kata negara sedangkan Desa Pakraman merupakan kesatuan masyarakat adat yang memiliki suatu tradisi pergaulan agama Hindu11,

Berdasarkan berbagai tradisi dominan yang menjadi ciri desa adat atas tiga tipe yaitu:

a. Desa bali aga (bali mula). b. Desa apanaga.

c. Desa Anyar (desa baru).

10 G. sebastianus dan Beny. K. Harman, 4 Maret 1996, “Masalah Pertahanan ”Bali Post, hal. 7.

(18)

10

Desa Pakraman 12terdiri dari tiga unsur yaitu:

a. Unsur parahyangan berupa pura atau tempat suci agama Hindu. b. Unsur pawongan berupa warga desa yang beragama Hindu.

c. Unsur palemahan wilayah desa yang berupa karang ayahan desa.

Dalam kedudukan krama desa yang menempati tanah karang desa ada istilah ninggal kedaton atau nilar kedaton yang sama halnya dengan meninggalkan kewajibanya seperti dalam istilah Bali di sebut dengan Ngutan Kawitan. Mereka yang dianggap Ninggal Kedaton13yaitu:

a. dipecat kedudukanya sebagai anak oleh orang tuanya. b. Berpindah Agama.

c. Laki-lakin yang kawin nyeburin.

d. Orang yang secara sukarela melepas ikatan kekerabatanya dengan keluarganya serta menyerahkan diri kepada keluarga lain

(makidiang raga).

Orang yang ninggal kedaton dianggap tidak berhak menempati tanah

karang desa dan tidak berhak untuk mewaris karena mereka yang ninggal kedaton tidak dapat melaksanakan kewajibanya serta tidak bisa menjalankan tanggung jawabnya (Swadharma) sebagai penerus keturunan atau sebagai ahli waris.

12 Ngurah Oka Supartha, mei 2003, “ Desa Pakraman di Bali sekarang dan yang akan

datang ”, Denpasar hal 12

13 I Wayan P. Windia, Juli 2003, “ Hukum Adat Bali dalam Tanya Jawab “, Udayana University

(19)

11 Tanggung Jawab Seperti berikut:

a. Tanggung jawab Parahyangan seperti tatanan hidup bermasyarakat sesuai agama hindu dan hukum adat bali.

b. Tanggung jawab Pawongan seperti tatanan hidup masyarakat sesuai agama hindu dan hukum adat bali.

c. Tanggung jawab Palemahan Seperti Memelihara lingkungan alam yang juga di dasarkan agama hindu dan hukum adat bali

Menurut Suasthawa, ada dua hal yang menyebabkan terjadinya persoalan-persoalan di sekitar tanah-tanah adat. Hal tersebut adalah dalam hal pewarisan dan adanya ketentuan konversi dari Undang-Undang Pokok Agraria Tercantum dalam pasal 2 dengan sebutan tanah atas druwe atau tanah druwe

desa.14

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hukum Empiris, karena pendekatan masalah yang digunakan berupa pendekatan Sosiologi Hukum, pendekatan kasus khususnya di bidang penyelesaian masalah tanah pekarangan desa, dalam kaitanya dengan krama desa yang beralih agama dan pendekatan hukum adat.

14 Suasthawa, 1990, Pergeseran Status dan Fungsi Tanah Adat Bali Setelah Berlakunya UUPA ,

(20)

12 1.6.2 Lokasi Penelitian

Desa Katung,Kecamatan Kintamani,Kabupaten Bangli.

Penulis memilih lokasi ini di karenakan banyak masyarakat yang beralih agama dari agama hindu menjadi agama kristen, dulu ada sekitar 10 keluarga yang beralih agama namun kini yang masih menempati tanah karang desa tinggal 5 (lima) keluarga, namun dulu sempat terjadi kasus

krama desa yang membakar rumah krama yang beralih agama di karenakan adanya komflik adat.

1.6.3 Sumber Data Hukum

Sumber data penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan yang diperoleh langsung dari Desa Pakraman Katung,Kintamani,Bangli, sedangkan Bahan hukum Sekunder yaitu Bahan yang diperoleh dari Bahan Hukum sebagai sumber data yang terdiri dari Bahan Hukumberupa Peraturan Perundang-undangan,buku/literatur, dan awig-awig, perarem.

(21)

13 1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Data primer dikumpulkan melalui observasi, wawancara dengan pedoman wawancara terbuka, yaitu peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman , meskipun tidak menutup kemungkinan adanya masukan baru yang diperlukan dalam wawancara tersebut. Adapun penggunaan pedoman wawancara dimaksudkan untuk efektivitas dan efisiensi yang menjadi target wawancara, sehingga wawancara tersebut tidak menyimpang dari yang telah direncanakan. Selanjutnya untuk mendapatkan data sekunder dalam bentuk bahan hukum digunakan dengan teknik dokumentasi dan pencatatan.

1.6.5 Analisis Data

Dari Bahan-bahan hukum yang dikumpulkan , baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan argumentasi secara sistematis serta dituangkan secara deskriptif.

(22)

14 BAB II

PENGATURAN TANAH KARANG DESA

DI DESA PAKRAMAN KATUNG,KINTAMANI,BANGLI 2.1. Gambaran Umum Desa Pakraman Katung

Desa adat katung adalah salah satu desa pakraman yang terletak di Kecamatan Kintamani,Kabupaten Bangli, yang meliputi 1 Banjar Adat.

Desa Katung berstatus desa swasembada sesuai dengan kreteria pembangunan desa seperti, Penghasilan desa, Mata Pencarian Penduduk desa, Pendidikan, Kelembagaan ,Gotong Royong, Adat istiadat, Serta Sarana dan Prasarananya. Mengingat kondisi alam yang sedemikian rupa serta potensi alam yang terbatas maka Desa Katung pada dasarnya adalah agraris dimana sebagaian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sehingga mutlak di perlukan upaya dan usaha untuk mencari jalan keluar dalam menumbuh kembangkan perekonomian di masa-masa yang akan datang. Namun demikian dengan modal kerja keras dan keuletan dari seluruh warga masyarakat serta aparat pemerintah desa, maka masyarakat desa katung masih optimis akan dapat meningkatkan kehidupan perekonomian di masa-masa yang akan datang.

Jenis tanah di Kawasan Katung,Kintamani,Bangli adalah tanah Regosol, lebih spesifik regosol coklat, regosol kelabu, dan regosol humus.

(23)

15

Tanah regosol terbentuk dari abu volkan intermedier dengan kondisi fisiografi kerucut volkon, lembah kaldera, serta lunggul volkan.

Bentuk wilayah di Desa Katung, Kecamatan Kintamani yaitu landai, bergelombang, berombak, dan bergunung. Secara alami, tanah jenis ini dapat ditumbuhi oleh berbagai macam jenis vegetasi. Adapun morfologi jenis tanah yaitu solum tanah tipis hingga tebal, tanpa horison atau horison alterasi lemah. Warna tanah umumnya kelabu hingga kuning, dengan batas horison terselubung dengan tekstur pasir dengan kadar liat kurang dari 40%.

Struktur tanah berbutir tunggal atau tanpa struktur, dengan konsentrasi gembur. Sifat kimia tanah pada umumnya mempunyai kemasaman tanah yang sangat bervariasi, kandungan bahan organik rendah, kejenuhan basa bervariasi,daya adsopsi rendah, kandungan unsur hara bervariasi, permeabiilitas tinggi, dan kepekaan tanah terhadap erosi besar.

Desa Katung adalah salah satu dari 48 desa di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang terletak di sebelah utara Kabupaten Bangli.

Desa Katung mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : A. Disebelah utara : Desa Bayung Gede

B. Disebelah selatan : Desa Banua C. Sebelah barat : Desa Mangguh D. Sebelah timur : Desa Abuan

(24)

16

Sumber air utama di Desa Katung adalah air hujan dan sebagian kecil yang berasal dari air tanah. Petani di Desa Katung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini membudidayakan tanaman pangan/palawija (padi gogo, jagung, ubi jalar, ubi kayu, talas). tanaman hortikultura (jeruk, kubis, sawi putih, tomat, cabai besar, cabai kecil, buncis, pisang), tanaman hutan (albesia, mahoni, bamboo) serta ternak (sapi, ayam buras, ayam ras, babi) dan perikanan (ikan lele). Ditinjau dari segi mata pencaharian penduduk di wilayah Desa Katung, sebagian besar bersumber dari sektor pertanian.

2.2. Pengaturan Tanah Karang Desa

Tanah adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik itu karena sifatnya yang tetap maupun karena fakta sebagai tempat tinggal.

Tanah karang desa yang ada di Desa Katung,Kintamani,Bangli sesuai dengan ketentuan konversi dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)15 tercantum dalam pasal II dengan sebutan tanah hak atas druwe atau tanah hak atas druwe desa.

Tanah druwe desa terdiri dari :

1. Tanah desa, yaitu tanah yang dipunyai yang bisa didapat melalui usaha-usaha pembelian maupun usaha lainnya. Misalnya tanah pasar,

15 Soehadi R, maret 2001, “ Penyelesaian Sengketa tentang Tanah sesudah berlakunya

(25)

17

tanah lapang, tanah kuburan, tanah bukti dan sebagainya Tanah Desa yaitu tanah yang dipunyai atau dikuasi oleh Desa Adat yang bisa didapat melalui usaha-usaha pembelian ataupun usaha lainnya. Kalau tanah desa ini berupa tanah pertanian (sawah, ladang) akan digarap oleh krama desa (anggota desa) dan penggarapannya diatur dengan membagi-bagikan secara perorangan maupun secara kelompok yang kemudian hasilnya diserahkan oleh penggarap kepada desa adat. Selain itu yang termasuk tanah adalah: Tanah pasar, tanah lapang, tanah kuburan, tanah bukti (tanah-tanah yang diberikan kepada pejabat/pengurus Desa Adat selama memegang jabatan).

2. Tanah laba pura, yaitu tanah-tanah (yang dulunya milik desa adat dikuasai oleh desa) yang khusus dipergunakan untuk keperluan pura Tanah Laba Pura, adalah tanah-tanah yang kebanyakan dulunya milik desa (dikuasai oleh desa) yang khusus dipergunakan untuk keperluan Pura.

3. Tanah Laba Pura ini ada 2 macam yaitu:

Tanah yang khusus untuk tempat bangunan Pura.

(26)

18

4. Tanah pekarangan desa (PKD) atau sering juga disebut tanah karang

desa, adalah merupakan tanah yang dikuasai oleh desa yang diberikan kepada krama desa untuk tempat mendirikan perumahan yang lazimnya dalam ukuran luas tertentu dan hampir sama untuk setiap keluarga. Kewajiban yang melekat (yang lebih dikenal dengan “ayahan” pada krama Desa yang menempati tanah ialah adanya beban berupa tenaga atau materi yang diberikan kepada Desa Adat. 5. Tanah Ayahan Desa (tanah AYDS), adalah merupakan tanah-tanah

dikuasai atau dimiliki oleh desa yang penggarapannya diserahkan kepada masing-masing krama desa disertai hak untuk menikmati hasilnya yang disertai kewajiban ayahannya.

Palet 5 Indik Tanah Karang Desa pawos 28

“ Sane kabaos tanah karang desa utawi tanah druwen desa inggih punika sekadi tanah desa, tanah laba pura, tanah pekarangan desa, tanah ayahan desa “

( No. 5 yang disebut tanahkarang desa pawos 28 )

“ yang disebut tanah karang desa atau tanah druwen desa adalah tanah desa, tanah laba pura, tanah pekarangan desa, tanah ayahan

(27)

19

Disamping tanah-tanah adat tersebut di atas, dikenal juga tanah pribadi atau tanah bebas yang merupakan tanah-tanah milik perseorangan yang bebas dari kewajiban “ayah”. Tanah pribadi ini adalah tanah yang dikuasai oleh perseorangan atau milik pribadi dari seseorang yang tidak berkaitan dengan kepentingan adat. Tanah pribadi tersebut dapat diwariskan dan dapat dijual belikan tanpa persetujuan dari desa adat. Demikian dalam praktek sehari-hari tidak pernah tanah-tanah bebas ini disebut sebagai tanah adat.

Untuk tanah AYDS dan tanah PKD secara bersama-sama sering disebut “tanah ayahan” saja. Ini artinya tanah yang diatasnya berisi beban berupa ayahan dan terdapat hak ulayat dalam tanah tersebut. Tanah ayahan ini dapat diwariskan, dan jika ingin menjual harus dengan persetujuan Desa Adat demikian juga kalau mau melakukan transaksi-transaksi tanah adat lainnya, harus tetap seijin dari Desa Adat. Pemanfaatan tanah adat yang dimilik desa pakraman

menimbulkan tiga bentuk fungsi dari tanah tersebut yaitu berfungsi ekonomi, berfungsi sosial, dan berfungsi keagamaan. Sebagai fungsi keagamaan, krama desa memiliki kewajiban ngayahang yang berupa tenaga, yaitu menyediakan dirinya untuk ngayah atau berkorban ke

(28)

20

desa pakraman dan ngayah ke Pura/ Kahyanagan Desa seperti gotong royong membersihkan pura, memperbaiki pura hingga menyelenggarakan upacara keagamaan di dalamnya.

Palet 5 Indik Druen Desa Pawos 27.

(No. 5 yang di sebut druen desa pawos 27 ) Katung,Kintamani,Bangli. sakadi ring sor :

(sebagai berikut):

(1)Kahyangan Desa, Pura Kahyangan Tiga lan Mrajapati jangkep sakaluir busanania.

(Kahyangan desa, pura kahyangan tiga dan Mrajapati harus lengkap)

(2)Pelaba pura minakadi sawah / tegalan manut ring palet 5 (1).

( Pelaba pura berupa sawah atau kebun bunyi dari palet

5(1).

(3)Lelangan makadi tetabuhan tan ilen-ilen padruen bebanjaran/tempekan sane wenten ring adat Katung mina kadi gong, gender, angklung miwah ilen-ilen wali.

( Sarana yang di miliki desa katung berupa gong, gender,angklung dan yang lainnya).

(4)Setra limang palebahan, soang-soang kapinaro kalih makadi : - setra rare genah menden waong rare sane dereng ketus untu. - Miwah setra ageng pamendeman wong tua tur soang-soang kaempon olih kramania manut dresta.

(Kuburan yang di miliki desa katung di bagi menjadi dua yaitu Kuburan untuk anak-anak dan Kuburan untuk orang tua).

(29)

21

(5)Piranti-piranti desa luire :

( Pura yang di miliki oleh desa yaitu)

1.wewangunan ring pura Dalem/Mrajapati, lan sapanuggilan ipun.

(Bangunan di Pura Dalem atau Mrajapati dan yang lainnya).

2.Wewangunan ring pura Desa/Bale agung, lan sapanuggilan ipun.

(Bangunan di Pura Desa atau Bale Agung dan yang lainnya).

3. Wewangunan ring pura Puseh, lan sapanunggilan ipun.

(Banguna di Pura Puseh dan yang lainnya).

4.Wewangunan ring Khayangan Desa, lan sapangunggilan ipun.

(Bangunan di Pura Khayangan Desa dan Lainnya)

Pawos 28.

(1)kawigunan tanah Pelaba pura inucap ring ajeng: pamuponnia kaanggen prabea macikang wewangunan ring pura Khayangan Desa, pura Khayangan Tiga. Kakirangannia desa ngurunin manut pararem.

( Kegunaan tanah yang di miliki oleh pura di pergunakan sebagai bangunan pura khayangan desa, pura khayangan tiga, mengikuti aturan atau pararem).

(2)Druwen desa ten kengin kaadol, katukar utami kagadeang, sajawaning sampun kararemin antuk krama desa utawi kawigunayang anut patitis pawos 3.

( Yang di miliki oleh desa tidak boleh di jual atau di tukar,karena sudah ada aturan dari krama atau masyarakat dalam penggunaanya sesuai patitis pawos 3).

(30)

22

Luas Tanah Karang Desa Katung dapat di gambarkan melalui tabel sebagai berikut:

Tanah Karang Desa Katung

Tanah Desa Katung Luas

Tanah Karang Desa 109,10 Ha (Hektar) Tanah Laba Pura 102 Ha ( Hektar ) Tanah Ayahan Desa 104 Ha ( Hektar )

2.3. Hak dan Kewajiban Krama Desa

Ada juga hak dan kewajiban krama desa yaitu sebagai berikut16: a. Pengarep

Krama pengarep, mempunyai hak dan kewajiban pemegang (waris) tanah karang desa adalah “ngayahan” karang tersebut. Ngayah

yaitu memikul tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban yang di timbulkan oleh karang tersebut, kewajiban- kewajiban, tugas-tugas yang mengikuti karang itu, jelasnya di sebut sebagai unsur bawaan dari

karang itu. Unsur bawaannya adalah memikul kewajiban langsung ke desa, memikul kewajiban langsung ke pura khayangan tiga. Tentang pemikul kewajiban langsung dan utama, umumnya di sebut “ pengayah ngarep”.

16 Miall ,Agustus 2002,” Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat Sebagai Kesatuan

(31)

23 b. Pengempian

Keluarga-keluarga atau saudara-saudara yang menyusul muncul meminta bagian karang desa kepada saudaranya yang memegang terlebih dahulu (ngarep) disebut “ pengayah ngele” (ngempi).

Krama pengempian (pengele) memiliki hak dan kewajiban mengeluarkan keuangan dan benda hanya separuh (1/2) dari krama pengarep, sedangkan gotong royong tetap sepenuhnya.

Dalam desa pakraman secara umum ada dua jenis pengelompokan krama

desa yaitu krama pengarep dan krama pengempian (ngele).

Masing-masing desa mempunyai istilah yang berbeda-beda tentang sebutan pengarep dan pengampel tersebut, di desa pakraman Katung, Kintamani, Bangli memakai istilah pengarep dan pengele.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Benesa Adat Katung adanya Hak dan Kewajiban Krama Desa adalah sebagai berikut:

a. Hak Krama Desa

Adapun Hak Krama Desa atau Krama Banjar Sebagai Berikut:

1. Setiap krama desa atau krama banjar berhak menempati tanah desa yang biasanya terletak dalam satu kesatuan dengan Krama Desa atau Banjar yang lain.

2. Setiap krama desa atau krama banjar berhak dikremasi di setra

(32)

24

3. Setiap krama desa atau krama banjar berhak untuk mengeluarkan suara dalam setiap sangkepan di desa atau banjar.

4. Setiap krama banjar berhak mendapatkan bantuan dari krama lain dalam setiap kegiatan upacara seperti menikah, potong gigi maupun

ngaben.

b. Kewajiban Krama Desa

1. Krama banjar wajib mentaati semua aturan yang disepakati sebagaimana yang tertuang dalam awig-awig dan simakrama.

2. Setiap anggota desa atau banjar wajib menjaga nama baik desa atau

banjarnya dan saling membantu sesama anggota banjar dengan bergotong royong.

3. Setiap krama desa atau banjar diwajibkan untuk ikut terlibat dalam setiap kegiatan baik upacara adat maupun persembahyangan di Pura dengan pembagian, pengeluaran (kenan-kenan) yang adil dan dilaksanakan secara bergiliran.

4. Setiap krama desa atau banjar yang absen dalam suatu kegiatan akan dikenakan dose ( denda ) berupa materi ataupun uang yang besarnya sesuai dengan kesepakatan yang diiambil pada saat sangkepan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Benesa Adat Katung mengenai Hak dan Kewajiban Krama Desa yang Beralih Agama yaitu sebagai berikut: a. Hak Krama Desa Beralih Agama

(33)

25

Maka dapat di paparkan beberapa hak jaminan bagi krama /orang yang beralih agama yaitu sebagai berikut:

1. Pengayoman dari segala macam bahaya (Pasayuban skala,Pasayuban kapancabayan), seperti pertolongan bila terjadi musibah hanyut karena banjir ,kebakaran, pencurian, penganiayaan dan lain-lain. 2. Pengawasan dan Perlindungan Keamanan

Pengawasan dan perlindungan keamanan ini dilakukan oleh petugas keamanan banjar adat yaitu pecalang atau langlang,

Pecalang atau Langlang mempunyai tugas dan wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah, baik ditingkat banjar dan atau di wilayah Desa Pakraman, Pacalang melaksanakan tugas-tugas pengamanan di wilayah Desa Pakraman dalam hubungan pelaksanaan tugas agama dan adat serta acara-acara penting lainnya apabila dimohon oleh instansi/lembaga resmi dan sesuai pararem

Desa Pakraman. Pengawasan dan perlindungan keamanan yang diberikan banjar terhadap penduduk pendatang meliputi banyak hal, baik keamanan diri maupun keamanan ritual keagamaan yang dijalaninya, Seperti perlindungan saat menjalankan upacara keagamaan dan Lain-lain.

3. Berhak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Dan Pengobatan Gratis Bagi warga yang sudah tinggal di wilayah Banjar Adat dan sudah menjalankan kewajibannya, maka mereka berhak juga

(34)

26

mendapatkan pengobatan gratis dari Posyandu yang ada di lingkungan Banjar tersebut.

4. Berhak menggunakan fasilitas Banjar Adat/Desa Pakraman

Apabila krama yang beralih agama melaksanakan kegiatan seperti melaksanakan hajatan maka di perbolehkan menggunakan fasilitas yang di miliki oleh banjar adat seperti menggunakan

palemahan (Wilayah).

5. Setiap penduduk beralih agama diberikan dokumen kependudukan berupa, Surat Keterangan Tinggal.

6. Setiap penduduk beralih agama atau juga pendatang tinggal menetap diberikan dokumen kependudukan berupa, Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

b. Kewajiban Krama Desa Beralih Agama

Kewajiban Setiap penduduk beralih agama atau di anggap sebagai penduduk pendatang akan dikenai biaya administrasi Rp. 50.000, untuk Kartu Identitas Penduduk dan Rp. 5.000,bagi Surat Tanda Pendaftaran Penduduk, setiap penduduk yang sudah beralih agama akan dikenakan juga iuran sebesar 900.000/kk, setiap tahunya,tapi bagi yang kurang mampu biasanya bisa di cicil atau di bayar sebesar 75.000/kk setiap bulanya atau bisa dibayar juga dengan beras seharga 900.000/ tahunnya dan bagi yang kurang mampu bisa membayar dengan beras setiap bulannya sebanyak 13kg/kk.

(35)

27

Desa Pakraman kemudian membuat aturan sendiri tentang besarnya pungutan dana krama tamiu tersebut. yang selanjutnya dituangkan dalam

pararem atau awig awig Desa Pakraman.

Penarikan pungutan dana krama yang beralih agama tersebut dilakukan setiap satu bulan sekali yang biasanya dilakukan pada awal bulan minggu pertama.

Tidak ada perjanjian khusus yang dilakukan antara penduduk Beralih agama dengan Desa Pakraman , apabila mereka hendak tinggal di wilayah Banjar Adat/Desa Pakraman . Namun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh penduduk beralih agaama agar mereka bisa tinggal di lingkungan Desa Pakraman.

Hasil dari pungutan dana krama beralih agama tersebut juga digunakan untuk membayar pecalang , untuk upacara adat, perbaikan pura serta untuk kepentingan Banjar Adat/Desa Pakraman dalam menjalankan tugasnya sebagai bagian dari Desa Pakraman Katung,Kintamani,Bangli.

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Benesa Adat Katung Bapak I Ketut Mastrem Pada Tanggal (23 Mei 2017) menjelaskan Sebagai berikut:

“Setiap Krama Desa Yang sudah Mebanjar Wajib menaati aturan di desa

Pakraman yang di tuangkan dalam Awig-Awig desa, termasuk mengenai Hak dan Kewajiban Krama Desa baik yang Beragama Hindu maupun yang sudah beralih agama menjadi agama Kristen”

(36)

28 BAB III

KEDUDUKAN KRAMA DESA BERALIH AGAMA YANG MENEMPATI TANAH KARANG DESA DI DESA PAKRAMAN KATUNG, KINTAMANI ,BANGLI 3.1. Faktor Penyebab Peralihan Agama

Terkait dengan kedudukan krama desa beralih agama yang menempati tanah karang desa di desa pakraman katung, ada kalanya masalah yang muncul yaitu adanya krama desa yang beralih agama yang di sebabkan oleh beberapa faktor antara lain : Perkawinan, Ekonomi, Penyakit atau Kepercayaan.17

a. Perkawinan

Setiap perkawinan bagi umat Hindu di Bali, baik yang dilakukan dengan cara mepadik, ngerorod, jenjangkepan, maupun nyeburin yang dilakukan secara besar-besaran ataupun cara sederhana akan selalu diikuti dengan upacara perkawinan mesakapan sebagai tanda bahwa perkawinan itu sah.

Begitu juga kalau menurut adat Hindu Bali menyangkut status dan fungsinya, hak dan kewajibannya sebagai warga/krama desa adat, akan terjadi perubahan. Jika akibat perkawinan terjadi perubahan agama, maka akan berdampak kepada hak dan kewajibannya pada desa pakraman.

17 Ketut Artadi dalam Gede Pudja, 1975, “Perkawinan Menurut Hukum Hindu “,Maya Sari

(37)

29

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis pada tanggal 29 januari 2017 dengan Bendesa Adat Desa Pakraman Katung Bapak I Ketut Mastrem mengatakan sebagai berikut:

“Krama desa yang beralih agama akibat perkawinan akan berdampak pula kepada hak dan kewajibannya pada desa

pakraman itu sendiri seperti tentang kedudukannya dalam menempati tanah karang desa dan lain-lainnya”.

b. Ekonomi

Orang beralih agama, bukan saja terjadi akibat perkawinan tetapi juga disebutkan karena ekonomi, orang yang karena ekonominya lemah atau miskin bisa saja beralih agama dengan harapan bisa merubah nasib atau ekonominya menjadi lebih maju, sehingga dia beralih agama.

Begitu juga terhadap krama Desa Pakraman Katung atas nama I Putu Gede Yuliana.

Dia menjelaskan saat penulis wawancarai pada tanggal 29 januari 2017 sebagai berikut:

“Saya sudah lama hidup miskin saya ingin merubah nasib, suatu saat saya bingung kesana kemari bertemu dengan teman yang mengajak untuk bertemu dengan salah satu pendeta, lalu dijelaskanlah oleh pendeta tersebut kepada saya bahwa untuk merubah nasib salah satunya dengan menyembah Yesus, setelah saya pikir-pikir akhirnya saya turuti nasehat tersebut.

(38)

30 c. Penyakit atau Kepercayaan

Karena kena penyakit bertahun-tahun tidak sembuh atau bahkan karena kepercayaannya yang sudah tipis terhadap agama Hindu, ada kalanya orang beralih agama lain seperti misalnya beralih ke agama Kristen. Begitu juga terhadap krama Desa Pakraman Katung, I Nengah dadab.

Dia menjelaskan saat penulis wawancarai pada tanggal 29 januari 2017 sebagai berikut:

“Saya sampai bisa beralih agama ke kristen karena saya mempunya sodara perempuan yang menikah dengan orang kristen dan dia pun beralih agama juga, pada saat saya terkena penyakit yang hampir membuat saya mengambil jalan keluar yang salah, pada saat itu juga sodara perempuan saya menyarankan untuk bertemu seorang pendeta yang berada di desa paku seba taro , pada saat itu tanggan saya di pegang oleh seorang pendeta itu dan dia mengatakan bahwa hanya dengan beralih agama penyakit saya bisa hilang, karena penyakit yang saya derita itu bersumber dari perbuatan seseorang yang merasa tersaingi usahanya oleh saya, jadi pada saat itu juga saya memutuskan untuk beralih agama dan di laksanakan ritual suci dan pemberkatan serta doa-doa yang di bacakan oleh pendeta tersebut, dari saat itu pula saya merasa sehat karena dengan beralih agama”.

3.2. Hubungan Tanah Desa dengan Krama Desa

Tanah Desa yaitu tanah yang dipunyai atau dikuasi oleh Desa Adat yang bisa didapat melalui usaha-usaha pembelian ataupun usaha lainnya. Kalau tanah desa ini berupa tanah pertanian (sawah, ladang) akan digarap oleh

krama desa (anggota desa) dan penggarapannya diatur dengan membagi-bagikan secara perorangan maupun secara kelompok yang kemudian hasilnya diserahkan oleh penggarap kepada desa adat.

(39)

31

Penduduk Desa Katung yang Beragama Hindu dan yang sudah beralih Agama (Kristen) dapat di gambarkan melalui tabel sebagai berikut:

Penduduk Desa Katung

Jenis Kelamin

Agama

Laki-Laki Perempuan Jumlah

Hindu 1.646 1.354 3.000

Kristen 5 1 6

Selain itu yang termasuk tanah desa adalah : Tanah pasar, tanah lapang, tanah kuburan, tanah bukti (tanah-tanah yang diberikan kepada pejabat/pengurus Desa Adat selama memegang jabatan). Di dalam hukum adat, antara masyarakat sebagai satu kesatuan dan tanah yang di kuasainya terdapat hubungan yang bersifat religius, magis.18

Hubungan ini menjadi dasar bahwa tanah desa dengan krama desa sangat erat kaitannya, karena suatu wilayah desa atau desa pakraman

membutuhkan suatu masyarakat, apabila suatu desa tidak mempunyai masyarakat maka, suatu pemerintahan desa tidak akan bisa dijalankan dan juga tanpa tanah desa krama desa pun tidak dapat memiliki tempat tinggal ,dan tidak bisa menjalankan tradisi turun-temurun dalam ikatan kahyangan

18 I Gusti Ngurah Tara Wiguna, 2009, “ Hak-hak atas Tanah Pada Masa Bali Kuno”,

(40)

32

tiga. Krama desa dalam hal tanah karang desa mempunyai hak dan kewajiban , krama desa yang sudah masuk mebanjar berhak menempati karang desa, berhak mewarisi tanah karang desa yang di tinggalkan oleh orang tua atau pewaris, di samping hak tersebut juga memiliki kewajiban yakni, ngayahan

banjar, gotong royong , membayar urunan ( iuran ). Salah satu landasan filosofis yang ada dalam palemahannya didasarkan pada hak ulayat desa yang muncul serta merta sebagai konsekwensi dari ikatan religio magis, yang harus diakui sebagai ikatan hukum antara masyarakat dengan tanahnya. Ikatan yang bersifat religio magis (keagamaan) menyebabkan timbulnya ikatan hukum antara manusia dengan tanahnya dan ini melahirkan hak dan kewajiban bagi manusia dengan tanahnya.

Penguasaan tanah bagi persekutuan hukum desa adat ( pakaraman ) didasarkan pada kesatuan Parimandala dan Kahyangan (Pura) milik desa. Ini kemudian diwujudkan dalam ikatan berupa ayahan yang sekaligus merupakan yadnya. Tanah difungsingkan dalam tiga bentuk yaitu pungsi keagamaan, sosial dan ekonomis.

Pemilikan tanahpun bervariasi sejalan dengan fungsinya. Berdasarkan pemiliknya dapat dibedakan,tanah milik desa (druwe desa ) , tanah milik pribadi (perorangan) dan tanah milik pura. Menurut ter haar kesadaran mengenai adanya hubungan masyarakat dengan tanah itu terbukti dari adanya

(41)

33

selamatan yang tetap di tempat-tempat tertentu yang dipimpin oleh kepala adat pada waktu permulaan mengerjakan tanah. Sedangkan keyakinan dari adanya pertalian antara hidup umat manusia dengan tanah juga kentara dari upacara pembersih dusun sehabis panen dan upacara pembersih desa.

Di bali upacara-upacara keagamaan sebagaimana di atas sampai sekarang masih ajeg di lakukan oleh masyarakat adat (misalnya

ngendagin,mecaru). Ini membuktikan ikatan masyarakat bali dengan tanahnya demikian kuatnya.19 Sebagaimana di ketahui bahwa tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Ada dua hal yang menyebabkan tanah sangat berhubungan dengan

krama desa atau tanah memiliki kedudukan yang sangat penting yaitu: 1. Karena sifatnya

Yang merupakan satu-satunya benda kekayaan yang bersifat tetap walaupun mengalami keadaan-keadaan yang bagaimanapun bahkan menjadi lebih menguntungkan misalnya sebidang tanah yang di atasnya di atasnya tumbuh berbagai macam tumbuhan.

2. Karena Fakta, bahwa tanah

Merupakan tempat tinggal dari kelompok orang, merupakan tempat di mana di bentuknya sebuah persekutuan atau krama desa, juga sebagai tempat dimana para krama yang meninggal dunia di kuburkan atau

19 I Gusti Ngurah Tata Wiguna, 2009,” Hak-hak atas Tanah pada masa Bali Kuno ”

(42)

34

dalam adat bali di sebut dengan di tanem, juga tanah merupakan tempat tinggal roh-roh leluhur.

Karena dari hal itulah sering di sebutkan bahwa hubungan tanah dengan

krama desa sangat erat kaitannya karena mereka merupakan suatu unsur yang berpasangan dan tak mungkin akan terpisahkan sesuai fungsi dan kegunaanya.

Melihat kenyataan yang demikian maka antara tanah dan krama desa terdapat hubungan yang sangat erat bersifat “Religius Magis” hubungan yang erat dan bersifat religius magis ini menyebabkan kelompok orang memperoleh hak untuk menguasai tanah dalam arti memanfaatkan tanah itu memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah itu serta berburu terhadap binatang-binatang yang ada.

Rupa-rupanya dari jaman dahulu tanah yang didiami oleh kelompok orang yang jelas ada yang sebagai pemimpin kelompok dapat mengatur penggunaan tanah yang sifatnya turun-temurun, sebagai sebuah warisan dari leluhurnya, kiranaya inilah yang disebut “tanah adat”.

Maka dari itu penggunaan tanah adat dapat berlaku ke dalam kelompok adat dan dapat juga berlaku keluar kelompok adat seperti:

1. Kelompok persekutuan itu beserta warganya yang berhak dengan bebas menggunakan tanah-tanah adat yang ada di sekitarnya. 2. Orang luar hanya boleh menggunakan tanah adat tersebut dengan

(43)

35

tersebut seseorang dianggap melakukan pelanggaran adat akan dikenakan sanksi adat sesuai ketentuan perarem atau awig-awig

desa adat tersebut.

3. Krama desa boleh mengambil manfaat dari wilayah atau desa adat tersebut sesuai kepentingan krama desa.

4. Benesa adat atau ketua sebuah kelompok dalam desa adat bertanggung jawab atas segala hal yang terjadi di wilayah desa adat terutama dalam tindakan yang melanggar perarem atau awig-awig desa adat yang tidak bisa di toleransi lagi.

5. Hak atas tanah desa tidak dapat dilepaskan kecuali menerima hak

ayahan desa dari orang tua yang sudah meninggal. 3.3. Kedudukan Krama Beralih Agama

Krama Desa Pakraman Katung dalam hal tanah karang desa memiliki kedudukan yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan dari

krama desa tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari penegasan pada

awig-awig.

“Sargah III Sukerta Tata Pakraman palet 2 indik krama pawos 4”

( Sarga III tentang tata krama Palet 2 di maksud krama Pawos 4)

(44)

36

(1). “ Sane kabawos krama desa adat inggih punika kulewarga sane agama hindu tur jenek mapaumahan saha ngamong karang desa utawi gunakaya, utawi carik ring wawidangan desa adat katung.

(Yang di maksud krama desa adalah keluarga yang beragama hindu yang tinggal dan memiliki sawah di desa katung).

(2). Sajaba punika sinanggeh tamiyu”.

(Selain itu di sebut Tamiyu).

Selanjutnya apabila dilihat dari pembagian krama desa adat, dapat di bagi menjadi 5 bagian, hal tersebut dapat dilihat dari ”pawos 5”

Krama desa wenten 5 (lima) pawos,luwere a. Krama ngarep

Inggih punika keluarga sane ngamong karang utawi nongosin tegal kantun carik.

( Merupakan Keluarga yang menempati karang dan kebun atau sawah)

Krama ngarep juga merupakan dari Sistem pakraman

berdasarkan ngemong karang ayahan :

Sistem ini umumnya dianut pada desa pakraman

yang masih sangat kuat pengaruh dari tanah adatnya. Ngemong karang ayahan berarti “memegang/menguasai

(45)

37

tanah milik desa (tanah ayahan desa atau tanah karang desa)”. Berdasarkan sistem ini maka status keanggotaan desa pakraman (krama desa) ini disebut krama ngarep .

b. Krama banjar karang

Inggih punika keluarga sane madruwe utawi ngamong karang ring daleman desa.

( Merupakan Masyarakat atau Keluarga yang Mempunyai Tempat atau karang di daleman Desa)

c. Krama Bala Angkep

Inggih Punika keluarga sane tanpa karang, tegal utawi carik sakewanten sampun mawiwahan.

( Merupakan keluarga yang tanpa karang, kebun atau sawah tetapi sudah menikah).

d. Krama tapukan

Inggih punika keluarga manut aksara a ring ajeng sakewanten durung antes ngayah (sane lanang durung mayusa 17 warsa utawi sane istri durung mayusa 16 warsa).

( Merupakan keluarga yang belum ngayah banjar karena umurnya yang laki-laki belum 17 tahun dan yang perempuan belum 16 tahun).

(46)

38

e. Krama Tamiyu

Inggih punika keluarga sane nenten beragame hindu lan nenten mipil utawi mecatat ring sejeroning desa pakraman Katung, nanging maduwe karang waris sane kaicen ring leluhur nyane pidan.

( Merupakan keluarga yang tidak beragama hindu dan tidak mipil serta tidak tercatat di desa pakraman Katung tetapi memiliki tanah waris yang di berikan oleh leluhur mereka).

Dengan berpedoman pada awig-awig desa adat Katung tersebut, dapatlah di katakan bahwa krama desa adat pengarep saja yang memiliki kedudukan terhadap tanah karang desa.

Adapun kedudukan krama desa dalam hal tanah karang desa adalah bagi krama desa yang beragama hindu dan tinggal di tanah karang desa memiliki kewajiban tedun mebanjar, membayar peturunan (iuran), gotong royong, ngayah di pura kahyangan tiga dan pura desa pakraman dengan hak antara lain, hak untuk menempati tanah karang desa, hak memakai fasilitas desa seperti setra (kuburan), balai banjar dan lain-lain.

Kedudukan krama desa beralih agama yaitu dalam lingkup desa

(47)

39

merupakan masyarakat yang tinggal atau menetap serta menempati tanah karang di lingkungan desa pakraman katung. Status tanah yang di tempatinya merupakan tanah waris yang di berikan atau di wariskan oleh leluhur mereka yang terdahulu, menurut benesa adat katung sebenarnya seseorang ahli waris dari suatu keluarga yang beralih agama dari agama hindu ke agama kristen maka ahli waris tersebut tidak lagi mempunyai hak dan kewajiban yang khusus namun hanya menjalankan kewajiban pada umumnya maupun terhadap pewaris, keluarga, dan masyarakat karena dengan beralih agama di anggap sudah terputus hubungan keluarga antara pewaris dengan ahli waris dan akibat hukunya pun seorang ahli waris tersebut akan kehilangan hak mewaris atas harta warisan pustaka orang tuanya, ini di sebabkan apabila ahli waris beralih agama karena ahli waris tersebut dianggap sudah tidak mampu lagi untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban adat maupun agama terhadap pewaris, keluarga, dan masyarakat. Namun pada kenyataan terhadap pengecualian dalam hal pewaris yang beralih agama dimana ahli waris tetap mendapat harta pustaka orang tuanya, hal ini disebabkan rasa belas kasih dan sayang orang tua si pewaris kepada anaknya si ahli waris, dalam hal ini bagi mereka yang telah beralih agama sudah tidak dapat lagi di masukan dalam komunitas adat yang apabila terjadi kematian yang

(48)

40

dialami oleh keluarga yang beralih agama maka masyarakat adat di likungan desa pakraman katung tidak akan memberikan suatu kewajiban yang berupa hal seperti membesuk dan menolong seperti hal yang lazim di lakukan oleh masyarakat bali pada umumnya yang beragama hindu, hak untuk memakai kuburan pun tidak diperbolehkan dan orang yang beralih agama pun akan di kremasikan oleh keluarga di tempat kremasi terdekat.

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Benesa adat Katung sebagai berikut: “ Apabila ada tanah Karang Desa ditempati oleh Krama

Desa beralih agama dari agama Hindu ke agama Lain ( Kristen ), maka pada dasarnya dia tidak boleh lagi tinggal di tanah karang desa tersebut karena tidak bisa menjalankan hak dan kewajiban sebagai krama desa, itu berarti tanah

karang desa yang ditempati sudah dikembalikan ke desa Pakraman Katung dan tanah tersebut sepenuhnya dikuasai oleh Desa Pakraman Katung, sehingga desa

pakraman Katung berhak untuk tanah tersebut, siapapun yang mau tinggal di tanah karang desa tersebut dia wajib menjadi anggota desa pakraman katung dan memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan awig-awig di desa pakraman

Katung “. ( Wawancara dengan Bapak I Ketut Mastrem pada tanggal 24 mei 2017 ).

(49)

41 BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka penulis dapat menarik suatu simpulan sebagai berikut:

Pengaturan Tanah karang desa yang ada di Desa Katung,Kintamani,Bangli sesuai dengan Awig-awig desa pakraman Katung yaitu sebagai berikut:

1. Palet 5 Indik Tanah Karang Desa pawos 28

“ Sane kabaos tanah karang desa utawi tanah druwen desa inggih punika sekadi tanah desa, tanah laba pura, tanah pekarangan desa, tanah ayahan desa “

2. Kedudukan krama desa beralih agama dari agama Hindu ke agama lain (kristen), Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan

Bendesa adat Katung sebagai berikut: “ Apabila ada tanah Karang Desa ditempati oleh Krama Desa beralih agama dari agama Hindu ke agama Lain ( Kristen ), maka pada dasarnya dia tidak boleh lagi tinggal di tanah karang

desa tersebut karena tidak bisa menjalankan hak dan kewajiban sebagai

krama desa, itu berarti tanah karang desa yang ditempati sudah dikembalikan ke desa Pakraman Katung dan tanah tersebut sepenuhnya

(50)

42

dikuasai oleh Desa Pakraman Katung, sehingga desa pakraman Katung berhak untuk tanah tersebut, siapapun yang mau tinggal di tanah karang

desa tersebut dia wajib menjadi anggota desa pakraman katung dan memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan awig-awig di desa pakraman Katung “. 4.2 Saran

1. Tanah druwe desa yang antara lain meliputi tanah karang desa hendaknya tetap bisa dilestarikan dengan mengacu pada awig-awig sesuai dengan keberadaannya di masing-masing desa pakraman.

2. Hak untuk memilih agama atau keyakinan merupakan hak asasi manusia akan tetapi hendaknya juga dipahami sebagai krama desa Pakraman jika beralih agama dari agama hindu akan membawa konsekwensi kehilangan hak tertentu di desa pakraman.

(51)

43

DAFTAR PUSTAKA

Bushar Muhamad, 1983, Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita,Jakarta Dherana,Tjokorda Raka,1984, “Desa Adat dan Awig-awig dalam Struktur

Pemerintahan Bali” Denpasar, Upada Sastra

G. sebastianus dan Beny. K. Harman, 4 Maret 1996, “Masalah Pertahanan Kapan berakhir”,Bali Post

Gusti Sutha, 2001, “ Peranan Desa Adat dan Fungsi Masyarakat di Bali “ Denpasar I Ketut Artai dlm Gd Pudja, 1975, “ Perkawinan Menurut Hukum Hindu”, Maya Sari

Jakarta

I Gusti Ngurah Tata Wiguna, 2009, “ Hak-hak atas tanah pada masa bali kuno” , Udayana University Press, Denpasar

Koesnoe,H.Moh.1992. “Hukum Adat sebagai suatu model hukum”,Bandung, Bandar maju

Mahadi, 1991, “Uraian singkat tentang hukum adat”, Bandung ,Alumni

Miall, 2002, “Kedudukan,Fungsi dan Peranan Desa Adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat”, Raja Grafindo

Sirtha I Nyoman, 8 Juli 2008, “Dalam Konflik Adat di Bali”, Udayana University Press,Denpasar, Bali

Soehadi R., 2001, “Penyelesaian sengketa tentang Tanah Sesudah Berlakunya UUPA”, Usaha Nasional, Surabaya

Soetardjo Kartohadikoesoemo, 2001, “Desa Adat”, university

Suasthawa Dharmayuda I Made, “prinsip-prinsip dasar dalam Penyelesaian Kasus adat”, Bali Post, 21 Agustus 1996

_________ ,1990, “ Pergeseran status dan Fungsi tanah adat di Bali setelah berlakunya UUPA, FH Universitas Udayana, Denpasar

(52)

44

_________ , 2001, “ Kesatuan Masyarakat “ ,Bali Post

Surpha I Wayan,1995, “Eksistensi Desa Adat di Bali”, Upada Sastra

Supartha, Ngurah Oka, “Desa Pakraman di Bali sekarang dan yang akan datang”, Denpasar

P. Windia I Wayan, “Masalah Tanah Desa”, Bali Post, 1September 1996

Pasek Diantha I Made, 1983, “Penyelesaian Sengketa Administrasi di Lingkungan Desa Pakraman”, Universitas Udayana

Wirta Griadhi I Ketut dan Ni Luh Siti Hartini, 1985/1986,” Kedudukan Tanah adat di Bali Menurut Yurisprudensi setelah berlakunya UUPA”, Universitas Udayana. PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Pokok Agraria tentang Ketentuan Konversi Tercantum dalam

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2003 Awig-awig Desa Pakraman Katung

(53)

45

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : I Ketut Mastrem Agama : Hindu

Jabatan : Bendesa Adat

Alamat : Br.Katung, Desa Adat Katung,Kintamani,Bangli. 2. Nama : I Made Rena

Agama : Hindu

Jabatan : Sekertaris Desa

Alamat : Br. Katung, Desa Katung, Kintamani, Bangli. 3. Nama : I Made Sadug

Agama : Hindu

Jabatan : Penyarikan Desa

(54)

46

DAFTAR RESPONDEN

1. Nama : I Putu Gede Yuliana Agama : Kristen Protestan

Alamat : Br. Katung, Desa Katung, Kintamani, Bangli.

2. Nama : I Nengah Dadab Agama : Kristen Protestan

(55)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami ketentuan pewarisan hak milik atas tanah Indonesia terhadap ahli waris yang telah berpindah kewarganegaraan menurut

Kesimpulan dari penulisan ini adalah Kedudukan Hukum Ahli waris pengganti terhadap harta pusaka tinggi menurut hukum adat Tengger di Desa Argosari kecamatan