• Tidak ada hasil yang ditemukan

SESUAI PRINSIP HUKUM

D. Penguatan Struktur dan Manjemen Adjudikasi Administrasi Pemilihan Kepala Daerah

3. Hukum Acara Banding Administratif

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hukum acara ( hukum formal) sebagai sarana menegakkan hukum material atau hukum administrasi. Hukum acara banding administrasi (HUBA) berkenaan dengan proses atau prosedur yang harus ditempuh dalam melaksanakan upaya administrasi kepada Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota.

Prinsip-prinsip hukum acara banding administratif yang dibahas di bawah ini, adalah prinsip-prinsip hukum acara banding administratif yang masih sangat bersifat umum. Artinya dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan dalam menyusun atau menyempurnakan hukum acara banding administratif. Prinsip-prinsip hukum acara

yang berkaitan dengan prosedur pemeriksaan banding administratif itu mencakup antara lain :199

a. Sederhana dan Cepat; b. Batas Waktu;

c. Bentuk dan Isi Permohonan; d. Pemeriksaan;

e. Hak untuk didengar; f. Pengujian;

g. Putusan.

Adapun penjelasan dari masing-masing komponen hukum acara tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Sederhana dan Cepat

Agar fungsi banding administratif sebagai fungsi kepenasehatan dan fungsi perdamaian berjalan efektif dan efisien sehingga memenuhi harapan pencari keadilan, perlu dirumuskan prosedur beracara dengan sederhana dan cepat. Beracara dengan sederhana maksudnya tidak berbelit-belit dan mengurangi formalitas yang tidak penting, sehingga jelas dan mudah dipahami. Sedangkan beracara cepat maksudnya agar memperhatikan waktu sesingkat-singkatnya, sehingga pencari keadilan merasakan manfaat beracara melalui upaya administratif benar-benar lebih cepat dan lebih singkat waktunya daripada beracara melalui peradilan administrasi murni.

199

b. Batas Waktu

Untuk menjaga citra insititusi upaya administratif sebagai lembaga yang benar-benar melaksanakan asas sederhana dan cepat dalam proses pemeriksaan penyelesaian sengketa, perlu ditentukan beberapa lama batas waktu suatu permohonan akan mulai diperiksa sejak permohonan dimasukkan atau diterima oleh Bawaslu Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota. Meskipun batas waktu penyelesaian sudah dibatasi dan ditentukan oleh undang-undang Pilkada paling lama dua belas (12) hari sejak diterimanya laporan atau temuan200

Evaluasi dimaksudkan melalui simulasi atau uji coba atau paling tidak tawarannya adalah hari dimaksud adalah hari kerja bukan hari kalender. Hal ini didasarkan aspek penilaian atau pengujian yang dilakukan oleh majelis banding administrasi dari segi rechtmatigheid dan segi doelmatigheid yang mana secara logis sangat membutuhkan kecermatan, kehati-hatian dan memerlukan waktu yang cukup untuk mempertimbangkan dari berbagai aspek objek sengketa yang akan diperiksa dan diputuskan.

. Namun dalam aturan undang-undang ini, hari yang dimaksudkan adalah hari kalender, hal ini sangat perlu dilakukan evaluasi dan dirasionalkan.

c. Bentuk dan Isi Permohonan

Bentuk dan isi permohonan yang diajukan kepada Bawaslu Provinsi dan Panwas KabupatenKota sebagai majelis banding administratif, cukup

200

Pasal 143 ayat 2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang berbunyi : “Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa Pemilihan paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan”

dirumuskan dalam bentuk sederhana. Yang perlu dan harus dimuat dalam surat permohonan sekurang-kurangnya : nama dan alamat pemohon, tanggal, uraian pokok persoalan, alasan-alasan keberatan/banding (positium) dan hal-hal yang dimohonkan (petitium). Permohonan harus dibuat dan ditandatangani di atas bea materai. Permohonan dapat dikirimkan melalui pos dan dapat disampaikan sendiri atau melalui kuasa hukum dengan dilampiri surat kuasa khusus.

Para pihak sebaiknya disebut Termohon untuk pihak badan/pejabat tata usaha negara dan Pemohon untuk pihak individu atau badan hukum perdata. Hal ini dimaksudkan untuk membedakan dengan proses pada peradilan administrasi murni yang menyebut para pihak sebagai Tergugat dan Penggugat.

d. Pemeriksaan

Tahapan-tahapan proses pemeriksaan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Masuknya permohonan banding administrasi;

2) Penelitian berkas perkara (kelengkapan formil dan materil); 3) Pemeriksaan sengketa melalui proses musyawarah dan mufakat; 4) Putusan

e. Hak untuk didengar

Prinsip yang harus dipelihara dan ditegakkan dalam proses pemeriksaan upaya administratif adalah memberikan pengakuan terhadap hak warga untuk didengar. Hak ini merupakan penjabaran dan perwujudan dari keinginan memberikan perlindungan hukum dalam Negara Hukum Indonesia.

Menurut Philipus M. Hadjon201

Prinsip menghargai hak warga untuk didengar, dari segi lain dimaksudkan akan melibatkan partisipasi warga dalam proses perbuatan suatu kebijaksanaan atau suatu keputusan badan/pejabat tata usaha negara, sehingga tercipta pemerintahan yang terbuka, bersih, jujur, berwibawa, dan efektif. Suasana mekanisme pemerintahan benar-benar dijiwai oleh semangat keterbukaan, kekeluargaan, musyawarah dan perdamaian, yang dilandasi sikap saling percaya antar warga dengan badan/pejabat tata usaha negara.

, adanya hak warga untuk didengar, harus diiringi dengan kewajiban badan/pejabat tata usaha Negara untuk memberikan informasi secara terbuka. Sebab hubungan serasi, seimbang dan selaras antara pemerintah dengan warga hanya mungkin diwujudkan, apabila kedua belah pihak saling memberikan informasi secara terbuka.

Hak untuk didengar harus tercermin secara tegas dalam proses pemeriksaan, meskipun proses pemeriksaan dilakukan dalam bentuk tertulis atau korespondensi seperti tercermin dalam proses pemeriksaan yang telah diuraikan di atas.

f. Pengujian

Materi yang diperiksa atau diuji oleh majelis banding administrasi meliputi aspek hukum (rechtmatigheidstoetsing) dan aspek kegunaan atau kemanfaatan (doelmatigheidstoetsing). Hal ini perlu ditonjolkan karena pemeriksaan sengketa melalui administrasi murni hanya terbatas pada pemeriksaan aspek hukum (rechtmatigheidstoetsing) semata.

201

Demikian pula mengenai dasar pengujian (toetsing). Pada peradilan administrasi murni yang dipertimbangkan adalah fakta dan keadaan pada saat atau sebelum dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara (ex-tunc), sedangkan pada proses pemeriksaan banding administrasi fakta dan perubahan keadaan termasuk dalam penilaian (ex-nunc). Dengan melakukan pemeriksaan materi sengketa secara lengkap (rechtmatigheidstoetsing) dan (doelmatigheidstoetsing) dan penilaian perubahan fakta serta perubahan keadaan, diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi pencari keadilan, sehingga secara sukarela memilih menyelesaikan sengketanya melalui upaya administratif.

g. Putusan

Salah satu ciri utama keputusan majelis banding administratif yang merupakan faktor positif sehingga perlu ditonjolkan, adalah bentuk putusan dari majelis banding administrasi tersebut. Majelis tersebut kecuali berwenang membatalkan keputusan tata usaha negara yang disengketakan, juga berwenang memerintahkan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang dimohonkan untuk membuat atau mengeluarkan keputusan baru sebagai pengganti keputusan yang dibatalkan atau disengketakan itu. Hal ini sangat didasarkan bahwa putusan sengketa pemilihan yang diputuskan oleh pengawas pemilihan melalui adjudikasi banding administrasi ini bersifat terakhir dan mengikat, sehingga wajib dilaksanakan oleh para pihak terutama oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai termohon.

Isi dari putusan majelis (institusi) upaya administratif dapat berbunyi antara lain sebagai berikut :

1) Menolak permohonan keberatan atau banding yang diajukan, berarti memperkuat keputusan badan/pejabat tata usaha yang dimohonkan atau yang disengketakan.

2) Menerima sebagian atau seluruh permohonan keberatan atau banding yang diajukan, berarti membatalkan sebagian atau seluruh keputusan tata usaha negara yang dimohonkan. Karena itu harus memerintahkan kepada badan atau pejabat tata usaha negera yang dimohonkan untuk mengeluarkan keputusan baru, sebagai pengganti keputusan tata usaha negara yang dibatalkan sebagian atau seluruhnya itu.

Pada dasarnya, hukum administrasi negara adalah hukum publik yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga ketertiban hukum untuk kepentingan umum dengan cara-cara yang sebaik-baiknya (doelmatig). Oleh karena itu, hukum acara penegakan materil hukum administrasi memuat peraturan-peraturan yang bersifat keharusan atau “imperative”, apabila peraturan-peraturan itu dimaksud untuk menjaga ketertiban, yang dianggap perlu demi mempertahankan kepentingan umum, disamping peraturan-peraturan yang tidak bersifat imperative, tetapi juga bersifat mengatur (regelend), yang bertujuan untuk menjaga kepentingan para pihak yang berperkara. Selain, prinsip-prinsip hukum acara administrasi diatas, menurut

HarjonoTjirosoebono202

h. Keaktifan “Majelis”

, ada beberapa prinsip-prinsip dasar hukum acara nasional dalam bidang hukum publik (hukum administrasi negara). Sehingga dari tujuh prinsip hukum acara : sederhana dan cepat, batas waktu, bentuk dan isi permohonan, pemeriksaan, hak untuk didengar, pengujian dan putusan), maka dapat ditambahkan dan diurutkan lagi beberapa prinsip-prinsip dasar hukum acara nasional, antara lain :

Prinsip “majelis hakim” aktif memimpin proses yaitu peran aktif seorang majelis adalah sesuai dengan sistem hukum dan rasa keadilan. Keaktifan seorang “majelis” tidak hanya dalam hal memimpin proses sidang agar pemeriksaan sengketa dapat berjalan baik dan teratur, namun juga aktif mendorong atau mengusahakan para pihak untuk bermusyawarah mencapai perdamaian, sebelum akhirnya putusan final ada pada pejabat Bawaslu Provinsi dan Panwas Kabupaten/Kota.

i. Terbuka Untuk Umum

Prinsip ini dikenal dalam kekuasaan kehakiman (peradilan umumnya), namun prinsip ini sangat baik digunakan. Adapun tujuan pemeriksaan terbuka untuk umum yaitu untuk mencegah penjatuhan putusan-putusan berat sebelah atau semena-mena dan juga untuk menjamin keobjektifan pemeriksaan. Namun akan tetapi untuk proses mengambil putusan akhir yaitu musyawarah majelis dalam mengambil putusan dilakukan tertutup (tidak terbuka). Namun akan tetapi

202

Harjono Tjitrosoebono, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Dalam Menyongsong

Undang-Undang Hukum Acara Perdata Yang Baru, Varia Peradilan II No.24 (September 1987), hal.

pendapat majelis yang berbeda (dissenting opinion) dalam musyawarah itu tetap dapat diketahui dalam putusan akhirnya.

j. Putusan Dengan Pertimbangan Yang Cukup

Prinsip memberikan alasan atau pertimbangan (motivering) terhadap putusan mempunyai hubungan dengan prinsip terbuka untuk umum.

BAB V

Dokumen terkait