• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM CINA

Dalam dokumen SEJARAH HUKUM (Halaman 38-42)

I. Pendahuluan

Hukum Cina tradisional bukan merupakan tatanan hukum keagamaan yang ketat; hal ini nampaknya lebih merupakan suatu tatanan hukum yang terintegrasi ke dalam ajaran filsafat yakni konfusionisme. Diantara ciri-ciri khas terpenting hukum Cina perlu disebutkan disini adalah pembagian masyarakat dalam kelas-kelas, dengan aturan-aturan hidup moral dan yuridis sendiri-sendiri. Kelas-kelas yang mempunyai hak pengutamaan (privilege), ini tidak menyukai aturan-aturan hukum yang sederhana dan hidup menurut kewajiban-kewajiaban ritual ‘li’ sedangkan kelas rakyat tunduk pada tatanan hukum pidana ‘fa’ yang ketat.

II. Sketsa Sejarah

Sejarah Cina membentang ke belakang sampai 30 abad SM, manakala suku-suku bangsa Cina, yang berasal dari Mongolia, bermukim di wilayah sungai Kuning serta pada sat itu mereka telah mencapai taraf peradaan suku bangsa. Sekitar abad XII SM di Cina berkembang tatanan feodal, yang didalamnya kelas yang memperoleh hak utama terdiri dari ksatria dan kaum pelajar. Pada kahir tatanan feodal, yaitu abad VI sampai IV SM, hidulah orang-orang besar yang paling mempengaruhi cara berpikir filosofis dan agama Cina : Lau-Tse, Konfusius dan Mensius.

Pada abad III mulai berkembang negara Kekasiaran Kuno : Cina menjadi sebuah negara besar dan luas dengan sistem pemerintah yang sentralistis, berkat dinaati Tsj’in. Kendatipun dinasti hanya berkuasa 40 tahun (256-107 SM), betapapun juga ia telah mempengaruhi sejarah dan hukum di Cina secara langgeng-lestari. Peranannya telah dilanjutkan oleh Dinasti Han, yang selama empat abad berkuasa ( abad II SM – abad II M). Pada tahun 618-907, Cina kembali tumbuh sebagai negara yang kuat dan penuh percaya diri di bawah kekuasan Dinasti T’ang. Namun setelahnya,

Cina kembali mengalami kejatuhan. Kesatuan poltik negara kembali dipulihkan oleh Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Mansyu dari Tsing (1644-1912); kekaisaran ambruk pada tahun 1912.

III. Tatanan Agama dan Filsafat

Struktur kemasyarakatan Cina dari dahulu bertumpu pada sebuah etika, yang terdiri atas unsure-unsur dari setidaknya tiga buah aliran pikiran : (1) Konfusianisme ini didirikan oleh K’ong Fu-Tze, yang hidup sekitar 551-479 SM. Tatanan filsafatnya ini dijabarkan dari pandangan-pandangan keagamaan, yang diungkapkan dalam kitab-kitab suci kuno, king. Dan ini merupakan sebuah animisme yang berikhtiar kearah monoteisme; (2) Taoisme, tumbuh dari ajaran “Guru Zaman Dulu” Lau Tze, teman sezaman Konfusius yang lebih tua. Naskah terpenting dari ajaran ini adalah kitab yang berasal dari abad III SM, Tau Te-tsying atau jalan menuju kebaikan. Tau adalah jalan yang memasuki segala sesuatu, rasio yang mengendalikan dunia, gerakan alam; dan (3) Budhisme, yang berasal dari India selama abad-abad III dan II SM, bahkan pengaruhnya berkembang cepat sejak abad V Masehi.

IV. Li Konfuisme

Li adalah kata kunci yang paling dekat pada pengertian “hukum” negara-negara barat; kadang diterjemahkan pula dengan ritual, moral, etiket, kepantasan. Li merupakan seperangat aturan-aturan kepatutan dan kesopanan yang harus diindahkan oleh manusia jujur, hal-hal tersebut merupakan suatu kodeks etika bentuk-bentuk pergaulan. Secara prinsip Li ini nampaknya cukup untuk mempertahankan ketertiban; ini adalah “pemerintahan oleh manusia-manusia”.

V. ‘Fa’ Kaum Ahli-ahli Hukum

Pada zaman Dinasti Tsying (256-207 SM), konfusionisme terutama ajaran Li diserang habis-habisan oleh ahli-ahli hukum dan para legis,yang mengedepankan pandangan bahwa ‘fa’, artinya undang-undang, terutama undang-undang hukum pidana sangat diperlukan bagi rakyat. Apa yang dikenal fa-cia (madzhab undang-undang, madzhab kaum legis) berkembang

pesat, terutama pada pemerintahan Kaisar Ch’in Shih Huang-Ti, yang pada tahun 221 SM mewujudkan persatuan dan kesatuan wilayah Cina.

VI. ‘Li’ dan ‘Fa’ Bersama-sama

Pandanagan legalitas fa-cia tampaknya tidak dapat dipaksakan. Malahan sejak era Dinaati Han (abad II SM) telah dapat dipastikan suatu “knfusianisasi” undang-undang, dengan kata lain terdapat rekonsiliasi antara li dan fa dengan mengakui adanya kelas-kelas sosial yang beragam. Tatanan ini selama dua ribu tahun tetap bertahan. Sekalipun demikian, legisme ini masih pula tetap berpengaruh dan telah terjadi suatu tradisi perundang-undangan kekaisaran, terutama dalam bidang hukum pidana dan dan hukum tata usaha negara sebagai akibatnya. Adapun perundangan-undangan hukum privat hampir tidak tersentuh.

VII. Kitab-kitab Undang-undang Cina

Sedikitnya dijumpai delapan belas kitab-kitab undang-undang Cina. Kitab tertua berasal dari abad IV SM, setelah itu hampir setiap dinasti telah mengeluarkan sebuah kitab undang-undang baru, yang biasanya diambil alih begitu saja dengan atau tampa tambahan-tambahan. Beberapa kitab undang-undang mempunyai lebih dari 1500 pasal, dengan menyebut berturut-turut lebih dari 2000 kejahatan dan pelanggaran, yakni kodeks Ts’in-Liu (tahun 268 SM). Salah satu kejahatan-kejahatan adalah pemberontakan anak laki-laki terhadap ayahnya.

VIII. Cina dan Tatanan-tatanan Erofa dalam Abad XIX dan XX

Pergaulan dengan orang-orang Erofa melalui perdagangan dan industri, pemuka-pemuka Cina mengalami pengaruh tatanan-tatanan hukum Barat. Cina berupaya mencegah proses eropanisasi hukum dengan jalan menyesuaikan tatanan hukum mereka sendiri. Kodeks Tsying ditijau kembali pada tahun 1910, terutama dalam materi-materi yang pada bangsa Erofa tergolong hukum perdata, hukuman-hukuman ditiadakan. Pada tahun 1912 Kekaisaran jatuh dan terjadi pembentukan republik telah menyuburkan perembesan tatanan-tatanan hukum Barat. Betapapun demikian, eropanisasi ini pada hakikatnya sangat dangkal : undang-undang baru yang dibentuk tidak dikenal oleh penduduk. Malahan kodek-kodeks ini

memperkokoh tradisi Cina dengan adanya perwalian keluarga dan kekuasaan negara untuk kerugian individu

IX. Hukum Republik Rakyat Cina

Rezim baru Republik Rakyat Cina telah menghapus semua undang-undang yang ada untuk melenyapkan pengaruh feodalisme dan kaum kelas menengah. Tatanan hukum baru berbasiskan undang-undang yang sekaligus merupakan penerapan paham Marxisme-Leninisme; undang-undang yang ketat dan keras ini diberlakukan untuk menegakan komunisme. Dari tahun 1950 sampai dengan 1958 telah dikeluarkan undang-undang dalam jumlah yang besar.

Sejak tahun 1958 terjadilah suatu reaksi terhadap hegemoni perundang-undangan; pemerintah Cina menentang pengaruh Rusia dan kembali ke cara pendekatan tradisional Cina. Dominasi kedaulatan hukum dihapus. Jadi, terbentuklah sebuah li baru, sesuai dengan pandangan-pandangan politik partai komunis yang diturunkan dari gagasan Mao Tse Tung yang dijilid menjadi satu kesatuan yang dikenal dengan “buku merah”. Li diterapkan atas orang-orang komunis, sedangkan yang kejam (undang-undang hukum pidana) tetap dipertahankan dan diberlakukan bagi orang-orang “kontra-revolusioner” dan bagi orang-orang-orang-orang bukan Cina.

Didalam bidang hukum privat, hukum juga memainkan peranan yang subordinatif dan fragmentaris. Begirulah struktur hak milik marxisme, dengan tekanan hak milik negara sosialis dan kolektif diberlakukan di Cina, bukan mellui tatanan perundang-undangan, melainkan oleh tindakan-tindakan sporadis. Suatu kekecualian dalam bidang hukum privat adalah hukum perkawinan. Di dalam kebanyakan bidang hukum ini diupayakan penyelesaian perselisihan secara damai melalui jasa-jasa perantara. Untuk maksud tersebut dibentukalah Komisi Perantaraan Masyarakat., yang pada hakikatnya mengesampingan peranan peradilan.

Sekarang ini hukum perundang-undangan Cina bersumber dari dua badan pembuat undang-undang : badan legislatif negara dan badan kekuasaan partai. Partai menetapkan isinya, Negara menentukan bentuk

undang-undang, terutama yang berhubungan dengan institusi-institusi negara dan khususnya yang menyangkut hukum ekonomi.

BAB IV

HUKUM JEPANG

Dalam dokumen SEJARAH HUKUM (Halaman 38-42)

Dokumen terkait