• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ISLAM

Dalam dokumen SEJARAH HUKUM (Halaman 34-38)

Hukum Islam adalah hukum pergaulan hidup kum muslimin, artinya hukum berlaku bagi semua orang yang memeluk agama Islam, dimanapun mereka berada. Seperti halnya hukum Hindu, maka Hukum Islam pun merupakan hukum masyarakat Islam dan bukan hukum penduduk suatu Negara.

I. Agama dan Sejarah

Islam mempunyai arti tunduk kepada kehendak Allah. Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad rasul-Nya, nabi terakhir Allah Subhannahu Wata’ala setelah Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Daud dan Isa.

Agama Islam, telah mengalami perluasan cepat, sebagai akibat kegiatan-kegiatan pengikut-pengikut Nabi Muhammad, para khalif, yang dalam satu abad mampu menguasai Siria, Mesir, daerah Magrib (Aljazair, Maroko, Tunisia), Spanyol dan bahkan sebagian Perancis. Negara-negara besar Muslim menguasai derah-daerah ini dalam abad VIII dan IX, bahkan bangsa Abbasida memerintah Bagdad. Sejak abad XIV sampai abad XIX Negara Ottoman (Turki) mendominasi sebagai besar dunia Islam.

II. Syariat dan Fikih

Hukum Islam tidaklah merupakan suatu ilmu pengetahuan tersendiri, melainkan salah satu aspek agama. Hal ini meliputi teologi (yang menetapkan dogma, yakni apa yang dipedomani sebagai kepercayaan kaum Muslimin) dan syariat yang memberikan ketentuan-ketentuan kepada orang-orang beriman apa yang wajib apa yang wajib dilakukan dan apa yang wajib ditinggalkan.

Syariat adalah “jalan yang harus ditemuh” atau “aturan yang diwahyukan”. Jadi hal ini menyangkut pula hal-ikhwal yang harus dilakukan

oleh orang beriman terhadap Allah (sholat, puasa, jakat, dan seterusnya). Semua kealfaan dianggap pelanggaran. Fikih adalah pengetahuan tentang syariat; ia adalah ilmu pengetahuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban manusia, tentang pemberian ganjaran dan hukuman. Fikih ini menetapkan aturan-aturan perilaku yang diturunkan dari empat sumber syariat : (i) Al-Quran; (ii) Sunnah; (iii) ijma (kesesuaian pendapat ulama tentang peristiwa hukum); dan (iv) kias (analogi).

III. Empat Buah Sumber Syariat A. Al-Quran

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Ia merupakan wahyu-wahyu Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW, Rosul-Nya yang terakhir. Prinsip-prinsip yuridis yang dapat diturunkan dar Al-Quran pada haikatnya memenuhi tujuan nabi Muhammad SAW, yakni mengganti tata organisasi suku-suku Arab lama, tanpa adanya kelas-kelas yang memperoleh hak pengutamaan (privilege). Adapun aturan-aturan yang diletakkan adalah hal-hal yang mengupayakan mempertinggi mutu akhlaq.

Para hakim (kadi) harus berikhtiar untuk mendapatkan suatu solusi yang adil dan pantas untuk semua persoalan, mereka harus berjuang melawan praktek suap-menyuap, memerintahkan keterangan saksi-saksi, menjaga agar persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan baik, memberi perlindungan terhada kaum lemah (perempuan, yatim piatu, budak belian).

B. Sunnah

Sunnah adalah seluruh perbuatan dan ucapan Nabi Muhammad, sebagaimana hal itu dikisahkan oleh para sahabatnya. Pernyataan atau sikap Nabi Muhammad SAW memunculkan sebuah hadist, yang didalam abad VIII dan IX banyak hadis ini dikumpulkan dalam buku-buku : yang terpenting akhirnya tetap ada secara definitive.

C. Ijma

Ijma’ adalah consensus bersama kaum Islam yang dicapai dengan bulat. Pada hakikatnya, ini adalah konsesus kalangan para ahli hukum,

“doktores-doktores” syari’at, meskipun hal ini tidak selalu seia-sekata dengan pandangan khalayak ramai.

Ijma ini sebagaian besar ditetapkan dan dikumpulkan dalam bentuk tertulis selama abad-abad VIII dan IX Masehi, artinya 100 sampai 300 tahun setelah Hijrah. Ijma ini diwujudkan oleh ahli-ahli hukum yang mempunyai nama-nama besar dalam abad VIII dan IX Masehi, terutama oleh mereka yang berasal dari Bagdad pada saat kekuasaan berada dalamkekuasaan Abasiah, yang kebanyakan adalah imam-imam biasa tanpa fungsi memimpin maupun tanggung-jawab politik, namun memiliki pengetahuan yang mendalam tentang syari’at, hukum yang diwahyukan Allah SWT.

Dalam peraktek telah diterima sebagai kenyataan bahwa dijumpai berbagai cara, berbaai jalan untuk tiba pada kebenaran; jalan-jalan ini disebut madzhab-madzhab. Di dalam dunia Islam dibedakan empat madzhab ialah madzhab Hanafi, Maliki, Syafei, dan Hambali. Kemempat madzhan itu disebut kaum sunni,oleh karena mereka ini menjunjung tinggi Sunnah. Disamping empat madzhab terdapat yang lainnya, antara lain madzhab kaum syi’ih.

D. Kias

Kias artinya analogi atau pikiran secara analogi, dipandang pula sebagai sumber Syariat : hal-hal ini adalah kesimpulan-kesimpulan yang dapat jibarkan dari Al-Quran dan Sunnah melalui pemekiran logis. Kias berfungsi sebagai pengisi-pengisi kekosongan-kekosongan yang ditinggalkan oleh ketiga buah sumber lainnya.

IV. Sumber-sumber Hukum Pelengkap

Islam tidak memperkenankan dipergunakannya sumber-sumber hukum lain kecuali syari’at. Walaupun demikian, kebiasaan (orf - yang juga disebut adapt) dan perundang-undangan (qanun) telah memainkan peranan yang tidak dapat dianggap remeh, namun kesemuanya itu tidak boleh bertentangan dengan syari’at.

Lazimnya penyelenggara hukum dilakukan oleh kodi, hakim-hakim agama dan dibantu oleh kaum awam terpandang yang berasal dari

masyarakat setempat. Mereka memiliki wewenang penuh untuk mengadili perkara-perkara, baik yang yang menyangkut perdata maupun pidana. Adapun fatwa-fatwa merupakan nasihat-nasihatt keagamaan dan hukum, yang kebanyakan diberikan oleh seorang mufti atau pejabat keagamaan yang penting.,

V. Evolusi Masa Kini Hukum Islam

Fikih diterapkan pada abad X dan sejak itu tidak diubah lagi. Sekalipun demikian, ia merupakan salah satu tatanan hukum yang besar masa kini dan diterapkan dikebanyakan negara-negara Islam. Dan hal ini hanya mungkin karena fikih tersebut bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan diri pada evolusi dalam bidang politik dan kemasyarakatan dunia Islam.

Sekalipun kesatuan hukum dan agama sebagai asas umum masih berlaku, menyebabkan negara-negara Islam sedikit banyak mengalami evolusi yang berbeda dan beraneka ragam, terutama di bawah pengaruh factor politik dan juga karena adanya tradisi-tradisi lokal yang sangat bereda satu dengan yang lain. Sementara itu, perundang-undangan (qanun), dimungkinkan untuk membentuk disamping hukum agama, sebuah hukum umum/awawm. Selama berabad-abad raja-raja atau kepala-kepala negara hanya sedikit sekali mempergunakan peluang tersebut. Sejak abad XX di kebanyakan negara-negara Islam makin banyak undang-undang dibentuk.

BAB XIII

Dalam dokumen SEJARAH HUKUM (Halaman 34-38)

Dokumen terkait