BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN
B. Hukum Pabean sebagai Bagian dari Hukum Fiskal dan
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun Undang-Undang kepabeanan seperti yang telah dikemukakan pada pengertian diatas. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor.
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan
32
http://bctemas.beacukai.go.id/faq/tentang-lartas-kategori-danperijinannya/. Diakses Pada Tanggal 29 April 2015.
sering disebut tariff barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untuk ekspor pemerintah memungut beberapa komoditas ekspor namun ada kalanya pemerintah tidak memungut bea pada komoditas tertentu demi mendukung eksistensi industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Hukum positif di bidang kepabeanan telah dtuangkan ke dalam produk perundang-undangan berupa undang-undang kepabeanan. Hukum Pabean juga merupakan bagian daripada hukum fiskal karena tugasnya yang berkaitan langsung dengan pengelolaan keuangan negara, karena tugas dan fungsi DJBC yang sebagaimana dikemukakan diatas bahwa penerimaan terbesar negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Di dalam penjelasan Undang‐Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan disebutkan dalammewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan dimaksud, aparatur kepabeanan dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin baik, efektif, dan efisien, sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya.33
Undang-undang kepabeanan sebagai bagian hukum fiskal. Orientasi pengaturan undang-undang kepabeanan tersebut, disamping mengatur norma- norma yang berkaitan dengan pemungutan bea masuk dan bea keluar juga berkaitan dengan pengawasan lalu-lintas barang yang dimasukkan dan dikeluarkan dari daerah pabean sehingga di samping mengatur hal-hal yang
33
berkaitan dengan fiskal, sekaligus mengatur hal-hal diluar fiskal. Untuk kepentingan keterpaduan, dua orientasi tersebut, diatur dalam sebuah sistem yang disebut sistem hukum di bidang kepabeanan.34
Ketentuan hukum dibidang kepabeanan meliputi himpunan norma yang dituangkan dalam undang-undang yang mengatur pengawasan lalu-lintas barang ekspor dan impor dan pungutan bea. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya sangat terkait dengan ketentuan hukum lain diluar ketentuan hukum di bidang kepabeanan antara lain hukum keuangan negara, hukum perpajakan, hukum perdagangan internasional, perjanjian internasional, serta rekomendasi- rekomendasi dari organisasi-organisasi internasional.35
Hukum keuangan negara merupakan sekumpulan norma yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan negara yang hendak mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang dicantumkan pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
Berikut ini adalah aturan-aturan hukum yang terkait dengan Hukum Pabean :
1. Hukum Keuangan Negara
36
Hukum keuangan negara positif dalam bentuk undang-undang secara prinsip berisi norma-norma yang berkaitan dengan keuangan negara yang meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik
Pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan hukum serta sebagai negara yang berkedaulatan rakyat dan pemerintahan berdasarkan konstitusi sehingga pengelolaan keuangan negara harus berpedoman dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945, yang artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara harus juga berdasarkan hukum yang berlaku.
34
Eddhy Sutarto, Op.Cit, hal 1.
35
Ibid, hal 13.
36
berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Hukum pabean ataupun hukum pajak lainnya menjadi terkait dengan hukum keuangan, karena di dalam hukum keuangan tercantum prinsip yang berisi norma-norma pengelolaan keuangan negara yang di dalamnya juga berisi pengelolaan fiskal. Secara eksplisit tercantum dalam butir-butir pasal Undang-Undang Keuangan Negara yaitu UU No. 17 Tahun 2002 yang diantaranya ialah:
a. Pada Pasal 2 huruf a disebutkan, keuangan negara meliputi “hak negara untuk memungut pajak...”
b. Pada Pasal 6 ayat 1 disebutkan, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
c. Pada Pasal 6 ayat 2 disebutkan, kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. d. Pada Pasal 8 huruf e disebutkan, dalam rangka pelaksanaan
kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas “melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan Undang-undang”.
e. Pada Pasal 11 ayat 3 disebutkan, pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah. Dalam pungutan perpajakan termasuk pungutan bea masuk dan cukai (Pasal 11 ayat 3).
Dengan demikian, pungutan bea baik itu bea masuk dan bea keluar serta cukai dan pungutan pajak lainnya sangat terkait dengan norma-norma yang diatur dalam hukum positif keuangan negara.
2. Hukum Perdagangan Internasional
Dalam tulisan Rafiqul Islam pada buku International Trade Law, Hukum Perdagangan Internasional dan Keuangan didefinisikan sebagai suatu kesimpulan aturan, prinsip, norma dan praktik yang menciptakan suatu pengaturan (reglatory regime) untuk transaksi-transaksi perdagangan internasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap prilaku komersial lembaga-lembaga perdagangan.
Sebagai negara berkembang Indonesia memerlukan kepastian hukum yang lebih besar dibanding negara-negara maju guna menjamin perdagangan internasional yang terbuka dan adil.
Dalam menghadapi era globalisasi yang tengah berjalan di segala sektor dewasa ini, Indonesia telah meratifikasi beberapa perjanjian penting yang di antaranya menjadi peserta organisasi internasional seperti WTO, APEC, AFTA dan lain-lain.37
Sebagai negara yang berdaulat, termasuk berdaulat di bidang hukum, negara memiliki beberapa prinsip yang mandiri. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, negara nasional pada prinsipnya memiliki sistem hukum yang mandiri, meski tidak dipungkiri dalam kemandirian tersebut sudah tercantum standar hukum yang bersifat internasional yang dianut negara- negara dan bangsa yang beradab.38
Konsekuensi penting dari keanggotaan suatu organisasi dunia seperti WTO yang diratifikasi Indonesia melalui UU No.7 Tahun 1994 pada tanggal 2 November 1994 mewajibkan Indonesia berhati-hati dalam memberlakukan peraturan ekonomi.39
Perkembangan dunia yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi telah meningkatkan intensitas hubungan dan interdependensi antarnegara. Sejalan dengan peningkatan hubungan tersebut, makin meningkat pula kerja sama internasional yang dituangkan dalam beragam bentuk perjanjian
37
Syahmin AK., Op.cit, hal.13.
38
Eddhi Sutarto, Op.Cit hal 17.
39
internasional serta harmonisasi hukum tersebut adalah mencari keseragaman atau titik temu prinsip-prinsip fundamental dari berbagai sistem hukum.40
Dalam rangka memberikan pelayanan dan pengawasan pabean yang efisien dan efektif dengan tetap melaksanakan kepatuhan ketentuan perundang-undangan, organisasi pabean merekomendasikan dilaksakannya harmonisasi dan penyederhanaan prosedur dan praktik pabean. Harmonisasi dan penyerderhanaan prosedur dan praktik pabean tidak hanya meningkatkan efisiensi dan efektivitas administrasi pabean, namun juga membantu transparansi praktik-praktik kepabeanan, yang memberikan kelancaran arus barang dan penumpang.41
Pada perdagangan yang menyangkut impor, dikenal dua jenis katup yakni katup tarif atau tariff barrier dan katup nontarif atau Non-
tariff barrier. Untuk katup nontarif dituangkan dalam ketentuan
kebijaksanaan tata niaga impor. Kebijaksanaan pengendalian mutu dan Perkembangan hukum dan ekonomi dunia juga mempengaruhi perkembangan hukum internasional yang bergerak ke arah penghapusan pembatasan-pembatasan kuantitatif atas ekspor dan impor, kecuali terdapat alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atau alasan-alasan khusus. Selain itu, pasal 24 GATT (General Tariffs and Trade) juga mencantumkan klausul yang menyatakan bahwa semua negara harus menghindari tindakan yang merugikan kepentingan negara berkembang. Selain itu, juga pada perjanjian-perjanjian yang menyangkut perdagangan internasional juga dikenal dengan adanya prinsip yang diakui bahwa dalam hal-hal yang secara material tidak menyangkut pajak, atau masalah- masalah neraca pembayaran, formalitas bea dan cukai harus disederhanakan, dan pembatasan-pembatasan administrasi atau hambatan perdagangan atas barang harus diperkecil.
40
Eddhi Sutarto., Op.cit, hal.17.
41
kebijaksanaan yang berkaitan dengan kepentingan non-perdagangan, misalnya: moral bangsa, kebudayaan serta keamanan nasional.
Kebijaksanaan umum di bidang ekspor mengatur ketentuan barang yang diatur, barang ekspor yang diawasi dan barang ekspor yang dilarang. Sasaran kebijaksanaan umum di bidang ekspor ini adalah untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor nonmigas dan bertambah luasnya pasar tujuan ekspor.
Ketentuan-ketentuan pada Organisasi Perdagangan Dunia/World
Trade Organization (WTO) memuat rambu-rambu yang wajib dipatuhi
oleh setiap negara peserta WTO dalam merumuskan kebijakan perdagangan internasional sehingga dalam kapasitasnya sebagai negara peserta/anggota, dalam pelaksanaan kebijaksanaan di bidang impor dan ekspor tetap mengacu pada ketentuan tersebut. Namun demikian, meskipun terdapat rambu-rambu tersebut, WTO juga masih memberikan peluang-peluang yang sifatnya terbatas, yang masih dapat dimanfaatkan oleh setiap negara untuk kepentingan nasional masing-masing.42
2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal 3. Ketentuan Umum Perpajakan
Menurut Mohammad Zain, pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama dalam pembiayaan public investmen.
Ditinjau dari jenisnya pajak dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu menurut sifat, menurut sasaran/objek dan menurut lembaga pemungut. Berikut adalah uraian pajak dari jenisnya:
a. Menurut sifat.
Jenis pajak berdasarkan pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak.
42
tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misal pajak pertambahan nilai.
b. Menurut sasaran/objek.Jenis pajak berdasar pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misal pajak penghasilan.
2. Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan dengan melihat objek pajak untuk mengetahui subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misal pajak pertambahan nilai.
c. Menurut lembaga pemungut. Jenis pajak berdasar pembagian ini dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dalam hal ini dikelola oleh Dirjen Pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak penjualan atas barang mewah) dan Dirjen Bea dan Cukai, (misal bea masuk, bea keluar dan cukai). 2. Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dalam hal ini Dispenda, misal pajak daerah dan retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) ataupun yang dipungut Pemerintah Kabupaten/Kota.43
Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan pemungutan pajak berdasar hukum pajak formal yang diatur dalam UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan-ketentuan umum perpajakan dan tatacara perpajakan, sebagaiaman telah mengalami tiga kali perubahan, yaitu dengan UU No.9 tahun 1994, UU No.16 tahun 2000 dan UU No.28 tahun 2007. Hubungan antara pajak negara yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Pajak dan kewajiban bea masuk/bea keluar dan cukai yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai saling berkaitan erat. Pemahaman ini dapat kita lihat pada: Pertama, istilah kewajiban, dalam pajak kewajiban dikenakan terhadap individu, sedangkan pabean dan cukai dikenakan terhadap
43
http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_umum_kepabea nan_dan_cukai. hlm.1 Diakses pada 2 Februari 2015.
aktivitas memasukkan atau mengeluarkan barang atau transaksi keuangan dari atau ke luar negeri yang tidak bersifat individual. Kedua, ketentuan perundang-undangan yang ada selalu menjadi landasan pijak bagi dilaksanakannya pungutan pajak atau pabaean dan cukai.
Sistem self assesment di bidang perpajakan yang selama ini dianut masih tetap dipertahankan untuk diterapkan. Demikian juga landasan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan, sebagai bagian yang menguatkan perubahan ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan, sebagai bagian yang menguatkan perubahan ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Ciri dan corak perubahan ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Ciri dan corak perpajakan tersebut terkait penyempurnaan sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana dan berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat wajib pajak sehingga masyarakat wajib pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan dengan lebih baik.
Setelah diberlakukannya produk hukum nasional berupa Undang- undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan yang diikuti dengan diperbaharuinya kebijakan dan administrasi kepabeanan yang lain. Institusi kepabeanan Republik Indonesia, yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah berupaya mereformasi institusinya untuk berubah dari semula berorientasi sebagai penguasa karena sifat kewenangan pemeriksaannya, menjadi institusi yang berorientasi pada pelayanan kepabeanan yang modern yang bertumpu pada pelayanan dan perubahan hipotesis pengawasan yang semula yakni “Pengawasan Bea Cukai didasarkan atas dasar hipotesis su’uzzhan bahwa
semua orang tidak jujur” (Customs controls have therefore been devised
on the basic hypothesis that all people are dishonest) sebagaimana
disebutkan dalam deklarasi Colombus. Hipotesis tersebut diganti menjadi pengawasan bea cukai berhipotesis bahwa semua orang dianggap jujur
(husnuzzhan) sampai dapat dibuktikan lain. Perubahan hipotesis ini
dituangkan dalam pergeseran prinsip yang semula menerapkan prinsip
official assesment namun telah bergeser menjadi prinsip self assesment.44 Didalam sistem self assesment, importir diminta memberitahukan jumlah jenis dan kualitas barangnya. Importir juga diminta untuk memberitahukan tarif, pembebanan dan nilai pabean yang di impornya. Pasal 16 Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai berwenang mentapkan tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk sebelum diajukan pemberitahuan pabean atau dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak tanggal pemberitahuan pabean.45
5. Hubungan Luar Negeri
Begitu pula pada penerapan sistem self assesment pada penumpang pesawat udara, penumpang kapal laut dan penumpang angkutan darat dari luar negeri menuju wilayah pabean Indonesia, implementasi asas
selfassesment yang dimaksud ialah pemberian lembar pemberitahuan
Customs Declaration atas barang penumpang yang tiba bersama
penumpang yang wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai dengan menggunakan Customs Declaration (CD) yang wajib diisi dengan lengkap dan benar. Formulir CD yang dibagikan oleh Awak Sarana Pengangkut (Maskapai Penerbangan/Pelayaran). Pemberitahuan dapat dilakukan secara lisan, pada tempat-tempat tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Hubungan luar negeri atau hubungan internasional bangsa Indonesia dengan bangsa lain dilandasi prinsip politik luar negeri bebas
44
Eddhi Sutarto., Op.cit, hal.18-19.
45
Sunarno dan Mohamad Jafar. Pengantar Nilai Pabean., Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea Dan Cukai, Jakarta 2014, hal 1.
aktif yang makin mampu menunjang kepentingan nasional serta makin mampu mendukung terwujudnya tatanan dunia baru berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Prinsip politik luar negeri bebas aktif ini mencerminkan jiwa, tekad dan semangat kemandirian bangsa Indonesia.46
Ditingkat internasional masalah nilai pabean lambat laun menjadi isu yang sangat penting didalam arus perdagangan antar negara . Dengan melalui mekanisme penetapan nilai pabean yang tinggi, suatu barang dapat dihambat pemasukannya ke negara lain. Bahkan nilai pabean dapat
Dengan demikian, dalam melakukan hubungan luar negeri, Indonesia menempatkan dirinya secara wajar dan dalam posisi bersahabat dengan semua bangsa. Indonesia menghormati perbedaan yang terkandung dalam eksistensi setiap bangsa dan negara, dan menempatkan kemerdekaan sebagai nilai tertinggi dalam tata hubungan internasional, di samping perdamaian dan keadilan sosial. Oleh karena itu, Indonesia menghormati setiap forum yang diciptakan oleh negara-negara di dunia untuk menyelesaikan berbagai persoalan secara damai yang muncul dalam masyarakat internasional.
Globalisasi ekonomi dan perkembangan teknologi mengakibatkan hubungan ekonomi internasional dan ekonomi nasional makin tidak dapat dipisahkan karena adanya saling ketergantungan . Hal ini juga menimbulkan tantangan bagi Indonesia untuk melakukan terobosan pasar internasional agar makin mampu menghadapi arus globalisasi dan regionalisasi perekonomian dunia sehingga dapat menunjang dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional.
46
digunakan sebagai sarana anti dumping. Sebelum adanya kesepakatan internasional tentang nilai pabean, pengaturan nilai pabean antar negara sangat berbeda-beda. Masing-masing negara mengatur sendiri sesuai kondisi dan selera masing-masing. Kondisi ini tentu saja sangat tidak menguntungkan karena dapat menimbulkan ketegangan hubungan antar Negara terutama didalam perdagangan bilateral atau multilateral. Itulah sebabnya Organisasi Perdagangan Dunia/WTO kemudian memandang perlu adanya pengaturan- pengaturan yang seragam dibidang nilai pabean bagi semua anggotanya.
Dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 TentangPengesahan
Agreement Estabilishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Indonesia telah meratifikasi perjanjian pembentukan badan dunia WTO. Salah satu persetujuan yang terlampir pada perjanjian tersebut adalah Agreement on Implementation of
Article VII of the GATT 1994. Persetujuan ini sering disebut sebagai
GATT atau WTO Valuation Agreement. Sebagai anggota WTO, Indonesia wajib menyesuaikan semua perundang-undangannya dengan ketentuan WTO.
Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah memuat semua ketentuan tentang nilai pabean sesuai dengan ketentuan- ketentuan WTO Valuation Agreement dan mulai diberlakukan sejak tanggal 1 April tahun 2005.
6. Perjanjian Internasional
Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan pada penjelasan umum menyebutkan bahwa: Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, undang-undang kepabeanan idealnya dapat mengikuti konvensi internasional dan praktik kepabeanan internasional sehingga perlu melakukan penyesuaian undang-undang kepabeanan Indonesia dengan menambahkan atau mengubah ketentuan sesuai dengan konvensi tersebut.
Pengertian Perjanjian Internasional sendiri dijelaskan oleh Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional yaitu: Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik..
Perjanjian Internasional merupakan setiap perjanjian dibidang hukum publik yang mana diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh Pemerintah dengan negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lain.
Pemerintah Republik Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negeri dan pertimbangan kepentingan nasional dapat melakukan dan membuat perjanjian internasional dengan negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum Internasional.
Keterlibatan berbagai lembaga negara dan lembaga pemerintah dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional sangat memerlukan koordinasi di antara lembaga-lembaga yang bersangkutan.
Bentuk dan nama perjanjian internasional dalam praktiknya cukup beragam antara lain treaty, convention, agreement, memorandum of understanding, protocol, character, declaration, final act, arrangement, exchange of notes, agreed minutes, summarry records, process verbal, modus vivendy dan letter of intent.47
A. Conventions on Simplification and Harmonization of Customs
Procedures
Penggunaan suatu bentuk dan nama tertentu bagi perjanjian internasional pada dasarnya menunjukkan keinginan dan maksud para pihak terkait serta dampak politiknya bagi para pihak.
Beberapa perjanjian internasional dan kerja sama yang terkait dengan kegiatan kepabeanan antara lain sebagai berikut:
Konvensi tersebut lebih dikenal dengan Konvensi Kyoto karena diadakan di kota Kyoto, Jepang. Merupakan salah satu upaya harmonisasi dan keseragaman sistem kepabeanan. Latar belakang perumusan Konvensi Kyoto dilandasi atas kesadaran umum bahwa perbedaan prosedur pabean masing-masing negara dapat menghambat kelancaran arus barang perdagangan internasional yang melintas batas masing-masing negara. Hasil rumusan konvensi Kyoto tersebut dikenal sebagai suatu instrumen internasional yang berisikan ketentuan-ketentuan dasar prosedur pabean.
Beberapa isi ketentuan perundang-undangan kepabeanan nasional Indonesia yang dikenal dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah mengadopsi lebih dari 90% prinsip yang diatur
47
pada konvensi Kyoto, yang mana konvensi tersebut telah direvisi dengan
International Convention on the Simplification and Harmonization of Customs Procedures (as amended) (Revised Kyoto Convention 1999).
Latar belakang penyempurnaan Konvensi Kyoto dilakukan oleh
Customs Reformand Modernization Forum yang diadakan pada akhir 1997
di Brussel, Belgia. Kesepakatan penyempurnaan tersebut didasari