• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN

A. Pengertian, Peranan dan Tujuan Hukum Pabean

Mengingat dengan perkembangan aktivitas ekonomi dunia khususnya perdagangan barang, maka diperlukan adanya aturan-aturan hukum dibidang kepabeanan dan cukai yang dapat menangani perkembangan perdagangan internasional khususnya pada ekspor dan impor sesuai dengan kemajuan dunia di era global dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional maka disusunlah ketentuan Undang-undang Kepabeanan yang mana isinya sesuai dengan perjanjian pokok mengenai perdagangan dan tarif perdagangan internasional.

Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan hingga tahun 1994 Undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea)

Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif)

Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal II

Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945. Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakangi, perubahan dan penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.22

Kalau kita perhatikan ada beberapa alasan yang menjadi titik berat pertimbangan sehingga tidak diberlakukannya lagi peraturan perundang-undangan pabean produk kolonial Belanda. Karena peratuan kolonial dirasa tidak sesuai dengan perkembangan zaman kini yang tak sesuai dengan alam kemerdekaan dan globalisasi karena belum mengakomodir peraturan mengenai bea masuk anti

dumping, bea masuk imbalan, pengendalian ekspor-impor atas barang hasil

pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), Audit, Penyidikan dan lain sebagainya. Di samping itu, ada beberapa ketentuan kepabeanan nasional yang tidak diadopsi lagi dalam Undang-undang Kepabeanan Kolonial Belanda antara

22

Republik Indonesia, Undang‐Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Penjelasan, Umum, Alinea I.

lain kewenangan Bea Cukai dalam mengontrol barang antar pulau dan dipersempitnya pengertian penyelundupan serta tidak lagi membedakan terminologi kewajiban dan persyaratan.

Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang didalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional.

Sebagai negara hukum, Indonesia selalu menghendaki wujud nyata dari sistem hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional dan yang bersumberkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang bunyinya “Indonesia adalah negara hukum”. Memberikan pemahaman yakni:

1. Berlakunya asas legalitas atau konstitusional atau asas supremasi hukum; 2. Menjamin dan melindungi Hak dan Kewajiban Asasi Manusia;

3. Adanya peradilan dan atau kekuasaan kehakiman yang merdeka yang mampu menjamin tegaknya hukum yang berkeadilan yang apabila terjadi suatu perkara sengketa atau pelanggaran hukum dalam masyarakat.23 Bertitik tolak dari pemikiran sebagai negara hukum itulah dan keinginan pemerintah yang menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, maka sesuai perkembangan hukum nasional dibentuklah Undang-Undang No 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan. Tujuan dibentuknya Undang-Undang No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, diharapkan mampu untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.

23

Ferry Saputra, http://ferryjr.blogspot.com/2012/04/share-peranan-bea-dan-cukai- dalam.html diakses pada 13 Februari 2015.

Selain itu, dengan diberlakukannya undang-undang ini mampu untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan. Di Indonesia, peredaran barang palsu dan hasil bajakan sudah pada tahap yang serius dan mengkhawatirkan.

Bea dan Cukai sebagai garda terdepan dalam mencegah terjadinya penyelundupan barang yang masuk dan keluar Indonesia mempunyai tugas yang vital. Oleh karena itu, bea dan cukai mempunyai landasan hukum yang jelas agar dapat melaksanakan tugasnya yaitu Undang-Undang Kepabeanan Nomor 17 Tahun 2006.24

Tujuan dibentuknya Undang-Undang No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, diharapkan mampu untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Selain itu, dengan diberlakukannya undang-undang ini mampu untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, mendukung kelancaran arus barang dan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia dan lalu lintas barang tertentu dalam daerah pabean Indonesia, serta untuk mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelundupan.25

24

Ibid.

25

Pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) bertugas mengamankan kebijaksanaan pemerintah berkaitan dengan lalulintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara lainnya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan tugas dimaksud, Kepabeanan secara aktif berperan sebagai garda terdepan dalam menanggulangi kemungkinan terjadinya tindak pidana penyelundupan, sekaligus melindungi industri dalam negeri dari persaingan masuknya barang-barang impor sejenis secara ilegal.

Hukum Pabean merupakan peraturan yang mengatur segala urusan-urusan Kepabeanan, landasan hukum pabean ialah UU No.17 Tahun 2006 atas perubahan UU No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.

Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar, definisi kepabeanan ini tertera pada Pasal 1 UU No.17 tahun 2006 atas perubahan UU No.10 Tahun 1995. Berdasarkan definisi ini kegiatan utama dari aparat pabean adalah pengawasan atas barang masuk (impor) dan barang keluar (ekspor). Pada prinsipnya obyek pengawasan aparat pabean adalah atas barang impor dan ekspor. Barang impor dan ekspor harus diawasi karena diluar manfaat didalamnya terdapat potensi yang dapat mengganggu kondisi berbangsa dan bernegara, baik dari aspek pertahanan keamanan (hankamnas), perekonomian, lingkungan hidup, dan aspek-aspek lainnya.26

26

Mohammad Jafar (Widyaswara Pusdiklat Bea dan Cukai), Modul Pengantar Kepabeanan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pendidikan Dan Pelatihan Keuangan Pusdiklat Bea dan Cukai Jakarta, hal. 4‐5.

Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar untuk ekspor, khususnya untuk barang/komoditi tertentu. Oleh sebab itu kegiatan memasukan ataupun mengeluarkan barang atau produk dari dan ke luar wilayah Indonesia tidak dapat dilakukan secara sembarangan, melainkan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan melakukan pemungutan dan pengawasan lalu-lintas barang ekspor-impor dan segala tindakannya harus didasarkan pada hukum. Di dalam negara yang berdasarkan hukum, setiap tindakan penguasa negara harus berdasarkan hukum. Oleh sebab itu tindakan penguasa negara untuk memungut pajak harus dilakukan berdasarkan hukum positif. Hal ini tercantum pada Pasal 23 A Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang”. Pasal 23A UUD 1945 tersebut selain memberikan dasar hukum bagi pemungutan bea oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap rakyatnya sekligus juga mengandung dasar falsafah pemungutan bea tersebut.27

Hukum dan semua ketentuan di bidang kepabeanan dilandasi falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban pembayaran bea sebagai kewajiban kenegaraan. Dengan demikian, tujuan hukum kepabeanan tidak berbeda dengan tujuan hukum pada umumnya, yakn untuk mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.28

Untuk menjamin kepentingan nasional dari perdagangan luar negeri maka pelaksanaan pergerakan fisik barang dalam rangka kegiatan perdagangan impor dan ekspor itu harus dikendalikan pemerintah melalui suatu sistem yang dikenal sebagai fungsi kepabeanan. Dengan fungsi kepabeanan dimaksudkan, segala urusan kegiatan dan tindakan yang harus dilakukan dalam rangka pelaksaan tugas pengawasan arus lalu lintas barang yang masuk dan keluar daerah pabean dan tugas pemungutan keuangan negara yang berkaitan dengan pengeluaran barang tersebut.29

Meskipun secara konsepsional fungsi kepabeanan dimaksudkan untuk menjamin kepentingan nasional dari perdagangan internasional, tetapi dalam pelaksanaannya fungsi kepabeanan masih sering dipandang oleh sementara pengamat ekonomi dan pelaku usaha menghambat kelancaran arus barang, tidak efektif dan efisien, dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi sehingga untuk menghilangkan barier dan birokrasi yang dinilai tidak ekonomis itu muncul Dalam sistem kepabeanan Indonesia, fungsi kepabeanan diatur dalam UU Kepabeanan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pokok Pasal 2 ayat (1) UU Kepabeanan yang menentukan bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean terutang bea masuk dan berdasarkan proposisi ketentuan pokok tersebut, status yuridis barang sejak saat pemasukan ke dalam daerah pabean sampai dengan dipenuhinya kewajiban kepabeanan menjadi objek pengawasan pejabat bea dan cukai.

27

Eddhy Sutarto. “Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia”. Erlangga, hal 40.

28

Ibid, hal 36.

29

secara berulang pandangan tentang perlunya diberlakukan sistem pemeriksaan prapengapalan barang oleh surveyor di luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi kepabeanan sebagaimana pernah diberlakukan pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1997 berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.30

a. Trade Facilitator adalah memberi fasilitas perdagangan (antara lain peningkatankelancaran arus barang dan perdagangan) sehingga dapat menekan ekonomi biayatinggi yang pada akhirnya akan menciptakan iklim perdagangan yang kondusif.

Barier yang dipandang negatif tersebut sebenarnya berperan dalam

menjaga kepentingan nasional karena dengan barier atau batasan-batasan daripada regulasi kepabeanan, pemerintah dapat mengontrol dan memungut kegiatan perdagangan internasional yang berkaitan dengan ekspor impor.

Selain Undang-undang Kepabeanan, aturan-aturan pelaksana kepabeanan meliputi Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Keuangan sebagai Menteri daripada Kementerian yang menaungi lembaga kepabeanan yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, juga aturan pelaksana kepabeanan diatur oleh instansi terkait yaitu oleh peraturan yang dikeluarkan oleh menteri daripada kementerian lain ataupun pimpinan lembaga lain setingkat kementerian yang telah memberitahukan kepada Menteri Keuangan, contohnya peraturan-peraturan Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perikanan dan Kelautan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Panglima Tentara Nasional Indonesia yang berkaitan dengan Kepabeanan.

Peranan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai aparatur negara yang berada di gerbang masuk perbatasan negara dan juga sebagai instansi penegak hukum pabean dirumuskan dalam Fungsi Implementasi DJBC yaitu :

30

b. Industrial Assintanceadalahmemberi dukungan kepada industri dalam negerisehingga memiliki keunggulan kompetitif dalam pasar internasional.

c. Revenue Collectoradalah mengoptimalkan penerimaan negara

melalui penerimaan bea masuk dan cukai yang mana fungsi yang dimaksud ialah pelaksanaan pemungutan bea oleh aparatpabean atas barang impor yaitu bea masuk dan bea atas barang ekspor yaitu bea keluar. Kedua fungsi ini sangat penting di Indonesia mengingat negara masih sangat membutuhkan penerimaan negara dari berbagai sektor terutama dari sektor non migas. Kontribusi aparat pabean dalam mengoptimalkan fungsi penerimaan berperan besar dalam upaya negara mencapai cita-cita bangsa.

d. Community Protector adalah melindungi masyarakat dari

masuknya barang-barang yang dilarang atau dibatasi yang dapat menggangu kesehatan dan keamanan serta moralitas.31

Salah satu peranan Bea Cukai yang termasuk kedalam Community Protector adalah melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara. Tugas titipan dari instansi terkait ini sering dikenal dengan Larangan Pembatasan atau disingkat Lartas.

Lartas dimaksud diatur secara khusus dalam Bab X pasal 53 UU No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan . Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir bisa dibatalkan ekspornya, atau diekspor kembali (re-ekspor), atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai. Kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara, kecuali terhadap barang

31

http://elearning.upnjatim.ac.id/courses/HKK6004/document/Gambaran_umum_kepabea nan_dan_cukai. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2015.

dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan utama dari pengelolaan peraturan dan larangan guna perlindungan, pertahanan, keamanan dan ketertiban masyarakat adalah menjamin terlaksananya keamanan di dalam masyarakat. Setiap kegiatan ekspor dan impor komoditi yang berkaitan dengan pertahanan, keamanan dan ketertiban masyarkat, dimanapun pasti akan menimbulkan dampak. Dampak yang ditimbulkan dapat positif maupun negatif.

Senjata api, amunisi dan mesiu dalam arti positif merupakan alat untuk membela diri, mempertahankan kedaulatan negara, penegakkan hukum, tetapi dalam arti negatif penggunaan senjata api, amunisi dan mesiu secara ilegal, akan mengganggu ketertiban umum, meningkatkan tindak kriminalitas dan merupakan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahan-bahan berbahaya memang sangat berbahaya sekali baik pada kesehatan maupun pada lingkungan hidup, oleh karena itu pemasukan bahan- bahan berbahaya ke Indonesia harus diawasi. Tata niaga bahan berbahaya ini sudah diatur oleh Kementerian Perindusitrian dan Perdagangan (Kemenperindag), sedangkan Bea dan Cukai hanya mengawasi dengan tetap menjaga kelancaran arus barang, jasa, ataupun kelancaran dokumen.

Sama seperti senjata api, amunisi dan mesiu, bahan-bahan kimia yang berbahaya benar-benar sangat berbahaya jika tidak diawasi penggunaannya. Penggunaan barang-barang berbahaya yang tidak sesuai dengan kegunaannya sangat riskan sekali terhadap efek yang ditimbulkannya, apalagi jika digunakan hanya dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan bagi suatu perusahaan

semata-mata tanpa memperdulikan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan pada umumnya.

Selain senjata api dan sejenisnya, bahan-bahan kima yang berbahaya, barang-barang lain yang terkena larangan dan pembatasan ialah petasan (happy crackers) film, kaset video, barang cetak (buku, brosur, pamflet dan poster yang dapat membahayakan ideologi pancasila dan melanggar kesusilaan), narkotika dan psikotropika, obat-obatan, alat kesehatan, baju bekas, makanan dan minuman beralkohol, plumas, bahan tambang, flora dan fauna, kayu dan rotan yang belum diolah dan bahkan juga pembawaan keluar ataupun masuk daerah pabean.

Barang ekspor yang statusnya Larangan atau Pembatasan (LARTAS) ditetapkan oleh Instansi Teknis Terkait, yakni kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang berada tingkat pusat, yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan.

Instansi Terkait yang menetapkan peraturan LARTAS atas impor atau ekspor dan telah menyampaikan peraturan tersebut kepada Menteri Keuangan, sampai periode Agustus 2013 adalah sebagai berikut :

a. Kementerian Perdagangan;

b. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementrian Perikanan dan Kelautan;

c. Badan Karantina Pertanian (Karantina Hewan dan Tumbuhan); d. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan);

e. Kementerian Kesehatan;

f. DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai); g. BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir); h. Bank Indonesia;

i. Kementerian Kehutanan;

j. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi; k. Kementerian Pertanian;

l. Kementerian Perindustrian; m. POLRI;

n. Kementerian Lingkungan Hidup; o. Kementerian ESDM;

q. Kementerian Budaya dan Pariwisata; r. Kementerian Kelautan dan Perikanan; s. Mabes TNI;

t. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara-Kementerian Perhubungan32

Ketentuan tentang LARTAS berlaku untuk semua jenis importasi, termasuk itu impor umum, impor barang kiriman melalui PJT (Pos) dan juga melalui terminal kedatangan penumpang.

Dari uraian terhadap misi kepabeanan yang hendak dicapai melalui peranan dan tujuan hukum pabean terhadap perdagangan luar negeri yang dikemukakan diatas maka dapat diketahui bahwa hukum pabean dibentuk dalam rangka memenuhi kepentingan publik yang meliputi tidak hanya terbatas pada kepentingan ekonomi semata-mata tetapi juga mencakup aspek kepentingan kehidupan bangsa yang terdiri dari IPOLEKSOSBUDHANKAM (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan).

B.Hukum Pabean sebagai Bagian dari Hukum Fiskal dan Aturan Hukum

Dokumen terkait