• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. HUKUM PIDANA ISLAM

Dalam bab kedua ini, penulis akan membahas secara umum tentang hukum pidana Islam (jinayah). Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah SWT yang mengandungi kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Syariat Islam dimaksudkan, secara materiil mengandungi kewajiban asasi bagi setiap

29

Abdul karim Zaidan. 1987. Al-Wajiz fi Usulul Fiqh. Cet. 2. Baghdad: Maktabah Al-Kudus. hlm.182; Ali Mohammad Mua‟wwidh, & Adil Ahmad Abdul Majid. Op.cit. h. 460-46; Al-Imam Mohammad Abu Zahrah. 1996. Tarikh Mazahib al-Islamiah fi al-Siasah wa al- A‟qaid wa tarikh al -Mazahib al-Fiqhiyyah. Kaherah: Dar al- Fikr al-Arabi. h, 452.

manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan Allah SWT sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang kewajiban memenuhi perintah Allah SWT. Perintah Allah SWT yang dimaksudkan, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.

1. Pengertian Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fikih jinayah terdiri dari dua kata fikih dan jinayah. Kata fikih secara bahasa berarti faham. Sedangkan menurut istilah:

ّ ص ّ ش أ

ص ّ ش أ

.

Artinya: “Fikih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara‟ praktis yang diambil dari

dalil-dalil yang terperinci, atau fikih adalah himpunan hukum-hukum syara‟ yang

bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.”30

Sedangkan kata jinayah secara bahasa berarti nama dari perbuatan yang buruk, sedangkan menurut istilah:

غ ء ش ف

ك

Artinya: jinayah adalah sebuah nama dari perbuatan yang diharamkan syariat, baik dalam bentuk tindakan terhadap tubuh (jasmani), atau terhadap harta, dll.31

30

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, cet. II, 2006, h. 1.

31

Abdul Qadir Audah, At Tasyri‟ Al Jina‟iy Al Islamiy, Juz I, Dar Al Kitab Al „Araby, Beirut, h. 67.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa maksud dari kalimat Fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-quran dan hadits.32 Hukum pidana Islam merupakan bagian dari syariat Islam yang berlaku semenjak diutusnya Rasulullah SAW. Oleh karenanya, pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin hukum pidana Islam berlaku sebagai hukum publik, yaitu hukum yang diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri. Pada masa itu diterapkan oleh Rasulullah SWT sendiri dan kemudian diganti oleh Khulafaur Rasyidin.

2. Asas-Asas Hukum Islam

Asas-asas hukum Islam berasal dari al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW baik yang bersifat rinci maupun yang bersifat umum. Diantara asas-asas yang ada dalam nash sebagai berikut:

a. Asas keadilan, sebagaimana termaktub dalam surat an-Nisa‟ ayat 58.

b. Asas manfaat, sebagaimana termaktub dalam surat an-Nisa‟ ayat 92. Yang

menentukan sanksi (sanksi yang mengandung manfaat) bagi pelaku pembunuhan tidak sengaja berupa memerdekakan budak, diyat atau kafarat. c. Asas keseimbangan, sebagaimana termaktub dalam surat al-Baqarah ayat

178-179 dan surat an-Nisa‟ ayat 92-93.

32

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992), h. 86.

d. Asas kepastian hukum, sebagaimana termaktub dalam surat al-Isra ayat 15. e. Asas dilarang memindahkan kesalahan kepada orang lain, sebagaimana

termaktub dalam surat al-Isra ayat 15, an-Najm ayat 38-39, al-Fathir ayat 18 dan Luqman ayat 33.

f. Asas praduga tidak bersalah.

g. Asas legalitas, sebagaimana termaktub dalam surat an-Nisa‟ ayat 58-59 dan 105, surat al-Hasyr ayat 7, al-Isra ayat 15.

h. Asas tidak berlaku surut, sebagaimana termaktub dalam surat al-Isra ayat 15 dan al-Anfal ayat 38.

i. Asas pemberian maaf, sebagaimana termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 178 dan 109, an-Nisa‟ ayat 92, dan Ali Imran ayat 134.

j. Asas musyawarah, sebagimana termaktub dalam surat Ali Imran ayat 159, Asy-Syura ayat 38.

k. Asas taubat dan asas kondisiona sebagimana termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 178 dan an-Nisa‟ 92.

l. Asas ekualitas (equality before the law), sebagaimana termaktub dalam surat al-Hujurat ayat 13, an-Nisa‟ ayat 58 dan 135.

c. Unsur-unsur Hukum Pidana Islam

Menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam, unsur normatif dan moral sebagai berikut:

a. Secara yuridis normatif adalah mempunyai unsur materiil, yaitu sikap yang dapat dinilai sebagai suatu pelanggaran terhadap suatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. (Pencipta manusia).

b. Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam

Ruang lingkup hukum pidana Islam adalah meliputi perzinaan (termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang yang baik-baik berbuat zina (al-qadzaf), pencurian, meminum minuman memabukkan (khamar), membunuh atau melukai seseorang, merusak harta seseorang, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.

e. Tujuan Hukum Pidana Islam

Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Oleh karena itu, putusan hakim harus mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat. Masyarakat yang patuh terhadap hukum berarti mencintai keadilan, namun tujuan hukum Islam itu dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Baik yang termuat di dalam al-Quran maupun yang terdapat di dalam hadits, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak dengan jalan mengambil segala yang bermafaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia.

Dokumen terkait