• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PEMIKIRAN PROF MAHADI TENTANG

2. Hukum Sebagai Satu Sistem

Prof. Mahadi selalu mengawali uraiannya dengan menjelaskan penggalan kata demi kata pada setiap subyek tematik tulisan yang hendak beliau jelaskan. Saya mendapatkan banyak uraian Prof. Mahadi tentang pemaknaan sistem hukum.

Sistem hukum, demikian Prof. Mahadi adalah kumpulan atau sub sistem tentang hukum yang saling berhubungan, saling berkaitan satu

21 Werner Menski, Comparative Law in a Global Context The Legal Systems of Asia and Africa, Cambridge University Press, New York, 2009.

22 Orucu, Esin, Critical Comparative Law : Considering Paradoxes for Legal System in Transition, Deventer, 1999, Nederlandse Vereniging voor Rechtsvergelijking, 1959. Orucu, Esin dan Elspeth Attwooll & Sean Coyle, Studies in Legal Systems : Mixed and Mixing, Kluwer Law International, London/Boston, 1996. Orucu, Esin, The Enigma of Comparative Law, Martinus Nijhoff Publishers, Leiden/Boston, 2004.

57

dengan yang lainnya dan bersama-sama berada dalam satu kesatuan yang bertujuan untuk mencapai tujuan hukum. Sistem hukum itu dalam pandangan Prof. Mahadi terdiri dari komponen-komponen : sub sistem asas, sub sistem norma dan sub sistem norma hukum. Sub sistem azas itu masih sangat abstrak, sub sisten norma juga abstrak tapi tidak seabstrak asas. Apabila sub sistem norma itu hendak dijadikan sub sistem norma hukum – dengan mengutip Hommes, Prof. Mahadi mengatakan itu harus dijelaskan melalui perubahan wujud asas hukum menjadi norma hukum. Perubahan dari das sollen menjadi das sein. Das sein – dalam asas oleh Paton23 terlihat dalam istilah “must not chargo”, sedangkan pada das sollen terselip suatu harapan dan pada das sein tersembunyi suatu perintah. Untuk itu harus ada suatu badan yang berhak “normauthority” (sub sistem struktur) dan sekelompok orang yang patuh norm subjects (sub sistem kultur). 24

Dengan demikian tak ada perbedaan cara pandang antara Friedman dengan Prof. Mahadi tentang sistem hukum. Mahadi memandang sistem hukum itu dalam bentuk kesatuan anak tangga seperti gambar berikut ini :

23 G.W. Paton merumuskan asas ialah suatu alam pikiran yang dirumuskan

secara luas dan yang mendasari adanya sesuatu norma hukum

24 Mahadi, Falsafah Huku m Suatu Pengantar, PT. Citra Aditya Bakti,

58 Azas

Norma

Norma hukum

Asas mengandung aspek substantif yang sangat abstrak. Norma aspek substantif abstrak.

Norma hukum aspek substantif yang memerlukan otoritas kekuasaan untuk menegakkannya, aspek struktur (legal structure) dan ada masyarakat yang mematuhinya.

Aspek cultural (legal culture)

Menempatkan hukum dalam kajian melalui pendekatan sistem akan mengantarkan kita pada pemahaman terhadap hukum yang utuh, yang pada gilirannya akan menempatkan hukum itu dalam satu kerangka sistem. 25

Berbeda dengan model analisis yang digunakan oleh Prof. Mahadi, hukum sebagai suatu sistem menurut Friedman, adalah satu keseluruhan yang terdiri dari :

25 Lebih lanjut lihat Lili Rasyidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 93 dst.

59

a. Substantif (norma/kaedah, asas hukum) b. Structure (struktur hukum)

c. Culture (budaya hukum) 26

Berperan atau tidaknya hukum dalam masyarakat, berfungsi atau tidaknya hukum dalam masyarakat, sangat ditentukan oleh faktor a, b, c (sebagai sub sistem) yang berada dalam sistem hukum tersebut.

Sistem Hukum

Substantif

Structure

Culture

Mengacu pada model analisis yang digunakan oleh Prof. Mahadi tentang sistem hukum yang menempatkan norm subjects sebagai sub sistem yang berkisah tentang keharusan masyarakat untuk patuh pada hukum yang merupakan suatu keharusan, maka dalam diri para subjects

26 Lawrence M. Friedman, The Legal System A Social Science Perspective,

Russell Sage Foundation, New York, 1975. Lihat juga Sahetapy, Makalah Pada Penataran Sosiologi Hukum, Fak. Hukum UI, Cimanggis, Tidak Dipublikasikan, 17-29 September 1995.

60

itu terdapat suatu sikap ketika ia berhubungan (hukum) satu sama lain. Sikap itu dapat berupa sikap patuh atau tidak patuh, semua itu dipengaruhi oleh faktor struktur (sosiologis) dan kultur (antropologis).

Mengenai hal ini menjadi relevan untuk dikutipkan pandangan Robert B. Seidman,27 sebagai mana dikutip oleh Soerjono Soekanto,28 suatu peraturan dapat berfungsi dengan baik apabila diperhatikan adanya 4 faktor, yaitu :

1. Peraturan itu sendiri, artinya perundang-undangan harus direncanakan dengan baik yaitu kaidah-kaidah yang bekerja mematuhi tingkah laku harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan kepastian. Sehingga suatu ketaatan atau tidak taatnya warga negara kepada hukum itu dapat disidik dan dilihat dengan mudah (aspek substantif).

2. Petugas yang menerapkan peraturan hukum harus menunaikan tugasnya dengan baik dan mengumumkan secara luas (aspek structure).

3. Fasilitas yang ada diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan hukum (aspek substantif dan structure).

4. Warga masyarakat yang menjadi sasaran peraturan tersebut akan bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi aktivitasnya tergantung kepada tiga variabel, yaitu apakah normalnya telah

27 Lihat lebih lanjut Robert B. Seidman, The State Law & Development, St. Maartin’s Press, New York, 1978.

28 Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Tentang Struktur Masyarakat, Rajawali,

61

disampaikan, apakah normalnya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bagi posisi itu dan apakah warga masyarakat yang terkena peraturan digerakkan oleh motivasi yang menyimpang (aspek culture).

Berdasarkan kerangka ini ruang lingkup penegakan hukum menjadi sangat luas, oleh karena tidak hanya mencakup mereka yang secara langsung, tetapi juga mereka yang secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum, baik yang mencakup law enforcement, maupun peace maintenance.

Prof. Mahadi berpendapat, hukum yang tujuan akhirnya adalah masyarakat, menciptakan stabilitas memulihkan keadaan yang anomali, menyeimbangkan kepentingan yang sebelumnya terganggu akan terus bergerak dan menyeruak untuk menuju social equilibrium (keseimbangan sosial). Itulah fungsi sistem hukum menurut Prof. Mahadi.

Oleh karena itu sebelum sistem hukum sampai pada titik keseimbangan dalam masyarakat, peristiwa demi peristiwa hukum akan terus bergerak dan melebar kepada berbagai faktor yang meliputi, peranan, kedudukan sosial dan diskresi (kebijaksanaan). Hukum akan terus mengalir seperti air.

Dalam penegakan hukum, diskresi29 sangat penting sebab:

29 Diskresi ini menurut Prof. Mahadi adalah cara untuk mencapai

keseimbangan manakala dalam praktek penegakan hukum, norma hukum konkrit tak mampu menjembataninya. Lihat juga Prof. Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1988.

62

1. Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia.

2. Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan per-undang- undangan dengan perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidak pastian.

3. Kurangnya kesiapan dan fasilitas yang diperlukan untuk menetapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentukan undang-undang.

4. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus.

Suatu hukum hanya dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik apabila dalam masyarakat terdapat suatu struktur yang memungkinkan bagi setiap anggota masyarakat untuk mewujudkan cita-

cita hukum tersebut. Donald Black 30 dalam bukunya The Behavior of law mengemukakan bahwa suatu prilaku hukum (case)

mempunyai struktur sosialnya sendiri. Black sendiri mengemukakan teorinya bahwa kehadiran hukum bervariasi di mana orang-orang itu berada.

Oleh karena itu jika kita mengharapkan agar prilaku hukum masyarakat menjadi baik, maka kita harus menciptakan struktur sosial masyarakat yang baik pula. Selama struktur sosial masyarakat tidak mendukung ke arah susunan masyarakat yang baik maka selama itu pula prilaku hukum masyarakat sulit untuk mengarah kepada prilaku hukum

63

yang baik. Prof. Mahadi selalu membuat tawaran agar dibangun suatu struktur dan fondasi negara yang kuat.

Pandangan Prof. Mahadi untuk menciptakan prilaku hukum yang baik (baca : kesadaran hukum) diperlukan pembenahan struktur sosial yang mengitari tempat di mana hukum itu diberlakukan. Struktur sosial itulah yang harus diperbaiki terlebih dahulu. Struktur ekonomi harus diperbaiki, struktur politik harus diperbaiki, struktur pendidikan harus diperbaiki, struktur pertahanan keamanan harus diperbaiki, serta struktur- struktur lainnya yang terdapat dalam sistem sosial yang luas.

Pandangan ini berkaitan erat dengan suatu asumsi bahwa hukum adalah sebagai produk sistem sosial. Sedangkan hukum itu sendiri adalah sub sistem dalam sistem sosial yang lebih luas.

Dokumen terkait