• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proyek pembangunan Rp 44.476.262 Rp 51.214.371 Pembelian tanah 21.500.000 500.000 Pemasok 18.425 40.036 Karyawan - 3.745.951 Jumlah Rp 65.994.687 Rp 55.500.358

Uang muka untuk proyek pembangunan merupakan uang muka kepada kontraktor, konsultan dan pemasok sehubungan dengan pembangunan “Conrad International Center”.

Pada tahun 1999, uang muka karyawan merupakan imbalan jasa (“service charge”) yang diberikan di muka kepada karyawan sebagai bantuan untuk mempertahankan pendapatan riil mereka selama masa krisis ekonomi. Uang muka ini akan dikreditkan dari rekening Hotel apabila imbalan jasa yang diterima dari tamu Hotel di masa yang akan datang melebihi jumlah imbalan jasa yang menjadi hak karyawan. Pada tahun 2000, seluruh uang muka tersebut telah dihapus ke operasi tahun berjalan.

14. HUTANG BANK

Akun ini terdiri dari pinjaman yang diberikan oleh pihak-pihak berikut:

2000 1999

Hutang bank sindikasi

-The Royal Bank of Scotland, Plc (“RBS”), sebagai “pengatur” (AS$ 85.987.587 pada tahun 2000 dan AS$ 70.000.000

pada tahun 1999) Rp 825.050.895 Rp 497.000.000

Hutang bank sindikasi -Korea First Bank (“KFB”),

sebagai “pengatur” (AS$ 56.707.162

pada tahun 2000 dan 1999) 544.105.215 402.620.847

UBS AG (AS$ 6.500.000 pada tahun 2000

dan 1999) 62.367.500 46.150.000

PT Bank Internasional Indonesia Tbk (“BII”) - 20.650.000

Jumlah Rp 1.431.523.610 Rp 966.420.847

Informasi mengenai bagian hutang yang jatuh tempo dalam waktu satu tahun adalah sebagai berikut:

2000 1999

UBS AG (AS$ 2.000.000 pada tahun 2000

dan AS$ 1.000.000 pada tahun 1999) Rp 19.190.000 Rp 7.100.000

Hutang bank sindikasi - RBS

(AS$ 70.000.000 pada tahun 1999) - 497.000.000

Jumlah Rp 19.190.000 Rp 504.100.000

a. Pada tahun 1995, Perusahaan memperoleh pinjaman sebesar AS$ 70.000.000 dari bank sindikasi yang diatur oleh Schroder International Merchant Bankers Limited (yang kemudian sejak tanggal 28 Juli 1999 digantikan oleh The Royal Bank of Scotland, Plc). Pinjaman tersebut digunakan untuk membiayai renovasi Hotel Borobudur dan akan dilunasi seluruhnya setelah 84 bulan terhitung mulai tanggal perjanjian. Pinjaman tersebut dijamin dengan aktiva berwujud berupa persediaan dan bangunan hotel yang dimiliki atau yang akan diperoleh Perusahaan, piutang usaha dan hipotek atas tanah yang terletak di Jalan Lapangan Banteng Selatan, Jakarta Pusat (lihat Catatan 6, 7 dan 9).

Sebelum restrukturisasi pada tahun 2000, Perusahaan tidak berhasil memenuhi persyaratan rasio keuangan konsolidasi tertentu dan membayar bunga pinjaman. Pada tanggal 31 Desember 1999, saldo beban bunga yang masih harus dibayar sebesar AS$ 12.699.098 (lihat Catatan 16). Bank belum memberikan pembebasan atas persyaratan yang tidak dapat dipenuhi oleh Perusahaan pada tahun 1999. Berdasarkan perjanjian pinjaman sindikasi, jika Perusahaan lalai memenuhi persyaratan perjanjian pinjaman, bank dapat menyatakan setiap waktu bahwa fasilitas pinjaman sindikasi dibatalkan dan hutang termasuk bunga yang belum dibayar dan jumlah terhutang lainnya segera jatuh tempo dan terhutang.

Sampai dengan tanggal 17 November 2000, pinjaman tersebut dikenakan bunga sesuai dengan suku bunga pasar antar bank di London untuk deposito berjangka dolar A.S. yang masing-masing berkisar antara 5,875% sampai 6,6875% dan antara 4,938% sampai 6,187% ditambah margin 3% dan denda 2% pada tahun 2000 dan 1999.

Pada tanggal 17 November 2000, Perusahaan memperoleh persetujuan dari kreditur untuk restrukturisasi hutang bank sindikasi. Berdasarkan Amandemen Perjanjian, yang berlaku efektif mulai tanggal 22 Desember 2000, kreditur menyetujui hal-hal sebagai berikut:

• Jatuh tempo hutang bank sindikasi diperpanjang sampai bulan Desember 2005, dan masih

dapat diperpanjang untuk jangka waktu maksimal 2 tahun;

• Bunga yang belum dibayar sejumlah AS$ 15.987.587 dijadikan pokok pinjaman dan sisa

bunga yang masih harus dibayar sampai dengan tanggal 22 Desember 2000 sejumlah AS$ 6.552.277 dihapuskan;

• Pinjaman baru dikenakan tingkat bunga sebesar LIBOR ditambah margin 3,5% untuk 5 tahun

sampai dengan tanggal 17 November 2005 dan LIBOR ditambah margin 4% apabila pinjaman diperpanjang. Pembayaran bunga ditetapkan sebesar 4% per tahun mulai tanggal 17 November 2000 yang meningkat sebesar 1% setiap tahun sampai dengan tanggal 17 November 2003. Selisih antara tingkat bunga yang ditetapkan oleh bank dan bunga yang dibayarkan dikapitalisasi ke pokok pinjaman;

• Jaminan berupa pengalihan fiduciary (“fiduciary transfer”) rekening bank (lihat Catatan 12),

penyerahan (“assignment”) penggantian asuransi, pengalihan fiduciary hak atas harta tidak gerak dan hipotek pertama atas Hotel Borobudur (lihat Catatan 9).

Amandemen Perjanjian mencakup antara lain pembatasan dividen, merger dan akuisisi, dan jaminan serta prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan mengenai persyaratan keuangan (“financial covenant”).

Berdasarkan Amandemen Perjanjian, pokok pinjaman baru sebesar AS$ 85.987.587 atau Rp 825.050.895 dicatat sebagai bagian dari hutang jangka panjang pada tanggal 31 Desember 2000. Denda yang dihapuskan sejumlah Rp 61.460.358 (AS$ 6.552.277) diakui sebagai laba restrukturisasi hutang yang dilaporkan sebagai Pos Luar Biasa dalam laporan laba rugi konsolidasi tahun 2000 (lihat Catatan 2u).

(Dalam Ribuan Rupiah, kecuali Data Saham)

b. Pada tahun 1997, AG menarik pinjaman sebesar AS$ 56.707.162 dari fasilitas pinjaman konstruksi sebesar AS$ 232.700.000 yang berasal dari bank sindikasi dan lembaga keuangan yang diatur oleh KFB. Pinjaman tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan Conrad International Center. Jangka waktu pinjaman adalah delapan tahun dengan “grace period” selama 46 bulan.

Pinjaman tersebut dijamin dengan jumlah maksimum dua-per-tiga dari saldo pinjaman oleh Perusahaan dan Ssangyong (yang terdiri dari Ssangyong Corporation dan Ssangyong Engineering & Construction Co. Ltd.) dengan perbandingan masing-masing sebesar 70% dan 30%. Perusahaan juga memberikan jaminan tambahan kepada Ssangyong untuk selisih antara pemilikan saham Ssangyong di AG sebesar 11,62% dan jaminan yang diberikan oleh Ssangyong kepada bank sindikasi dan lembaga keuangan sebesar 30%.

Selanjutnya, pinjaman tersebut dijamin pula dengan aktiva berupa deposito berjangka, piutang usaha, persediaan, pembangunan dalam pelaksanaan, aktiva tetap yang dimiliki oleh AG dan tanah di mana akan didirikan “Conrad International Center”, (lihat Catatan 6, 7, 8, 9 dan 12). DA juga menawarkan penyertaan sahamnya di AG sebagai jaminan atas fasilitas pinjaman konstruksi tersebut (lihat Catatan 27c).

Berdasarkan perjanjian pinjaman konstruksi di atas, AG akan menggunakan pinjaman “Export Credit Agency” (“ECA”) sebesar AS$ 70.000.000 untuk mendanai impor barang dan peralatan sebelum tanggal 28 Januari 1998. Pinjaman tersebut akan disediakan dan dibayarkan sesuai jadual pengadaan barang dan peralatan impor tersebut. Jika AG tidak dapat menggunakan pinjaman ECA tersebut sampai dengan tanggal 28 Januari 1998, berdasarkan Perjanjian Pemegang Saham antara pemegang saham AG tanggal 22 Januari 1997, Perusahaan dan DA akan memberikan dana tambahan jika dan pada saat diperlukan untuk mengimpor barang dan peralatan tersebut. AG gagal memenuhi persyaratan tertentu dari perjanjian pinjaman yang ternyata dari ketidakmampuannya untuk mendapatkan pinjaman ECA sejumlah AS$ 70.000.000 tersebut, terjadinya kekurangan pendanaan proyek dan pemberhentian Manajer Konstruksi pada tahun 1998 tanpa persetujuan dari bank sindikasi. Pada tanggal 8 Maret 1999, AG, DA, Perusahaan dan KFB menandatangani surat pembebasan dan persetujuan (“waiver and consent”), di mana bank sindikasi membebaskan AG dari persyaratan tertentu berdasarkan perjanjian pinjaman konstruksi. Pembebasan dan persetujuan ini hanya diberikan untuk memungkinkan KFB menyediakan pendanaan untuk pekerjaan pemeliharaan. Sebagai tambahan, bank sindikasi mensyaratkan AG, DA dan Perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana dari pihak ketiga. Dana yang diperoleh AG tersebut harus digunakan semata-mata untuk melunasi seluruh pinjaman bank yang ada. Pada tanggal 31 Desember 2000, belum diperoleh tambahan dana.

Perjanjian pinjaman konstruksi juga mencakup ketentuan yang berkaitan dengan rasio hutang atas modal, perubahan anggaran, perencanaan dan jadual konstruksi, merger dan akuisisi. Pada tanggal 31 Desember 2000, AG gagal memenuhi kriteria rasio kewajiban atas nilai kekayaan bersih dan gagal memperoleh asuransi yang diperlukan untuk proyek tersebut (lihat Catatan 33). AG tidak mampu melunasi bunga pinjaman sejak bulan Januari 1998. Pada tanggal 31 Desember 2000 dan 1999, saldo hutang bunga AG masing-masing berjumlah AS$ 16.519.079 (setara dengan Rp 158.500.563) dan AS$ 9.869.624 (setara dengan Rp 70.074.330). Jumlah tersebut dijamin dengan deposito berjangka milik AG sebesar AS$ 12.885.149 pada tahun 2000 dan AS$ 12.144.672 pada tahun 1999 (lihat Catatan 12).

Pada tanggal 9 Juli 1999, bagian pinjaman sindikasi KFB diambil alih oleh Korea Asset Management Corporation yang merupakan lembaga pemerintah Korea yang mengawasi pinjaman macet pada lembaga keuangan. Saat ini, KFB masih berperan sebagai agen atas permintaan dari beberapa pemberi pinjaman.

c. Pada tanggal 23 Desember 1999, Perusahaan, DA dan UBS AG menyetujui penyelesaian perselisihan atas transaksi swap antara Perusahaan dan UBS AG (lihat Catatan 27d) dengan menandatangani Perjanjian Penyelesaian tanggal 3 November 1999. Perjanjian Penyelesaian ini mengatur antara lain:

• UBS AG menyetujui restrukturisasi kewajiban Perusahaan kepada UBS AG dengan

mengurangi jumlah kewajiban dan membebankan bunga sebesar 5% per tahun atas kewajiban yang belum dibayar.

• Untuk menjamin pembayaran seluruh kewajiban Perusahaan, Perusahaan menjaminkan

tanah yang dimiliki DA pada Lot 11 KNTS dan 10% saham yang dimiliki DA pada MAS dan AU (lihat Catatan 8 dan 11).

Atas penyelesaian transaksi swap tersebut, Perusahaan mengakui laba sebesar Rp 50.274.976 pada tahun 1999.

Jadual pembayaran kewajiban Perusahaan berdasarkan perjanjian penyelesaian adalah sebagai berikut:

Jumlah

Tahun Dolar A.S. Rupiah

2000 1.000.000 9.595.000 2001 1.000.000 9.595.000 2002 - 2005 4.500.000 43.177.500 Jumlah 6.500.000 62.367.500

Pada tanggal 31 Desember 2000, Perusahaan tidak mampu melunasi bagian yang jatuh tempo pada tahun 2000 sejumlah AS$ 1.000.000 dan beban bunga sejumlah AS$ 333.125. Pada tanggal 30 Maret 2001, Perusahaan sedang bernegosiasi dengan UBS AG untuk alternatif penyelesaian kewajibannya (lihat Catatan 34d).

d. Pinjaman dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk berasal dari fasilitas kredit dengan surat sanggup sejumlah Rp 60.000.000 dengan bunga sebesar 21% pada tahun 2000 dan berkisar antara 21% sampai dengan 62% pada tahun 1999. Pinjaman ini dijamin dengan hak atas tanah CA (disajikan sebagai bagian dari “Tanah dalam Pengembangan”) (lihat Catatan 8).

Berdasarkan perjanjian penyelesaian hutang tanggal 23 Mei 2000 antara DA dan BII, BII setuju untuk menghapus denda dan mengurangi tunggakan bunga sehingga Perusahaan hanya diwajibkan untuk membayar bunga sebesar Rp 6.000.000. Pada tanggal 27 Juni 2000, DA melalui Perusahaan membayar pokok beserta bunga pinjaman sejumlah Rp 26.650.000. Laba atas pelunasan pinjaman sebesar Rp 21.463.066 dilaporkan sebagai “Pos Luar Biasa” pada laporan laba rugi konsolidasi tahun 2000 (lihat Catatan 2u).

(Dalam Ribuan Rupiah, kecuali Data Saham)

Dokumen terkait