• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SEJARAH SINGKAT LDII DAN DOKTRIN-DOKTRIN

B. Doktrin-doktrin Agama Dalam LDI

3. Ibadah Ghairu Mahdha LDII

Salah satu kesan yang tidak bisa dinafikan atau diabaikan oleh para ulama terhadap LDII adalah soal ibadah ghoiru mahdhanya.15 Kesan ini menjadi menarik, karena pada saat yang sama, LDII masih didera isu eksklusifitasnya. Bagaimana sebenarnya kegiatan warga LDII, pihak eksternal LDII secara terbatas hanya dapat melihatnya di Majalah Nuansa yang menjadi “corong” LDII. Majalah ini secara rutin memuat rubrik “Lintas Persada” yang menampilkan profil kegiatan warga LDII di tengah-tengah masyarakat sekaligus menayangkan foto kegiatannya.

Dari sampling kegiatan yang diambil sejak pebruari 2007 hingga Pebruari 2008, terdapat 507 kegiatan LDII di seluruh Indonesia termasuk di luar negeri yang terpublikasikan di majalah Nuansa pada periode tersebut. Secara tematik, kegiata LDII pada dua tahun tersebut dapat dilihat dalam lampiran tabel khusus tentang kegiatan Inklusif LDII, (lihat lampiran dalam skripsi ini).

15

Ibadah ghairu mahdhoh disebut juga sebagai ibadah umum, yaitu semua perbuatan

yang oleh al-Qur’an dan atau hadîts dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik tersebut

akan bernilai ibadah kalau dikerjakan dengan niat lillahi ta’ala. Ibadah ini lebih bersifat sosial dalam rangka membina hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Contohnya antara lain adalah: mencari ilmu (sekolah), mencari nafkah, berperilaku sopan, tidak merusak lingkungan, dan justru melestarikan lingkungan.

Sebaliknya, ibadah mahdhoh disebut juga ibadah khusus, yaitu ibadah yang ketentuan

pelaksanaanya secara rinci diterangkan dalam al-Qur’an dan hadîts . ibadah lebih bersifat ritual

dalam rangka membina hubungan manusia sebagai makhluq dengan Allah sebagai al-Kholiq. Contonya antara lain: shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji.

Berbagai kegiatan LDII yang terekam dalam majalah tersebut menegasikan LDII sebagai sebuah organisasi yang ekslusif dan menegaskan bahwa LDII telah melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sifatnya inklusif. Tetapi mengapa label ekslusif masih tetap menempel hingga sampai sekarang? Karena mengingat belum tentu semua kegiatan LDII terpublikasikan dalam rubrik Nuansa Persada, gambaran berikut dapat saja merupakan gambaran minimal kegiatan inklusif LDII.

Bardasarkan mayoritas kegiatan yang direpresentasikan dalam rubrik “Lintas Persada” yang diasumsikan sebagai sampel terkini. Ternyata kegiatan LDII masih didominasi oleh kegiatan-kegiatan yang sifatnya hubungan vertikal, baik baik dengan pemerintah dan aparat (Hankam 194 kegiatan [34%]) maupun dengan MUI (124 kegiatan [22%]). Urutan berikutnya adalah kegiatan, internal LDII (118 kegiatan [21%]). Sedangkan hubungan LDII dengan ormas Islam lain (35 kegiatan [6%]) dan dengan tokoh masyarakat (Tomas; 12 kegiatan [2%]), masih relatif sedikit. Bakti sosial (Baksos) sebagaimana tercantum dalam mukadimah AD-ART LDII sebagai ibadah ghairu mahdhoh (ibadah sosial), memperoleh porsi 14% (81 kegiatan). Angka presentase tersebut dapat menjadi salah satu ukuran untuk menjelaskan masih perlunya meningkatkan hubungan horizontal warga LDII dan pada saat yang sama hubungan vertikal yang sudah baik perlu dipertahankan.16 Namun demikian, belum semua kegiatan LDII terpublikasikan di rubrik “Lintas Persada” sejumlah kegiatan inklusif LDII yang

16

Walaupun MUI terdiri atas berbagai ormas Islam, tetapi dalam konteks ini penulis masih menganggap MUI masih sebagai pemegang otoritas yang mengeluarkan fatwa. Dengan demikian hubungan LDII-MUI masih dikategorikan hubungan “vertikal”. Tidak karena LDII dengan MUI kemudian LDII otomatis akan dekat dengan ormas-ormas konstituen MUI.

tidak direpresentasikan dalam majalah Nuansa Persada juga telah disosialisasikan melalui media website LDII (www.ldii-online.com dan www.ldii.or.id).

Adapun doktrin-doktrin atau paradigma lama yang dianut oleh LDII antara lain:

a. Doktrin Manqul

Bahwa dalam sistem manqul ini, mengharuskan warga LDII untuk menerima transfer ilmu hanya dari kalangan internal LDII17.

b. Doktrin Imâmah dan Bai'at

Bahwa dalam doktrin nurhasan (tokoh yang di anggap sebagai pemimpin spiritual islam jama'ah) menganggap imam dalam konsep imamah adalah pemimpin spiritual, dan keberadaannya untuk mensahkanislam atau keislaman seseorang.

Sitem imamah LDII tersebut membuat semua anggota LDII dilarang untuk menerima segala penafsiran yang tidak bersumber dari penafsiran imamnya. Sedangkan doktrin bai'atnya sebagai beriku: bai'at merupakan janji setia dari kader LDII kepada imam, dalam hal ini Nurhasan; keabsahan bai'at ditentukan oleh ketaatan kader pada imamnya18.

c. Mengkafirkan dan Menajiskan Kelompok Lain

Doktrin ini adalah sikap sebagian kader LDII yang mudah mengkafirkan dan menajiskan kelompok lain. Hal ini berkaitan

17 Muhamad Amin Jamaludin,

Kupas Tuntas Kesesatan Dan Kebohongan LDII Jawaban Atas Buku Direktori LDII, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2007), h. 25

18

Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII ( Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008), h. 21.

dengan kedudukan golongan lain yang berada diluar garis keamiran LDII sehingga tidak berbai'at kepada imamnya. Sedangkan yang berkaitan dengan menajiskan orang lain, dimana kader LDII setiap kali bersalaman harus membersihkan tangannya dan tidak bersedia bermakmum kepada golongan lain dan mengelap (ngepel) masjid yang sudah digunakan oleh pihak lain.19

C. Catatan Para Ulama Tentang LDII

Berikut ini, penulis akan memaparkan beberapa catatan khusus dari para ulama tentang LDII, diantaranya sebagai berikut:

1. KH Ma’ruf Amien

(Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia)

Kita bisa mentolelir perbedaan, tetapi tidak bisa mentolelir penyimpangan. Penyimpangan ini harus diamputasi. Kita memberikan kesempatan kepada orang yang menyimpang itu untuk rujuk ilal haq. Kita mengeluarkan fatwa tentang sesatnya suatu kelompok jika kita telah melakukan investigasi secara mendalam terhadap kelompok itu.

LDII adalah suatu lembaga yang fatwa terhadapnya terikat dengan Islam Jama’ah, karena ada prinsip-prisip Islam Jama’ah yang dianggap menyimpang. Adapun fatwa MUI khusus tentang LDII tidak ada, namun jika ia menggunakan ajaran-ajaran Islam jama’ah yang prisip-prinsipnya menyimpang itu, maka ia terkait juga dengan fatwa tentang kesesatan Islam Jama’ah. Memang ada satu keputusan Munas MUI ada yang menyinggung

19

nama. Dalam suatu rekomendasi dinyatakan bahwa “Aliran sesat itu seperti Ahmadiyyah, LDII....” Kalimatnya berbunyi seperti itu. Kenapa LDII dijadikan bagian yang sesat? Karena LDII dianggap sebagai penjelmaan Islam Jama’ah.

Sesudah itu, LDII berusaha meninggalkan hal-hal yang menyebabkan kesesatannya itu. Mereka meminta audiensi ke MUI Pusat untuk mensosialisasikan apa yang disebutnya sebagai paradigma baru. Paradigma baru ini menegaskan bahwa LDII tidak menggunakan ajaran Islam Jama'ah sebagai satu landasan, meski dalam beberapa ajaran ada yang sama, yang berkaitan dengan amaliah, bukan I’tiqadiyah. Mereka meninggalkan ajaran Islam Jama'ah seperti menganggap najis kelompok lain. Mereka tidak lagi mencuci bekas tempat shalat orang lain, tidak mengkafirkan kelompok lain. Bahkan, mereka bersumpah di hadapan MUI Pusat bahwa, itu bukanlah taqiyah. Sesudah itu mereka membuat pernyataan tertulis untuk menegaskan perubahan itu.

Dalam memandang LDII, MUI Pusat terbagi dalam dua pendapat,

Pertama, kita menerima, kemudian kita lakukan penyesuaian ke daerah. Klarifikasi secara nasional diberikan, sedangkan klarifikasi di daerah diberikan secara parsial. Kedua, ada juga kelompok yang sangat mencurigai LDII, dan meminta klarifikasi dilakukan dari tingkat bawah (bottom up), baru klarifikasi nasional. Dengan demikian, ar-ruju’ ilal haq dilakukan secara qaulan wa fi Ian

Ketika LDII dianggap melakukan ar-ruju’ ilal haq, LDII dianggap sebagai entitas yang pernah melakukan penyimpangan, karena LDII dikaitkan dengan Islam Jama'ah. Dalam perjalanannya, LDII memiliki keinginan untuk kembali kepada kebenaran. Namun, ada kelompok-kelompok yang sangat keras, menentang, seolah-olah LDII tidak boleh bertaubat.

LDII sekarang dalam tahap verifikasi secara kelembagaan maupun secara grass roots. Saya melihat, secara kelembagaan mereka tidak ada masalah, dari pengurus pusat hingga pengurus daerah memiliki satu kata. Namun di tingkat bawah, kemungkinan masih ada masalah, karena masih ada generasi LDII yang berpegang pada Islam Jama'ah. Namun demikian, kondisi di bawah tidak sepenuhnya bisa kita jadikan indikasi bahwa LDII belum berubah. Kita meminta ketegasan dari pengurus LDII dalam menyikapi kadernya yang masih meneruskan ajaran Islam Jama'ah. Kelompok-kelompok yang tidak patuh harus dinyatakan bukan bagian dari LDII. Sehingga LDII tidak lagi terkontaminasi oleh kelompok-kelompok itu.

Saya melihat mereka mempunyai i'tikad baik. Karena itu, saya berpesan kepada ustadz-ustadz kita untuk memandang masalah ini dengan hati yang jernih. MUI 'kan mengajak yang sesat-sesat itu, seperti Ahmadiyah, untuk ruju' ilal haq. LDII adalah organisasi lokal. Lain dengan Ahmadiyah yang merupakan organisasi internasional. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dengan pimpinan tertinggi mereka. Dan, karena itu saya nyatakan bahwa pernyataan mereka (Ahmadiyah) itu akal-akalan.

LDII boleh saja mengamalkan beberapa ajaran Nurhasan, sepanjang ajaran yang diamalkan itu tidak mengandung kesesatan. Mereka sudah tidak memegang secara penuh ajaran Nurhasan. Mungkin masih ada ajaran yang dipertahankan, tetapi yang sifatnya amaliyah saja. Saya melihat, sudah ada perubahan. Kita harus terus mendorong agar perubahan itu menyentuh sampai ke simpul-simpul paling bawah.

Kalau orang mau bertaubat, jangan dilihat masa lalunya, maa madha faata, itu sudah masa lalu. Yang jelas mereka telah berubah. Masa kita mau membongkar Umar bin Khatab masa lalu. Sayyidina Umar masa lalunya kan suka mabuk. Tetapi beliau menjadi sahabat utama Nabi.

Kalau anggota di simpul-simpul masih memakai pola lama, itu pasti ada. Sekarang di dalam intern LDII ada pertarungan, antara yang ingin berubah dengan kelompok yang ingin bertahan. Tetapi, kendali organisasi dipegang oleh orang yang ingin berubah secara formal, dari pusat sampai ke wilayah-wilayah. Secara formal, mereka adalah bagian yang sudah berubah. Mereka adalah bagian yang ingin berada di lingkungan MUI. Jadi, menurut saya, kita jangan bertumpu pada simpul-simpul. Simpul-simpul itu harus kita bina supaya mereka berubah. Dan pada saatnya LDII harus berani membuat tindakan terhadap jama'ahnya yang tidak mau melakukan perubahan itu. LDII juga harus siap untuk menjaga kemurnian LDII dengan paradigma baru. Pada

saatnya, LDII harus berani menindak anggotanya yang bandel, yang masih dalam posisi paradigma lama.20

2. KH. Ali Yafie21 (Tokoh Ulama)

Saya ingin menyampaikan bahwa memang menarik mengkaji perkembangan Islam di Indonesia. Bagian dari perkembangan tersebut, kit a

harus lihat LDII di situ. Jadi kita tidak boleh (menuding) sembarang, tanpa data dan fakta dari hasil penelitian. Karena saya tidak punya data yang cukup, saya tidak ingin memberikan vonis kepada LDII. Jadi saya anjurkan untuk melakukan penelitian yang mendalam, secara kekerabatan, tidak seperti polisi atau jaksa yang sedang menyelidik, Intinya secara ukuwah Islamiyah. Jadi tahu bagaimana sejarahnya, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya,dan lain sebagainya. Jadi, sebagai ilmuwan, kita tidak boleh ngomong seperti orang awam. Itu harapan saya

Saya belum pernah melihat, belum pernah bersentuhan dengan tokoh tokoh LDII. Saya berharap ada kajian yang terbuka tentang LDII, supaya ada ruang untuk tabayyun

20

Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h

73-78.

21

Habib Setiawan, dkk., After New Paradigm, Catatan Para Ulama Tentang LDII, h. 79-80.

Dokumen terkait