• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Analisis Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pulau

3.1 Data

Data yang diperlukan dalam menganalisis potensi obyek dan atraksi serta kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan yaitu potensi sumberdaya pesisir dan tingkat kepekaan lingkungan sumberdaya pesisir. Data obyek dan atraksi alam merupakan potensi ekologis ekosistem pesisir. Selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan ekowisata dan analisis daya dukung (DDK) untuk pemanfaatan sumberdaya yang lestari.

Data yang diperlukan untuk analisis indeks kepekaan lingkungan pesisir mencakup tingkat kepekaan tipologi pantai, tingkat kepekaan sumberdaya hayati dan tingkat kepekaan habitat yang dimanfaatkan oleh manusia dan nilai pemanfaatannya. 3.2 Metode Analisis

a. Analisis Kesesuaian Wisata

Aktifitas wisata yang akan dikembangkan disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya. Setiap aktifitas wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan sesuai obyek yang akan dikembangkan. Metode yang

digunakan untuk menganalisis kesesuaian lahan untuk aktiftas wisata yaitu dengan sistem informasi geografi menggunakan sotfware ArcView 3.3. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai (Yulianda, 2007) :

IKW= ∑ [ Ni / Nmaks] x 100 % Keterangan :

IKW = indeks kesesuaian wisata Ni = nilai parameter ke-i

Nmaks = nilai maksimun dari suatu kategori wisata

Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari setiap parameter. Kesesuaian dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh perjumlah nilai dari seluruh parameter.

1. Wisata Pantai

Kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mempertimbangkan 10 parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata kategori rekreasi yaitu kedalaman perairan, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, kemiringan pantai, kecerahan perairan, penutupan lahan pantai, biota berbahaya dan ketersediaan air tawar. Untuk kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota.

2. Wisata Bahari

Wisata bahari dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu wisata selam, wisata snorkeling dan wisata lamun. Kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam mempertimbangkan 6 parameter (kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis

life form, jenis ikan karang, kecepatan arus dan kedalaman terumbu karang) dengan 29

empat klasifikasi yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Potensi karang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota lain yang berasosiasi dengan karang. Parameter karang yang digunakan untuk kesesuaian wisata selam adalah persen tutupan komunitas karang yang terdiri dari karang keras, karang lunak dan biota lainnya yang masuk kategori “other faunas”. Sedangkan luas hamparan karang yang dapat dimanfaatkan untuk wisata selam dibatasi oleh kedalaman 30 meter.

Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan tujuh parameter dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Parameter kesesuaian wisata snorkeling yaitu kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar karang. Sedangkan kesesuaian wisata bahari kategori wisata lamun mempertimbangkan tujuh parameter (tutupan lamun, kecerahan perairan, jenis ikan, jenis lamun, jenis substrat, kecepatan arus dan kedalaman lamun) dengan empat klasifikasi penilaian yaitu : S1 (sangat sesuai), dengan nilai 80-100%; S2 (cukup sesuai), dengan nilai 60-< 80%; S3 (sesuai bersyarat), dengan nilai 35-< 60% dan N (tidak sesuai), dengan nilai < 35%. Hasil akhir analisis kesesuaian lahan berupa peta- peta tematik kesesuaian lahan untuk ekowisata berdasarkan kategori wisata.

b. Analisis Daya Dukung (DDK)

Analisis daya dukung ditujukan bagi pengembangan ekowisata dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Metode perhitungan daya dukung untuk pengembangan ekowisata alam yaitu dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimun pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK mengunakan rumus (Yulianda, 2007):

DDK = K x Lp/Lt x Wt/Wp Keterangan :

DDK = daya dukung kawasan

K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu

Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu

Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Waktu kegiatan pengunjung dihitung berdasarkan (Wp) yaitu lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan wisata dapat dirinci berdasarkan kegiatan yang dilakukan. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (jam 8-16). Hasil akhir tahapan analisis daya dukung (DDK) berupa daya dukung kawasan untuk setiap ekosistem pesisir.

c. Indeks Kepekaan Lingkungan (IKL)

Pemetaan indeks kepekaan lingkungan (IKL) merupakan alat perencanaan dalam pendekatan pengelolaan lingkungan pesisir. Kepekaaan lingkungan disusun untuk dijadikan pedoman bagi kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir, serta dalam mengevaluasi bahaya potensial yang ditimbulkan dari dampak berbagai kegiatan di

terrestrial maupun yang terjadi di lingkungan pesisir. Penyusunan IKL terhadap ekosistem alami dilakukan dengan pendekatan spasial dan kuantitatif.

Pemetaan IKL mempertimbangkan kombinasi tiga komponen utama indeks kepekaan lingkungan, yaitu indeks nilai kerentanan (vulnerability value index) (IR), indeks nilai habitat (habitats value index) (IH) dan indeks sosial (sosial values index) (IS) (Yulianda, 2006). Kombinasi ketiga indeks lingkungan merupakan persamaan indeks kepekaan dengan rumus :

KIKLi = IR x IH x IS Keterangan :

KIKLi = Gabungan dari indeks kepekaan lingkungan setiap variabel i lingkungan, IR = Indeks nilai Kerentanan, terdiri dari indeks nilai pantai (IP),

IH = Indeks nilai Habitat, terdiri dari indeks nilai ekosistem (IE) dan indeks jenis (IJ),

IS = Indeks nilai Sosial, terdiri dari indeks nilai ekonomi (NE) dan nilai sosial pemanfaatan sumberdaya (NS) n -n IRi = (∑VCj) j=1 n -n IHi = (∑HCj) j=1 n -n ISi = (∑SCj) j=1 Keterangan :

VC = komponen kerentanan (bioassay dan nilai pantai) HC = komponen habitat (nilai ekosistem dan indeks jenis)

SC = komponen sosial (nilai ekonomi dan nilai pemanfaatan sosial)

Komposit indeks kepekaan lingkungan (KIKL) mempunyai kisaran nilai 1-125 dengan klasifikasi kepekaan (Tabel 3).

Tabel 3 Tingkat kepekaan berdasarkan KIKL

Nilai KIKL Tingkat Kepekaan 1 Tidak Peka 2 – 8 Kurang Peka 9 – 27 Sedang 28 – 64 Peka 65 – 125 Sangat Peka Sumber: Yulianda (2006)

Adapun komponen parameter lingkungan yang digunakan dalam perhitungan indeks kepekaan lingkungan terdiri dari 5 parameter yaitu: ekosistem sumberdaya pesisir, laut, pemukiman, pertanian, dan pantai.

c.1 Indeks Kerentanan

Komponen indeks kerentanan untuk indeks kepekaan lingkungan terdiri dari nilai pantai. Untuk ekosistem sumberdaya pesisir (mangrove, lamun terumbu karang), kriteria penilaian indeks habitat dari nilai pantai sudah ditetapkan 5 berdasarkan Sloan (1993). Analisis pemetaan tematik laut untuk indeks kepekaan lingkungan terdiri dari analisis parameter oseanografi dan kualitas air. Nilai pantai diperoleh dari kriteria oseanografi yaitu gelombang, arus, pasang surut dan kemiringan pantai. c. 2 Indeks Habitat

Komponen indeks habitat terdiri dari nilai ekosistem dan nilai jenis sumberdaya alam pesisir. Kriteria penilaian indeks habitat ekosistem pesisir (mangrove, lamun, terumbu karang) terdiri dari tiga kategori parameter yaitu kepadatan, jenis, dan jarak dari sumber aktifitas. Nilai habitat untuk peta tematik laut ditentukan oleh kualitas air. Perhitungan IKL untuk kualitas air didasarkan pada prinsip-prinsip ekologi yang menyatakan bahwa kualitas air yang baik mempunyai kesempatan yang baik untuk menghadapi gangguan atau tekanan lingkungan yang masuk di kawasan tersebut. Tingkat kepekaan kualitas air terdiri dari 5 kategori kepekaan melalui pembandingan nilai-nilai parameter kualitas air dengan kriteria baku mutu air laut untuk wisata bahari (KepMen LH No.51, 2004).

Parameter-parameter kualitas air tidak memiliki bobot yang sama, tetapi bobot ditentukan dari pengaruh gangguan parameter terhadap kegiatan pariwisata. Nilai parameter yang melebihi standar baku mutu akan diberi skor 10 dan skor ini akan dikalikan dengan bobot setiap parameter. Sehingga nilai indeks kualitas air berkisar antara 0-340. Indeks kepekaan lingkungan untuk kualitas air diklasifikasikan menjadi 5 kategori.

c.3 Indeks Sosial

Komponen indeks sosial terdiri dari nilai ekonomi dan nilai pemanfaatan sosial. Nilai manfaat sosial dari indeks sosial ekosistem pesisir dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan ekosistem pesisir. Nilai manfaat sosial ekosistem mangrove dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan mangrove sebagai ekowisata. Persentase penduduk lokal yang kehidupannya tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove dihitung dan diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Sedangkan nilai manfaat ekosistem lamun dan terumbu karang dihitung berdasarkan bentuk pemanfaatan ekosistem sebagai kawasan ekowisata.

Nilai ekonomi mangrove, lamun dan terumbu karang dihitung berdasarkan manfaat untuk kepentingan perikanan yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Sedangkan nilai manfaat sosial laut dihitung berdasarkan fungsinya sebagai daerah penangkapan ikan. Persentase penduduk lokal yang memanfaatkan kawasan laut sebagai daerah penangkapan ikan diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Nilai ekonomi kawasan laut dihitung berdasarkan nilai produksi perikanan lokal. Nilai produksi perikanan dihitung jumlah tangkapan ikan oleh penduduk lokal di kawasan studi yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.

Kepekaan lingkungan pantai ditentukan dengan tipe pantai dengan parameter tipe substrat. Tipe substrat pantai berpasir, berbatu dan berlumpur mempunyai kepekaan yang berbeda pada tingkat kerentanan. Berdasarkan modifikasi Sloan (1993), pantai berbatu mempunyai tingkat kerentanan 1, pantai berpasir mempunyai tingkat kerentanan 2, dan pantai berlumpur mempunyai tingkat kerentanan 5. Sedangkan indeks habitat (IH) ditentukan oleh lebar pantai atau jarak dari garis pantai dan indeks nilai sosial (IS) berdasarkan pemanfaatan pantai oleh penduduk.

Indeks kepekaan lingkungan untuk tematik pemukiman mempertimbangkan besarnya dampak yang diberikan atau diterima oleh pemukiman berdasarkan jarak pemukiman dari laut. Indeks pantai dari indeks habitat bagi pemukiman telah ditetapkan bernilai 1. Nilai sosial dihitung berdasarkan jarak terdekat antara pemukiman dengan laut yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.

Sedangkan nilai ekonomi berdasarkan jumlah rumah di kelompok pemukiman yang diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan.

Indeks kepekaan lingkungan bagi pertanian dihitung berdasarkan letak lahan dari laut. Indeks habitat dan indeks kerentanan tidak terlalu signifikan sehingga hanya diberi skor 1. Sedangkan nilai sosial dihitung berdasarkan jarak dari laut yang di asumsikan bahwa tingkat pencemaran sangat ditentukan dengan jarak tempat mengalirnya limbah pencemaran. Nilai ekonomi lahan pertanian diukur berdasarkan jumlah petani di suatu pemukiman. Nilai ekonomi pertanian akan meningkat bila jumlah rumah tangga yang tergantung terhadap lahan pertanian. Nilai ekonomi ini diklasifikasikan dalam lima kategori tingkat kepekaan. Nilai akhir dari indeks kepekaan lingkungan merupakan peta hasil overlay dan komposit dari semua parameter-parameter lingkungan yang diperkirakan akan mendapat pengaruh dari kegiatan yang mungkin akan terjadi di suatu kawasan.

3.3 Produk Yang Dihasilkan

Hasil analisis dari tahapan ini akan diperoleh peta yang mendeskripsikan zona kesesuaian wisata dan kepekaan lingkungan berdasarkan tingkat kepekaan.

Tahap 4. Identifikasi dan Analisis Sarana Pendukung Pengembangan Kawasan