• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara"

Copied!
286
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN

LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA

PESISIR NUHUROA MALUKU TENGGARA

SANTI PT RAHANTOKNAM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2008

(3)

ABSTRACT

SANTI P.T RAHANTOKNAM. Study on the Potentials of Natural and Environment Resources for Coastal Ecotourism Development at Nuhuroa, the Regency of Southeast Maluku. Under direction SITI NURISJAH, and FREDINAN YULIANDA.

The coastal area of Nuhuroa has some attractions in the form of natural scenery, white sand coast, mangrove ecosystem, seagrass, coral reef with decorative fishes and natural small islands. These natural attractions are the supply elements for the ecotourism at the coastal area of Nuhuroa. Ecoutourism can be taken as one of the strategic missions in the development of small islands, in which the ecotourism on the small island is based on the conservation of natural resource and environment as well as the local community. The results of the evaluation on the potential visitors and potential tourism indicate that the coastal ecotourism in Nuhuroa is greatly potential for development. The motivation of foreign tourists to visit Nuhuroa (100:47) is triggered by its natural resource and environment potentials while the national tourists attracted by its natural potential. The results of a hierarchical analysis in the stakeholder process indicate that coastal ecotourism is one of development programs that can maintain the conservation of natural resources and environment (90%), economy improvement (75%), and reduced conflict in utilizing resources (98%). From the suitability analysis it can be seen those in terms of the ecotourism categories: mangrove, seagrass, snorkeling, diving, every location has two level of suitability, namely S1 (very suitable) and S2 (sufficiently suitable). In the tourism category, of all seven location, there are two locations having two suitability levels (S1 and S2) namely, the coasts of Difur and Nam indah, where four locations (Ngurbloat, Ngursarnadan, Nadiun and Adranan island) have one suitability level, i.e S1 (very suitable). Based on the potential variety of tourism objects and attractions, the ecotourism development plan in Nuhuroa can be divided into three zones: major zone, special interest zone, and supporting zone. The major zone has a variety of potential coastal attractions such as the beauty of sand beaches, seagrass ecosystem, coral reef and small islands. The area include in the type of zone are sub districts of Ohoililir, Ohoidertawun, Ngilngof and the island of Haeh. The special interest zone is unique in that in this zone there are only a limited number of tourism activities. This zone is distinguished into two categories mangrove and marine tourism. Mangrove tourism can be carried out in the sub districts of Evu and Rumadian, while marine tourism can be done in the islands od Adranan and Bair. The supporting zone includes the sub districts of Labetawi, Ohoitahit, and Sathean, offering the beaches of Difur, Nam indah and Elomel as the coastal recreation areas.

(4)

RINGKASAN

SANTI P.T RAHANTOKNAM. Kajian Potensi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara. Dibimbing oleh SITI NURISJAH, dan FREDINAN YULIANDA.

Nuhuroa merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terdiri dari pulau Kei Kecil, Dullah, Dullah Laut dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Kawasan pesisir Nuhuroa memiliki daya tarik berupa pemandangan alam, pantai berpasir putih, ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang dengan aneka ikan hias di perairan sekelilingnya serta gugusan pulau-pulau kecil yang masih alami. Pulau-pulau kecil ini selain merupakan ekosistem yang unik serta keindahan alamnya juga merupakan ekosistem yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan terutama bila dikembangkan untuk kegiatan pembangunan fisik seperti pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Maluku Tenggara (RTRW 2005-2010), salah satu prioritas pengembangan wilayah di Nuhuroa adalah pariwisata bahari.

Fakta menunjukkan bahwa Nuhuroa, belum sepenuhnya mengantisipasi perkembangan pariwisata yaitu permintaan terhadap produk dan layanan yang berkualitas, baik melalui penyiapan pengembangan kawasan yang atraktif dengan obyek dan atraksi yang menarik maupun sarana dan prasarana pariwisata yang sesuai. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut maka penelitian ini mengkaji potensi sumberdaya alam dan lingkungan di Nuhuroa untuk pengembangan ekowisata pesisir yang berkelanjutan. Secara spesifik tujuan penelitian ini mencakup (1) identifikasi potensi kepariwisataan kawasan pesisir yang terdiri dari identifikasi potensi pengunjung, identifikasi persepsi stakeholder, identifikasi potensi obyek dan atraksi wisata, identifikasi sarana dan prasarana pendukung dan identifikasi potensi sumberdaya masyarakat lokal, (2) merencanakan pengembangan kawasan ekowisata pesisir Nuhuroa.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sumberdaya alam menggunakan analisis spasial yang dilakukan melalui enam tahapan yaitu (1) identifikasi dan analisis potensi pengunjung, (2) identifikasi dan analisis preferensi stakeholder, (3) identifikasi dan analisis potensi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir, (4) identifikasi dan analisis sarana dan prasarana pendukung, (5) identifikasi dan analisis sumberdaya masyarakat lokal dan (6) rencana pengembangan kawasan ekowisata pesisir.

(5)

Hasil analisis hirarki proses stakeholder menunjukan bahwa prioritas pembangunan 55.7% bertujuan untuk kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dengan alternatif kegiatan ekowisata pesisir 44.5%. Uji performance sensitivity menunjukkan bahwa ekowisata 90% dapat menjaga kelestarian SDAL, peningkatan ekonomi 75% dan penurunan konflik dalam pemanfaatan sumberdaya 98%. Ini menunjukkan bahwa ekowisata merupakan salah satu program pembangunan yang dapat menjaga kelestarian lingkungan, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat lokal dengan adanya kesempatan berusaha dan memberikan pendapatan bagi daerah. Selain itu ekowisata juga dapat menurunkan konflik dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir.

Analisis kesesuaian terlihat bahwa untuk kategori wisata mangrove (teluk Tamngil dan Sorbai), lamun (pantai Ngurbloat dan Ngursarnadan), snorkeling (Ohoililir RFZ dan Bair RFZ) dan selam (Ohoililir RSZ, Ohoidertawun RSZ, Haeh RSZ dan Adranan RSZ) memiliki dua kelas kesesuaian yaitu S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai). Untuk kategori wisata rekreasi dari ketujuh lokasi terdapat dua lokasi yang memiliki dua kelas kesesuaian wisata S1 dan S2 yaitu pantai Difur dan Nam indah sedangkan keempat lokasi lainnya yakni pantai Ngurbloat, Ngursarnadan, Nadiun dan pulau Adranan memiliki satu kelas kesesuaian wisata yaitu S1 (sangat sesuai). Ini menunjukkan bahwa setiap obyek berpotensi untuk pengembangan ekowisata.

Fasilitas akomodasi (hotel dan penginapan) di Nuhuroa terpusat di kota Tual dan Langgur. Berdasarkan pengamatan di setiap lokasi ekowisata dan lokasi yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi ekowisata, umumnya belum memiliki prasarana air secara memadai. Listrik telah tersedia di beberapa lokasi wisata diantaranya pantai Ngurbloat dan pantai Nadiun ohoidertawun, sedangkan pada lokasi lainnya kebutuhan listrik diperoleh melalui genset. Sedangkan jangkauan telepon seluler belum sepenuhnya diterima di semua lokasi wisata, hanya terdapat di beberapa lokasi diantaranya pantai Nadiun, pantai Ngursarnadan dan teluk Tamngil namun hanya pada titik tertentu. Khusus setiap lokasi ekowisata dan lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan yang terdapat di kedua pulau ini telah tersedia akses.

Hasil analisis cluster diperoleh 3 cluster masyarakat berdasarkan unit desa, yakni cluster I adalah desa Ngilngof, dengan karakteristik tingkat pendidikan tinggi, cluster III yaitu desa Sathean yang dicirikan dengan penduduk terbanyak dan jenis pekerjaan terbanyak sebagai nelayan dan cluster II mencakup desa Ohoililir, Ohoidertawun, Evu, Rumadian dan Labetawi yang dicirikan dengan jumlah penduduk putus sekolah terbanyak dan pendapatan <Rp300.000. Ini menunjukkan bahwa dengan adanya pengembangan ekowisata maka dapat memberikan peluang kerja maupun peluang usaha untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat.

(6)

Dari hasil penilaian potensi pengunjung (demand) dan potensi wisata (supply) menunjukkan bahwa ekowisata pesisir berpeluang tinggi untuk dikembangkan di Nuhuroa. Zona pengembangan ekowisata diperoleh dari hasil tumpang susun potensi obyek dan atraksi, sarana pendukung pengembang kawasan dan sumberdaya masyarakat. Klasifikasi zona ini bertujuan untuk memperlihatkan pusat pengembangan kawasan ekowisata. Berdasarkan potensi keragaman obyek dan atraksi wisata maka rencana pengembangan ekowisata Nuhuroa dapat dikembangkan menjadi tiga zona yaitu zona utama, minat khusus dan zona pendukung. Zona utama memiliki keragaman potensi pesisir yaitu keindahan pantai berpasir, ekosistem lamun, karang dan pulau kecil. Wilayah yang termasuk zona ini meliputi desa Ohoililir, Ohoidertawun, Ngilngof dan pulau Haeh. Zona minat khusus, memiliki keunikan dimana pada zona ini hanya dapat dilakukan beberapa aktifitas wisata saja. Zona ini terbagi menjadi dua kategori yaitu wisata pantai kategori wisata mangrove dan wisata bahari. Wisata mangrove dapat dilakukan di desa Evu dan Rumadian sedangkan wisata bahari dapat dilakukan di pulau Adranan dan Bair. Zona pendukung, mencakup desa Labetawi, Ohoitahit dan Sathean yaitu pantai Difur, Nam indah dan pantai Elomel, sebagai zona rekreasi pantai.

(7)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(8)

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN

LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA

PESISIR NUHUROA, MALUKU TENGGARA

SANTI P.T RAHANTOKNAM

Tesis

Sebagai salah satu syarat utuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Kajian Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa,

Maluku Tenggara Nama Mahasiswa : Santi P.T Rahantoknam

NIM : P052050231

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, MSc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN

LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA

PESISIR NUHUROA MALUKU TENGGARA

SANTI PT RAHANTOKNAM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2008

(13)

ABSTRACT

SANTI P.T RAHANTOKNAM. Study on the Potentials of Natural and Environment Resources for Coastal Ecotourism Development at Nuhuroa, the Regency of Southeast Maluku. Under direction SITI NURISJAH, and FREDINAN YULIANDA.

The coastal area of Nuhuroa has some attractions in the form of natural scenery, white sand coast, mangrove ecosystem, seagrass, coral reef with decorative fishes and natural small islands. These natural attractions are the supply elements for the ecotourism at the coastal area of Nuhuroa. Ecoutourism can be taken as one of the strategic missions in the development of small islands, in which the ecotourism on the small island is based on the conservation of natural resource and environment as well as the local community. The results of the evaluation on the potential visitors and potential tourism indicate that the coastal ecotourism in Nuhuroa is greatly potential for development. The motivation of foreign tourists to visit Nuhuroa (100:47) is triggered by its natural resource and environment potentials while the national tourists attracted by its natural potential. The results of a hierarchical analysis in the stakeholder process indicate that coastal ecotourism is one of development programs that can maintain the conservation of natural resources and environment (90%), economy improvement (75%), and reduced conflict in utilizing resources (98%). From the suitability analysis it can be seen those in terms of the ecotourism categories: mangrove, seagrass, snorkeling, diving, every location has two level of suitability, namely S1 (very suitable) and S2 (sufficiently suitable). In the tourism category, of all seven location, there are two locations having two suitability levels (S1 and S2) namely, the coasts of Difur and Nam indah, where four locations (Ngurbloat, Ngursarnadan, Nadiun and Adranan island) have one suitability level, i.e S1 (very suitable). Based on the potential variety of tourism objects and attractions, the ecotourism development plan in Nuhuroa can be divided into three zones: major zone, special interest zone, and supporting zone. The major zone has a variety of potential coastal attractions such as the beauty of sand beaches, seagrass ecosystem, coral reef and small islands. The area include in the type of zone are sub districts of Ohoililir, Ohoidertawun, Ngilngof and the island of Haeh. The special interest zone is unique in that in this zone there are only a limited number of tourism activities. This zone is distinguished into two categories mangrove and marine tourism. Mangrove tourism can be carried out in the sub districts of Evu and Rumadian, while marine tourism can be done in the islands od Adranan and Bair. The supporting zone includes the sub districts of Labetawi, Ohoitahit, and Sathean, offering the beaches of Difur, Nam indah and Elomel as the coastal recreation areas.

(14)

RINGKASAN

SANTI P.T RAHANTOKNAM. Kajian Potensi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa, Maluku Tenggara. Dibimbing oleh SITI NURISJAH, dan FREDINAN YULIANDA.

Nuhuroa merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terdiri dari pulau Kei Kecil, Dullah, Dullah Laut dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Kawasan pesisir Nuhuroa memiliki daya tarik berupa pemandangan alam, pantai berpasir putih, ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang dengan aneka ikan hias di perairan sekelilingnya serta gugusan pulau-pulau kecil yang masih alami. Pulau-pulau kecil ini selain merupakan ekosistem yang unik serta keindahan alamnya juga merupakan ekosistem yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan terutama bila dikembangkan untuk kegiatan pembangunan fisik seperti pariwisata dan rekreasi. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Maluku Tenggara (RTRW 2005-2010), salah satu prioritas pengembangan wilayah di Nuhuroa adalah pariwisata bahari.

Fakta menunjukkan bahwa Nuhuroa, belum sepenuhnya mengantisipasi perkembangan pariwisata yaitu permintaan terhadap produk dan layanan yang berkualitas, baik melalui penyiapan pengembangan kawasan yang atraktif dengan obyek dan atraksi yang menarik maupun sarana dan prasarana pariwisata yang sesuai. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut maka penelitian ini mengkaji potensi sumberdaya alam dan lingkungan di Nuhuroa untuk pengembangan ekowisata pesisir yang berkelanjutan. Secara spesifik tujuan penelitian ini mencakup (1) identifikasi potensi kepariwisataan kawasan pesisir yang terdiri dari identifikasi potensi pengunjung, identifikasi persepsi stakeholder, identifikasi potensi obyek dan atraksi wisata, identifikasi sarana dan prasarana pendukung dan identifikasi potensi sumberdaya masyarakat lokal, (2) merencanakan pengembangan kawasan ekowisata pesisir Nuhuroa.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sumberdaya alam menggunakan analisis spasial yang dilakukan melalui enam tahapan yaitu (1) identifikasi dan analisis potensi pengunjung, (2) identifikasi dan analisis preferensi stakeholder, (3) identifikasi dan analisis potensi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir, (4) identifikasi dan analisis sarana dan prasarana pendukung, (5) identifikasi dan analisis sumberdaya masyarakat lokal dan (6) rencana pengembangan kawasan ekowisata pesisir.

(15)

Hasil analisis hirarki proses stakeholder menunjukan bahwa prioritas pembangunan 55.7% bertujuan untuk kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan dengan alternatif kegiatan ekowisata pesisir 44.5%. Uji performance sensitivity menunjukkan bahwa ekowisata 90% dapat menjaga kelestarian SDAL, peningkatan ekonomi 75% dan penurunan konflik dalam pemanfaatan sumberdaya 98%. Ini menunjukkan bahwa ekowisata merupakan salah satu program pembangunan yang dapat menjaga kelestarian lingkungan, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat lokal dengan adanya kesempatan berusaha dan memberikan pendapatan bagi daerah. Selain itu ekowisata juga dapat menurunkan konflik dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir.

Analisis kesesuaian terlihat bahwa untuk kategori wisata mangrove (teluk Tamngil dan Sorbai), lamun (pantai Ngurbloat dan Ngursarnadan), snorkeling (Ohoililir RFZ dan Bair RFZ) dan selam (Ohoililir RSZ, Ohoidertawun RSZ, Haeh RSZ dan Adranan RSZ) memiliki dua kelas kesesuaian yaitu S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai). Untuk kategori wisata rekreasi dari ketujuh lokasi terdapat dua lokasi yang memiliki dua kelas kesesuaian wisata S1 dan S2 yaitu pantai Difur dan Nam indah sedangkan keempat lokasi lainnya yakni pantai Ngurbloat, Ngursarnadan, Nadiun dan pulau Adranan memiliki satu kelas kesesuaian wisata yaitu S1 (sangat sesuai). Ini menunjukkan bahwa setiap obyek berpotensi untuk pengembangan ekowisata.

Fasilitas akomodasi (hotel dan penginapan) di Nuhuroa terpusat di kota Tual dan Langgur. Berdasarkan pengamatan di setiap lokasi ekowisata dan lokasi yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi ekowisata, umumnya belum memiliki prasarana air secara memadai. Listrik telah tersedia di beberapa lokasi wisata diantaranya pantai Ngurbloat dan pantai Nadiun ohoidertawun, sedangkan pada lokasi lainnya kebutuhan listrik diperoleh melalui genset. Sedangkan jangkauan telepon seluler belum sepenuhnya diterima di semua lokasi wisata, hanya terdapat di beberapa lokasi diantaranya pantai Nadiun, pantai Ngursarnadan dan teluk Tamngil namun hanya pada titik tertentu. Khusus setiap lokasi ekowisata dan lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan yang terdapat di kedua pulau ini telah tersedia akses.

Hasil analisis cluster diperoleh 3 cluster masyarakat berdasarkan unit desa, yakni cluster I adalah desa Ngilngof, dengan karakteristik tingkat pendidikan tinggi, cluster III yaitu desa Sathean yang dicirikan dengan penduduk terbanyak dan jenis pekerjaan terbanyak sebagai nelayan dan cluster II mencakup desa Ohoililir, Ohoidertawun, Evu, Rumadian dan Labetawi yang dicirikan dengan jumlah penduduk putus sekolah terbanyak dan pendapatan <Rp300.000. Ini menunjukkan bahwa dengan adanya pengembangan ekowisata maka dapat memberikan peluang kerja maupun peluang usaha untuk peningkatan taraf ekonomi masyarakat.

(16)

Dari hasil penilaian potensi pengunjung (demand) dan potensi wisata (supply) menunjukkan bahwa ekowisata pesisir berpeluang tinggi untuk dikembangkan di Nuhuroa. Zona pengembangan ekowisata diperoleh dari hasil tumpang susun potensi obyek dan atraksi, sarana pendukung pengembang kawasan dan sumberdaya masyarakat. Klasifikasi zona ini bertujuan untuk memperlihatkan pusat pengembangan kawasan ekowisata. Berdasarkan potensi keragaman obyek dan atraksi wisata maka rencana pengembangan ekowisata Nuhuroa dapat dikembangkan menjadi tiga zona yaitu zona utama, minat khusus dan zona pendukung. Zona utama memiliki keragaman potensi pesisir yaitu keindahan pantai berpasir, ekosistem lamun, karang dan pulau kecil. Wilayah yang termasuk zona ini meliputi desa Ohoililir, Ohoidertawun, Ngilngof dan pulau Haeh. Zona minat khusus, memiliki keunikan dimana pada zona ini hanya dapat dilakukan beberapa aktifitas wisata saja. Zona ini terbagi menjadi dua kategori yaitu wisata pantai kategori wisata mangrove dan wisata bahari. Wisata mangrove dapat dilakukan di desa Evu dan Rumadian sedangkan wisata bahari dapat dilakukan di pulau Adranan dan Bair. Zona pendukung, mencakup desa Labetawi, Ohoitahit dan Sathean yaitu pantai Difur, Nam indah dan pantai Elomel, sebagai zona rekreasi pantai.

(17)

©Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(18)

KAJIAN POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN

LINGKUNGAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA

PESISIR NUHUROA, MALUKU TENGGARA

SANTI P.T RAHANTOKNAM

Tesis

Sebagai salah satu syarat utuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)
(20)

Judul Tesis : Kajian Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa,

Maluku Tenggara Nama Mahasiswa : Santi P.T Rahantoknam

NIM : P052050231

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, MSc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(21)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa hidup ini adalah berkat dan anugerah Tuhan sebagai hikmat dan pengetahuan, maka penulis menaikkan hormat, pujian dan kemuliaan kehadiratNya karena atas kasih dan kemurahanNya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Kajian Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa” Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, oleh karena berkatNyalah penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih disertai penghargaaan kepada :

1 Dosen pembimbing saya Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA dan Dr. Ir. Fredinan Yulianda, MSc yang telah membimbing penulis dengan baik.

2 Dosen penguji luar komisi Prof. Dr. Ir. Alex S.W. Retraubun, MSc yang telah memberikan masukan yang bermanfaat bagi kesempurnaan tesis ini.

3 Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo dan Dr. Ir. Etty Riani, selaku pimpinan PSL beserta staf.

4 Pimpinan dan staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Malra, Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Malra, BAPPEDA Malra, Politeknik Perikanan Negeri Tual, Stasiun Perikanan dan Pelabuhan Nusantara Tual, TNI AL Malra, Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prop. Maluku dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prop. Maluku yang membantu penulis dalam pengumpulan data dan peminjaman alat.

5 Camat Dullah Utara, Dullah Selatan, PP. Kei Kecil, Kei Kecil Barat, Kei Kecil Timur, Kepala Desa Evu, Sathean, Rumadian, Ngilngof, Ohoililir, Ohoidertawun dan Labetawi yang membantu penulis dalam pengumpulan data.

(22)

7 Mama ani, mama ama, mama ona, muda, ka oce Rahayaan dan keluarga besarku yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas segala perhatiannya.

8 Temanku Dini Rosmalia ST, MSi, Sherly Jocom, SP, MSi, Inggrid Moniaga ST, MSi, Early Mamusung SPi, Msi dan Christi Warongan, SIK terimakasih atas perhatian yang diberikan selama ini.

9 Teman-teman Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sumberdaya Pesisir dan Kelautan (SPL) dan Arsiktektur Lanskap (ARL), terimakasih atas segala kebersamaan selama kuliah.

Sebagai perwujudan rasa cinta, maka tesis ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang dengan kasihNya menyertai saya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Kedua orang tuaku (terimakasih Papa Mama), kakak-kakakku tersayang Alberth M.S Rahantoknam, ST, Yohanis S Rahantoknam, SPi, Revermond L Rahantoknam dan adikku Zeresy Rahantoknam yang selalu memberikan dorongan dan motivasi secara moral dan spiritual sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2008

(23)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tual pada 21 September 1982 dari Ayah Zadrak Rahantoknam, SPd dan Ibu Rosia Rahabeat, SPd. Penulis merupakan putri keempat dari lima bersaudara.

(24)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xv DAFTAR GAMBAR ... xvii DAFTAR LAMPIRAN ... xix I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 4 1.3 Kerangka Pemikiran ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7 2.1 Ekowisata ... 7 2.2 Sumberdaya Pesisir dan Laut ... 9 2.3 Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pesisir ... 11 2.4 Daya Dukung ... 13 2.5 Indeks Kepekaan Lingkungan ... 14 2.6 Sistem Informasi Geografi ... 15 2.7 Analisis Stakeholder ... 20

III. METODOLOGI ... 23 3.1 Tempat dan Waktu ... 23 3.2 Formulasi Permasalahan ... 23 3.3 Rancangan Penelitian ... 25

Tahap 1. Mengindetifikasi dan Menganalisis Potensi Pengunjung dalam Pengembangan Ekowisata ... 25

Tahap 2. Mengidentifikasi dan Menganalisis Preferensi

Stakeholder ... 28 Tahap 3. Identifikasi dan Analisis Potensi dan Kepekaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 28 Tahap 4. Identifikasi dan Analisis Sarana Pendukung

(25)

Tahap 5. Identifikasi dan Analisis Sumberdaya masyarakat Lokal 36 Tahap 6. Menyusun Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir ... 36 3.4 Batasan dan Asumsi ... 37 3.5 Definisi Operasional ... 37

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 39 4.1 Kondisi Geografi ... 39 4.2 Kondisi Iklim ... 39 4.3 Kondisi Hidrologi ... 41 4.4 Kondisi Hidrooceanografi ... 42 4.5 Kondisi Ekologis Ekosistem Pesisir ... 42 4.6 Kondisi Sosial ... 46 4.7 Kondisi Prasarana dan Sarana Transportasi ... 46 4.8 Kondisi Prasarana Listrik, Air dan Komunikasi ... 48

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50 5.1 Identifikasi Potensi Pengunjung ... 50 5.2 Preferensi Stakeholder ... 55 5.3 Identifikasi Potensi Ekologis ... 62 5.4 Identifikasi Sarana Pendukung Pengembangan

Kawasan Ekowisata ... 88 5.5 Identifikasi Sumberdaya Masyarakat Lokal ... 93 5.6 Rencana Pengembangan Kawasan Ekowisata Pesisir Nuhuroa ... 100

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 107 6.1 Kesimpulan ... 107 6.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(26)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Lokasi penelitian ... 23 2 Jenis data dalam penelitian ... 27 3 Tingkat kepekaan berdasarkan KIKL ... 32 4 Sungai dan danau menurut letaknya di Nuhuroa ... 42 5 Nilai parameter fisik dan kimia air laut di Nuhuroa ... 43 6 Kondisi umum oceanografi di Nuhuroa ... 43 7 Distribusi, luas dan persen tutupan bakau di Nuhuroa ... 44 8 Distribusi, luas dan persen tutupan lamun di Nuhuroa ... 45 9 Jumlah jenis dan persen tutupan karang di Nuhuroa 45 10 Penduduk 15 tahun keatas yang bekerja selama seminggu, menurut

lapangan pekerjaan ... 46 11 Jenis jalan di Nuhuroa ... 47 12 Jumlah pelanggan dan produksi listrik yang diusahakan oleh

PT. PLN Cabang Tual 2001-2005 ... 48 13 Banyaknya pelanggan, produksi dan nilai produksi air minum yang diusahakan oleh PDAM Cabang Tual 2001-2005 ... 49 14 Matriks stakeholder pengembangan ekowisata pesisir

(27)

26 Data rumah makan di Nuhuroa ... 91 27 Deskripsi identifikasi sumberdaya masyarakat ... 95 28 Komponen utama dan prosentase keragaman ... 96 29 Cluster membership ... 97 30 Rekapitulasi komponen pengembang ekowisata ... 103

(28)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(29)

30 Distribusi penduduk putus sekolah ... 95 31 Peta identifikasi sumberdaya masyarakat lokal ... 98 32 Partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata ... 99 33 Peta rencana pengembangan ekowisata ... 102 34 Program pengembangan ekowisata terintegrasi ... 105

(30)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Jumlah kunjungan wisatawan ke Maluku per bulan

(31)

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar pulau-pulau di Indonesia merupakan pulau-pulau kecil yang jumlahnya diperkirakan lebih dari 10.000 pulau. Kawasan pulau-pulau kecil tersebut memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan (enviromental services) yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia (Anonimous, 2006). Beragam potensi jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa pariwisata berbasis pulau-pulau kecil merupakan potensi yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Menurut Nurifdinsyah dan Pakpahan (1998), salah satu industri yang berkembang pesat di dunia sejak Perang Dunia II adalah pariwisata pesisir (bahari). Hampir semua negara mengembangkan pulau-pulau kecil dan potensi pesisirnya untuk mengembangkan potensi pariwisatanya.

Namun, pulau-pulau kecil tersebut selain merupakan ekosistem yang unik serta keindahan alamnya, juga merupakan ekosistem yang sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan terutama bila dikembangkan untuk kegiatan pembangunan fisik seperti pengembangan kepariwisataan dan rekreasi. Pengembangan kawasan pulau-pulau kecil merupakan suatu proses yang akan membawa suatu perubahan pada ekosistemnya. Semakin tinggi tingkat pemanfaatan sumberdaya maka semakin tinggi pula perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi di kawasan pulau-pulau kecil (Anonimous, 2006).

(32)

Pengembangan kawasan wisata pesisir pulau-pulau kecil merupakan kegiatan yang memadukan antara dua sistem yang kompleks, yaitu sistem pariwisata yang didominasi oleh kegiatan manusia dan sistem alam pesisir (Nurifdinsyah dan Pakpahan (1998). Dengan demikian pengembangan kawasan wisata pulau kecil sangat bergantung pada sumberdaya alam, ini berarti bahwa keberhasilan yang berkelanjutan dari pariwisata pesisir sangat ditentukan oleh integritas dan kualitas ekosistem alamnya. Gunn (1994) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu mempertahankan kelestarian lingkungannya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, menjamin kepuasan pengunjung, dan meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya

Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus direncanakan secara terpadu dengan memperhatikan potensi sumberdaya alam ekosistem pulau dan disinerjikan dengan pembangunan berbagai sektor. Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus juga disesuaikan dengan dinamika sosial budaya masyarakat setempat, dinamika ekologis pulau tersebut dengan daerah sekitarnya. Untuk mendukung hal ini maka diperlukan suatu penelitian yang lebih terpadu yang memperhatikan seluruh aspek pengembangan agar pengelolaan wisata pesisir berhasil dan memenuhi komponen yang terkait dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya (Nurisyah, 2001). Disamping itu pengembangan pariwisata sebagai salah satu bagian dari pembangunan, harus disesuaikan dengan kerangka pembangunan daerah (Anonimous, 2006).

(33)

hanya berorientasi pada keberlanjutan lingkungan tetapi juga mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia.

Kabupaten Maluku Tenggara adalah kabupaten yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil yaitu gugusan Kepulauan Kei yang terdiri atas Kepulauan Kei Kecil (Nuhuroa) dengan luas 2.468 km2 dan Pulau Kei Besar (Nuhuyut) dengan luas 581 km2 (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten. Malra, 2005). Berdasarkan peta hasil analisis citra satelit Landsat ETM 7+, secara keseluruhan jumlah pulau di Kabupaten Maluku Tenggara adalah sebanyak 112 pulau dengan luas 930.221 ha dan panjang garis pantai 5.639 km. Luas lautan di Kabupaten Maluku Tenggara adalah 96.109 km2 dan luas daratan adalah 9.302 km2 (Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Maluku, 2004). Dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sebagai daerah penghasil perikanan, daerah pendidikan, perdagangan dan pariwisata yang kompetitif, salah satu program pembangunan yang dilakukan adalah pengembangan pariwisata bahari (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malra, 2005).

Kabupaten Maluku Tenggara (Kabupaten Malra) yang lebih dikenal dengan kepulauan Kei sering disebut “fantastic island”. Kepulauan Kei ini memiliki potensi alam yang menawarkan keanekaragaman wisata, baik berbentuk wisata alam maupun wisata budaya. Kabupaten Maluku Tenggara juga memiliki kekayaan kultural yaitu merupakan daerah peninggalan sejarah pada masa lalu dengan terdapatnya makam raja, upacara adat, kesenian tradisional serta adat istiadat suku Kei, dengan representasi adat asli suku Kei yang tergolong masih ada hanya terdapat di Tanimbar Kei. Selain itu masyarakat yang mendiami kawasan kepulauan Kei merupakan masyarakat adat dengan corak budaya yang khas yaitu Masyarakat Kei (Suku Kei).

Kepulauan Kei Kecil (Nuhuroa) merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terdiri dari Pulau Kei Kecil, Dullah, Dullah Laut dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Pesisir Kepulauan Kei Kecil umumnya merupakan pantai berpasir dan berkarang, terutama di wilayah pantai Barat pulau Kei Kecil dan pulau-pulau kecil di wilayah pantai Barat. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW 2005-2010), prioritas pengembangan wilayah di Kepulauan Kei Kecil adalah perikanan, pariwisata serta industri kerajinan rakyat.

(34)

Fakta menunjukan bahwa banyak daerah tujuan wisata di dalam negeri, termasuk Kabupaten Maluku Tenggara, belum sepenuhnya mengantisipasi perkembangan pariwisata yaitu permintaan terhadap produk dan layanan yang berkualitas, baik melalui penyiapan pengembangan kawasan yang atraktif dengan obyek dan atraksi yang menarik maupun sarana prasarana pariwisata yang sesuai. Di satu sisi keinginan daerah Maluku Tenggara untuk menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan pembangunan, namun di sisi lain upaya-upaya konkrit dan terukur yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut relatif masih sangat terbatas, padahal kesiapan secara optimal sangat dibutuhkan untuk menuju tujuan yang diinginkan. Sebab itu, diperlukan suatu kajian untuk pengembangan pariwisata yang berkelanjutan berdasarkan potensi sumberdaya alam sesuai dengan kaidah-kaidah keberlanjutan lingkungan. Pearce (1989), menekankan pentingnya perencanaan dalam pengembangan pariwisata karena tanpa perencanaan dan pengendalian yang baik, pengembangan pariwisata hanya merupakan penghancuran terhadap sumber-sumber daya pembangun pariwisata itu sendiri. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut maka diperlukan suatu kajian tentang potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang terdapat di Kepulauan Kei Kecil (Nuhuroa) Kabupaten Maluku Tenggara untuk pengembangan ekowisata pesisir.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengkaji potensi sumberdaya alam dan lingkungan untuk pengembangan ekowisata pesisir di Kepulauan Kei Kecil

(Nuhuroa) Kabupaten Maluku Tenggara, dan tujuan khususnya yaitu:

1) Mengidentifikasi dan menganalisis potensi pengunjung untuk pengembangan ekowisata.

2) Mengidentifikasi dan menganalisis preferensi stakeholder untuk pengembangan ekowisata.

3) Mengidentifikasi dan menganalisis potensi obyek dan atraksi wisata serta kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir untuk pengembangan ekowisata.

(35)

5) Mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya masyarakat lokal untuk pengembangan ekowisata.

6) Menyusun rencana pengembangan kawasan ekowisata pesisir

1.3 Kerangka Pemikiran

Kepulauan Kei Kecil (Nuhuroa) merupakan wilayah pengembangan yang diprioritaskan oleh pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara diantaranya untuk pengembangan pariwisata. Kepulauan Kei Kecil merupakan gugus kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau kecil dengan luas 2.468 km2. Mengingat karakteristik pulau-pulau kecil yang antara lain terbatas dari segi ukuran geografis dan sumberdaya (sumberdaya alam dan sumberdaya manusia), tingkat keanekaragaman yang rendah namun memiliki jenis-jenis endemik yang lebih tinggi, maka pulau-pulau kecil sangat rentan terhadap suatu perubahan.

Clark (1996), mengemukakan bahwa dalam mengantisipasi atau meminimalkan perubahan-perubahan dan ancaman-ancaman pengembangan pulau-pulau kecil, maka sangat diperlukan identifikasi dan evaluasi sumberdaya serta dampak potensial yang dapat ditimbulkan. Berdasarkan karateristik internal terutama potensi sumberdaya alamnya, maka salah satu kegiatan yang dapat dikembangkan di pulau-pulau kecil adalah pariwisata. Sebab itu strategi pengembangan wisata pulau-pulau kecil seyogyanya menganut konsep ekowisata sebagai salah satu misi strategis pengembangan pulau-pulau kecil. Ekowisata pulau-pulau kecil merupakan wisata berbasis konservasi sumberdaya dan lingkungan alami serta masyarakat lokal di pulau-pulau kecil tersebut.

Untuk mendukung pengembangan ekowisata pulau-pulau kecil maka diperlukan kajian potensi dan kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan serta komponen utama pendukung pengembangan ekowisata. Berdasarkan pemikiran tersebut maka perlu dilakukan kajian potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang terdapat di Kepulauan Kei Kecil sehingga diperoleh karakteristik pulau sebagai input bagi pengembangan ekowisata yaitu yang sesuai dengan kaidah-kaidah keberlanjutan lingkungan. Bagan alir penelitian kajian potensi sumberdaya alam dan lingkungan untuk pengembangan ekowisata pesisir di Nuhuroa, Kabupaten Maluku Tenggara tertera pada Gambar 1.

(36)
[image:36.595.115.551.87.495.2]

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki nilai manfaat sebagai berikut: 1) Sebagai bahan informasi bagi masyarakat di sekitar lokasi penelitian untuk

memahami potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang dimilikinya untuk mendukung pengembangan ekowisata pesisir

2) Arahan pengembangan kawasan berdasarkan potensi dan kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan

3) Arahan pengembangan tata ruang kawasan wisata berbasis ekowisata di Kepulauan Kei Kecil (Nuhuroa) bagi penentu kebijakan;

4) Bagi wisatawan agar dapat menikmati dan memperoleh kepuasan wisata 5) Dapat dijadikan panduan untuk pengembangan pariwisata berbasis

ekowisata pada pulau-pulau kecil lainnya.

Pengembangan Pariwisata Pesisir Nuhuroa Berbasis Ekowisata

Potensi dan Kepekaan Ekologis Kawasan Pesisir

Potensi dan Kepekaan Pengembangan Kawasan Wisata

Kondisi Ekologis Ekologis

Sosial

Ekonomi

Zona Pengembangan Kawasan Pesisir Berbasis Ekowisata

Tujuan

Pengumpulan

data

dan

analisis

Sintesis dan perencanaan kawasan

Tingkat Kepekaan

RENCANA PENGEMBANGAN EKOWISATA PESISIR

Zonasi Pengembangan Wisata Zonasi Kepekaan Sumberdaya

(37)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekowisata

Istilah ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh Hector Cebalos-Lascurian pada tahun 1983 yang mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang lingkungan alamnya masih asli atau relatif masih sedikit sekali terganggu untuk tujuan mempelajari, mengagumi dan bersenang-senang sambil menikmati pemandangan dengan berbagai tanaman dan hewan liar serta mengamati budaya setempat (Fennel, 2005). Goodwinn (1996) dalam Fennel (2005), menyatakan bahwa ekowisata adalah wisata alam yang berdampak rendah yang berkonstribusi langsung pada pemeliharaan spesies dan habitat baik secara langsung melalui konservasi dan/atau secara tidak langsung melalui penyediaan pendapatan bagi masyarakat lokal dan melindungi wilayah warisan satwa sebagai sumber pendapatan. Sedangkan Clark (1996), menyatakan bahwa ekowisata merupakan kontrol pembangunan yang diperlukan berdasarkan daya dukung untuk menjamin sumberdaya alam agar tidak dimanfaatkan berlebihan oleh pengunjung.

Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Meta, 2002). Dari beberapa definisi tersebut, jelas bahwa konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan konservasi yang mempunyai tujuan: (1) menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem kehidupan, (2) melindungi keanekaragaman hayati, (3) menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya, dan (4) memberikan konstribusi kepada kesejahteraan masyarakat (Yulianda, 2007). Selanjutnya menurut Yulianda (2007), konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi:

1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

(38)

3. Pendapatan langsung untuk kawasan; Restribusi atau pajak konservasi (conservation tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.

4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; Merangsang masyarakat agar terlibat dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.

5. Penghasilan bagi masyarakat; Masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.

6. Menjaga keharmonisan dengan alam; Kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap mempertahankan keserasian dan keaslian alam.

7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; Daya tampung dan pengembangan fasilitas hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

8. Konstribusi pendapatan bagi negara (pemerintah daerah dan pusat).

Menurut Yulianda (2007) ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut yang memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Pengelolaan ekowista bahari merupakan suatu konsep pengelolaan yang memprioritaskan kelestarian dan memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat. Konsep pengelolaan ekowisata tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan tetapi lebih daripada itu, yaitu mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Agar nilai-nilai tersebut terjaga maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan dan psikologis pengunjung. Dengan demikian ekowisata bukan menjual tempat (destinasi) atau kawasan melainkan menjual filosofi. Hal inilah yang membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

(39)

Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut.

2.2 Sumberdaya Pesisir dan Laut

Pesisir merupakan wilayah peralihan dan interaksi antara ekosistem darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak manusia. Ekosistem pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan energi, media komunikasi dan maupun kawasan rekreasi atau pariwisata.

Secara prinsip ekosistem pesisir dan laut mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yaitu: (1) Sebagai penyedia sumberdaya alam, (2) Penerima limbah, (3) Penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan (4) Penyedia jasa-jasa kenyamanan. Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan laut menyediakan sumberdaya alam yang produktif baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung, seperti sumberdaya alam hayati yang dapat pulih diantaranya sumberdaya perikanan, mangrove, terumbu karang dan rumput laut; dan sumberdaya alam nir-hayati yang tidak dapat pulih diantaranya sumberdaya mineral, minyak bumi dan gas alam. Sebagai penyedia sumberdaya alam yang produktif, pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang dapat pulih harus dilakukan agar tidak melebihi kemampuannya untuk memulihkan diri pada periode waktu tertentu. Demikian pula diperlukan kecermatan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang tidak dapat pulih, sehingga efeknya tidak merusak lingkungan sekitarnya.

(40)

jasa-jasa kenyamanan, ekosistem pesisir dan laut merupakan lokasi yang indah dan menyejukkan untuk dijadikan tempat rekreasi atau pariwisata. Ekosistem pesisir dan laut juga merupakan penampung limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia. Sebagai tempat penampung limbah, ekosistem ini memiliki kemampuan terbatas yang sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut melampaui kemampuan asimilasi wilayah pesisir dan laut, maka kerusakan ekosistem dalam bentuk pencemaran akan terjadi.

Dari keempat fungsi tersebut, kemampuan ekosistem pesisir dan laut sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan dan penyedia kenyamanan sangat tergantung dari dua kemampuan lainnya, yaitu sebagai penyedia sumberdaya alam dan penampung limbah. Dari sini terlihat bahwa jika dua kemampuan yang disebut terakhir tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsi ekosistem pesisir dan laut sebagai pendukung kehidupan manusia dan penyedia kenyamanan diharapkan dapat dipertahankan dan tetap lestari. Untuk dapat merencanakan dan mengelola kegiatan pembangunan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan lestari, perlu pemahaman yang memadai tentang karakteristik, struktur dan dinamika dari kedua ekosistem tersebut.

(41)

Secara umum, sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah daratan (teresterial), pesisir dan laut pulau-pulau kecil terdiri atas sumberdaya dapat pulih (renewable resources) atau sumberdaya alam hayati, sumberdaya tidak dapat pulih (non renewable resources) atau sumberdaya alam nir-hayati dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut (environmental services). Selain potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tersebut di atas, ekosistem pesisir juga memiliki peran dan fungsi yang sangat menentukan bukan saja bagi kelangsungan hidup manusia, tetapi juga bagi kesinambungan ekonomi. Hal utama adalah fungsi dan peranan ekosistem pesisir dan laut sebagai pengatur iklim global, siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan lainnya di daratan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan tersebut harus diiringi dengan upaya konservasi, sehingga dapat berlangsung optimal dan berkelanjutan.

2.3 Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pesisir

Pesisir adalah sumber daya alam yang sangat penting. Berbagai aktifitas sosial dan ekonomi membutuhkan lokasi pesisir dan banyak wilayah pesisir mempunyai nilai lansekap, habitat alam dan sejarah yang tinggi, yang harus dijaga dari kerusakan secara sengaja maupun tidak sengaja. Perencanaan tata ruang (zonasi) wilayah pesisir berperan untuk menyerasikan kebutuhan pembangunan dengan kebutuhan untuk melindungi, melestarikan, dan meningkatkan kualitas lansekap, lingkungan, serta habitat flora dan fauna (Darwanto, 2005). Rencana zonasi wilayah pesisir diperlukan untuk menjaga kelestarian pantai dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(42)

lingkungan untuk menampungnya. Artinya, setiap aktifitas pembangunan di suatu wilayah harus didasarkan pada analisis kesesuaian lingkungan.

Selanjutnya menurut Bengen (2005), analisis kesesuaian lingkungan harus mencakup aspek ekologis, sosial dan ekonomi yaitu:

1) Aspek ekologis; dapat didekati dengan menganalisis: 1. Potensi maksimun sumberdaya berkelanjutan

Berdasarkan analisis ilmiah dan teoritis, dihitung potensi atau kapasitas maksimun sumberdaya untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) dalan jangka waktu tertentu.

2. Kapasitas daya dukung (carrying capacity)

Daya dukung didefinisikan sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya.

3. Kapasitas penyerapan limbah (assimilative capacity)

Kapasitas penyerapan limbah adalah kemampuan sumberdaya alam dapat pulih (misalnya air, udara, tanah) untuk menyerap limbah aktifitas manusia. Kapasitas ini bervariasi akibat faktor eksternal seperti cuaca, temperatur dan aktifitas manusia.

2) Aspek sosial

Aspek sosial dapat ditilik dari penerimaan masyarakat terhadap aktifitas yang akan dilakukan, mencakup dukungan sosial/terhindar dari konflik pemanfaatan, terjaganya kesehatan masyarakat dari akibat pencemaran, budaya, estetika, keamanan dan kompatibilitas.

3) Aspek ekonomi

Aspek ekonomi dapat ditinjau dari kelayakan usaha dari aktifitas yang akan dilaksanakan. Analisisnya meliputi: revenue cost ratio (R/C), net present value (NPV), net benefit cost ratio (net B/C), intenal rate return (IRR) dan analisis sensitivitas (sensitivy analysis).

(43)

mempertimbangkan faktor ekologi, sosial dan ekonomi. Faktor ekologi yang dipertimbangkan adalah keberadaan satwa yang dilindungi dan kerentanan habitat (ekosistem), serta tingkat ancaman kerusakan. Faktor sosial mempertimbangkan kegiatan masyarakat dan pengunjung serta gangguan yang ditimbulkannya. Sedangkan faktor ekonomi yang dipertimbangkan adalah nilai manfaat ekowisata yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

2.4 Daya Dukung

Daya dukung (carrying capacities) adalah jumlah maksimun pengunjung pada suatu tapak (site) tanpa menyebabkan perubahan pada lingkungan fisik dan tidak mempengaruhi kepuasan pengunjung (Inskeep, 1991). Konsep daya dukung ekowisata mempertimbangkan dua (2) hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan (2) standar keaslian sumberdaya alam.

Analisis daya dukung ditujukan pada pertimbangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan (Yulianda, 2007). Daya dukung kawasan disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan peruntukannya.

Daya dukung lingkungan, selain diartikan sebagai intensitas penggunaan maksimun terhadap sumberdaya alam juga membatasi pembangunan fisik yang dapat menganggu kesinambungan pembangunan wisata tanpa merusak alam. Penentuan daya dukung perlu juga dikaitkan dengan fasilitas akomodasi, pembangunan sarana rekreasi yang terbangun di setiap tempat wisata. Fasilitas dan sarana yang terbangun di kawasan wisata hendaknya tidak merubah bentang alam, sehingga keaslian alam masih dapat dipertahankan. Sebab keaslian alam merupakan prioritas ekowisata untuk dipertahankan sehingga ekowisata tidak mengalami kejenuhan pasar dalam jangka waktu yang tidak panjang.

(44)

2.5 Indeks Kepekaan Lingkungan

Kepekaan adalah tidak tolerannya suatu habitat, komunitas atau spesies terhadap faktor luar, sehingga mudah rusak atau bahkan mati. Suatu habitat, komunitas atau spesies menjadi rawan ketika terkena pengaruh dari luar (lingkungan). Kepekaan disebabkan oleh kerentanan ketika berhubungan dengan dampak fisik atau kondisi lingkungan yang sangat ekstrim (Tyler-Walter et. al., 2001).

Tingkat kerawanan (vulnerability rating) merupakan gambaran kemungkinan suatu habitat terhadap faktor luar yang bersifat peka. Tingkat kerawanan suatu ekosistem terhadap dampak kegiatan pembangunan bergantung pada respon ekosistem tersebut terhadap suatu dampak dan peluang terjadinya dampak atas ekosistem. Respon ekosistem pesisir terhadap suatu dampak ada yang sangat peka, bergantung pada karakteristik biologi dan ekologis ekosistem yang bersangkutan. Peka dalam hal ini artinya jika ekosistem tersebut terkena suatu dampak, maka ekosistem ini akan mudah rusak tetapi sukar pulih untuk menjadi baik (Tim Fakultas Perikanan IPB, 1995)

Indeks kepekaan lingkungan (IKL) merupakan pendekatan secara sistematis mengkompilasi informasi mengenai kepekaan pantai, sumberdaya biologi dan sumberdaya yang dimanfaatkan manusia. Peta IKL berguna untuk mengidentifikasi sensitivitas sumberdaya sebelum terjadi pencemaran untuk memperkirakan prioritas proteksi dan mendesain manajemen kawasan. Peta kepekaan lingkungan berguna untuk perencanaan respon terhadap pencemaran yang terjadi dan alat untuk mengidentifikasi sumberdaya alam yang beresiko, menentukan prioritas proteksi lingkungan dan strategi mengatasinya (Mosbech, 2000).

(45)

(1998) dalam Yulianda (2006) menggunakan tiga jenis informasi untuk analisis IKL, yaitu:

1. Klasifikasi garis pantai (shoreline classification): tingkat kepekaan tipologi pantai terhadap gangguan pencemaran.

2. Sumberdaya hayati (biological resosurces): tingkat kepekaan sumberdaya hayati terhadap gangguan pencemaran.

3. Pemanfaatan oleh manusia (human use resources): tingkat kepekaan habitat yang dimanfaatkan oleh manusia dan nilai pemanfaatannya.

2.6 Sistem Informasi Geografi

Sistem informasi geografis (SIG) merupakan komputer berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital dan analisis terhadap permukaan geografi bumi (Rahmat, 2003). Purwadhi (1994) dalam Rahmat (2003), mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem yang mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan maupun analisis data secara simultan, sehingga dapat diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek keruangan. Sedangkan Prasetyo (2003) mendefinisikan sistem informasi geografis (SIG) sebagai suatu sistem yang men-capture, mengecek mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan data yang secara spasial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi.

SIG merupakan manajemen data spasial dan non spasial yang berbasis komputer dengan tiga karakteristik dasar, yaitu: (1) mempunyai fenomena aktual (variabel data non lokasi) yang berhubungan dengan topik permasalahan di lokasi bersangkutan, (2) merupakan suatu kejadian di suatu lokasi dan (3) mempunyai dimensi waktu. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi dan memprediksi apa yang akan terjadi. Kemampuan SIG antara lain:

(46)

• Memetakan letak; data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer dengan setiap layernya merupakan representasi kumpulan benda (future) yang mempunyai kesamaan.

• Memetakan kuantitas; sesuatu yang berhubungan dengan jumlah, seperti di mana yang paling banyak dan di mana yang paling sedikit. Dengan melihat penyebaran tersebut dapat mencari tempat-tempat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan digunakan untuk pengembilan keputusan ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-masing tempat tersebut. • Memetakan kerapatan (densities); peta kerapatan dapat mengubah bentuk

konsentrasi kedalam unit-unit yang lebih mudah untuk dipahami dan seragam.

• Memetakan perubahan; dengan memasukan variabel waktu, SIG dapat dibuat untuk peta historikal, yang dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dan dapat pula digunakan utuk evaluasi kebijaksanaan.

• Memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area; SIG digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa yang ada di luar area.

Alasan SIG dibutuhkan karena untuk data spasial penanganannya sangat sulit terutama karena peta dan data statistik cepat kadaluarsa sehingga tidak ada pelayanan penyediaan data dan informasi yang diberikan menjadi tidak akurat. Terdapat dua keistimewaan analisis SIG menurut Rahmat (2003) yaitu:

• Analisis proximity; suatu geografi yang berbasis pada jarak antar layer. Analisa proximity SIG menggunakan proses buffering yaitu membangun lapisan pendukung sekitar layer dalam jarak tertentu untuk menentukan dekatnya hubungan antara sifat bagian yang ada.

(47)

Dengan demikian SIG diharapkan mampu memberikan kemudahan-kemudahan yang diinginkan yaitu: (1) penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format baku, (2) revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih mudah, (3) data geospasial informasi menjadi lebih mudah dicari, dianalisis dan direpresentasikan, (4) menjadi produk yang mempunyai nilai tambah, (5) kemampuan menukar data geospasial, (6) penghematan waktu dan biaya dan (7) keputusan yang diambil menjadi lebih baik.

Komponen utama SIG dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data (manajemen data) dan pemakai. Porsi masing-masing komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung tujuan dibuatnya SIG tersebut. Kombinasi yang paling tepat antara keempat komponen ini akan menetukan kesuksesan suatu proyek pengembangan SIG dalam suatu organisasi.

a. Hardware

SIG membutuhkan komputer untuk penyimpanan dan pemprosesan data. Ukuran dari sistem komputerisasi bergantung pada tipe SIG itu sendiri. SIG dengan skala yang kecil hanya membutuhkan PC (personal computer) yang kecil atau sebaliknya. Ketika GIS yang dibuat berskala besar diperlukan spesifikasi komputer yang besar pula serta host untuk clinet machine yang mendukung multiple user. Hal tersebut disebabkan data yang digunakan dalam SIG baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang besar dan proses analisisnya membutuhkan memori yang besar dan prosesor yang cepat. Untuk mengubah peta ke dalam bentuk digital diperlukan hardware yang disebut digitizer. Komponen-komponen hardware terdiri dari:

• Alat masukan data (digitizer, scanner, keyboard computer, CD reader, diskette reader)

• Alat penyimpan dan pengolah data (komputer dengan harddisknya, tapes atau cartridge unit, CD writer)

• Alat penampil dan penyaji keluaran/informasi (monitor komputer, printer, plotter)

(48)

b. Software

Dalam pembuatan SIG diperlukan software yang menyediakan fungsi alat yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geogafis. Dengan demikian elemen yang harus terdapat dalam komponen software

SIG adalah:

Tool untuk melakukan input dan transformasi data geografis • Sistem manajemen basis data (DBMS)

Tool yan mendukung query geografis, analisis dan visualisasi

Graphical user interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool

geografi.

Inti software SIG adalah software SIG itu sendiri yang mampu menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link query dan analisis data geografis. Beberapa contoh software SIG adalah ArcView, MapInfo, ArcInfo untuk SIG; CAD system untuk entry graphic data; dan ERDAS serta ER-MAP untuk proses remote sensing data. Modul dasar perangkat lunak SIG; modul pemasukan dan pembetulan data, modul penyimpanan dan pengorganisasian data, modul pemrosesan dan penyajian data, modul transformasi data, modul interaksi dengan pengguna (input query).

c. Data

SIG merupakan perangkat pengelolaan basis data (DBMS) dimana interaksi dengan pemakai dilakukan dengan suatu sistem antar muka dan sistem query dan basis data dibangun untuk aplikasi multi user. SIG merupakan perangkat analisis keruangan (spatial analysis) dengan kelebihan dapat mengelola data spasial dan data non spasial sekaligus. Menurut Rahmat (2003), syarat pengorganisasian data yaitu: volum kecil denganklasifikasi data yang baik, penyajian yang akurat, mudah dan cepat dalam pencarian kembali (data retrieval) dan penggabungan (proses composit).

(49)

• Sumber data SIG; data lapangan, data statistik, peta, penginderaan jauh • Penyiapan data; data dikumpulkan, dikonversi, diklasifikasi, disunting dan

ditransformasi dalam basis data

• Pembentukan format data keruangan (spasial); digitasi peta, interpretasi citra digital dan konversi raster ke vektor secara otomatis penuh atau sebelumnya discan dulu, import dari sumber lain

• Bentuk data masukan SIG; spasial/non spasial, vektor/raster, tabular alfanumerik

• Basis data SIG; posisi dan hubungan tipologi, data spasial dan non spasial, gambaran obyek dan fenomena geografis, obyek dikaitkan dengan koordinat bumi

• Lapis data pada basis data SIG; lapis data dibuat sesuai dengan temanya penggunaan lahan, jenis tanah, topografi, populasi penduduk, ada data primer (topografi perairan/laut/sungai, pencacahan penduduk, hujan, suhu, kelembaban) dan data sekunder (sudah diproses sebagai informasi)

• Penyajian informasi (keluaran); peta, grafik, tabel, laporan

Sedangkan cara perolehan data (informasi geografis) terdiri dari lima cara yaitu: • Survei lapangan; pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel,

pengumpulan data non fisik (data sosial, ekonomi, budaya dan politik).

• Sensus; dengan pendekatan kuisioner, wawancara dan pengamatan; pengumpulan data secara nasional dan periodik (sensus jumlah penduduk, sensus kepemilikan tanah).

• Statistik; merupakan metode pengumpulan data periodik atau perinterval waktu pada stasiun pengamatan dan analisis data geografi tersebut.

Tracking; merupakan cara pengumpulan data dalam periode waktu tertentu untuk tujuan pemantauan atau pengamatan perubahan.

• Penginderaan jarak jauh (inderaja); merupakan ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi suatu obyek wilayah atau fenomena malalui analisis data yang diperoleh dari sensor pengamat tanpa harus kontak langsung dengan obyek, wilayah atau fenomena yang diamati.

(50)

2.7 Analisis Stakeholder

Banyak pengalaman menunjukkan bahwa keberhasilan suatu rencana (program) pembangunan ditentukan oleh perencanaan yang tepat. Dalam hubungan ini, perencanaan yang tepat lebih mengacu pada; untuk dan oleh siapa rencana tersebut dibuat (Anonim, 2001). Oleh sebab itu, yang perlu mendapat perhatian adalah subyek rencana pembangunan. Sebab itu tahap pertama dalam perencanaan pembangunan daerah yang partisipastif adalah perlu dikenali terlebuh dahulu pelaku (siapa saja) yang selayaknya terlibat. Dengan pemahaman yang cukup, maka para pelaku pembangunan akan memiliki panduan tentang gambaran yang komprehensif atas kondisi dan situasi yang terjadi. Proses memahami masyarakat ini lazim disebut sebagai analisis stakeholder (stakeholder analysis).

Stakeholder adalah siapa saja yang berkepentingan atau terkena dampak atas suatu proyek/program, dimana informasi dan peran aktif mereka sangat diperlukan termasuk dalam menjalankan fungsi kontrol atas pelaksanaan proyek/program tersebut. Analisis stakeholder menjadi alat penting dalam mengidentifikasi para pelaku pembangunan. Pelaku pembangunan ini meliputi orang dan organisasi yang terlibat ataupun terkena dampak dari suatu perencanaan. Analisis stakeholder bertujuan untuk :

• Mengidentifikasi dan menentukan berbagai stakeholder yang relevan dengan perencanaan pembangunan; hal tersebut ditujukan untuk menjamin keberhasilan dalam pengambilan keputusan perencanaan secara partisipatif. • Memetakan peran dan kontribusi stakeholder dalam pembangunan;

pemetaan stakeholder merupakan kebutuhan untuk dapat terlibat secara aktif.

• Memaksimalkan peran dan kontribusi stakeholder; dengan luasnya peran dan kontribusi, maka keberhasilan aktifitas perencanaan menjadi lebih baik dan mendapat dukungan banyak pihak.

(51)

dan hal ini sering tidak disadari oleh perencana. Hal penting dalam analisis

stakeholder adalah mengusahakan agar lebih banyak kepentingan masyarakat terwadahi karena konflik kepentingan di antara mereka diketehui. Konsep

stakeholder juga membantu memperjelas kontribusi pengetahuan dan kepakaran dari masyarakat yang potensial ke dalam proses perencanaan (Bryson dan Robert, 1998).

Analisis stakeholder memiliki manfaat dan prinsip-prinsip dalam penerapannya. Beberapa manfaat dari analisis stakeholder adalah:

1. Memberikan gambaran jelas tentang stakeholders yang ada pengalaman dengan proses perencanaan.

2. Memberikan kesempatan semua pihak untuk memahami kondisi dan dinamika masyarakat.

3. Memberikan data yang diperlukan untuk menentukan tujuan, sasaran dan teknis pelaksanaan perencanaan pembangunan.

4. Menyediakan data dasar bagi kepentingan evaluasi dan monitoring perencanaan.

Sedangkan prinsip analisis stakeholder adalah:

1. Keterlibatan semua pihak; mencakup semua pihak dalam strata yang luas, mulai dari kelompok marjinal sampai pada kelompok elit.

2. Relevan; keterlibatan tidak berarti mencakup semuanya, tetapi hanya pada perwakilan stakeholder yang relevan yakni mereka yang memiliki peran penting dalam proses.

3. Kepekaan jender; baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki akses yang sama dalam proses pengambilan keputusan.

Konsep stakeholder menuntut perencana untuk membuat daftar semua stakeholder yang mungkin terlibat atau terpengaruh oleh proses, mengidentifikasi kepentingan atau kaitanya dalam proses, merumuskan keragaman tanggapan dari masing-masing pihak dan mengklarifikasi hal-hal yang stakeholders mungkin mempunyai kontribusi dalam proses (Bryson dan Robert, 1998). Keputusan yang lebih baik dapat dihasilkan karena pengetahuan atau kepakaran yang lengkap dan karena kepentingan masyarakat lebih diperhatikan dan diwadahi.

(52)

Sumber informasi untuk keperluan analisis stakeholder dapat berupa orang, baik individu maupun kelompok, serta dokumen tertulis. Dokumen tertulis berupa laporan atas hasil perencanaan atau proyek/program sebelumnya maupun publikasi di media massa. Sumber informasi selain dokumen tertulis, sekaligus kita kelompokkan dalam partisipan stakeholder. Adapun berbagai sumber informasi dapat diperoleh dari;

1. Dokumen pemerintah/LSM

2. Laporan atas hasil penelitian yang relevan 3. Anggota masyarakat

4. Tokoh masyarakat 5. Pelaku usaha

6. Aparat pemerintah atau pemimpin formal 7. Aktifis LSM

8. Tokoh politik

Secara rinci, sumber informasi untuk analisis stakeholder meliputi:

1. Eksekutif yaitu kepala Bappeda, kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, serta pemerintah kecamatan dan desa. 2. Legislatif yaitu ketua DPRD

3. Masyarakat, perguruan tinggi dan LSM 4. Dunia usaha

Sebagaimana disebutkan dalam tujuan dan prinsip stakeholder, maka pemilihan sumber informasi harus mempertimbangkan keadilan dan kesamaan hak sebagai

(53)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1).

Tabel 1 Lokasi Penelitian di Pesisir Nuhuroa Kecamatan Desa

Kei Kecil Ohoidertawun, Ohoililir, Ngilngof, Rumadian, Evu, Sathean dan pulau Haeh

Dullah Utara Labetawi, Ohoitahit, pulau Adranan dan pulau Bair

Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling yaitu desa-desa pesisir Nuhuroa yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sudah dikembangkan menjadi lokasi wisata dan potensi yang dapat dikembangkan sebagai lokasi ekowisata. Lokasi penelitian tertera pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2007. Selanjutnya dilakukan analisa data serta penulisan tesis.

3.2 Formulasi Permasalahan

Pengembangan ekowisata pesisir Nuhuroa perlu direncanakan dan dikendalikan berdasarkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian sumberdaya alam dan fungsi lingkungan dapat berlanjut. Guna menjamin keberlanjutan pulau-pulau kecil tersebut maka pengembangan kawasan dilakukan berdasarkan karakteristik sumberdaya alam, kualitas lingkungan, potensi pengunjung, ketersediaan sarana pendukung dan sumberdaya masyarakat lokal (SDM). Karakteristik lingkungan pulau inilah yang digunakan sebagai input pengembangan ekowisata sesuai dengan potensi sumberdaya alam yang dimilikinya.

Tahap awal rencana pengembangan ekowisata adalah :

(54)

2. Mengidentifikasi dan menganalisis preferensi stakeholder untuk pengembangan ekowisata.

3. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi obyek dan atraksi wisata serta kepekaan sumberdaya alam dan lingkungan pesisir untuk pengembangan ekowisata.

4. Mengidentifikasi dan menganalisis sarana dan prasarana pendukung pengembangan ekowisata.

5. Mengidentifikasi dan menganalisis sumberdaya masyarakat lokal (SDM) dalam pengembangan ekowisata.

[image:54.595.164.463.297.690.2]

6. Menyusun rencana pengembangan kawasan ekowisata pesisir.

(55)

3.3 Rancangan Penelitian

Kajian potensi sumberdaya alam dan lingkungan pesisir untuk pengembangan ekowisata pesisir Nuhuroa dilakukan dengan pendekatan sumberdaya alam menggunakan analisis spasial. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode survei untuk menginventarisasi potensi dan kepekaan ekologis kawasan pesisir, SDM dan sarana pendukung pengembangan kawasan serta hasil isian kuisioner dan wawancara stakeholder. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber seperti publikasi ilmiah, dan peta-peta yang sudah dipublikasikan. Jenis data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 2.

Pengolahan basis data dilakukan terlebih dahulu dengan pengolahan data spasial. Selanjutnya dibangun basis

Gambar

Gambar 1  Kerangka pikir penelitian
Gambar 2  Lokasi penelitian
Gambar 3  Bagan alir penelitian
Gambar 4  Curah hujan
+7

Referensi

Dokumen terkait

terdapat di kawasan TWABK agar produk yang ditawarkan pada wisatawan sesuai dengan karakteristik (fungsi) kawasan dan daya dukungnya. Pengembangan wisata alam dengan

Mencermati berbagai aktifitas wisata yang ada di Pulau Matakus yang kecil ini serta mengingat kegiatan ekowisata pesisir dan bahari biasanya mempunyai kekhususan sifat

: Kajian Kesesuaian Dan Pengembangan Kawasan Konservasi Sumberdaya Pes/sir Di Pulau Guratu Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara Saiful Angkotasan.. :

Mencermati berbagai aktifitas wisata yang ada di Pulau Matakus yang kecil ini serta mengingat kegiatan ekowisata pesisir dan bahari biasanya mempunyai kekhususan sifat

: Kajian Kesesuaian Dan Pengembangan Kawasan Konservasi Sumberdaya Pes/sir Di Pulau Guratu Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara Saiful Angkotasan.. :

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Kesesuaian Sumberdaya Terumbu Karang untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Kelurahan Pulau Abang Kota Batam adalah

Penelitian ini bertujuan untuk : mengkaji potensi dan menentukan kelas kesesuaian Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata; menentukan daya dukung wilayah pesisir

Pengembangan objek wisata yang ada di Tual untuk kegiatan ekowisata mendapat respons yang tinggi dari masyarakat sekitar lokasi yaitu sebesar 75,7% mereka setuju, dengan