III. KERANGKA PEMIKIRAN
3. Tahap Pengambilan Keputusan
6.3. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis Internal Dan Eksternal Kelompok Tani Cibeureum Jempol Tani Cibeureum Jempol
A. Faktor Strategis Internal Kelompok Tani Cibeureum Jempol KEKUATAN
1. Memiliki Pimpinan Yang Berjiwa Sosial, Bertanggung Jawab, Cerdas, Semangat Yang Besar Dan Berjiwa Wirausaha
Kelompok tani Cibeureum Jempol memiliki pimpinan yang memiliki semangat yang cukup besar untuk terus mengembangkan usaha beras organik serta meningkatkan kesejahteraan petani anggota yang memproduksi beras
organik. Pak Amin selaku pimpinan kelompok tani berlatar pendidikan lulusan sekolah dasar, namun hal ini tidak menghambat pada semangatnya untuk terus mengembangkan usahanya dalam beras organik. Hal ini membuat banyak pihak tertarik untuk ikut serta dalam mengembangkan kelompok tani cibeureum Jempol ini diantaranya dinas agribisnis Kota Bogor, PT Pupuk Sriwijaya, serta kelompok-kelompok tani yang telah mengembangkan usaha beras organik lebih dulu. Pak Amin merupakan kekuatan bagi kelompok tani Cibeureum Jempol.
2. Memiliki Produk Yang Bernilai Ekonomis, Berdaya Saing Tinggi Dan Bersertifikasi Organik Dengan Nomor 215A/RSS/MK/DN/VIII/07.
Kelompok tani Cibeureum Jempol menghasilkan beras organik yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kelompok tani tersebut selalu berupaya untuk terus mengembangkan bibit beras organik unggul. Seperti halnya pada saat ini tengah dikembangkan beras organik bibit jepang yang memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi 0,6 ton per hektarnya serta harga yang lebih tinggi dari beras organik biasa yaitu seharga Rp.10.000 perkilogramnya.
Namun demikian kelompok tani tersebut selalu menjaga keaslian produk organiknya dengan cara menguji beras yang dihasilkan di laboratorium. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk beras organik di pasar.
3. Memiliki Dukungan Penggilingan Yang Cukup Baik Dan Lengkap
Kelompok tani Cibeureum Jempol memiliki sarana penggilingan yang cukup lengkap dan baik dengan kapasitas yang cukup besar yaitu sebanyak tiga ton perhari. Mesin penggilingan, lahan penjemuran, oven pengeringan serta sarana pengemasan sebagian besar adalah berasal dari bantuan pemerintah dan Fakultas
Teknologi Institut Pertanian Bogor baik itu yang diberikan berupa uang maupun alatnya langsung.
4. Terbina Suasana Kerja Yang Bersifat Kekeluargaan Dan Gotong Royong Antara Karyawan, Petani Anggota, Dan Ketua Kelompok Tani.
Dalam mendukung tingkat kinerja pada kelompok tani Cibeureum Jempol dibuat suasana kerja senyaman mungkin dengan azas kekeluargaan dan gotong royong. Ketua kelompok tani tidak jarang turut serta dalam kegiatan produksi onfarm maupun off farm pada kelompok tani tersebut. Untuk mengevaluasi kinerja kelompok tani tersebut, ketua selalu mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali untuk menanggapi keluhan-keluhan para petani anggota tersebut.
5. Sudah Mampu Dilakukannya Uji coba Dan Pengembangan Terhadap Komoditas Padi Organik Unggulan Pada Lahan Milik Sendiri
Kelompok tani Cibeureum Jempol lahan seluas 2.500 m2 untuk melakukan uji coba dan pengembangan pada bibit unggul serta pupuk organik.
Pada saat ini kelompok tani Cibeureum Jempol telah berhasil menciptakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan dapat dikembangkan oleh petani anggota yang melakukan kegiatan on-farm. Selain itu, kelompok tani Cibeureum Jempol juga telah meneliti dan mau mulai mengembangkan bibit unggul beras organik jepang yang merupakan hasil bantuan dari PT. Pupuk Sriwijaya.
6. Satu-Satunya Kelompok Tani Beras Organik Yang Melakukan Usaha Dari Mulai Hulu Sampai Hilir Di Bogor
Pada perkembangan kelompok tani beras organik di bogor khususnya, kelompok tani Cibeureum Jempol merupakan satu-satunya kelompok tani yang melakukan kegiatan onfarm yaitu berproduksi di lahan terbuka yang dilakukan
oleh petani anggota hingga kegiatan off farm yaitu penanganan pasca panen. Dari mulai tahun 2004 hingga sekarang kelompok tani Cibeureum Jempol merupakan satu-satunya kelompok tani yang masih bertahan hingga sekarang dibandingkan dengan kelompok tani bojong tani, karya tani, baraya, serta mukti tani dan lemah duwur.
KELEMAHAN
1. Terjadinya Konversi Lahan dari Pertanian ke Non-Pertanian, Sehingga Lahan Yang Masih Produktif Semakin Menyempit
Pada tahun 2004 kelompok tani Cibeureum Jempol awalnya memiliki lahan seluas 100 hektar dengan anggota 47 orang. Saat ini kelompok tani Cibeureum Jempol hanya memiliki lahan seluas 40 hektar dengan 40 orang anggota. Hal ini diakibatkan karena posisi petani anggota terus melemah akibat desakan dari cukong-cukong lahan yang terus memaksa petani untuk menjual lahan mereka kepada para cukong tersebut. Para petani ditakut takuti bahwa saluran irigasi yang masuk ke lahan mereka akan ditutup. Lahan pertanian yang dibeli tersebut direncanakan akan dibamgun usaha non agribisnis.
2. Kurangnya Pendidikan SDM (Para Petani Anggota) Yang Dimiliki.
Tingkat pendidikan anggota kelompok tani Cibeureum Jempol sebagian besar adalah lulusan SD, SLTP dan satu orang lulusan sarjana. Hal ini mengakibatkan mudahnya para petani anggota dibodohi oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan kelompok tani ini berkembang. Oleh karena itu, pak Amin selaku ketua kelompok tani Cibeureum Jempol selalu memantau para petani anggotanya tersebut dengan mengadakan pertemuan rutin satu bulan sekali.
3. Sarana Dan Prasarana Yang Masih Terbatas
Keterbatasan sarana dan prasarana pada kelompok tani Cibeureum Jempol ini terkait dengan jumlahnya, meskipun sudah mendapat bantuan dari Dinas Agribisnis setempat. Hal ini mengakibatkan tidak semua anggota kelompok tani dapat terpenuhi kebutuhannya akan sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Contohnya adalah alat bajak yang jumlahnya hanya 3 unit mengakibatkan harus antrinya petani anggota dalam memanfaatkan sarana tersebut.
4. Sistem Keuangan Yang Masih Sangat Sederhana
Pada sistem keuangan kelompok tani Cibeureum Jempol ini masih digunakan buku tulis dan kalkulator biasa. Sistem komputerisasi hanya dimanfaatkan untuk pencarian informasi harga pasar serta banyaknya beras yang diimpor. Dan komputer ini pun bukan merupakan milik kelompok tani Cibeureum Jempol melainkan milik himpunan kelompok tani indonesia (HKTI) kota Bogor karena sekretaris dari kelompok tani Cibeureum Jempol ini juga bekerja pada lembaga HKTI tersebut.
5. Modal Kerja Yang Terbatas
Pada perkembangan usaha beras organik kelompok tani Cibeureum Jempol ini masih dipengaruhi oleh tingkat modal yang kecil. Sehingga skala kelompok tani Cibeureum Jempol ini masih sangat sederhana. Pada awal berdirinya kelompok tani Cibeureum Jempol mereka mendapat bantuan modal dari pihak dinas agribisnis kota bogor sebanyak Rp. 90 juta dengan empat kali cicilan dan sampai saat ini belum ada penambahan modal lagi.
6. Kurang Konsistennya Anggota Organisasi Terhadap Tugas-Tugasnya
Pada struktur organisasi kelompok tani Cibeureum Jempol, anggota organisasi tersebut tidak konsisten. Contohnya pada struktur organisasi ditetapkan tim pemasaran dan bendahara, tetapi hingga saat ini yang mengerjakan hal tersebut masih dilakukan oleh ketua serta istri yang sekaligus sebagai bendahara kelompok tani tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pekerjaan.
B. Faktor Strategis Eksternal Kelompok Tani Cibeureum Jempol PELUANG
1. Adanya Program Pemerintah ”Go Organik”
Program pemerintah ”Go Organik” ini yang menjadi peluang utama yang dilihat oleh pak Amin selaku ketua kelompok tani Cibeureum Jempol. Ia yakin bahwa dengan adanya program tersebut memberikan peluang yang besar bagi beras organik yang dikembangkannya.
2. Meningkatnya Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat Akan Pentingnya Gizi Untuk Hidup Sehat
Dengan berkembangnya tingkat pendidikan masyarakat Indonesia saat ini, memberikan peluang yang besar terhadap usaha pertanian organik. Masyarakat menengah keatas sudah mulai peduli terhadap kandungan gizi pada setiap pangan yang dikonsumsinya, sehingga harga tidak menjadi masalah utama bagi konsumen jenis ini. Hal ini juga didorong oleh Departemen Pertanian yang memiliki visi mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia tahun 2010.
3. Adanya Dukungan Pemerintah Dengan Mengeluarkan UU No. 17 Tahun 2007 Mengenai Ketahanan Pangan
Keamanan pangan yaitu suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan manusia sesuai dengan UU No.
17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang menegaskan bahwa pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang serta terjamin keamanannya.
4. Tersedianya Pasar Beras Organik Yang masih Luas
Keterbatasan persediaan beras yang ramah lingkungan atau beras organik mengakibatkan terjadinya peningkatan permintaan yang belum terpenuhi oleh beberapa produsen organik termasuk kelompok tani Cibeureum Jempol. Hal ini mengakibatkan masih luasnya pasar yang masih tersedia bagi komoditas beras organik ini.
5. Terjalin Kerjasama Yang Baik Dengan Kelompok Tani Sejenis, PT. Pupuk Sriwijaya, Serta Dinas Agribisnis kota Bogor
Kelompok tani Cibeureum Jempol telah mendapatkan dukungan dari pihak Dinas Agribisnis Kota Bogor dalam hal modal, teknologi serta pendidikan budidaya beras organik secara tepat. Kelompok tani ini juga medapat dukungan dari PT. Pupuk Sriwijaya dalam ketersediaan bibit beras organik unggul serta permodalan. Sedangkan dengan kelompok tani sejenis, kelompok tani ini tidak menganggapnya sebagai pesaing tetapi sebagai rekan dimana pada saat kelompok
tani ini mengalami kelebihan permintaan maka untuk memenuhinya dilakukan kerjasama dengan kelompok tani sejenis tersebut.
6. Ketersediaan Air Yang Cukup Baik
Bogor merupakan daerah hujan sehingga untuk ketersediaan air akan selalu terpenuhi. Kelompok tani Cibeureum Jempol mendapatkan sumber pengairan pada lahannya dari sumber air Gunung Salak. Dalam proses produksi air disalurkan dari gunung salak ke setiap lahan petani anggota.
ANCAMAN
1. Tingkat Daya Beli Masyarakat Yang Masih Rendah
Beras Organik dari sisi harga masih lebih mahal dibandingkan beras anorganik sehingga beras organik biasanya hanya dikonsumsi oleh masyarakat dari kalangan tertentu yang memiliki pendapatan menengah keatas.
2. Banyaknya Beredar Produk Organik Palsu
Konsekuensi logis dari tingginya produk pangan organik dibandingkan dengan pangan sejenis dari pertanian konvensional adalah adanya jaminan terhadap ”keorganikan” produk tersebut. Konsumen perlu mendapat jaminan dan perlindungan bahwa produk yang dibelinya benar-benar produk organik. Jaminan terhadap produk pertanian organik bertumpu pada pemberian label. Pemberian label biasanya didiahului dengan kegiatan inspeksi oleh suatu lembaga sertifikasi yang telah terakreditasi, namun karena lemahnya pengawasan terhadap jaminan produk organik yang beredar dipasaran, memungkinkan para produsen beras anorganik dalam memalsukan produknya seolah-olah beras yang dijual adalah beras organik karena ingin mendapatkan keuntungan yang tinggi.
3. Adanya Program Diversifikasi Produk Pangan
Meskipun beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, tetapi bagi keluarga miskin baiasanya jika tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli beras maka mereka cukup mengkonsumsi singkong dan sebagainya yang tumbuh dikebun mereka. Namun hal tersebut tidak perpengaruh terlalu besar terhadap permintaan akan beras karena budaya masyarakat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi beras.
4. Perubahan cuaca (Climate Change) dan isu bencana alam yang terjadi di Indonesia
Kondisi cuaca di Indonesia saat ini yang tidak menentu patut menjadi ancaman untuk diperhitungkan. Telah banyak daerah yang mendapat dampak dari ketidakpastian ini, seperti Bali, Sulawesi Selatan, Jawa tangah bahkan Jakarta dan sekitarnya sekalipun. Kondisi seperti ini juga terjadi di daerah bogor, dimana terkadang curah hujan terlalu tinggi ataupun masa kemarau yang terlalu panjang.
Meskipun saat ini tengah di buat rencana oleh Departemen Pertanian untuk menghadapi hal ini dengan mengeluarkan program diantaranya adaptasi dan mitigasi, namun sebagai pihak yang berusaha di lahan on-farm harus berusaha lebih awal lagi. Program adaptasi yaitu program penyesuaian kembali pola tanam sedangkan program mitigasi atau pencegahan yaitu program antisipasi petani pada saat melakukan budidaya.
5. Lahan Produksi Yang Semakin Menyempit
Lahan pertanian yang tersedia di Indonesia saat ini hanya seluas 7,7 juta hektar sedangkan kebutuhan luasan lahan yang harusnya digunakan untuk pengembangan produksi pertanian seluas 11-15 juta hektar. Hal ini menjadi
ancaman bagi pengusaha pertanian termasuk kelompok tani Cibeureum Jempol dalam usaha mengembangkan beras organiknya tersebut.